• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM SIMULASI TAPIS ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE DAN RECURSIVE LEAST SQUARES TUGAS AKHIR - Program simulasi tapis adaptif menggunakan algoritma least mean square dan recursive least squares - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROGRAM SIMULASI TAPIS ADAPTIF MENGGUNAKAN ALGORITMA LEAST MEAN SQUARE DAN RECURSIVE LEAST SQUARES TUGAS AKHIR - Program simulasi tapis adaptif menggunakan algoritma least mean square dan recursive least squares - USD Repository"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

RECURSIVE LEAST SQUARES

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Disusun oleh:

ARSENIUS ANOM PERMADI

NIM: 035114047

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

RECURSIVE LEAST SQUARES ALGORITHM

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Electrical Engineering Study Program

By:

ARSENIUS ANOM PERMADI

Student Number: 035114047

ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

(4)
(5)
(6)

Kupersembahkan karya tulis ini kepada:

Yesus Kristus Penuntun jalanku

Ayahanda dan Ibundaku tercinta

yang selalu memberikan doa & dukungan

Kedua saudaraku yang tercinta Danu dan Danan

Almamaterku Teknik Elektro USD

(7)

Lebih baik bertempur dan kalah daripada tidak pernah

bertempur sama sekali.

Matahari yang telah terbenam, esok masih bisa terbit lagi,

burung yang terbang jauh, masih bisa terbang kembali,

waktu yang telah berlalu, tidak akan pernah bisa kembali.

Kehilangan emas, hanya suatu kerugian yang kecil.

Kehilangan sahabat, adalah suatu kehilangan yang besar.

Kehilangan kepercayaan, adalah kehilangan segala –

galanya.

Tidaklah sulit bagi seseorang untuk berbuat kebaikan,

yang sulit adalah melakukan kebaikan seumur hidupnya.

Kejujuran adalah papan nama yang tidak pernah dapat

diturunkan.

(8)

Tugas akhir ini mendeskripsikan program simulasi untuk tapis adaptif

menggunakan algoritma

least mean square

(LMS) dan

recursive least squares

(RLS).

Program simulasi akan mensimulasikan tahap-tahap pendekatan sinyal masukan, dari

perancangan sinyal tercampur, perancangan sinyal pengganggu acuan awal, perancangan

tapis adaptif, dan pemilihan algoritma yang digunakan.

Program simulasi ini menggunakan sinyal masukan berekstensi *.wav. Sinyal

masukan hanya diolah satu sisi saja (mono). Sinyal tercampur merupakan hasil dari

sinyal masukan yang dicampur dengan sinyal pengganggu. Sinyal pengganggu acuan

awal diolah untuk mendekati sinyal tercampur. Hasil pendekatan sinyal masukan

tergantung pada algoritma yang digunakan.

Program simulasi tapis adaptif telah diamati dan diuji. Kinerja tapis adaptif diamati

dari kesalahan pada sinyal keluaran serta perbedaan suara sinyal masukan dan keluaran.

Program ini telah berhasil melakukan simulasi untuk proses

noise cancellation

dengan

algoritma LMS dan RLS dengan baik.

Kata kunci : tapis adaptif,

least mean square

,

recursive least squares

,

noise

cancellation

(9)

This final project describes the simulation program for adaptive filter using

least

mean square

(LMS) and recursive least squares (RLS) algorithm. Simulation program

will simulate steps of input signal estimation from design of mixed signal, design of

interference signal that will be used as reference signal, design of adaptive filter, and

determine the algorithm.

This simulation program use input signal with *.wav extension. The input signal

will be processed for one side only (mono). The mixed signal is a product of input signal

and interference signal. The interference signal that will be used as reference signal will

be processed to estimate the mixed signal. The result of input signal estimation depends

on which algorithm that is used.

Simulation program for adaptive filter have been observed and tested. The

performance of adaptive filter is observed from the error of output signal and the

difference of output and input signal voice. This program have been performed the noise

cancellation process using LMS and RLS algorithm successfully.

Keyword : adaptive filter, least mean square, recursive least squares, noise

cancellation

(10)

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala kasih karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam proses penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa ada begitu

banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan sehingga tugas akhir ini

dapat terselesaikan. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Juru selamat dan sumber inspirasiku, Yesus Kristus.

2.

Bapak Ir. Greg. Heliarko, SJ., B.ST., MA., M.Sc, selaku dekan fakultas

teknologi dan sains.

3.

Bapak Damar Wijaya, S.T., M.T., selaku pembimbing I yang telah

membimbing, mendukung, memberikan saran dan kesabaran bagi penulis dari

awal hingga tugas akhir ini bisa selesai.

4.

Bapak Bayu Primawan, S.T., M.Eng. selaku pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktu serta memberikan bimbingan dan saran yang

tentunya sangat berguna untuk tugas akhir ini.

5.

Bapak Martanto, S.T., M.T dan Ibu Ir. Th. Prima Ari Setiyani, MT, selaku

penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran.

6.

Seluruh dosen teknik elektro atas ilmu yang telah diberikan selama penulis

menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma.

7.

Ayahanda dan Ibundaku tercinta atas segala yang telah diberikan dan

dikorbankan yang tak akan pernah dapat ternilai harganya.

(11)
(12)

HALAMAN JUDUL

... i

LEMBAR PENGESAHAN OLEH PEMBIMBING

... iii

LEMBAR PENGESAHAN OLEH PENGUJI

... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

... v

HALAMAN PERSEMBAHAN

... vi

HALAMAN MOTTO

... vii

INTISARI

... viii

ABSTRACT

... ix

KATA PENGANTAR

... x

DAFTAR ISI

... xii

DAFTAR GAMBAR

... xv

DAFTAR TABEL

... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Judul ...

1

1.2 Latar Belakang Masalah ...

1

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.4 Batasan Masalah ...

3

1.5 Metodologi Penelitian……….. 3

1.6 Sistematika Penulisan ...

4

BAB II DASAR TEORI

2.1

Tapis Adaptif ...

5

2.1.1

Tapis Adaptif sebagai Sebuah

Noise Canceller

... 5

2.2

Tapis Wiener ... 9

2.2.1

Batasan Tapis Wiener ……...……….. 12

2.3

Metode

Steepest Descent

... 12

2.4

Algoritma LMS Adaptif ... 16

2.4.1 Dasar – Dasar LMS ... 16

2.4.2 Implementasi Algoritma LMS ... 18

(13)

2.4.3.3 Kebutuhan

Wordlength

... 21

2.4.3.3 Pergeseran Koefisien ... 21

2.5 Algoritma Recursive Least Squares ... 22

2.5.1 Dasar – Dasar RLS ... 22

2.5.2 Batasan Algoritma RLS ... 25

BAB III PERANCANGAN PROGRAM

3.1 Algoritma Perancangan Program ... 27

3.2 Perancangan Tampilan Depan ... 28

3.3 Perancangan Sinyal Masukan ... 29

3.4 Perancangan Sinyal Pengganggu Sebagai Acuan Awal ... 31

3.5 Perancangan Program Simulasi Tapis FIR

Transversal Structure

... 32

3.6 Perancangan Program Simulasi Tapis Adaptif Menggunakan

Algoritma LMS ... 34

3.7 Perancangan Program Simulasi Tapis Adaptif Menggunakan

Algoritma RLS ... 35

3.8 Perancangan

Layout

Program ... 37

3.8.1

Layout

Program Tampilan Depan... 37

3.8.2

Layout

Program Langkah 1 ... 38

3.8.3

Layout

Program Langkah 2 ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tampilan Program... 44

4.1.1 Halaman Pembuka Program... 44

4.1.2 Halaman Perancangan Sinyal Masukan ... 45

4.1.3 Halaman Perancangan Sinyal Pengganggu Acuan Awal dan

Tapis Adaptif... 51

4.2

Proses

noise cancellation

... 57

4.2.1 Perancangan Sinyal Masukan dengan Data

ringout

.

wav

... 57

4.2.2 Perancangan Sinyal Masukan dengan Data

chimes

.

wav

... 59

(14)

ringout

.

wav

... 61

4.3.2

Variasi

Parameter

Algoritma Tapis Adaptif dengan Data

chimes

.

wav

... 63

4.3.3 Variasi Parameter Orde Tapis Adaptif...

64

4.4 Perbandingan Koefisien Tapis Algoritma LMS dan RLS...

66

4.4.1 Koefisien Tapis dengan Data

ringout

.

wav

... 66

4.4.2 Koefisien Tapis dengan Data

chimes

.

wav

... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 73

5.2 Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA

... 74

LAMPIRAN

... 75

(15)

Gambar 2.1

Diagram blok dari sebuah tapis adaptif sebagai sebuah

noise

canceller

...

6

Gambar 2.2

Dasar tapis Wiener... 9

Gambar 2.3

Permukaan

error

kuadrat... 10

Gambar 2.4

Ilustrasi dari koefisien tapis yang bervariasi... 18

Gambar 2.5

Algoritma tapis adaptif LMS... 19

Gambar 2.6

Metode

least square

……….. 23

Gambar 3.1

Algoritma perancangan program simulasi tapis adaptif... 27

Gambar 3.2

Diagram alir

layout

”judul”... 28

Gambar 3.3

Diagram alir perancangan sinyal masukan... 30

Gambar 3.4

Diagram alir perancangan sinyal pengganggu acuan awal... 31

Gambar 3.5

Diagram blok tapis FIR

transversal structure

... 32

Gambar 3.6

Diagram alir perancangan FIR... 33

Gambar 3.7

Diagram alir algoritma LMS tapis adaptif... 34

Gambar 3.8

Diagram alir RLS tapis adaptif... 36

Gambar 3.9

Layout

program tampilan depan... 38

Gambar 3.10

Layout

program langkah 1... 40

Gambar 3.11

Layout

program langkah 2... 41

Gambar 3.12

Tampilan hasil akhir proses tapis adaptif... 42

Gambar 3.13

Tampilan kurva koefisien tapis... 43

Gambar 4.1

Tampilan halaman pembuka program... 44

Gambar 4.2

Tampilan halaman perancangan sinyal masukan... 45

Gambar 4.3

Tampilan submenu

Help

... 46

Gambar 4.4

Tampilan pengambilan data berekstensi *.wav... 47

Gambar 4.5

Tampilan perancangan sinyal masukan dengan data

default

... 48

Gambar 4.6

Pesan

error

untuk nilai amplitudo 0

mV

pada bagian masukan

interference signal

... 49

Gambar 4.7

Pesan

error

untuk nilai frekuensi 10

MHz

pada bagian masukan

interference signal

... 50

(16)

Gambar 4.10

Contoh pesan

error

untk

filter order

pada perancangan tapis

adaptif... 53

Gambar 4.11

Message box

keluar perancangan sinyal pengganggu acuan

awal dan tapis adaptif... 54

Gambar 4.12

Tampilan halaman perancangan sinyal pengganggu dan tapis

adaptif dengan data

default

... 54

Gambar 4.13

Tampilan hasil dengan data

default

... 55

Gambar 4.14

Tampilan

filter coefficient curve

... 56

Gambar 4.15

Kurva perancangan sinyal masukan

ringout

.

wav

... 57

Gambar 4.16

Kurva perancangan sinyal pengganggu acuan awal... 60

Gambar 4.17

Kurva perubahan koefisien tapis LMS... 67

Gambar 4.18

Kurva perubahan koefisien tapis RLS... 69

Gambar 4.19

Waktu yang diperlukan dalam mencapai konvergensi pada

algoritma RLS... 70

Gambar 4.20

Kurva koefisien tapis dengan jumlah orde tapis 1 untuk sinyal

masukan

ringout

.

wav

... 71

Gambar 4.21

Kurva koefisien tapis dengan jumlah orde tapis 1 untuk sinyal

masukan

chimes

.

wav

... 72

(17)

Tabel 4.1

Perancangan sinyal masukan

ringout

.

wav

... 57

Tabel 4.2

Amplitudo untuk data ke – 1000 pada perancangan sinyal masukan

dengan data

default

... 58

Tabel 4.3

Perancangan sinyal masukan

chimes

.

wav

... 59

Tabel 4.4

Amplitudo untuk data ke – 4000 pada perancangan sinyal masukan

chimes

.

wav

dengan data

default

... 59

Tabel 4.5

Perancangan sinyal pengganggu acuan awal... 60

Tabel 4.6

Perbandingan variasi pada sinyal pengganggu acuan awal... 61

Tabel 4.7

Perbandingan data ke – 1000 dengan variasi

step size

pada

algoritma LMS...

62

Tabel 4.8

Perbandingan data ke – 1000 dengan variasi

forgetting

factor

pada algoritma RLS... 62

Tabel 4.9

Perbandingan data ke – 1000 dengan variasi faktor inisialisasi pada

algoritma RLS... 62

Tabel 4.10

Variasi

step size

dengan sinyal masukan

chimes

.

wav

pada data ke –

1000... 63

Tabel 4.11

Variasi

forgetting factor

dengan sinyal masukan

chimes

.

wav

pada

data ke – 1000... 64

Tabel 4.12

Variasi faktor inisialisasi

dengan sinyal masukan

chimes

.

wav

pada

data ke – 1000... 64

Tabel 4.13

Hubungan jumlah orde tapis dengan besar

error

pada data ke - 1000

untuk algoritma LMS... 65

Tabel 4.14

Hubungan jumlah orde tapis dengan besar

error

pada data ke - 1000

untuk algoritma RLS... 65

Tabel 4.15

Hubungan jumlah orde tapis dengan rata – rata besar

error

... 66

Tabel 4.16

Data selang waktu pada algoritma RLS berdasarkan Gambar 4.19.... 71

(18)

PENDAHULUAN

1.1

Judul

Program Simulasi Tapis Adaptif

Menggunakan Algoritma

Least Mean

Square

dan

Recursive Least Squares

1.2

Latar Belakang Masalah

Kontaminasi sinyal yang diinginkan oleh sinyal lain yang tidak diinginkan

merupakan permasalahan yang sering dihadapi dalam banyak aplikasi [1]. Dalam

banyak kasus, sering diinginkan karakteristik tapis yang dapat berubah, atau mampu

beradaptasi untuk mengubah karakteristik sinyal. Hal ini dapat dilihat dalam kasus

spektrum yang

overlap

antara sinyal dan

noise

atau jika rentang frekuensi yang

ditempati oleh

noise

tidak diketahui atau berubah terhadap waktu. Tapis adaptif

diperlukan agar

noise

dapat dieliminasi.

Permasalahan juga muncul pada kasus lain, yaitu pada

Electroencephalography

(EEG). Dalam EEG, aktivitas kelistrikan asli dari otak yang

digunakan dalam diagnosa penyakit syaraf dapat terkontaminasi oleh sinyal

ocular

artefact

(OA). OA merupakan sinyal pengganggu yang menyebar melalui kulit

kepala dan merupakan hasil dari pergerakan mata atau kedipan mata. Sinyal

(19)

interferer

ini memiliki rentang frekuensi yang sama dengan EEG, sehingga

diperlukan tapis adaptif untuk memisahkan frekuensi EEG dengan OA.

Contoh lain adalah dalam komunikasi digital yang menggunakan

spread

spectrum

. Sinyal

interferer

bercampur dengan sinyal yang diinginkan, sehingga

mengakibatkan komunikasi dapat terganggu. Sinyal

interferer

ini menempati suatu

bagian sempit atau terbatas dan tidak diketahui spektrumnya. Hal ini hanya dapat

diuraikan secara efektif menggunakan cara adaptif.

Sejalan dengan berkembangnya pengolahan sinyal digital, permasalahan –

permasalahan yang muncul dalam aplikasi tersebut dapat diatasi dengan

menggunakan algoritma tapis adaptif [2]. Pada saat ini, tapis adaptif banyak

digunakan dalam peralatan seperti

mobile phone

dan peralatan komunikasi lainnya,

camcoder

dan kamera digital, dan peralatan pengamatan medis.

Tapis adaptif terbentuk dari suatu algoritma tertentu. Untuk membentuk suatu

tapis adaptif, maka diperlukan suatu pemahaman terhadap algoritma – algoritma

pembentuknya. Oleh karena pemahaman tapis adaptif biasanya hanya diperoleh dari

buku – buku atau literatur

digital signal processing

, maka penulis ingin memberikan

kontribusi berupa simulasi suatu tapis adaptif dengan beberapa algoritma tapis

adaptif.

1.3

Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai, yaitu

a.

merancang dan membuat simulasi tapis adaptif, dan

(20)

Manfaat yang dapat dicapai, yaitu

a.

mempermudah mahasiswa dalam pemahaman mengenai tapis adaptif, dan

b.

sebagai bahan untuk pengembangan dan aplikasi tapis adaptif di perkuliahan

digital signal processing

.

1.4

Batasan Masalah

Dalam perancangan dan simulasi ini memiliki batasan sebagai berikut :

a.

Simulasi tapis adaptif menggunakan algoritma

least mean square

(LMS).

b.

Simulasi tapis adaptif menggunakan algoritma

recursive least squares

(RLS).

c.

Simulasi tapis adaptif menggunakan perangkat lunak MATLAB

®

.

1.5 Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian adalah sebagai berikut :

a.

Mengumpulkan referensi dan literatur dari buku – buku perpustakaan dan

internet.

b.

Menyusun referensi dan literatur yang ada.

c.

Perancangan dan pembuatan simulasi terkonsep menggunakan perangkat lunak

yang telah ditentukan.

(21)

1.6 Sistematika Penulisan

Penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I

Berisi latar belakang masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian,

batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II

Berisi dasar teori tentang tapis Wiener, metode

steepest descent

,

algoritma LMS, dan algoritma RLS

BAB III

Berisi rancangan simulasi yang dibuat, meliputi diagram blok, bagan

alir program (

flow chart

), dan penjelasan singkat tentang cara

kerjanya.

BAB IV

Berisi data pengamatan dan pembahasan.

BAB V

Berisi kesimpulan dan saran.

(22)

DASAR TEORI

2.1 Tapis Adaptif

Tapis adaptif adalah sebuah tapis yang mengatur sendiri fungsi alihnya

menurut algoritma tertentu [3]. Tapis adaptif diperlukan pada saat sifat dari sistem

atau sinyal tidak diketahui atau berubah terhadap waktu, atau keluaran tapis yang

diinginkan berubah terhadap waktu. Hal ini mengakibatkan koefisien tapis berubah

terhadap waktu. Tapis adaptif merupakan tapis digital yang dapat menyesuaikan

kemampuannya berdasarkan sinyal masukannya.

2.1.1 Tapis Adaptif sebagai Sebuah

Noise Canceller

Tapis adaptif terdiri dari 2 bagian, yaitu sebuah tapis digital dengan koefisien

yang dapat diubah – ubah dan algoritma adaptif yang digunakan untuk mengubah

koefisien tapis [1]. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.1. Dua sinyal masukan,

yaitu

y

k

dan

x

k

dimasukkan secara bersamaan pada tapis adaptif. Sinyal

y

k

merupakan

sinyal campuran dari sinyal yang diinginkan,

s

k, dan

noise

,

n

k. Sinyal

x

k merupakan

pengukur dari sinyal

noise

yang berkorelasi dengan

n

k. Sinyal

x

k diproses oleh tapis

digital untuk menghasilkan pendekatan

noise

,

. Pendekatan dari sinyal yang

diinginkan diperoleh dari pengurangan sinyal

y

k

n

ˆ

k

dengan

n

ˆ

k

.

(23)

Tapis

Digital

Algoritma

Adaptif

k k

s

e

=

ˆ

(pendekatan

sinyal)

k

n

ˆ

(pendekatan

noise

)

k

x

(

noise

)

_

+

k k k

s

n

y

=

+

(sinyal+

noise

)

Gambar 2.1

Diagram blok dari sebuah tapis

adaptif sebagai sebuah

noise canceller

[1].

Tujuan utama dari

noise canceller

adalah menghasilkan pendekatan optimal

dari

noise

dalam sinyal tercampur, sehingga diperoleh pendekatan optimal dari sinyal

yang diinginkan,

. Hal ini dicapai dengan

yang diumpanbalikkan untuk

mengatur koefisien tapis digital. Pengaturan koefisien tapis ini menggunakan

algoritma adaptif agar

noise

dalam

dapat diperkecil, yaitu dengan cara pencapaian

pendekatan optimal sinyal

. Selisih

s

k

s

ˆ

s

ˆ

k

k

s

ˆ

k

n

ˆ

k dengan

digunakan sebagai sinyal

error

untuk mengatur koefisien tapis.

k

s

ˆ

Gambar 2.1 menunjukkan adanya pengurangan sisa daya

noise

pada keluaran

canceller

yang akan memperbesar keluaran

signal – to – noise

ratio

.

Tunjukkan bahwa pengurangan sisa daya total pada keluaran

canceller

k k k k k

k

y

n

s

n

n

s

ˆ

=

ˆ

=

+

ˆ

Pendekatan dari sinyal yang diharapkan pada keluaran

adaptive noise

canceller

diberikan oleh

(24)

merupakan replika dari

n

k, maka daya keluaran akan hanya mengandung

daya sinyal. Hal ini terlihat jelas dalam persamaan (2.5). Sisa daya

noise

dan total daya keluaran diperkecil dengan mengatur tapis adaptif agar

mencapai pendekatan

noise

yang optimal. Daya sinyal yang diinginkan

tidak berpengaruh dengan pengaturan ini jika

s

k

tidak berkorelasi dengan

dengan merupakan daya total sinyal,

merupakan pendekatan

dari daya sinyal (juga mewakili daya total keluaran), dan

merupakan sisa daya

noise

yang terdapat dalam

s

]

[

s

k2

E

E

[

s

ˆ

k2

]

]

)

ˆ

[(

n

k

n

k 2

E

k. Apabila pendekatan

n

ˆ

k

]

)

ˆ

[(

]

[

]

ˆ

[

s

k2

E

s

k2

E

n

k

n

k 2

E

=

+

(2.5)

)]

ˆ

(

[

2

]

)

ˆ

[(

]

[

]

ˆ

[

s

k2

E

s

k2

E

n

k

n

k 2

E

s

k

n

k

n

k

E

=

+

+

(2.4)

dengan

E

[.] merupakan simbol untuk estimasi. Jika sinyal yang diinginkan,

s

k, tidak berkolerasi dengan

n

k atau dengan

, maka suku terakhir dari

persamaan (2.4) sama dengan nol, sehingga diperoleh

k

n

ˆ

)

ˆ

(

2

)

ˆ

(

ˆ

2 2 2

k k k k k k

k

s

n

n

s

n

n

s

=

+

+

(2.3)

Estimasi dari kedua sisi persamaan (2.3) adalah

k k k k k

k

y

n

s

n

n

s

ˆ

=

ˆ

=

+

ˆ

(2.2)

Dengan menguadratkan persamaan (2.2) didapatkan

dan pendekatan sinyal yang diinginkan diberikan oleh

Sinyal terkontaminasi diberikan oleh

y

k

= s

k

+ n

k

(2.1)

akan memperbesar keluaran

signal – to – noise

ratio

[1] !

(25)

n

k

. Jadi,

]

)

ˆ

[(

min

]

[

]

ˆ

[

min

E

s

k2

=

E

s

k2

+

E

n

k

n

k 2

(2.6)

Persamaan (2.6) menjelaskan pengaruh dari memperkecil sisa daya

noise

akan memperbesar keluaran

signal – to – noise

ratio

. Kondisi ini secara

tidak langsung juga akan memperkecil daya total keluaran dari

canceller

.

Pada saat tapis mencapai kondisi

n

ˆ

k

=

n

k

dan

s

ˆ

k

=

s

k

, keluaran dari

adaptive noise canceller

menjadi bebas dari

noise

. Ketika sinyal

y

k tidak

terdapat

noise

,

n

k

=

0, pengolahan koefisien tapis adaptif berhenti secara

otomatis dengan mengatur kembali semua koefisien tapis dalam keadaan

nol.

(26)

2.2 Tapis Wiener

Algoritma adaptif dapat dilihat sebagai pendekatan tapis Wiener diskret [1].

Gambar 2.2 menunjukkan

x

k (

noise

) dan

y

k (sinyal utama) dilewatkan dalam tapis

secara bersamaan. Sinyal utama terdiri dari 2 komponen, yaitu sinyal informasi dan

noise

.

Noise

dalam

y

k berkorelasi dengan

x

k.

Tapis

Wiener

y

k

(sinyal informasi +

noise

)

− = −

=

1 0

)

(

ˆ

N i i k k

w

i

x

n

Gambar 2.2

Dasar tapis Wiener [1].

x

k

(

noise

)

+

_

e

k

(keluaran)

Apabila struktur tapis FIR mempunyai jumlah koefisien N, maka tapis

Wiener menghasilkan pendekatan optimal dari komponen

y

k

yang berkolerasi dengan

x

k

, yang menghasilkan

error

,

e

k

, sebagai

− = −

=

=

=

1 0

)

(

ˆ

N i i k k k T k k k

k

y

n

y

W

X

y

w

i

x

e

(2.7)

Vektor sinyal masukan,

X

k, dan vektor koefisien,

W

, dinyatakan dengan

=

− − − ) 1 ( 1 N k k k k

x

x

x

X

M

(2.8)

=

)

1

(

)

1

(

)

0

(

N

w

w

w

W

M

Apabila persamaan (2.7) dikuadratkan, maka diperoleh kuadrat

error

W

X

X

W

W

X

y

y

(27)

MSE (

mean square error

),

J

, didapatkan dari estimasi kedua sisi persamaan

(2.9). Dengan asumsi masukan vektor

X

k dan sinyal

y

k merupakan

stationary

, maka

J

dinyatakan sebagai

]

[

]

[

2

]

[

]

[

e

2

E

y

2

E

y

X

W

E

W

X

X

W

E

J

T k k T T k k k

k

=

+

=

=

σ

2

+

2

P

T

W

+

W

T

RW

(2.10)

dengan

σ

2

=

E

[

y

k2

]

merupakan varian

y

k,

P

=

E

[

y

k

X

k] merupakan panjang N vektor

cross-correlation

, dan

merupakan matriks

autocorrelation

N x N.

Apabila

P

dan

R

tidak diketahui, maka perlu dilakukan pendekatan sebagai berikut

[4],

]

[

X

k

X

kT

E

R

=

− = ∗

=

1 0

)

(

1

)

(

ˆ

N k

k

x

k

i

x

N

i

R

(2.11)

− = ∗

=

1 0

)

(

1

)

(

ˆ

N k

k

x

k

i

y

N

i

P

(2.12)

dengan

R

ˆ

(

i

)

adalah pendekatan terhadap

R

dan

P

ˆ

(

i

)

adalah pendekatan terhadap

P

.

W

opt

W

0

W

1

J

min

J

Gambar 2.3

Permukaan

error

kuadrat

[1].

(28)

RW

P

W

J

2

2

+

=

=

(2.13)

Gradien mencapai nilai nol pada titik terendah dari

plotting

, sedangkan vektor

koefisien tapis mencapai nilai optimal

W

opt

[1]. Persamaan

W

opt dapat dinyatakan

sebagai

W

opt =

R

-1

P

(2.14)

Persamaan (2.14) dikenal sebagai persamaan atau solusi Wiener-Hopf. Persamaan

ini akan lebih mudah dipahami dengan melihat Contoh 2.2.

Jika diatur

=

0

, maka

P

dW

W

P

d

T

2

)

2

(

=

RW

dW

RW

W

d

T

2

)

(

=

0

2

=

dW

d

σ

kemudian

dW

RW

W

d

dW

W

P

d

dW

d

dW

dJ

2

(

T

)

(

T

)

+

+

=

=

σ

Dari persamaan (2.10), gradien

dari MSE diperoleh dengan

mendeferensialkan MSE dan vektor koefisien

W

, dan menghasilkan nilai

nol

Penyelesaian

(29)

W

opt

=

R

-1

P

kemudian didapatkan vektor koefisien optimal

0

2

2

+

=

=

=

P

RW

dW

dJ

2.2.1 Batasan Tapis Wiener

Tapis Wiener memiliki batasan – batasan sebagai berikut [1] :

1.

Membutuhkan matriks

autocorrelation

,

R

, dan vektor

cross-correlation

,

P

.

2.

Membutuhkan invers matriks.

3.

Mengubah

R

dan

P

seiring dengan waktu pada kondisi sinyal

nonstationar

sehingga

W

opt

segera tercapai.

2.3 Metode

Steepest Descent

Komponen

W

k

adalah sebuah pendekatan dari vektor yang memperkecil MSE

pada pencuplikan ke

– k

[4]. Pada waktu

k

+ 1, sebuah pendekatan baru dibentuk

dengan menambahkan koreksi

W

k

, sehingga menyebabkan

W

k

lebih dekat dengan

hasil yang diharapkan. Koreksi yang dilakukan meliputi

step size

,

μ

, dalam arah

penurunan

maximum

pada permukaan

error

kuadrat yang dapat dilihat dalam

Gambar 2.3. Jadi persamaan

update

untuk

W

k

adalah

J

W

(30)

Algoritma

steepest descent

dapat diurutkan sebagai berikut :

1.

Inisialisasi algoritma

steepest descent

dengan sebuah pendekatan

W

opt.

2.

Evaluasi gradien dari

J

pada pendekatan

W

opt

.

3.

Pembaruan pendekatan saat waktu ke

k

dengan menambahkan sebuah koreksi

step size

pada arah gradien negatif.

4.

Pengulangan proses dimulai dari langkah 2.

Vektor gradien,

, memerlukan asumsi bahwa

W

kompleks, sehingga

gradien merupakan turunan dari MSE dengan

W

J

*

. Persamaan vektor gradien dapat

diperoleh sebagai

}

{

}

|

|

{

}

|

{|

e

k 2

E

e

k 2

E

e

k

e

k

E

J

=

=

=

(2.16)

dan

k k

X

e

=

(2.17)

Dari persamaan (2.16) dan (2.17) didapatkan persamaan

}

{

e

k

X

k

E

J

=

(2.18)

Jadi, algoritma

steepeset descent

menjadi

}

{{

1 k k k

k

W

E

e

X

W

+

=

+

μ

(2.19)

Dalam kasus pengolahan

stationary

, algoritma

steepest descent

menjadi

W

k+1

=

W

k

+

μ

(

P

RW

k

),

max

2

0

λ

μ

<

<

(2.20)

dengan

λ

max

merupakan

eigenvalue

maksimal dari matriks korelasi,

R

.

Persamaan (2.14) disesuaikan pada persamaan (2.20), sehingga algoritma

steepest descent

menjadi

(31)

dengan

I

adalah sebuah matriks identitas.

Kemudian kedua sisi dari persamaan (2.21) dikurangi dengan

W

W

k+1

W

= (

I

μ

R

)

W

k

+

μ

RW

W

= [

I

μ

R

](

W

k

W

) (2.22)

Jika

c

k

merupakan vektor

error

koefisien,

c

k =

W

k–

W

(2.23)

maka persamaan (2.22) menjadi

c

k+1

= (

I

μ

R

)

c

k

(2.24)

Dengan menggunakan teorema spektral, matriks

autocorrelation

,

R

, dapat

difaktorkan sebagai

R

= V

Λ

V

H

(2.25)

Λ

merupakan matriks diagonal yang mengandung

eigenvalue

dari

R

, sedangkan V

merupakan matriks dengan kolom yang merupakan

eigenvector

dari

R

.

Persamaan (2.24) disubstitusi dengan persamaan (2.25) menghasilkan

c

k+1

= (I –

μ

V

Λ

V

H

)

c

k

(2.26)

Apabila menggunakan sifat kesatuan V dan mengalikan kedua sisi persamaan dengan

V

H

, maka diperoleh

V

H

c

k+1

= (I –

μ

Λ

) V

H

c

k

(2.27)

Jika didefinisikan

u

k = VH

c

k

(2.28)

maka persamaan (2.28) menjadi

(32)

dengan (I –

μ

Λ

) merupakan sebuah matriks diagonal.

W

k bertujuan untuk mencapai

W

, sehingga

c

k

mengarah pada nilai nol. Hal ini mengakibatkan persamaan (2.28)

mengarah pada nilai nol.

Pengukuran lain yang juga penting dalam mengukur kemampuan tapis adaptif

adalah MSE. MSE minimal pada tapis Wiener dapat dinyatakan sebagai

W

P

P

J

min

=

y

(

0

)

H

(2.30)

Jika vektor koefisien,

W

k

, berubah – ubah, maka MSE

adalah

}

|

{|

}

|

{|

e

k 2

E

y

k

W

kT

X

k 2

E

J

=

=

=

P

y

(

0

)

P

H

W

k

W

KH

P

+

W

kH

RW

k

(2.31)

Komponen

W

k disubtistusi dengan persamaan (2.23) membentuk

)

(

)

(

)

(

)

(

)

0

(

H k k H k H k

y

P

W

c

W

c

P

W

c

R

W

c

P

J

=

+

+

+

+

+

(2.32)

Apabila menggunakan persamaan (2.14) dan mengembangkan hasil persamaan

(2.32), maka didapatkan

k H k H

y

P

W

c

Rc

P

J

=

(

0

)

+

(2.33)

Persamaan (2.33) disubstitusi dengan persamaan (2.30), sehingga

error

saat k adalah

k H k

Rc

c

J

J

=

min

+

(2.34)

Apabila persamaan (2.34) diterapkan untuk u

k

, maka persamaan (2.28) digabung

dengan persamaan (2.25), kemudian didapatkan

k H k

u

u

J

(33)

2.4 Algoritma LMS Adaptif

2.4.1 Dasar – Dasar LMS

Koefisien LMS diatur dari

sample to sample

seperti pada proses

memperkecil MSE [1]. LMS didasarkan pada algoritma

steepest descent

, yaitu

adanya pembaruan vektor koefisien dari

sample to sample

yang dinyatakan dengan

k k k

W

W

+1

=

μ

(2.36)

dengan

merupakan vektor gradien yang sebenarnya pada pencuplikan ke

k

, dan

μ

berfungsi untuk mengendalikan kestabilan dan tingkat konvergensi. Algoritma

persamaan (2.36) masih membutuhkan informasi dari

R

dan

P

, dengan perolehan

k

k

dari persamaan sebelumnya.

Pada algoritma LMS Widrow-Hopf, pembaruan koefisien dari

sample to

sample

dinyatakan dengan

k k k

k

W

e

X

W

+1

=

+

2

μ

(2.37)

dan besar

e

k

, yaitu

k T k k

k

y

W

X

e

=

(2.38)

Jadi, algoritma LMS tidak membutuhkan informasi terlebih dahulu dari

statistik sinyal (korelasi

R

dan

P

), akan tetapi menggunakan pendekatan secara

langsung.

k k k

W

W

+1

=

μ

(34)

Dapatkan algoritma Widrow-Hopf untuk

adaptive noise cancelling

dari

algoritma di atas dan uraikan alasan – alasan asumsi yang ada !

Penyelesaian

Algoritma

steepest descent

dinyatakan oleh

k k k

W

W

+1

=

μ

(2.39)

Vektor gradien,

,

cross-correlation

antara masukan primer dan sekunder,

P

, dan

autocorrelation

dari masukan primer,

R

, dinyatakan sebagai

RW

P

2

2

+

=

(2.40)

Pada algoritma LMS,

didekati secara langsung. Jadi

k T k k k k k k k

k

=

2

P

+

2

R

W

=

2

X

y

+

2

X

X

W

=

2

X

k

(

y

k

X

kT

W

k

)

=

2

e

k

X

k

(2.41)

e

k

didefinisikan sebagai

k T k k

k

y

X

W

e

=

Apabila persamaan (2.41) disubstitusi dalam persamaan algoritma

steepest

descent

, maka akan didapatkan algoritma LMS Widrow-Hopf dasar, yaitu

W

k

W

k

e

k

X

k

Koefisien yang diperoleh dari algoritma LMS hanya merupakan suatu

pendekatan. Pendekatan ini diperbaiki secara berangsur-angsur seiring waktu dengan

cara mengatur koefisien, sehingga tapis mampu mengikuti karakteristik dari sinyal

μ

2

1

=

+

+

(2.42a)

dan besar

e

k

adalah

k T k k

k

y

W

X

(35)

bahkan konvergensi dari koefisien

itu sendiri. Kondisi untuk konvergensi dinyatakan

sebagai

max

/

1

0

<

μ

<

λ

(2.43)

Pada

kenyataannya,

W

k tidak pernah mencapai kondisi optimal dari teorinya

(solusi Wiener), tetapi berubah naik turun diantaranya. Hal ini terlihat jelas dalam

Gambar 2.4. Gambar 2.4 mengilustrasikan suatu pencapaian nilai

W

opt dengan cara

mengubah – ubah koefisien tapis.

W

opt

W

k

Gambar 2.4

Ilustrasi dari koefisien tapis yang bervariasi [1].

2.4.2 Implementasi Algoritma LMS

Langkah – langkah penghitungan dari algoritma LMS dapat diringkas sebagai

berikut [1] :

1.

Inisialisasi, dengan mengatur masing – masing koefisien

w

k(

i

),

i

= 0, 1, …,

N

-1

pada nilai 0

2.

Hitung keluaran tapis

= −

=

1

0

)

(

ˆ

N i

i k k k

w

i

x

n

(2.44)

3.

Hitung pendekatan kesalahan

k k k

y

n

(36)

4.

Perbarui koefisien tapis yang berikutnya

i k k k

k

i

w

i

e

x

w

+1

(

)

=

(

)

+

2

μ

(2.46)

Penyelesaian langkah 2 sampai 4 dilakukan untuk masing – masing pencuplikan

k

=

1, 2, ….

Algoritma sederhana untuk tapis adaptif dengan LMS dapat ditunjukkan

dalam Gambar 2.5.

Inisialkan

w

k(

i

) dan

x

k-i

Baca

x

k dan

y

k dari ADC

Tapis

x

k

= k i

k wi x

nˆ ()

Menghitung

error

k k k

y

n

e

=

ˆ

Menghitung faktor

2

μ

e

k

Koefisien yang diperbarui

i k k k

k

i

w

i

e

x

w

+1

(

)

=

(

)

+

2

μ

(37)

2.4.3 Batasan Algoritma LMS

Ada beberapa masalah yang dihadapi ketika menggunakan algoritma LMS

[1]. Permasalahan – permasalahan tersebut adalah efek

non-stationarity

, efek dari

komponen sinyal masukan

noise

, kebutuhan

wordlength

, dan penyimpangan

koefisien.

2.4.3.1 Efek

Non-Stationarity

Dalam wilayah

stationary

,

plotting

tapis adaptif pada Gambar 2.3 mempunyai

bentuk konstan dan terarah. Tapis tersebut hanya berkonvergensi dan beroperasi pada

atau mendekati titik optimal [1]. Jika statistik sinyal berubah setelah koefisien

konvergen, maka tapis menanggapi perubahan tersebut dengan mengatur kembali

koefisiennya dalam kondisi baru dengan nilai yang optimal. Adanya perubahan

dalam stastistik sinyal menyebabkan tapis cukup lambat dalam mencapai

konvergensi.

Dalam wilayah

non – stationarity

, letak dari bagian bawah atau titik minimal

plotting

berubah seiring waktu, selain itu orientasi dan lengkungannya dapat berubah

juga. Jadi dalam kasus ini, algoritma LMS tidak hanya dapat mencari titik minimal

plotting

tetapi juga mampu mengikuti alur perubahan permukaan

error

kuadrat pada

plotting

, sehingga didapatkan kondisi

error

terendah.

2.4.3.2 Efek dari Komponen Sinyal Masukan

Noise

(38)

dan berkorelasi rendah (secara teori 0) dengan sinyal yang diinginkan [1].

2.4.3.3 Kebutuhan

Wordlength

Ketika tapis adaptif diimplementasikan secara praktis, koefisien tapis,

W

k

,

dan variabel masukan,

x

k

dan

y

k

, diwakili dengan sejumlah bit terbatas [1].

Error

pada tapis adaptif terjadi karena pengaruh koefisien tapis dan hasil operasi aritmatika

yang memiliki akurasi yang terbatas. Hal ini akan mengakibatkan :

1.

Tapis adaptif dapat menjadi tidak konvergen (misalnya jika tapis digunakan

sebagai sebuah

interference canceller

, maka akan ada beberapa sisa

percampuran).

2.

Keluaran tapis dapat mengandung

noise

yang mengakibatkan kenaikan dan

penurunan secara acak.

3.

Penghentian algoritma secara tiba – tiba dapat terjadi.

Jadi, jumlah bit yang cukup harus digunakan untuk menjaga

error

pada

tingkat yang masih dapat ditoleransi. Kebanyakan sistem adaptif memiliki jumlah

tetap

x

k-i

dan

y

k pada 8 hingga 16 bit, dengan koefisien terkuantisasi antara 16 dan 24

bit.

Multiplier

yang digunakan memiliki rentang 8 x 8 bit hingga 24 x 16 bit,

sedangkan akumulator memiliki rentang antara 16 dan 40 bit. Tapis dengan orde

rendah (hingga 100 koefisien) cukup untuk menyimpan koefisien tidak lebih dari 16

bit dengan

multiplier

16 x 16 bit dan akumulator 32 bit.

2.4.3.4 Pergeseran Koefisien

(39)

melebihi

wordlength

yang diijinkan [1]. Hal ini merupakan permasalahan yang

melekat dalam algoritma LMS, sehingga algoritma ini menjadi tidak konvergen.

Faktor kebocoran digunakan untuk menghilangkan pergeseran koefisien, yaitu

dengan cara membangkitkan koefisien menuju nol, sehingga menjadi konvergen.

Kedua pola LMS dapat dinyatakan sebagai berikut,

i k k k

k

i

w

i

e

x

w

+1

(

)

=

δ

(

)

+

2

μ

0

<

δ

<

1

(2.47)

δ

μ

±

+

=

+ k k k i

k

i

w

i

e

x

w

1

(

)

(

)

2

0

<

δ

<

1

(2.48)

dengan

δ

merupakan faktor kebocoran yang memastikan adanya pergeseran, akan

tetapi memberikan perlakuan khusus pada kondisi

error

,

e

k

.

2.5 Algoritma

Recursive Least Squares

2.5.1 Dasar – dasar RLS

Algoritma RLS didasarkan dari pengetahuan metode

least square

(LS) [1].

Ide dasar dari

least square

ini ditunjukkan pada Gambar 2.6. Sinyal masukan dan

keluaran direlasikan dengan model regresi sederhana, yaitu

=

+

=

1

0

)

(

)

(

n i

k k

k

w

i

x

i

e

y

(2.49)

(40)

Permasalahan dalam metode LS setelah

x

k

(

i

) dan

y

k

diberikan, adalah cara

memperoleh pendekatan dari

w

(0) hingga

w

(

N

-1). Pendekatan optimal dari koefisien

tapis,

w

(

i

), dalam cara

least squares

dinyatakan oleh

[

]

m

T m m T m

m

X

X

X

Y

W

=

−1

(2.50)

Y

m,

W

m, dan

X

m dinyatakan sebagai berikut,

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ = −1 2 1 0 m m y y y y Y M

(2.51)

(2.52)

=

)

1

(

)

2

(

)

1

(

)

0

(

m

x

x

x

x

X

T T T T m

M

(2.53)

⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = ) 1 ( ) 2 ( ) 1 ( ) 0 ( N w w w w Wm M

Tapis

LS

y

k (sinyal +

noise

)

x

k (

noise

)

n

ˆ

k

+

_

e

k

(keluaran)

(41)

dengan

x

T

(

k

) = [

x

k

(0)

x

k

(1) ...

x

k

(

N

-1)] untuk

k

= 0, 1, ...,

m

– 1 dan

m

merupakan indikasi bahwa masing – masing matriks diperoleh menggunakan semua

titik data

m

dan

T

merupakan tanda untuk matriks transposisi. Jadi, keluaran tapis

dapat diperoleh dengan

− = −

=

1 0

)

(

ˆ

ˆ

n i i k k

w

i

x

n

,

k

= 1, 2, ...,

m

(2.54)

Penghitungan

W

m dalam persamaan (2.50) membutuhkan waktu lama untuk

menghitung invers matriks. Jadi, metode LS tidak sesuai untuk kebutuhan proses

dengan waktu cepat. Pada praktisnya, metode rekursif lebih dipilih ketika data

diperoleh secara berkesinambungan dan pendekatan terhadap

W

m dilakukan dengan

menggunakan data baru. Pendekatan

W

m

dapat diperbarui untuk setiap himpunan

data baru yang diperoleh tanpa mengulangi penyelesaian invers matriks secara

langsung dengan menggunakan algoritma RLS.

Algoritma RLS yang sesuai didapatkan dengan memperbarui koefisien data,

sehingga secara berangsur – angsur dapat menghilangkan pengaruh data sebelumnya

pada

W

m

dan mengijinkan alur karakteristik sinyal yang berubah – ubah. Jadi,

k k k

k

W

G

e

W

=

1

+

(2.55a)

]

)

(

[

1

1 1 − −

=

T k

k k

k

P

G

x

k

P

P

γ

(2.55b)

dengan ketentuan

k k k

k

x

P

G

α

)

(

1 −

=

1

)

(

=

T k

k

k

y

x

k

W

(42)

)

(

)

(

k

P

1

x

k

x

T k

k

=

γ

+

α

dengan

P

k

merupakan sebuah cara rekursif dari penghitungan invers matriks

.

[

]

−1

k T k

X

X

Variabek

k

merupakan jumlah yang diperoleh pada masing – masing titik

sample

. Variabel

γ

mewakili

forgetting factor

. Pola koefisien ini berkurang dari LS

ketika

γ

=

1

. Nilai

γ

berkisar antara 0.98 dan 1. Nilai yang lebih kecil menandakan

terlalu banyak koefisien untuk data baru yang berpengaruh dalam perubahan

pendekatan yang naik turun.

Jumlah dari

sample

yang sebelumnya, yang memberikan kontribusi penting

pada nilai

W

k

untuk setiap titik

sample

, disebut

asymptotic sample length

(ASL) dan

dinyatakan sebagai

=

=

0

1

1

k k

γ

γ

(2.56)

ASL merupakan sebuah memori dari tapis RLS. Jika

γ

=

1

atau sesuai dengan LS,

maka tapis memiliki memori yang terbatas.

2.5.2 Batasan Algoritma RLS

Metode RLS sangat efisien karena operasi aritmatika antara

sample

seperti

W

k

dan

P

k

dalam persamaan (2.55) memiliki dimensi tetap [1]. Hal ini merupakan

kebutuhan penting untuk efisiensi penapisan dalam waktu sebenarnya. Ada 2

permasalahan yang akan dihadapi jika algoritma RLS diimplementasikan secara

langsung, yaitu :

(43)

ketika matriks

P

k

akan mengembangkan eksponensial sebagai hasil dari

pembagian oleh

γ

(kurang dari 1) pada tiap titik

sample

⎟⎟

⎜⎜

=

− − ∞ → ∞

1 1

lim

lim

k k k k k

P

P

γ

(2.57)

2.

Sensitifitas pada penghitung untuk membulatkan

error

yang mengakibatkan

definisi negatif matriks

P

dan menjadi tidak stabil. Matriks

P

sangat penting

menjadi definisi semi positif (bentuk kuadratik

0), sehingga sama dengan

kebutuhan dalam metode LS, yaitu matriks

X

T

X

menjadi berkebalikan. Hal ini

bertujuan untuk keberhasilan pendekatan dari

W

. Oleh karena perbedaan kondisi

dalam persamaan (2.55b), maka sulit mencapai definisi positif (bentuk kuadratik

> 0) dari

P

.

(44)

PERANCANGAN

PROGRAM

3.1 Algoritma Perancangan Program

Algoritma perancangan program untuk tapis adaptif dapat dilihat dalam

Gambar 3.1.

Menentukan pilihan algoritma dari tapis adaptif

Mengatur tapis adaptif dan mengubah parameternya

Menampilkan

plotting

sinyal masukan, hasil

pengolahan sinyal masukan, dan

error

Memberikan

interference signal

sebagai acuan awal

Gambar 3.1

Algoritma perancangan program simulasi tapis adaptif.

Masukan sinyal dari pengguna

Pengguna memberikan masukan sesuai spesifikasi dan kriteria yang tersedia.

Apabila masukan ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi dan kriteria yang tersedia,

maka pengguna diminta untuk memberikan masukan baru. Proses selanjutnya adalah

pengguna memberikan

interference signal

pada masukan sebagai acuan awal.

(45)

Kemudian pengguna melakukan pemilihan algoritma tapis adaptif yang akan

digunakan, yaitu berdasarkan algoritma LMS atau algoritma RLS. Tahap selanjutnya

adalah pengaturan dari tapis adaptif. Parameter dari tapis adaptif diatur oleh

algoritma adaptif sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan

keinginan pengguna. Tahap akhir adalah menampilkan

plotting

dari sinyal masukan,

hasil pengolahan sinyal masukan, dan besar

error

.

3.2 Perancangan Tampilan Depan

Tampilan depan merupakan bagian awal dari

layout

yang menjadi langkah

awal dari pengguna untuk memulai program yang dijalankan. Tampilan ini dapat

muncul apabila pengguna memanggil fungsi

judul.m

pada

command window

dari

perangkat lunak MATLAB

®

. Diagram alir dari

layout

”judul” dapat dilihat pada

Gambar 3.2.

(46)

Pada

layout

ini pengguna dapat melakukan pemilihan langkah mana yang

akan dijalankan. Ada 2 proses yang dapat dipilih, yaitu

start

untuk memulai program

dan

exit

untuk mengakhiri program. Apabila pengguna memilih

start

, maka proses

selanjutnya adalah memanggil fungsi

masukan.m

dengan data yang telah terisi

secara

default

. Apabila pengguna tidak melakukan pemilihan, maka tampilan judul

tetap dalam keadaan diam hingga ada pilihan baru dari pengguna.

3.3 Perancangan Sinyal Masukan

Sinyal masukan yang akan diolah oleh tapis adaptif merupakan sinyal yang

telah tercampur dengan sinyal pengganggu. Sinyal ini berasal dari

file

dengan

ekstensi *.wav. Pengguna memberikan masukan berupa sinyal asli yang diperoleh

dari

file

berekstensi *.wav. Pada proses selanjutnya, data masukan akan diubah

menjadi bentuk matriks vektor untuk memudahkan pengolahan.

Kemudian pengguna memberikan masukan berupa amplitudo,

A

, dengan

satuan

mV

dan

V

dan frekuensi,

f

, dengan satuan

Hz

,

KHz

, dan

MHz

yang diinginkan

untuk sinyal pengganggu. Bilangan yang digunakan merupakan bilangan positif atau

random

. Hal ini akan membangkitkan sebuah sinyal baru yang berfungsi sebagai

interference signal.

(47)
(48)

3.4 Perancangan Sinyal Pengganggu Sebagai Acuan Awal

Sinyal pengganggu yang digunakan sebagai acuan awal untuk pengolahan

tapis adaptif merupakan sinyal yang dihasilkan dari masukan amplitudo dan

frekuensi tertentu dari pengguna. Pengguna juga dapat memilih amplitudo dan

frekuensi

random

. Apabila pengguna telah memasukkan amplitudo dan frekuensi

sesuai dengan yang diinginkan, maka secara otomatis akan dihasilkan sinyal

pengganggu dengan amplitudo dan frekuensi yang sesuai. Diagram alir untuk

perancangan sinyal pengganggu untuk acuan awal dapat dilihat dalam Gambar 3.4.

Pada Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa perancangan menuju titik ”A”. Titik ”A”

menunjukkan bahwa perancangan berlanjut ke perancangan tapis adaptif.

(49)

3.5 Perancangan Program Simulasi Tapis FIR

Transversal Structure

Diagram blok untuk tapis adaptif

transversal

N-

tap

dapat dilihat dalam

Gambar 3.5 [1].

Gambar 3.5

Diagram blok tapis FIR

transversal structure

[1].

Tapis adaptif FIR ini menghasilkan pendekatan sinyal pengganggu,

dari

sinyal tercampur,

y

k

n

ˆ

k

. Hal ini telah dijelaskan dalam Gambar 2.1 mengenai

noise

canceller

. Keluaran yang dihasilkan memiliki persamaan

= −

=

1

0

)

(

ˆ

N i

i k k

w

i

x

n

(3.1)

dengan

w

(

i

) adalah koefisien tapis ke-

i

dan

x

k-i adalah sinyal pengganggu acuan awal

yang merupakan masukan dari tapis.

Masukan dari pengguna berupa data sinyal tercampur dalam bentuk

file

(50)

perancangan FIR dapat dilihat dalam Gambar 3.6. Titik ”A” merupakan lanjutan dari

proses perancangan sinyal pengganggu acuan awal.

Gambar 3.6

Diagram alir perancangan FIR.

(51)

3.6 Perancangan Program Simulasi Tapis Adaptif Menggunakan

Algoritma LMS

Gambar 3.7 menunjukkan diagram alir untuk proses tapis adaptif dengan

menggunakan algoritma LMS.

(52)

Sebelum

menjalankan

proses

LMS,

terlebih dahulu dilakukan inisialisasi

w

k(

i

) = 0,

x

k= 0, dan menentukan besar

step size

,

μ

, yang ingin digunakan. Apabila

nilai

μ

besar, maka proses estimasi berjalan cepat, akan tetapi konvergensinya rendah

[1]. Namun, apabila

μ

kecil, maka proses estimasi berjalan lambat dan

konvergensinya cukup tinggi. Syarat agar

μ

mencapai konvergensi adalah

max

/

1

0

<

μ

<

λ

(3.3)

Proses selanjutnya adalah memasukkan komponen

x

k ke dalam tapis FIR dan diolah

untuk menghasilkan pendekatan sinyal pengganggu, yaitu

= −

=

1

0

)

(

ˆ

N i

i k k

w

i

x

n

(3.4)

Langkah selanjutnya adalah mencari selisih dari sinyal tercampur dengan

pendekatan sinyal pengganggu, sehingga diperoleh pendekatan sinyal informasi yang

diinginkan. Apabila pendekatan sinyal informasi ini belum optimal, maka koefisien

akan diperbarui kembali dan proses penapisan

noise

kembali diulangi. Apabila

pendekatan sinyal informasi sudah optimal, maka diperoleh

error

minimal dan

koefisien tapis diatur kembali dalam inisialisasi awal sehingga proses berhenti.

3.7 Perancangan Program Simulasi Tapis Adaptif Menggunakan

Algoritma RLS

(53)

Nilai

γ

ini berkisar pada [1]

0 <

γ

1

(3.5)

Proses selanjutnya adalah memasukkan komponen

x

k

ke dalam tapis FIR dan

diolah untuk menghasilkan pendekatan sinyal pengganggu, yaitu

= −

=

1

0

)

(

ˆ

N i

i k k

w

i

x

n

(3.6)

Langkah selanjutnya adalah mencari selisih dari sinyal tercampur dengan

pendekatan sinyal pengganggu, sehingga diperoleh pendekatan sinyal informasi yang

diinginkan. Apabila pendekatan sinyal informasi ini belum optimal, maka koefisien

akan diperbarui kembali dan proses penapisan

noise

kembali diulangi. Apabila

pendekatan sinyal informasi sudah optimal, maka diperoleh

error

minimal dan

koefisien tapis diatur kembali dalam inisialisasi awal sehingga proses berhenti.

(54)

Gambar 3.8 (lanjutan)

Diagram alir RLS tapis adaptif.

3.8 Perancangan

Layout

Program

Pada subbab ini menjelaskan perancangan

layout

program untuk tiap tahapan

proses tapis adaptif. Tahapan

layout

proses tapis adaptif yaitu program tampilan

depan, program langkah 1, dan program langkah 2.

3.8.1

Layout

Program Tampilan Depan

(55)

fungsi yang berbeda, yaitu

start

dengan menggunakan data

default

, dan

exit

untuk

mengakhiri program.

Layout

ini berkaitan dengan

flowchart

pada Gambar 3.2.

Gambar 3.9

Layout

program tampilan depan.

3.8.2

Layout

Program Langkah 1

Layout

tampilan program langkah 1 ditunjukkan pada Gambar 3.10.

Layout

program langkah 1 ini merupakan bagian untuk perancangan sinyal masukan yang

diinginkan oleh pengguna. Hal ini berkaitan dengan

flowchart

pada Gambar 3.3.

Sinyal masukan yang akan dirancang merupakan sinyal tercampur. Perancangan

sinyal masukan mempunyai 3 bagian, yaitu

1. Sinyal Asli

(56)

Static text

adalah area yang digunakan sebagai tempat untuk menampilkan

text

informasi. Pada bagian ini,

static text

berfungsi untuk menampilkan keterangan

tentang cara memasukkan

file

*.wav. Tombol

push button

mengarahkan pengguna

untuk mencari data *.wav yang diinginkan, mendengarkan suara dari data, dan

menampilkan data tersebut.

2. Sinyal Pengganggu

Bagian sinyal pengganggu berisi empat buah

static text

, dua buah

pop-up

menu

, dua buah

edit text

, dua buah

check box

, dan dua buah

push button

.

Static text

berfungsi untuk memberikan keterangan amplitudo dan frekuensi sinyal pengganggu

yang diinginkan pengguna.

Pop-up menu

berfungsi untuk memberikan pilihan satuan

yang akan digunakan.

Edit

text berfungsi untuk memasukkan bilangan positif yang

diinginkan.

Check box

berfungsi untuk memilih sinyal

random

sebagai sinyal

pengganggu dan melakukan proses data.

Push button

berfungsi untuk mendengarkan

suara dari data dan menampilkan data tersebut.

3. Pencampuran Sinyal

Bagian pencampuran sinyal ini berisi dua buah

push button

dan satu buah

(57)

Axes

Figure

Edit text

Check box

Static text

Pop-up menu

Push button

Gambar 3.10

Layout

program langkah 1.

3.8.3

Layout

Program Langkah 2

(58)

Gambar 3.11

Layout

program langkah 2.

Pada

layout

ini terdiri dari 3 bagian, yaitu

Gambar

Gambar 2.2 menunjukkan xk (noise) dan yk (sinyal utama) dilewatkan dalam tapis
Gambar 2.5 Algoritma tapis adaptif LMS [1].
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to Data2

% hObject handle to edit1 (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB.. % handles structure with handles and user data

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles empty - handles not created until after all CreateFcns called % Hint: edit controls usually have a

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) [fname,pname]

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to UjiLVQ

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA) % varargin command line arguments to

% eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB % handles structure with handles and user data (see GUIDATA)

% hObject handle to tombolKeluar (see GCBO) % eventdata reserved - to be defined in a future version of MATLAB. % handles structure with handles and user data (see