• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Brine Shrimp Lethality test [BST] fraksi air brokoli [Brassica oleracea Var. italica] beserta profil Kromatografi Lapis Tipis [KLT] - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji Brine Shrimp Lethality test [BST] fraksi air brokoli [Brassica oleracea Var. italica] beserta profil Kromatografi Lapis Tipis [KLT] - USD Repository"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UJI BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) FRAKSI AIR BROKOLI (Brassica oleracea var. italica)

BESERTA PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Sinta Kiranawati NIM : 028114070

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)
(3)
(4)

Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,

Ia membimbing aku ke air yang tenang;

Ia menyegarkan jiwaku.

Ia menuntun aku di jalan yang benar

oleh karena nama-Nya.

Mazmur 23:2-3

Orang yang paling sempurna

bukanlah orang dengan otak yang sempurna

melainkan orang yang dapat mempergunakan

sebaik-baiknya dari bagian otaknya

yang kurang sempurna

* Aristoteles *

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Bapak & Ibuku tercinta sebagai tanda hormat dan baktiku

Kakak-kakakku (Mas Aji, Mba Dewi, dan Mba Ika)

Almamaterku

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Bapa Yang Maha Kasih atas limpahan karunia dan kasih yang diberikannya selama proses penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Uji Brine Shrimp Lethality Test (BST) Fraksi Air Brokoli (Brassica oleracea var. italica) beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) dari Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama pelaksanaan penelitian hingga terselesaikannya penyusunan skripsi

ini, penulis tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang dengan penuh

kesabaran dan ketulusan memberikan petunjuk, saran dan perhatian selama

pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen penguji yang telah bersedia

menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia

menguji, memberikan saran dan masukan yang sangat berguna dalam

penyelesaian skripsi ini.

5. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membantu selama proses perkuliahan.

(6)

6. Segenap dosen dan karyawan yang telah membantu selama penyelesaian

skripsi ini.

7. Bapak dan ibuku tercinta atas segala kasih, kesabaran, perhatian, semangat

dan doa yang telah dicurahkan kepadaku.

8. Kakak-kakak terbaikku (Mas Aji, Mba Dewi, dan Mba Ika) atas dukungan,

perhatian, bantuan, kasih dan doanya.

9. Danang Eka Saputra atas ketulusan hati, kasih, kesabaran, bantuan dan

keceriaan yang selalu menghiasi hari-hariku.

10. Pak Lik Gendro beserta keluarga atas bantuannya mencari tanaman brokoli

serta dukungan dan doanya.

11. Ayu dan Prima atas kebersamaan kita dalam suka dan duka selama penelitian,

dan yang selalu memberiku semangat, perhatian dan bantuan.

12. Fifi, Yuni, Kristin, Wira, Titin, Rosa dan Devi ’03 atas bantuan dan

kebersamaan selama penelitian di laboratorium.

13. Lena yang telah membantuku selama penelitian menggunakan larva udang,

Ulin, Lia ’03, Puri, Asti, Wenny, Tjun Liong, Didit, Peter, Beni, Yinni, Rika,

Lian, Elay, dan Devi atas bantuan yang sangat berharga.

14. Teman-teman kelompok C atas kekompakan, keceriaan, dan kerjasamanya,

serta teman-teman angkatan 2002 atas kebersamaannya.

15. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andri, Pak Mukmin, Mas Parlan, dan Mas

Kunto, atas bantuan yang sangat berguna selama proses penelitian di

laboratorium.

(7)

16. Teman-teman “Kost Mawar”: Alin dan Mina atas persahabatan, perhatian dan

bantuannya, Ica dan Mba Yessy atas dukungannya, Yogi, Agnes, Ika, Mei,

Mba Virgin, Raras, Tina, Anas, Ana, Nana, Diah, Cici, Ani, Sisil, Ferry, Ata,

Evrin, dan Putri atas keceriaan dan kebersamaannya.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

(8)
(9)

INTISARI

Brokoli (Brassica oleracea var. italica) merupakan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran. Alil isotiosianat diketahui bersifat antikanker karena dapat menghambat pertumbuhan sel kanker serta menginduksi apoptosis. Brokoli mengandung alil isotiosianat dalam konsentrasi yang tinggi. Suatu senyawa antikanker memiliki toksisitas tertentu sehingga dapat membunuh sel kanker. Maka dari itu, perlu dilakukan uji Brine Shrimp Lethality Test (BST)

untuk mengetahui efek toksik fraksi air brokoli yang dinyatakan oleh LC50.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only control group design. Pengujian efek toksik brokoli dibuat dalam bentuk fraksi air, karena alil isotiosianat memiliki kelarutan dalam air. Fraksi air diperoleh dengan cara brokoli dibuat jus dengan penambahan air kemudian disaring. Hasil penyaringan tersebut ditambah dengan pelarut kloroform untuk mengambil senyawa yang tidak larut air, kedua pelarut kemudian dipisahkan sehingga didapatkan fraksi air dan fraksi kloroform. Fraksi air dibuat seri konsentrasi 320; 580; 1000; 1900; dan 3400 µg/ml. Hewan uji yang digunakan adalah 10 larva Artemia salina LEACH (artemia) dengan replikasi lima kali dan dibandingkan dengan kontrol negatif untuk tiap-tiap seri konsentrasi. Data diperoleh dengan menghitung jumlah artemia yang mati setelah 24 jam perlakuan. Nilai LC50 dihitung dengan metode analisis probit. Nilai LC50 < 1000

µg/ml dinyatakan memiliki efek toksik.

Hasil uji toksisitas dengan metode (BST) diperoleh nilai LC50 untuk fraksi

air adalah 631 µg/ml. Dari hasil tersebut maka fraksi air memiliki efek toksik terhadap larva artemia. Setelah dilakukan uji kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dapat diketahui bahwa dalam fraksi air brokoli terkandung senyawa kimia alil isotiosianat.

Kata kunci : Brassica oleracea var. italica, uji Brine Shrimp Lethality Test (BST), fraksi air, LC50, Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan alil

isotiosianat.

(10)

ABSTRACT

Broccoli (Brassica oleracea var. italica) is a kind of vegetable. Alyl Isothiocyanates is an anticancer that can supress the growth of cancer cells also induce apoptosis. Broccoli contain of alyl isothiocyanates in high concentration. Anticancer compound have certain toxicity that can kill cancer cell. Therefore, it is necessary to do Brine Shrimp Lethality Test (BST) to know the toxic effect of water fraction from broccoli stated by LC50.

This research was the pure experimental with post test only control group design. The broccoli’s toxic effect test was made in the form of water fraction based on solubility from alyl isothiocyanates. Water fractions were obtained by juiceing and filtering the broccoli, and then it was added by chloroform to remove the compound that do not have solubility in water. It was separated to get water fraction and chloroform fraction. Water fraction was made concentration series 320; 580; 1000; 1900; dan 3400 µg/ml. The animal testee that was used are 10

Artemia salina LEACH (artemia) larvae with 5 times of replication and it is compared with negative control for each concentration series. Datas are obtained by counting the amount of dead artemia after 24 hours. The value of LC50 is

counted by probit analysis method. The value of LC50 < 1000 µg/ml has toxic

effect.

The result toxicity test from BST show LC50 from water fraction was 631

µg/ml. The result shows that water fraction has toxic effect on artemia larvae. The qualitatif test with Thin Layer Chromatography (TLC) shows that water fraction of broccoli contain alyl isothiocyanates.

Key words : Brassica oleracea var. italica, Brine Shrimp Lethality Test (BST), water fraction, LC50, Thin Layer Chromatography (TLC), and alyl

isothiocyanates.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah... 2

2. Keaslian Penelitian... 3

3. Manfaat Penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian... 3

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 4

A. Brokoli ... 4

1. Keterangan Botani ... 4

(12)

2. Morfologi dan Habitat Tanaman Brokoli... 4

3. Kandungan Kimia ... 5

4. Khasiat dan Kegunaan ... 7

B. Artemia... 8

1. Keterangan Zoologi ... 8

2. Tahap Perkembangan Larva Artemia ... 8

3. Perkembangbiakan dan Siklus Hidup Artemia ... 10

4. Cara Makan Artemia... 11

5. Lingkungan Hidup Artemia ... 12

C. Brine Shrimp Lethality Test (BST) ... 13

1. Pengertian BST ... 13

2. Penggunaan Artemia salina LEACH pada Metode BST ... 13

D. Kanker ... 16

1. Pengertian Kanker... 16

2. Karsinogenesis ... 17

E. Apoptosis ... 18

F. Siklus Sel ... 20

G. Toksisitas ... 21

H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 21

I. Landasan Teori ... 22

J. Hipotesis ... 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24

(13)

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24

1. Variabel Penelitian... 24

2. Definisi Operasional ... 24

C. Bahan Penelitian... 25

D. Alat Penelitian... 26

E. Tata Cara Penelitian ... 26

1. Determinasi Tanaman ... 26

2. Pengumpulan Bahan dan Penyarian... 27

3. Pembuatan Air Laut Buatan... 27

4. Penetasan Siste Artemia... 28

5. Penentuan Nilai LC50 dengan Metode BST ... 28

6. Identifikasi Alil Isotiosianat dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 30

F. Analisis Hasil... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 32

A. Determinasi Tanaman ... 32

B. Pengumpulan Bahan... 32

C. Pembuatan Fraksi Air Brokoli... 33

D. Pembuatan Air Laut Buatan ... 33

E. Penetasan Siste Artemia ... 34

F. Penentuan Nilai LC50 dengan Metode BST... 36

G. Uji Kualitatif Fraksi Air dengan Metode KLT ... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

(14)

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN... 54

BIOGRAFI PENULIS ... 67

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Komposisi Bahan Untuk Pembuatan Air Laut Buatan

(ALB) ... 28

Tabel II Persentase Kematian Larva Artemia pada Berbagai

Konsentrasi Fraksi Air ... 41

Tabel III. Hasil uji KLT fraksi air brokoli untuk pemeriksaan alil

isotiosianat dengan fase diam silika gel GF254 dan fase

gerak n-butanol, n-propanol, asam asetat glasial, air

(30:10:10:10, v/v)... 49

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hidrolisis Glukosinolat oleh Enzim Mirosinase

membentuk Aglikon Alil Isotiosianat ... 6

Gambar 2. Struktur Kimia Alil Isotiosianat ... 6

Gambar 3. Perubahan Bentuk Burayak... 9

Gambar 4. Bagian-Bagian Tubuh Artemia Dewasa... 10

Gambar 5. Siklus Hidup Artemia Biseksual ... 11

Gambar 6. Mekanisme Apoptosis... 18

Gambar 7. Siklus Sel ... 20

Gambar 8. Mekanisme aktivitas isotiosianat dalam mematikan sel ... 39

Gambar 9. Kurva Hubungan Nilai Probit versus Log Konsentrasi Fraksi Air ... 42

Gambar 10. Kromatogram Fraksi Air Brokoli untuk Pemeriksaan Senyawa Alil Isotiosianat ... 45

Gambar 11. Reaksi antara Alil Isotiosianat dengan Ninhidrin ... 48

Gambar 12. Tanaman Brokoli (Brassica oleracea var. italica)... 55

Gambar 13. Brokoli ... 55

Gambar 14. Larva Artemia salina LEACH ... 56

Gambar 15. Bak Penetasan untuk Larva Artemia salina LEACH... 56

Gambar 16. Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Air dari Brokoli untuk Pemeriksaan Alil Isotiosianat ... 57

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Determinasi ... 54

Lampiran 2. Foto Penelitian ... 55

Lampiran 3. Cara Pembuatan Pereaksi Semprot Ninhidrin ... 57

Lampiran 4. Cara Pembuatan Ekstrak Alii sativi Bulbus dalam Pelarut Metanol sebagai Pembanding pada Uji KLT

Senyawa Alil Isotiosianat ... 58

Lampiran 5. Perhitungan untuk Membuat Larutan Stok Fraksi Air... 58

Lampiran 6. Perhitungan untuk Membuat Variasai Konsentrasi

Larutan Sampel dari Fraksi Air... 59

Lampiran 7. Data Kematian Larva Artemia salina Leach pada

Kontrol Metanol dari Fraksi Air Setelah 24 jam ... 61

Lampiran 8. Data Kematian Larva Artemia salina Leach Karena

Pengaruh Fraksi Air Setelah 24 jam ... 62

Lampiran 9. Perhitungan Persentase Kematian Larva Artemia pada

Fraksi Air Menggunakan Rumus Abbot ... 62

Lampiran 10. Perhitungan Data Statistik Fraksi Air Menggunakan

Analisis Probit... 63

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker dianggap sebagai penyebab kematian kedua setelah penyakit

kardiovaskuler (Dipiro et al., 1997). Penanganan kanker hingga saat ini yang tersedia pada umumnya adalah operasi, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon,

dan terapi imun (Anonim, 2005). Namun pengobatan dengan metode tersebut

dapat memberikan efek samping yang merugikan. Maka dari itu, pengobatan

tradisional dari bahan alam mulai dicari dan digunakan.

Sayuran selain digunakan sebagai bahan makanan, ternyata juga dapat

digunakan sebagai obat tradisional yaitu untuk mencegah atau mengobati penyakit

kanker. Tanaman brokoli (Brassica oleracea var. italica) mengandung glukosinolat dalam konsentrasi tinggi (Misiewicz, Skupinska, and Guttman,

2003). Ketika jaringan tanaman dihancurkan, glukosinolat yang terdapat dalam

vakuola sel akan dilepaskan dan dihidrolisis oleh enzim mirosinase yang terdapat

dalam sitoplasma (Krul et al., 2002). Enzim mirosinase akan melepaskan glukosa, sehingga dihasilkan aglikon dari glukosinolat yang memiliki aktivitas sebagai

antikanker salah satunya adalah alil isotiosianat. Alil isotiosianat memiliki

kelarutan dalam air (Anonim, 2001), oleh karena itu fraksi air dari brokoli

mengandung senyawa alil isotiosianat.

Alil isotiosianat dapat menghambat proliferasi sel kanker, aktivitas

antiproliferasi alil isotiosianat dalam melawan sel kanker disebabkan oleh karena

(19)

apoptosis (Xiao et al., 2003). Hal ini yang menyebabkan brokolidapat dikatakan sebagai salah satu jenis sayuran yang memiliki aktivitas antikanker.

Suatu senyawa yang bersifat antikanker akan memiliki toksisitas tertentu

sehingga dapat digunakan untuk membunuh sel-sel kanker (Katzung, 2004).Oleh

karena itu, toksisitas dari senyawa alil isotiosianat perludiketahui.Pencarianobat

tradisional yang mengandung senyawa antikanker dari tanaman, dapat dilakukan

dengan cara skrining uji toksisitas menggunakan hewan uji Artemia salina

LEACH dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) (Meyer et al., 1982). Prinsip metode ini yaitu uji toksisitas akut terhadap larva artemia dengan

penentuan nilai LCB50B setelah perlakuan 24 jam. Artemia dalam uji ini digunakan

karena memiliki kesamaan sistem enzim dengan mamalia, misalnya DNA-dependent RNA polymerase, dan ouabaine sensitive NaP

+

(Solis, Wright, Anderson, Gupta, and Phillipson, 1993).

Dari latar belakang diatas, maka penggunaan brokoli sebagai obat

antikanker perlu diketahui toksisitasnya dengan metode BST. Toksisitas brokoli

dapat diketahui dengan menguji efek toksik fraksi air brokoli yang dinyatakan

dengan nilai LCB50B (Lethal Concentration 50). LCB50B merupakan konsentrasi suatu larutan yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji. Jika nilai LCB50B < 1000

µg/ml maka suatu larutan senyawa dikatakan memiliki efek toksik (Meyer et al., 1982), sehingga diharapkan senyawa tersebut bersifat sitotoksik.

1. Perumusan masalah

a. Apakah fraksi air brokoli bersifat toksik terhadap larva artemia dan seberapa

(20)

b. Bagaimana profil Kromatograi Lapis Tipis senyawa alil isotiosianat yang

terdapat dalam fraksi air brokoli?

2. Keaslian penelitian

Dari hasil penelusuran pustaka yang telah dilakukan, belum pernah

dilakukan penelitian mengenai uji BST tanaman brokoli.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi mengenai

besarnya efek toksik brokoli terhadap larva artemiadengan metode BST.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi

masyarakat mengenai khasiat brokoli selain sebagai bahan makanan juga dapat

digunakan untuk mencegah ataupun mengobati penyakit kanker.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui apakah fraksi air brokoli bersifat toksik terhadap larva artemia dan

seberapa besar efek toksiknya yang dinyatakan dengan nilai LCB50.B

(21)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Brokoli 1. Keterangan botani

Berdasarkan klasifikasinya (Mills, 2001), brokoli termasuk ke dalam

varietas Brassica oleracea var. italica, serta anggota dari famili Cruciferaceae. Brokoli memiliki nama asing broccoli (Inggris), dengan nama simplisia Brassicae oleraceae (brokoli).

2. Morfologi dan habitat tanaman brokoli

Brokoli memiliki tangkai daun agak panjang dan helai daun

berlekuk-lekuk memanjang. Massa bunga brokoli (curd) tersusun secara kompak membentuk bulatan bewarna hijau tua atau hijau kebiru-biruan, dengan diameter

antara 15 - 20 cm atau lebih. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, massa bunga

brokoli dapat tumbuh memanjang menjadi tangkai bunga yang penuh dengan

kuntum bunga. Tiap bunga terdiri atas empat helai daun kelopak (calyx), empat helai daun mahkota bunga (corolla), enam benang sari yang komposisinya empat memanjang dan dua pendek. Bakal buah terbagi dua ruang, dan setiap ruang berisi

bakal biji (Rukmana, 1995).

Menurut Rukmana (1995), brokoli cocok ditanam pada suhu rendah yaitu

berkisar antara 15,5 - 18ºC dan maksimum 24ºC. Sedangkan tempat yang cocok

untuk menanam tanaman brokoli pada umumnya yaitu pada daerah dataran tinggi,

(22)

Pemanenan brokoli dapat dilakukan setelah umurnya mencapai 60 - 90

hari sejak ditanam, sebelum bunganya mekar, dan sewaktu massa bunganya masih

berwarna hijau. Jika bunganya telah mekar, tangkai bunganya akan memanjang

dan keluarlah kuntum-kuntum bunga berwarna kuning. Brokoli tidak tahan

dengan pemasakan yang terlalu lama, selain itu pemanasan terlalu lama akan

mengurangi khasiat brokoli (Dalimartha, 2000).

3. Kandungan kimia

Tanaman yang termasuk dalam genus Brassica memiliki kandungan lemak yang sedikit sehingga rendah energi, selain itu tanaman ini merupakan sumber

vitamin, mineral, dan serat yang berguna dalam mencegah penyakit kanker.

Tanaman ini juga mengandung sejumlah besar senyawa aktif, dimana beberapa

diantaranya dapat digunakan untuk melawan kanker. Senyawa aktif ini meliputi

glukosinolat, isotiosianat, karotenoid, kumarin, ditioltion, flavonoid, indol, fenol,

dan terpen (Nestle, 1997).

Tanaman brokoli (Brassica oleracea var. italica) mengandung glukosinolat dalam konsentrasi tinggi (Misiewicz, Skupinska, and Guttman,

2003). Ketika jaringan tanaman dihancurkan, glukosinolat yang terdapat dalam

vakuola sel akan dilepaskan dan dihidrolisis oleh enzim mirosinase yang terdapat

dalam sitoplasma (Krul et al., 2002).

Enzim mirosinase yang terdapat dalam sitoplasma akan melepaskan

glukosa dan aglikon dari glukosinolat yaitu isotiosianat, nitril dan beberapa

produk lainnya. Pemanasan brokoli dapat merusak enzim mirosinase, namun

(23)

usus. Glukosinolat dihidrolisis oleh Bacteroides thetaiotaomicron yang terdapat di dalam tubuh manusia membentuk alil isotiosianat (TKrulTet al., 2002).

Ilmuwan dari Johns Hopkins University School of Medicine menyatakan

bahwa glukosinolat tidak memiliki sifat sebagai antikanker sedangkan isotiosianat

bersifat antikanker (Surjadi, 2005). Selain itu, metabolisme isotiosianat memiliki

bioavailabilitas enam kali lebih tinggi dari pada glukosinolat (Shapiro, Fahey,

Wade, Stephenson, & Talalay, 2001).

Gambar 1. Hidrolisis Glukosinolat oleh Enzim Mirosinase membentuk Aglikon Alil Isotiosianat (TKrulTet al., 2002).

Salah satu isotiosianat dalam brokoli yang memiliki aktivitas antikanker

adalah alil isotiosianat (gambar 2). Alil isotiosianat memiliki kelarutan dalam air

(Anonim, 2001), oleh karena itu fraksi air dari brokoli mengandung senyawa alil

isotiosianat.

N

C

S CH

CH2 CH2

(24)

4. Khasiat dan kegunaan

Brokoli akan mempercepat proses penyembuhan setelah sakit berat serta

dapat digunakan untuk mencegah dan menghambat perkembangan sel kanker

(Dalimartha, 2000).

Alil isotiosianat dapat menghambat proliferasi sel kanker, aktivitas

antiproliferasi alil isotiosianat dalam melawan sel kanker disebabkan oleh karena

kemampuannya dalam menahan sel pada fase M serta dapat menginduksi

apoptosis (Xiao et al., 2003).

Isotiosianat dapat menghambat aktifitas NaP

+ 1995). Isotiosianat banyak mendapat perhatian karena aktivitasnya sebagai

antikanker. Sebagai senyawa antikanker isotiosianat memiliki kemampuan untuk

mematikan sel kanker, hal ini dapat dilihat dari aktivitasnya dalam menginduksi

apoptosis dan menghentikan pertumbuhan sel pada fase S (sintesis DNA) dan fase

M (mitosis) dalam siklus hidup sel (Li Tang et al., 2006). Isotiosianat yang merupakan hasil hidrolisis dari senyawa glukosinolat dapat menginduksi p53,

dimana p53 merupakan tumor suppressor gene atau gen penekan tumor yang dapat menyebabkan terjadinya apoptosis (Pappa et al., 2006).

Aktivitas p53 dalam menghentikan siklus hidup sel terjadi pada fase GB1B.

Ketika terjadi kerusakan DNA, p53 akan menginduksi p21 untuk berikatan dan

menginaktivasi cdk2 (cyclin-dependent kinase 2 yang berperan penting dalam tahap transisi fase GB1B/S), sehingga proses transisi dari fase GB1B ke fase S menjadi

(25)

DNA yang efektif, p53 akan memerintahkan sel untuk menjalani program bunuh

diri atau apoptosis (Best, 2006).

B. Artemia 1. Keterangan zoologi

Artemia termasuk spesies Artemia salina LEACH yang merupakan anggota dari famili Artemiidae. Artemia biasa disebut juga dengan udang renik air asin dan memiliki nama asing brine shrimp. Artemia hidup dalam air laut yang berkadar garam tinggi (Mudjiman, 1989).

2. Tahap perkembangan larva artemia

a. Telur

Istilah untuk telur artemia adalah siste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh

kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet, dan mempermudah pengapungan

(Mudjiman, 1989).

b. Burayak

Siste artemia yang kering, jika direndam dalam air laut yang bersuhu 25ºC,

akan menetas dalam waktu 24 - 36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah

burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis).

(26)

Burayak tingkat I dinamakan instar I, tingkat II instar II, demikian seterusnya

sampai instar XV dan menjadi artemia dewasa (Mudjiman, 1989).

Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkatan instar I. Bentuknya

bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 µm dan beratnya 15 µg. Warnanya

kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh

karena itu, mereka belum memerlukan makanan (Mudjiman, 1989).

Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II.

Lebih lama lagi akan berubah menjadi instar III. Pada tingkatan instar II, burayak

sudah mempunyai mulut, saluran pencernaan, dan dubur. Oleh karena itu, mereka

mulai mencari makanan. Bersamaan dengan itu, cadangan makanannya sudah

mulai habis. Pengumpulan makanannya mereka lakukan dengan

menggerak-gerakkan antena II-nya. Antena II tersebut juga berguna untuk bergerak. Tubuh

instar II dan instar III sudah lebih panjang dari instar I (Mudjiman, 1989).

(27)

c.Artemia dewasa

Artemia dewasa bentuknya telah sempurna, dengan ukuran panjang sekitar

1 cm dan beratnya 10 mg. Torakopodanya yang sudah lengkap sebanyak 11

pasang (Mudjiman, 1989).

Gambar 4. Bagian-bagian tubuh Artemia dewasa (Mudjiman, 1989) 3. Perkembangbiakan dan siklus hidup artemia

Menurut Mudjiman (1989), artemia dapat berkembang biak secara

ovovivipar maupun ovipar. Pada cara ovovivipar yang keluar dari induknya sudah

berupa burayak jadi sudah langsung hidup sebagai artemia muda. Sedangkan pada

cara ovipar, yang keluar dari induknya berupa telur yang bercangkang, dan untuk

(28)

Gambar 5. Siklus hidup Artemia biseksual (Mudjiman, 1989) 4. Cara makan artemia

Artemia memiliki cara makan yang sederhana yaitu dengan jalan

menyaring makanan (filter feeder). Sebagai penyaring makanan artemia menelan apa saja yang ukurannya kecil (± 50 mikron), baik benda hidup, benda mati,

benda keras maupun benda lunak. Artemia tidak dapat membedakan mana

makanan dan yang bukan makanan. Sehingga apa yang terdapat dalam perut

artemia belum tentu merupakan makanan (Mudjiman, 1989).

Pada artemia dewasa pengambilan makanannya dibantu oleh kaki-kakinya

(torakopoda), sedangkan burayak dibantu oleh antena II-nya. Kaki-kaki artemia akan bergerak terus-menerus, karena selain berfungsi sebagai alat gerak juga

berfungsi sebagai alat pernafasan. Dengan demikian, selama makanannya

(29)

5. Lingkungan hidup artemia

a. Suhu

Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6ºC atau lebih

dari 35ºC. Namun, hal ini tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidupnya,

untuk pertumbuhan artemia sebaiknya berkisar antara 25 - 30ºC (Mudjiman,

1989).

b. Kadar garam

Kadar garam memberikan pengaruh terhadap proses pertumbuhan siste.

Pertumbuhan siste ternyata membutuhkan air yang kadar garamnya rendah yaitu

berkisar antara 5 - 7 permil. Batas ini berlainan untuk tiap jenis artemia. Apabila

kadar garam terlalu tinggi, maka siste tidak akan menetas karena tekanan osmosis

di luar siste lebih tinggi, sehingga siste tidak dapat menyerap air yang cukup

untuk proses metabolismenya (Mudjiman, 1989).

c. Oksigen terlarut

Artemia dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan kadar oksigen

terlarut. Pada kadar garam yang hanya 1 ppm (bagian per juta), artemia masih

dapat bertahan. Sebaliknya, mereka pun dapat hidup pada kejenuhan oksigen lebih

dari 150 persen (Mudjiman, 1989).

d. Asam basa (pH)

Pengaruh pH terhadap kehidupan artemia muda dan dewasa masih belum

jelas.Yang sudah jelas adalah pengaruh pH terhadap penetasan siste. Apabila pH

(30)

Siste banyak yang tidak menetas atau waktu penetasannya menjadi lebih panjang

(Mudjiman, 1989).

C. Brine Shrimp Lethality Test (BST) 1. Pengertian BST

BST merupakan metode pengujian toksisitas suatu senyawa menggunakan

hewan uji larva artemia. Prinsip metode ini adalah uji toksisitas akut terhadap

larva artemia dengan penentuan nilai LCB50B setelah perlakuan 24 jam.

Metode BST sebenarnya tidak spesifik untuk antitumor namun metode

BST memiliki manfaat untuk memonitor aktivitas sitotoksik senyawa dalam

waktu yang singkat dan biaya yang cukup murah jika dibandingkan dengan

pengujian sitotoksisitas dengan biakan sel kanker. Beberapa keuntungan lain dari

metode BST yaitu peralatan yang digunakan sederhana dan tidak memerlukan

kondisi yang steril, serta jumlah sampel yang dibutuhkan tidak terlalu banyak

(Meyer et al., 1982).

2. Penggunaan Artemia salina LEACH pada metode BST

Artemia salina Leach digunakan untuk pengujian senyawa aktif biologis karena artemia mempunyai kesamaan dengan sistem enzim mamalia, misalnya

tipe DNA-dependent RNA polymerase, dan ouabaine sensitive NaP

+

P

dan KP

+

P

dependent ATPase (Solis et al, 1993). DNA-dependent RNA polymerase

merupakan sistem yang berperan dalam proses sintesis protein. RNA polymerase

akan berikatan dengan DNA pada tahap transkripsi di dalam nukleus dimana

(31)

Jenis molekul RNA yang dimaksud yaitu RNA messenger (mRNA) yang

akan membawa pesan genetika dari DNA kebagian-bagian pensintesis protein dari

sel tersebut. Pesan genetik yang dibawa oleh mRNA akan ditafsirkan oleh tRNA

pada tahap translasi di dalam sitoplasma, tRNA juga akan mentransfer asam

amino dari sitoplasma ke ribosom (Campbell, Recee, and Mitchell, 2002).

Tiap molekul tRNA akan menghubungkan kodon mRNA tertentu dengan

asam amino tertentu, kemudian asam amino spesifik tersebut akan dibawa ke

ujung rantai polipeptida yang sedang tumbuh di ribosom. Polipeptida akan

dihubungkan dengan asam amino oleh ikatan peptida, rRNA berfungsi untuk

mengkatalisis proses pembentukan ikatan peptida. Selama proses dan sesudah

sintesisnya, suatu rantai polipeptida mulai menggulung dan melipat secara

spontan membentuk protein fungsional dengan konformasi yang spesifik

(Campbell et al., 2002).

Di dalam sel terdapat mekanisme transport ion NaP

+

mengontrol keseimbangan antara keluar dan masuknya ion NaP

+

diperlukan suatu protein membran plasma yang terdapat dalam jumlah yang

cukup banyak pada neuron yang disebut pompa natrium-kalium (Corwin, 1996).

NaP

ATPase ditemukan dalam semua bagian tubuh manusia. NaP

+

P

/KP

+

P

ATPase mengkatalisis hidrolisis ATP ke ADP serta menggunakan tenaga untuk

mengeluarkan 3 NaP

ATP yang dihidrolisis, aktivitas NaP

+

P

/KP

+

P

ATPase dihambat oleh ouabain (Ganong,

(32)

Pada hewan, pemeliharaan tekanan dan volume sel yang normal

tergantung atas pompa NaP

+

sel menuruni perbedaan konsentrasinya, serta air akan mengikuti sepanjang

perbedaan osmotik yang diciptakan sehingga menyebabkan sel membengkak

(Ganong, 1995). Sel yang membengkak selanjutnya bisa mengalami lisis sehingga

sel tersebut mati.

Artemia cukup akurat digunakan sebagai model sel kanker, hal ini telah

dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Carballo et al. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sensitivitas larva artemia dalam mendeteksi aktivitas

sitotoksik suatu ekstrak isopropanolik dari 14 jenis invertebrata laut dan 6 jenis

makroalga. Sensitivitas larva artemia dibandingkan dengan sel kanker paru-paru

dan sel kanker kolon.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak yang memiliki

aktivitas sitotoksik yang cukup tinggi bahkan dapat mematikan sel kanker juga

dapat memberikan efek yang sama pada larva artemia. Aktivitasnya yaitu dapat

menghambat proses penetasan larva serta menyebabkan kematian larva dengan

nilai persen kematian yang cukup tinggi. Salah satu contohnya yaitu ekstrak dari

Pacifigorgia adamsii memiliki aktivitas sitotoksik 127% GI (growth inhibition) terhadap sel kanker paru-paru dan 86% GI terhadap sel kanker kolon, ekstrak ini

dapat menghambat penetasan larva artemia sebesar 76% dan memberikan persen

kematian yang cukup tinggi yaitu sebesar 68% (Carballo et al., 2002).

Aktivitas sitotoksik diatas 60% dikatakan bersifat aktif, sedangkan diatas

(33)

berumur 48 jam karena pada umur ini larva memiliki sensitivitas maksimal

terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas sitotoksik (Carballo et al., 2002).

Disamping artemia memiliki persamaan dengan mamalia, alasan lain

digunakan artemia yaitu karena mudah didapatkan dan harganya murah serta

tahan lama bila disimpan dalam bentuk telur kering.Namun, penggunaan hewan

uji artemia juga memiliki kelemahan yaitu ketidakmampuan artemia mendeteksi

senyawa yang dalam aktivitas fisiologisnya memerlukan aktivasi di dalam sel

tubuh mamalia, misalnya senyawa 6-merkaptopurin (Solis et al., 1993).

D. Kanker 1. Pengertian kanker

Kanker dianggap sebagai penyebab kematian kedua setelah penyakit

kardiovaskuler. Kanker dapat ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak

terkontrol, kerusakan jaringan setempat dan sekitarnya, serta kanker dapat

menyebar luas (Dipiro et al., 1997).

Dalam keadaan normal sel hanya akan membelah diri bila tubuh

membutuhkan, misalnya ada sel-sel yang perlu diganti karena mati atau rusak.

Sedangkan sel kanker akan membelah meskipun tidak diperlukan, sehingga terjadi

sel-sel baru yang berlebihan. Sel-sel baru mempunyai sifat seperti induknya yang

sakit yaitu sel-sel yang tidak mempunyai daya atur (Kuswibawati, 2000).

Kanker merupakan tumor yang ganas, namun kanker berbeda dengan

tumor jinak. Tumor jinak memiliki sifat tidak menginvasi dan tidak merusak

(34)

Biasanya apabila dilakukan pembedahan akan sembuh total. Tumor dikatakan

ganas apabila menginvasi dan merusak organ tubuh lainnya yang masih sehat,

serta akan mengalami metastasis (Anonim, 2005).

2. Karsinogenesis

Kanker atau neoplasma terbentuk dari sel yang mengalami perubahan

mekanisme normal dalam mengontrol pertumbuhan dan proliferasi. Mekanisme

terbentuknya kanker meliputi beberapa tahap yaitu

a. inisiasi

Tahap pemaparan substansi karsinogenik terhadap sel normal yang

menyebabkan kerusakan genetik, apabila tidak diperbaiki akan menyebabkan

mutasi seluler bersifat irreversibel.

b. promosi

Zat karsinogen atau faktor lain akan mengubah lingkungannya menjadi

berpotensi untuk tumbuhnya sel mutasi dari pada sel normal. Perbedaan antara

promosi dengan inisiasi yaitu pada tahap promosi bersifat reversibel. Hal ini yang

menyebabkan kemoprevensi dapat dilakukan, diantaranya dengan perubahan gaya

hidup dan diet.

c. progresi

Terjadi perubahan genetik yang lebih lanjut sehingga menyebabkan

peningkatan proliferasi sel. Pada tahap ini terjadi invasi tumor ke jaringan sekitar

(35)

E. Apoptosis

Apoptosis berbeda dengan nekrosis, nekrosis yaitu kematian sel yang

terjadi karena kerusakan sel secara akut sedangkan apoptosis yaitu suatu program

kematian sel. Apoptosis merupakan suatu proses biologi normal. Sebagai contoh

pada saat pembentukan jari tangan dan jari kaki embrio, sel diantara jari-jari perlu

melakukan proses apoptosis sehingga jari-jari bisa terpisah (Anonim, 2006).

Proses apoptosis masih kontroversial dan tidak mudah untuk

mendefinisikannya. Apoptosis ditandai dengan kondensasi kromatin, penyusutan

sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasmik, dan pembengkakan membran. Sel

yang telah mati akan difagositosis oleh makrofag (Henkart, 1999).

(36)

Berdasarkan hasil studi (Henkart, 1999), yang menstimuli proses apoptosis

adalah kerusakan DNA. Apabila siklus sel mendeteksi ada DNA yang rusak di

dalam sel, maka tumor suppressor gen yang disebut p53 akan menghentikan sel untuk membelah diri, hingga kerusakan DNA sudah diperbaiki. Apabila sel tidak

dapat memperbaiki DNA yang rusak, p53 memerintahkan sel untuk menjalani

program bunuh diri (progammed cell death atau apoptosis). Programmed cell death adalah bagian yang normal dari kehidupan sel, dan dikontrol secara ketat oleh banyak gen terutama oleh p53 (Anonim, 2005).

Tumor suppressor gen berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan sel, apabila diaktifkan maka akan menghentikan siklus pembelahan sel, sehingga

dapat mencegah pembelahan sel selanjutnya (Anonim, 2005). Di dalam sel kanker

terdapat satu atau beberapa mutasi yang menghambat p53 menjalani tugasnya,

sehingga p53 membiarkan sel melanjutkan pembelahan diri walaupun terdapat

DNA yang rusak (Anonim, 2005). Apabila terjadi gangguan pada pengaturan p53

dapat merusak jalur apoptosis sehingga memungkinkan terbentuknya tumor

(Anonim, 2007).

Menurut Best (2006), untuk mematikan sel, p53 akan menginduksi

transkripsi beberapa gen yang meliputi apaf-1 (apoptosis protease-activating factor) dan protein BAX. Protein BAX merupakan anggota dari protein sitoplasma yg mengatur terjadinya apoptosis. Protein BAX terdapat pada

mitokondria, dimana BAX akan melepaskan sitokrom c. Apaf-1 dan sitokrom c

(37)

F. Siklus Sel

Gambar 7. Siklus Sel (Best, 2006)

Siklus sel dapat dibagi menjadi empat fase yaitu fase M, fase GB1B, fase S,

dan fase GB2B. Siklus sel dimulai dari fase M yang merupakan fase mitosis dimana

sel akan mengalami pembelahan. Fase GB1B merupakan growth phase yang pertama, pada fase ini terjadi sintesis protein dan pertumbuhan sel untuk memperoleh

ukuran sel yang normal sebelum membelah menjadi dua secara mitosis. Fase S

merupakan fase terjadinya sintesis DNA (replikasi DNA) dalam persiapan

pembelahan sel. Fase GB2B ditandai dengan perbaikan DNA yang rusak pada saat

replikasi DNA, dan terjadi persiapan untuk mitosis selanjutnya. Pada akhir fase

GB1B, terdapat fase GB0B yang merupakan fase istirahat dalam siklus sel (Best, 2006).

Jika sebuah sel menerima sinyal untuk membelah, sel itu biasanya akan

menyelesaikan siklusnya dan membelah. Tetapi jika sel itu tidak menerima sinyal

untuk membelah, sel akan keluar dari siklus dan beralih ke keadaan tidak

(38)

G. Toksisitas

Toksisitas merupakan kemampuan suatu zat menyebabkan kerusakan

(Katzung, 1989). Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik sesuatu senyawa

yang terjadi dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal.

Batasan waktu singkat disini adalah rentang waktu selama 24 jam setelah

pemberian senyawa. Tujuan utama uji ketoksikan akut adalah untuk menetapkan

potensi ketoksikan akut yang berupa tolok ukur ketoksikan kuantitatif

(LDB50B/LCB50B) dan tolok ukur ketoksikan kualitatif (gejala klinis, wujud, dan

mekanisme efek toksik).

Dalam metode BST, yang ditetapkan adalah tolok ukur ketoksikan

kuantitatif yaitu LCB50B. LCB50B (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian lima puluh persen hewan uji. Menurut Meyer

et al. (1982), apabila harga LCB50B < 1000 µg/ml maka senyawa tersebut dapat dikatakan bersifat toksik.

H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan suatu

senyawa berdasarkan kelarutannya. Lapisan yang dipakai untuk pemisahan terdiri

atas bahan-bahan berbutir (fase diam), ditempatkan pada penyanggah berupa pelat

gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa

larutan yang ditotolkan sehingga membentuk bercak atau pita. Setelah itu pelat

(39)

pengembang yang cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan) (Stahl, 1973).

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan, yaitu yang pertama dapat dipakai

sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.

Sedangkan yang kedua dapat dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem

penyangga yang sesuai dengan sifat senyawa (Gritter, Bobbitt, & Schwarting,

1991). Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu hanya memerlukan

perlengkapan yang sedikit, menggunakan waktu yang singkat untuk

menyelesaikan analisis, memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit, hasil

palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, dan

penanganannya sederhana (Stahl, 1973).

I. Landasan Teori

Brokoli (Brassica oleracea var. Italica) merupakan salah satu jenis sayuran yang memiliki aktivitas antikanker. Hal ini disebabkan antara lain oleh

adanya alil isotiosianat dalam tanaman brokoli, alil isotiosianat bersifat sebagai

antikanker karena dapat menginduksi jalur apoptosis serta dapat menghentikan

pertumbuhan sel pada fase M dalam siklus hidup sel.

Metode BST digunakan untuk pengujian toksisitas akut senyawa yang

memiliki aktivitas sebagai antikanker menggunakan hewan uji larva artemia.

Larva artemia digunakan karena memiliki kesamaan sistem enzim dengan

mamalia,misalnya tipe DNA-dependent RNA polymerase, dan ouabaine sensitive NaP

(40)

memiliki sensitivitas maksimal terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas

sitotoksik. Hubungan antara isotiosianat dengan kedua sistem enzim ini yaitu

isotiosianat dapat menghambat aktifitas NaP

+

P

/ KP

+

P

-ATPase.

Aktivitas alil isotiosianat dalam menginduksi apoptosis dan menghentikan

siklus hidup sel, menyebabkan brokoli sangat mungkin bersifat toksik terhadap

larva artemia. Oleh karena itu, dalam uji BST senyawa antikanker dalam brokoli

dapat teramati dengan menghitung jumlah kematian larva artemia. Selanjutnya

dapat dianalisis untuk mengetahui nilai LCB50B.

J. Hipotesis

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan post test only control group design.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas

Variasi konsentrasi fraksi air yaitu 320; 580; 1000; 1900; dan 3400 µg/ml.

b. Variabel tergantung

Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian fraksi air brokoli dengan

variasi konsentrasi.

c. Variabel pengacau terkendali

1) Subyek uji, meliputi umur larva atemiayaitu 48 jam.

2) Lingkungan tempat percobaan, yang meliputi cahaya untuk mempercepat

proses penetasan larva artemia yaitu dengan sinar lampu 5 watt, pH air laut buatan

antara 8 - 9, kadar garam 5 permil, dan komposisi air laut buatan.

2. Definisi operasional

a. Metode BST merupakan salah satu uji skrining untuk menentukan ketoksikan

suatu ekstrak atau senyawa terhadap larva artemia yang dinyatakan dengan

(42)

b. Brokoli yang digunakan adalah bagian massa bunga brokoli (curd), massa bunga terdiri dari bakal bunga yang belum mekar, tersusun atas lebih dari

5.000 kuntum bunga dengan tangkai pendek.

c. Larva artemia yang digunakan sebagai hewan uji pada metode BST yaitu larva

yang telah berumur 48 jam.

d. Larva artemia dikatakan mati jika larva tidak lagi memperlihatkan gerakan.

e. Fraksi air merupakan bagian dari sari brokoli dalam pelarut air setelah

dipisahkan dari fraksi kloroform.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan tanaman

Brokoli yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman

budidaya dan diperoleh dari Ketep, Muntilan, Jawa Tengah pada bulan Februari

2006.

2. Bahan untuk BST

a. Telur artemia (Artemia, Viper)

b. Ragi sebagai makanan bagi larva artemia.

c. Air laut buatan yang berkadar garam 5 permil.

3. Bahan untuk pembuatan air laut buatan (ALB)

NaCl, MgSOB4B, MgClB2B, CaClB2B, KCl, NaHCOB3B, dan aquadest yang diperoleh

dari laboratorium.

4. Bahan untuk KLT

(43)

D. Alat Penelitian 1. Alat untuk penyarian dan pengeringan

Vacuum rotary evaporator (Janke & Kunkel RV 05-ST), waterbath

(Memmert), blender (National), labu takar (Pyrex), Beakerglass (Pyrex), corong pisah (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), corong, batang pengaduk, kain, dan cawan

porselen.

2. Alat untuk BST

Neraca analitik (Mettler Toledo AB 204), pipet volume 5 ml (Pyrex),

mikropipet (Socorex), bak penetasan artemia (lokal), lampu 5 watt (Dop), aerator, pipet tetes, dan flakon.

3. Alat untuk ALB

Gelas ukur (Pyrex), Beakerglass (Pyrex), labu takar 1 liter (Pyrex), pengaduk, sendok, dan pH meter.

4. Alat untuk uji KLT

Pipa kapiler, lempeng kaca, gelas ukur, bejana kromatografi, atomizer,

kertas saring, Oven (Memmert), lampu UV 254 nm dan UV 365 nm.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Untuk memastikan bahwa jenis tanaman yang digunakan untuk penelitian

(44)

2. Pengumpulan bahan dan penyarian

Pemanenan brokoli dilakukan pada saat massa bunga sudah mencapai

ukuran maksimal dan telah padat, tetapi kuncup bunganya belum mekar. Umur

panen berkisar antara 60 - 90 hari setelah tanam, tergantung pada varietas

tanaman.

Brokoli yang telah dikumpulkan dicuci menggunakan air mengalir dan

dirajang kecil-kecil untuk dibuat jus, kemudian sebanyak 500 gram brokoli

dimasukkan ke dalam blender dan ditambah 100 ml aquadest. Setelah dibuat jus, dilanjutkan dengan proses pemerasan dan penyaringan untuk memperoleh fraksi

air. Fraksi air ini ditambah dengan kloroform kemudian dipisahkan menggunakan

corong pisah, sehingga diperoleh fraksi air dan fraksi kloroform. Namun fraksi

kloroform tidak digunakan. Fraksi air yang diperoleh, dipekatkan menggunakan

vacum rotary evaporator kemudian diuapkan untuk mendapatkan fraksi kental.

3. Pembuatan air laut buatan

Air laut buatan dengan kadar garam 5 permil dibuat dengan melarutkan

berbagai bahan (Tabel I). Bahan-bahan seperti natrium klorida, magnesium

klorida, kalsium klorida, dan kalium klorida dilarutkan dalam aquadest dengan

menggunakan labu takar 1 liter. Khusus untuk magnesium sulfat dilarutkan dalam

aquadest panas, sedangkan natrium hidrokarbonat dilarutkan dalam air bebas

karbondioksida. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur dan ditambahkan

aquadest sampai volume tepat 1 liter, sehingga diperoleh air laut buatan dengan

(45)

Tabel I. Komposisi Bahan Untuk Pembuatan Air Laut Buatan (ALB) (Mudjiman, 1989)

No. Nama Bahan Jumlah (gram) 1. Natrium klorida (NaCl) 5

2. Magnesium sulfat (MgSOB4B) 1,3 3. Magnesium klorida (MgClB2B) 1,0 4. Kalsium klorida (CaClB2B) 0,3 5. Kalium klorida (KCl) 0,2

6. Natrium hidrokarbonat (NaHCOB3B)

2,0

7. Aquadest sampai 1 liter

4. Penetasan siste artemia

Siste artemia ditetaskan dengan media air laut buatan berkadar garam 5

permil. Artemia ditetaskan dalam bak penetasan artemia yang terdiri dari dua

ruangan tidak sama besar yang disekat menjadi dua bagian, bagian terang dan

bagian gelap, dengan lubang pada sekat 1 cm. Bagian gelap merupakan tempat

siste artemia ditaburkan dan berukuran lebih kecil dari pada bagian terang. Bagian

terang diberi penerangan lampu listrik. Siste menetas setelah kira-kira 24 - 36 jam,

kemudian menjadi larva. Larva yang aktif akan bergerak menuju tempat yang

terang melalui lubang pada sekat. Larva yang telah berumur 48 jam dan aktif

inilah yang akan digunakan untuk uji BST.

5. Penentuan nilai LCB50B dengan metode BST a. Pembuatan larutan stok

Penyiapan larutan stok untuk uji BST adalah sebagai berikut : ekstrak

(46)

sebagai larutan A. Sedangkan larutan B dibuat dengan mengambil 1 ml dari

larutan A dan dilarutkan dalam 10 ml metanol. Untuk membuat seri kadar,

diambil 50 µl dari larutan B, 500 µl dari larutan B, dan 500 µl dari larutan A,

sehingga didapatkan kadar 10, 100, dan 1000 µg/ml. Kontrol fraksi air yang

digunakan yaitu metanol (Meyer et al., 1982).

Seri konsentrasi larutan stok dan kontrol yang telah diperoleh diuapkan

diatas waterbath hingga kering, kemudian ditambah dengan air laut buatan yang telah diaerasi sebanyak 3 ml. Larva artemia yang telah berumur 48 jam (cirinya

sudah berwarna kecoklatan) diambil secara random dan dimasukkan ke dalam

flakon. Tambahkan air laut buatan hingga volume tepat 5 ml. Sebagai makanan

larva artemia, ke dalam tiap-tiap flakon diberi satu tetes suspensi ragi (3 mg ragi

dalam 5 ml air laut buatan). Flakon dijaga agar selalu mendapat penerangan.

Setelah 24 jam, jumlah larva artemia yang mati dihitung untuk mengetahui

besarnya nilai persen kematian. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali.

b. Pembuatan larutan sampel

Dari data persen kematian larutan stok, maka dapat diketahui small dose

dan large dose dari fraksi air yang kemudian digunakan untuk memperkirakan lima seri konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel yang dapat

ditentukan yaitu 320; 580; 1000; 1900; dan 3400 µg/ml (Lampiran 6). Larutan

sampel dari fraksi air diberi perlakuan yang sama seperti pada larutan stok dan

dilakukan pengulangan sebanyak lima kali. Dari hasil persen kematian yang

diperoleh, selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai probit dan dianalisis

(47)

6. Identifikasi alil isotiosianat dengan metode KLT

Ekstrak kental fraksi air ditimbang sebanyak 50 mg dilarutkan dengan

metanol p.a. hingga 10 ml, sehingga konsentrasi fraksi air 5 µg/µl. Dengan

menggunakan pipet kapiler 5 µl, larutan tersebut ditotolkan pada plat KLT

sebanyak 6 kali. Sebagai pembanding digunakan ekstrak bawang putih (Alii sativi Bulbus) dalam pelarut metanol. Cara membuat larutan pembanding yaitu dengan menimbang bawang putih sebanyak 1 gram kemudian direbus dalam 50 ml

metanol selama 5 menit dan diamkan selama 1 jam dengan sekali-kali digojog.

Bagian yang bening diambil, selanjutnya diuapkan hingga 5 ml. Plat KLT

dimasukkan dalam bejana yang berisi fase gerak lalu dikembangkan sampai jarak

rambat 10 cm, kemudian diangkat dan dikeringkan. Setelah itu dilakukan deteksi

untuk memastikan letak dan warna bercak sampel serta pembandingnya. Deteksi

dilakukan dengan menggunakan pereaksi ninhidrin yang disemprotkan pada plat

KLT, kemudian dipanaskan pada suhu 110ºC selama 5 menit. Setelah itu diamati

bercak yang timbul secara visible (secara langsung). Fase diam : silika gel GFB254B (MERCK)

Fase gerak : n-butanol : n-propanol : asam asetat glasial : air

(30:10:10:10, P

v

P

/BvB)

Pembanding : ekstrak bawang putih dalam pelarut metanol

Deteksi : pereaksi ninhidrin

(48)

F. Analisis Hasil

Persentase kematian larva udang dapat diketahui dengan menggunakan

rumus Abbot, hal ini dikarenakan pada kontrol terdapat kematian larva artemia.

% Kematian terkoreksi = x 100

kontrol pada kematian Persen

-100

kontrol pada kematian Persen

-teramati kematian Persen

(Kumar, Prasad, & Singh, 2005)

Data persentase kematian larva artemia yang diperoleh selanjutnya

dianalisis menggunakan probit untuk menentukan nilai LCB50B. Penentuan nilai LCB50B

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang

digunakan untuk penelitian adalah benar brokoli. Proses determinasi dilakukan

dengan cara membandingkan habitus tanaman (yang terdiri dari akar, daun, curd, dan bunga) dengan kunci determinasi menurut Mills (2001).

Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

tanaman brokoli yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nama botani

Brassica oleracea var. italica.

B. Pengumpulan Bahan

Brokoli dipanen pada saat massa bunga sudah mencapai ukuran maksimal

dan telah padat, tetapi kuncup bunganya belum mekar. Brokoli yang masih muda

memiliki kandungan kimia dalam konsentrasi tinggi dibandingkan dengan brokoli

yang sudah tumbuh besar. Umur tanaman pada saat dipanen yaitu berkisar antara

60 - 90 hari setelah tanam. Pengumpulan bahan dilakukan dalam satu kali

pengambilan pada tempat tumbuh yang sama untuk menjaga agar senyawa yang

(50)

C. Pembuatan Fraksi Air Brokoli

Brokoli dicuci dengan air mengalir untuk membersihkannya dari kotoran

yang menempel, dan dirajang kecil-kecil untuk mempermudah pembuatan jus.

Aquadest yang ditambahkan pada saat pembuatan jus dimaksudkan untuk

mengambil senyawa yang larut dalam air, terutama adalah alil isotiosianat. Alil

isotiosianat memiliki kelarutan yang cukup baik dalam air sehingga dibuat fraksi

air yang diharapkan dapat menarik semua senyawa alil isotiosianat yang terdapat

dalam brokoli. Pelarut kloroform ditambahkan untuk memisahkan

senyawa-senyawa yang tidak dapat larut dalam pelarut air.

D. Pembuatan Air Laut Buatan

Siste artemia dapat menetas dengan baik pada lingkungan yang berkadar

garam berkisar antara 5 - 7 permil, yang artinya dalam 1 ml aquadest mengandung

5 – 7 mg natrium klorida, sehingga air laut buatan yang dibuat juga harus

memenuhi batas tersebut.

Air laut buatan dibuat dari campuran natrium klorida, magnesium sulfat,

magnesium klorida, kalsium klorida, kalium klorida, dan natrium hidrokarbonat.

Semua itu dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Namun khusus untuk magnesium

sulfat, sebelum dicampur dengan bahan-bahan lainnya, perlu dilarutkan tersendiri

lebih dahulu dengan air panas untuk mempercepat proses pelarutan. Sedangkan

natrium hidrokarbonat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida untuk mencegah

terbentuknya endapan. Kadar garam dari air laut buatan yang telah dibuat adalah

(51)

Selain kadar garam 5 permil, agar proses penetasan siste artemia baik

maka perlu juga diperhatikan pH dari air laut buatan yang sebaiknya berkisar

antara 8 - 9. Hal ini dikarenakan terjadinya pemecahan cangkang siste yang keras

itu dibantu oleh kegiatan enzim. Kegiatan enzim tersebut memerlukan pH lebih

dari 8 (antara 8 – 9), sehingga sebelum air laut buatan digunakan harus

diperhatikan pH-nya menggunakan pH meter.

E. Penetasan Siste Artemia

Siste merupakan telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio

dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini

berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras,

sinar ultra violet, dan mempermudah pengapungan. Oleh karena itu, siste sangat

tahan menghadapi keadaan lingkungan yang buruk.

Untuk menetaskan siste artemia yang telah kering (kadar air kurang dari

10%) yang embrionya dalam keadaan diapauze (metabolisme terhenti sementara),

perlu dilakukan perendaman. Siste direndam dalam air tawar selama kurang lebih

1 jam. Sesuai penjelasan Mudjiman (1989), saat larva direndam terjadi proses

penyerapan air ke dalam siste yang berlangsung secara hiperosmotik, yaitu adanya tekanan osmosis di dalam telur yang lebih tinggi dari pada di luarnya. Selama satu

jam siste akan menggembung dan diperkirakan kadar airnya telah mencapai lebih

dari 65% sehingga metabolismenya telah aktif kembali.

Air laut buatan yang akan digunakan untuk menetaskan larva artemia

(52)

meningkatkan kadar oksigen yang terkandung dalam air laut buatan yang berkadar

garam 5 permil, sehingga siste dapat menetas dengan baik.

Siste yang telah ditiriskan dipindah ke dalam bak penetasan yang berisi air

laut buatan. Bak penetasan terdiri dari dua bagian yaitu bagian gelap dan bagian

terang yang dipisahkan oleh sebuah sekat yang bercelah. Bagian yang gelap

ditutup dengan kaca yang berwarna gelap, sedangkan bagian terang ditutup

dengan kaca bening agar cahaya lampu masih dapat masuk. Siste dimasukkan

dalam bagian yang gelap, siste dapat menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Setelah

larva menetas, larva akan berpindah dari tempat yang gelap menuju tempat yang

terang. Ini dikarenakan artemia memiliki sifat fototropik positif atau bergerak

menuju ke arah cahaya.

Larva yang telah menetas dan berumur 48 jam diambil dengan memakai

pipet tetes, kemudian dipindahkan ke dalam suatu tempat yang juga berisi air laut

buatan berkadar garam 5 permil dan telah diaerasi. Hal ini dilakukan untuk

mempertahankan kondisi larva yang telah berumur 48 jam serta untuk

memudahkan pengambilan larva yang akan digunakan sebagai hewan percobaan.

Larva artemia yang digunakan berumur 48 jam karena pada umur ini larva

memiliki sensitivitas maksimal terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas

sitotoksik (Carballo et al., 2002).

Larva yang berumur lebih dari 48 jam, tubuhnya sudah terselubungi

membran yang terbentuk dari kitin yang disebut karapak, membran ini akan

menghalangi masuknya senyawa antikanker ke dalam tubuh larva. Larva yang

(53)

sempurna sehingga mudah mati bukan karena senyawa toksik tapi karena tidak

dapat beradaptasi denngan lingkungannya, sehingga kurang tepat digunakan

sebagai hewan uji. Larva yang berumur 48 jam sebenarnya juga telah terselubungi

membran namun masih sangat tipis, sehingga masih dapat ditembus oleh senyawa

antikanker. Selain itu, larva yang berumur 48 jam berada pada tahap instar II

dimana pada tahap ini larva sudah mulai memiliki saluran pencernaan. Senyawa

antikanker dapat memasuki tubuh larva artemia melalui 2 cara yaitu menembus

kulit dan melalui saluran pencernaan.

F. Penentuan Nilai LCB50B dengan Metode BST

Isotiosianat yang terdapat dalam brokoli merupakan senyawa kimia yang

memiliki aktivitas antikanker. Menurut Katzung (2004) senyawa antikanker pada

umumnya memiliki toksisitas tertentu. Untuk melihat toksisitas dari senyawa ini

digunakan metode BST yang merupakan skrining awal terhadap senyawa

antikanker. Metode ini menggunakan organisme uji berupa larva artemia.

Larva artemia ini digunakan karena memiliki kesamaan dengan sistem

enzim pada mamalia, beberapa enzim itu antara lain tipe DNA-dependent RNA polymerase, dan ouabaine sensitive NaP

+ 1993). Sehingga apabila suatu senyawa dapat menyebabkan efek toksik pada larva

artemia, maka senyawa tersebut juga dapat memberikan efek yang sama pada

mamalia. Namun, perkembangan larva artemia tidak dapat dihubungkan secara

langsung dengan perkembangan sel kanker karena memang tidak ada penelitian

(54)

Alil isotiosianat merupakan salah satu senyawa yang termasuk dalam

golongan isotiosianat, sehingga memiliki kesamaan aktivitas sebagai antikanker

dengan isotiosianat secara umum. Breier et al. (1995) menyatakan bahwa isotiosianat dapat menghambat aktifitas enzim NaP

+

isotiosianat berpengaruh besar pada tempat ikatan ATP dari molekul enzim.

NaP

-ATPase ditemukan dalam semua bagian badan mamalia, fungsi enzim ini

yaitu untuk mengkatalisis hidrolisis ATP (adenosin trifosfatase) menjadi ADP

(adenosin difosfat) serta menggunakan tenaga dari ATP untuk mengeluarkan 3

NaP

ke dalam sel. Penghambatan ikatan ATP oleh

isotiosianat dapat mengganggu transport aktif pompa natrium dan kalium, karena

apabila ATP tidak terbentuk maka tidak ada tenaga untuk menggerakkan pompa

ion tersebut.

Isotiosianat memiliki kemampuan dalam menghentikan siklus hidup sel

yaitu pada fase S (sintesis DNA) dan fase M (mitosis) dalam siklus hidup sel. Hal

ini disebabkan oleh karena isotiosianat akan mengacaukan gelendong mitotik

dalam proses mitosis sehingga pembelahan sel tidak dapat terjadi (Li Tang et al., 2006). Apabila siklus hidup sel berhenti, maka sel tidak dapat hidup sehingga

diharapkan sel kanker yang dihentikan siklus hidupnya mengalami kematian.

Aktivitas isotiosianat sebagai senyawa antikanker dapat diketahui dalam

menginduksi p53 yang akan menyebabkan terjadinya apoptosis yaitu suatu

(55)

akan menginduksi p53 yang merupakan protein penekan tumor sehingga p53

dapat memerintahkan sel untuk melakukan program bunuh diri.

Aktivitas p53 dalam menghentikan siklus hidup sel terjadi pada fase GB1B.

Ketika terjadi kerusakan DNA, p53 akan menginduksi p21 untuk berikatan dan

menginaktivasi cdk2 (cyclin-dependent kinase 2) yang berperan penting dalam tahap transisi fase GB1B/S, sehingga proses transisi dari fase GB1B ke fase S menjadi

terhambat hingga terjadi perbaikan DNA. Namun apabila tidak terjadi perbaikan

DNA yang efektif, p53 akan memerintahkan sel untuk menjalani program bunuh

diri atau apoptosis (Best, 2006).

Menurut Best (2006), untuk mematikan sel, p53 menginduksi transkripsi

beberapa gen yang meliputi apaf-1 (apoptosis protease-activating factor) dan protein BAX. Protein BAX terdapat pada mitokondria, dimana BAX akan

melepaskan sitokrom c. Apaf-1 dan sitokrom c dapat membentuk caspase-9 yang menyebabkan terjadinya apoptosis (gambar 8).

Terjadinya apoptosis ditandai dengan kondensasi sel nukleus dan

menghancurkannya menjadi serpihan-serpihan. Sitoplasma juga akan mengalami

kondensasi dan terpecah membentuk membran yang mengelilingi badan

apoptosis. Kromosom juga akan terpecah menjadi serpihan yang mengandung

sejumlah nukleosom (Jakubowski, 2002). Sel yang telah hancur ini akan

difagositosis oleh makrofag, maka tingkat kematian artemia yang disebabkan oleh

(56)

Isotiosianat menginduksi p53

merusak gelendong mitotik induksi p21 apaf-1 BAX

apaf 1 sitokrom c menghambat fase M inaktivasi cdk2

mengambat fase GB1B/S caspase-9

menghentikan siklus sel apoptosis

SEL MATI

Gambar 8. Mekanisme aktivitas isotiosianat dalam mematikan sel

Isotiosianat diketahui dapat menyebabkan kematian sel, agar dapat

mematikan sel maka isotiosianat harus dapat masuk ke dalam tubuh larva artemia

melalui kulit larva yang belum terselubungi oleh karapak. Larva yang digunakan

adalah larva yang berusia 48 jam dan termasuk pada tahap instar II, pada tahap ini

larva belum terselubungi karapak. Isotiosianat dapat masuk dalam tubuh larva

melalui mekanisme difusi pasif, dimana molekul-molekul isotiosianat akan

bergerak melewati membran semipermeabel. Pada proses ini, molekul bergerak

dari sisi yang kadarnya lebih tinggi menuju ke sisi lain yang kadarnya lebih

rendah.

Pengujian terhadap larva artemia ini menggunakan lima seri konsentrasi

(57)

tersebut, juga dibutuhkan kontrol negatif yang tidak berisi sampel. Kontrol ini

berfungsi untuk mengetahui bahwa larva artemia yang mati tidak disebabkan oleh

pelarut yang digunakan, namun kematian larva artemia tersebut disebabkan oleh

zat aktif yang terkandung dalam fraksi air.

Pelarut metanol diuapkan sehingga yang tersisa hanya fraksi kental saja

yang berisi zat aktif. Dalam pembuatan seri konsentrasi fraksi air, digunakan

pelarut metanol untuk mempercepat melarutnya fraksi air dalam bentuk kental dan

mempercepat pula proses penguapan, karena jika tetap menggunakan air maka

dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pelarut metanol dipilih karena alil

isotiosianat dalam brokoli selain larut dalam air juga memiliki kelarutan dalam

metanol. Jadi alil isotiosianat masih tetap ada dalam pelarut metanol. Pelarut

metanol juga digunakan sebagai kontrol negatif.

Pada saat pengambilan larva dapat terlihat larva yang masih sangat muda

(baru menetas) dan yang sudah berumur 48 jam. Untuk membedakannya, larva

yang telah berumur 48 jam akan berwarna agak kecoklatan sedangkan yang masih

terlalu muda berwarna putih tipis. Maka larva yang diambil adalah larva artemia

yang berwarna agak kecoklatan.

Larva artemia memakan apa saja yang berukuran kecil. Apabila persediaan

makanan berlebih, jumlah makanan yang ditelan juga berlebih, akibatnya

makanan yang belum sempat dicerna dengan sempurna terdesak oleh makanan

baru yang masuk terus-menerus dalam jumlah banyak. Dengan demikian,

makanan itu akan keluar lagi dari usus dalam keadaan belum tercerna dengan

(58)

dalam timbunan makanan (Mudjiman, 1989) sehingga pemberian makanan untuk

larva artemia cukup dengan satu tetes suspensi ragi.

Dalam menentukan nilai LCB50B dengan metode BST, waktu yang

dibutuhkan untuk menghitung jumlah kematian larva yaitu 24 jam. Maka setelah

24 jam dihitung persentase kematian pada tiap konsentrasi dan kontrol, larva

dikatakan hidup apabila masih terlihat ada pergerakan. Berdasarkan data kematian

larva artemia pada kontrol metanol dan sampel fraksi air brokoli (Lampiran 7 dan

8), dapat digunakan untuk menghitung besarnya persentase kematian larva

artemia menggunakan rumus Abbot. Digunakan rumus Abbot karena pada kontrol

masih terdapat kematian larva artemia. Dari hasil perhitungan (Lampiran 9), dapat

diperoleh data persentase kematian (Tabel II).

Tabel II. Persentase Kematian Larva Artemia pada Berbagai Konsentrasi Fraksi Air

Persentase kematian yang diperoleh dari fraksi air ini memenuhi rentang

yang diharapkan yaitu 20 - 80%. Dari data (tabel II), terlihat bahwa semakin

tinggi konsentrasi larutan yang digunakan, maka makin besar pula persentase

kematiannya.

Persentase kematian yang telah diperoleh kemudian dianalisis

(59)

dalam penentuan nilai LCB50B karena analisis probit dapat mengamati efek yang

terjadi dari suatu konsentrasi, selain itu dapat memberikan nilai regresi yang

menghasilkan garis linear sehingga memudahkan dalam penentuan nilai LCB50B.

Pada analisis probit, konsentrasi sampel ditransformasikan menjadi log

konsentrasi dan persen kematian dicari nilai probitnya. Konsentrasi sampel yang

telah ditransformasikan ke dalam logaritma ditetapkan sebagai variabel tetap

(absis). Sedangkan nilai probit dari setiap persentase kematian ditetapkan sebagai

variabel terikat (ordinat).

Analisis probit ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS.Setelah dianalisis dengan analisis probit, maka diperoleh persamaan garis linear untuk

fraksi air yaitu y = 1,34939 x – 3,77872 (Gambar 9) dan dapat diketahui bahwa

nilai LCB50B yang dihasilkan adalah 631 µg/ml (Lampiran 10).

Probit Transformed Responses

Gambar

Tabel I.  Komposisi Bahan Untuk Pembuatan Air Laut Buatan
Gambar 1. Hidrolisis Glukosinolat oleh Enzim Mirosinase membentuk
Gambar 3. Perubahan bentuk burayak (Mudjiman, 1989)
Gambar 4. Bagian-bagian tubuh Artemia dewasa (Mudjiman, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Web: http://etuisyen.com/my/?p=108 13 Tajuk: keluarga impian saya. Web:

Cruz (2001) melaporkan bahwa persentase perkecam- bahan biji di lapang hanya 21-83% tergantung pada tingkat kesegaran biji dengan jumlah total tunas yang tumbuh pada umumnya

yang dilaksanakan minggu lalu , dan schedul pelelangan telah menyesuaikan dari schedue pelaksanaan pemenang yang disampaikan dari pelelangan rehab pada waktu

[r]

Teknologi baru yang terdapat pada versi 3.5 ini bertujuan untuk membuat akses data menjadi lebih mudah dan lebih efisien bagi siapapun yang ingin membuat dan memelihara

pengaruh agroindustri terhadap nilai produksi industri rumah tangga menjadi landasan untukmelakukan penelitian mengenai potensi agroindustri skala rumah tangga di

Skripsi dengan judul: “ Hubungan antara Adversity Quotient dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Lawang Tahun Ajaran 2013-2014 ” yang merupakan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH RPJMD TAHUN 2011-2015. PROVINSI