BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat belajar
Belajar dapat diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku pada diri
individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sesuatu yang dimaksud
adalah objek, materi atau informasi yang dipelajari.
Salah satu prinsip dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah
“menemukan”. Prinsip yang dimaksud adalah guru sebenarnya tak perlu
menjelaskan seluruh informasi kepada siswa. Berilah kesempatan pada mereka
untuk mencari dan menemukan informasi tersebut. Informasi yang disampaikan
guru hendaknya yang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk menggali
informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan
sebaliknya akan menjadi bersemangat.
Menurut (Sagala 2004: 11) Belajar merupakan komponen ilmu
pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang
bersifat eksplisit maupun implisit. Sedangkan menurut pengertian secara
psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya hidupnya.
Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku
Belajar merupakan suatu kegiatan pemrosesan kognitif, keterampilan, dan
sikap. Pebelajar (siswa) sepenuhnya harus melakukan upaya mengubah perilaku
melalui pengalaman, latihan maupun kegiatan-kegiatan lain yang di anggap
efektif sebagai proses untuk mengubah perilaku ( Anitah 2007:214). Sementara
menurut Slameto (2003:4) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Darsono (2001:4) belajar adalah suatu
aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan, nilai dan
sikap.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah mengikuti
program belajar mengajar dalam bentuk tingkat penguasaan siswa terhadap
pengetahuan dan keterampilan.
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai
dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat
dievaluasi pada akhir pembelajaran. Hasil belajar seseorang tidak langsung
kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu untuk memperlihatkan kemampuan
yang diperolehnya melalui belajar. Namun demikian, hasil belajar adalah
lakunya. Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Anitah (2007 : 2.19) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan
selalu diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunujukan
atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional,
positif dan di sadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara
komprehensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku. Sedangkan
menurut Anni (2004:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang di
peroleh setelah mengalami aktivitas belajar. Gagne, mengungkapkan ada lima
kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi
kognitif, sikap dan keterampilan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa
tersebut mengalami aktivitas belajar.
2.1.3 Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Hasil belajar mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Proses penilain terhadap hasil belajar dapat
memberikan informasi kepada guru tentang kemjuan siswa dalam upaya mencapai
tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut
baik untuk keseluruhan kelas mapun individu.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali
mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena kebiasaan
mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak
berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin
lebih menguntungkan. Hal itu disebabkan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan
tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar. Rostiyah (2001:21)
sesuai dengan Law of effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan
kesenangan cenderung untuk diulang. Oleh karena itu tindakkan kebiasaan
bersifat mengukuhkan (reinforching). Mengenai cara belajar yang efesien, belum
menjamin keberhasilan dalam belajar, yang paling penting siswa
mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan menjadi
kebiasaan, baik di dalam maupun diluar kelas.
Prestasi belajar rendah akan dapat ditingkatkan apabila proses belajar yang
dilakukan guru mampu meningkatkan motivasi, kemauan, daya serap dan tingkat
konsentrasi siswa. Ini akan terjadi apabila dalam proses belajar siswa memperoleh
pengetahuan secara bertahap sebagaimana halnya model stuktur pengetahuan itu
terbentuk, yaitu mulai dari fakta, konsep dan akhirnya ke generalisasi dan atau
teori Savege and Amstrong 1996 (dalam Numan Sumantri, 2001:132).
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada siswa sebagai manusia
yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam
apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi
sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi
fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri
mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif
dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima
gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni,
2000:24).
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Djamarah dkk (2002: 121) mengemukakan bahwa setiap proses belajar
selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai dimana
hasil (hasil) belajar yang telah dicapai. Proses belajar tidak mungkin dicapai
begitu saja, banyak faktor yang mempengaruhi sehingga seorang anak mampu
mencapai hasil atau keberhasilan dalam belajar. Pada umumnya hasil atau
keberhasilan belajar seorang siswa, sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang
dilaksanakan oleh anak itu sendiri.
Hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran tidak dapat
terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Untuk itu, Daryanto
(2009: 51-66) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Keduanya
1) Faktor internal anak, meliputi:
a) Faktor jasmaniah
- Faktor kesehatan, sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya/bebas dari penyakit, kesehatan adalah keadaan atau hal
sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
- Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh/badan.
b) Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk aspek psikologis yang
dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain: (1)
Intelegensi, (2) perhatian, (3) minat, (4) bakat, (5) motivasi, (6)
kematangan, (7) kesiapan.
c) Faktor kelelahan
Kelelahan secara jasmani maupun rohani dapat di kurangi dengan
cara-cara antara lain : tidur, istirahat, rekreasi dan ibadah yang teratur, olahraga
secara teratur, dan mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan, misalnya yang memenuhi empat sehat lima
sempurna.
2) Faktor ekstern, meliputi :
a) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa : cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga,
b) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, displin
siswa, displin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat.
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam
masyarakat.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa disebut
sebagai hambatan/ kesulitan belajar akibat kondisi keluarga yang kurang kondusif.
Terkait dengan hal ini, Ihsan (2005: 19) menyebutkan 7 hambatan-hambatan yang
dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan keluarga, yaitu:
1) Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
2) Figur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak.
3) Kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk
memanjakan anak.
4) Sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa
menunjang belajar.
5) Orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau tuntutan
orang tua yang terlalu tinggi.
7) Orang tua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada
anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada dua faktor
utama yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor yang datangnya
dari dalam diri siswa (internal), dan faktor yang datannya dari luar disi siswa
(eksternal).
2.1.5 Hasil Belajar IPA
Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang
telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA itu
sendiri. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi
IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Hasil belajar IPA meliputi
pencapaian IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.
Segi produk IPA, siswa daharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA
dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses IPA, siswa
diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan,
pengetahuan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan
masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Segi ilmiah dalam
IPA, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di
sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab,
dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta
terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Hasil belajar yang
dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup penguasaan produk,
Dalam kegiatan pembelajaran IPA di sekolah dasar, evaluasi memiliki
peran yang sangat strategis. Dengan melaksanakan kegiatan evaluasi, seorang
guru IPA di sekolah dasar akan mengetahui tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya sudah tercapai atau belum. Melalui kegiatan evaluasi pula seorang
guru IPA diharapkan mampu menjadi seorang guru yang reflektif, yang dapat
belajar dari kesalahan – kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga
dapat menjadi guru IPA yang lebih baik di masa sekarang dan masa yang akan
datang.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, evaluasi
juga diperlukan untuk keperluan perbaikan dan peningkatan kegiatan belajar
siswa dan untuk memperoleh umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar. Tujuan evaluasi di atas juga berlaku dalam pembelajaran IPA,
diharapkan dengan pelaksanaan evaluasi belajar IPA di SD dapat memberikan
penjelasan bagi guru IPA tentang kemajuan belajar yang telah dicapai oleh para
siswanya, dan memperoleh umpan balik untuk dapat melaksanakan kegiatan
pembelajaran IPA dengan lebih baik pada kesempatan berikutnya.
2.1.6 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2011 : 5) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok
-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang
difasilitasi oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting
kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah
melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada
siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia
menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan
bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang
berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003: 60).
Nurhadi (2003: 61) menyatakan Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem
yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai
elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling ketergantungan
positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan
untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara
sengaja diajarkan.
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung.
Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil
belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa (Usman,2002: 30).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan pola belajar kelompok dengan cara kerjasama
meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran juga dapat mempertahankan nilai
sosial bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan. Ketergantungan timbal balik
mereka memotivasi mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan
mereka, hubungan kooperatif juga mendorong siswa untuk menghargai gagasan
temannya bukan sebaliknya.
2.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ifzanul (2012:8) Karakteristik pembelajaran kooperatif
diantaranya:
a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang
berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda
suku, budaya, dan jenis kelamin.
d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada
dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
c. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan
menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif,
mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk
memperoleh kesimpulan.
2.1.8 Karakterisktik Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan
materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok
dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok
terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4)
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan
(Ibrahim, 2000:6).
Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada
siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting
untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di
mana masyarakat secara budaya semakin beragam (Ibrahim, dkk, 2000 : 9).
Sedangkan menurut Lungren (2000: 120) ada beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah, yaitu :
tinggi, 3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah, 4) Memperbaiki
kehadiran, 5) Angka putus sekolah menjadi rendah, 6) Penerimaan terhadap
perbedaan individu menjadi lebih besar, 7) Perilaku mengganggu menjadi lebih
kecil, 8) Konflik antar pribadi berkurang, 9) Sikap apatis berkurang, 11)
Pemahaman yang lebih mendalam, 12) Motivasi lebih besar, 13) Hasil belajar
lebih tinggi, 14) Retensi lebih lama, dan 15) Meningkatkan kebaikan budi,
kepekaan dan toleransi.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
karakteristik pembelajaran kooperatif Jadi, pembelajaran kooperatif
mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan
partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan
sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap
demokrasi dan keterampilan berpikir logis.
2.1.9 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Menurut ibrahim (2000 : 7), pembelajaran kooperatif memiliki sejumlah
karakteristik tertentu yang membedakan dengan model-model pembelajaran
lainnya antara lain :
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3. bila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
4. penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Terdapat enam langkah-langkah kooperatif, dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini
diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara
verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahapan ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan
tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi fersentasi
hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa tang telah mereka pelajari dan
memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
2.1.10 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe ini dikembangkan pertama kali
oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan
merupakan model pembelajaran kooperatif paling sederhana. Masing-masing
kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga dalam satu
kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan
sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pembelajaran
yang melibatkan beberapa siswa yang bekerjasama dalam kelompok kecil untuk
mencapai tujuan khusus. Pada strategi pembelajaran kooperatif ini kerja tim dan
gotong royong (kolaborasi) diangap lebih penting dari prestasi individu. Dengan
demikian pembelajaran kooperatif bersifat lebih kompleks dibandingkan dengan
situasi belajar individual, karena siswa harus melaksanakan secara bersama dalam
Bentuk belajar kooperatif yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini
adalah tipe STAD yang terdiri dari lima komponen utama dalam tahap tahap atau
langkah-langkah yaitu sebagai berikut :
1. Presentase Kelas,dilakukan oleh guru seperti pada pembelajaran pada
umumnya, yaitu ceramah dan diskusi. Perbedaannya , penjelasan guru
cenderung memfocus kan materi yang sedang dipelajari dan pada kerja
STAD. Kesungguhan siswa dalam mengikuti presentase ini ikut menentukan
keberhasilanna dalam mengikuti kuis, skor kuis anggota (individu)
menentukan skor kelompok atau tim.
2. Praktek dalam tim, yang berjumlah 4-5 orang dengan beragam latar
belakangnya, kemampuan, jenis kelamin atau ras. Fungsi utama tim adalah
agar siswa dapat belajar secara maksimal untuk menguasai materi dan
menghadapi kuis. Setelah mendengarkan guru menerangkan, siswa bekerja pada
kelompok untuk mengerjakan lembar kerja atau materi lain yang sudah
dipersiapkan dalam LKS.
3. Kuis, setelah satu atau dua kali persentase dan praktek dalam tim dilakukan,
akan dilaksanakan kuis individual, sehingga siswa bertanggung jawab sendiri
untuk menguasai materi pelajaran yang telah didiskusikan dalam atau antar
kelompok.
4. Perbaikan Skor Individual. Siswa harus dapat menampilkan tujuan belajar, ia
harus tampil lebih baik dari hasil belajar sebelumnya.
5. Penghargaan Tim (Reward). Tim akan dapat penghargaan (reward) bila skor
Penghargaan yang diberikan misalnya pencantuman pretasi dalam majalah
dinding, pemberian hadiah kecil, memberi pujian sehingga dapat mendorong
kerja dan kekompakan dalam tim.
Para guru pengguna metode STAD untuk mengajarkan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui pengajian verbal
maupun tertulis (Ibrahim, 2000 : 20).
2.1.11 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Slavin menguraikan langkah-langkah mengantar siswa kepada STAD
adalah sebagai berikut:
1. Membagi siswa ke dalam kelompok masing-masing terdiri dari empat atau
lima anggota. Pastikan bahwa kelompok yang terbentuk itu berimbang
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin dan asal suku.
2. Membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran
yang anda rencanakan untuk diajarkan.
3. Pada saat anda menjelaskan STAD kepada kelas anda, bacakan
tugas-tugas yang harus dikerjakan tim.
4. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang
lain, dan berikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes itu.
5. Pengakuan kepada prestasi tim, segera setelah anda menghitung poin
Berikut dapat dilihat pada tabel 1 langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe STAD menurut Slavin.
Tabel 2.1 : Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
No Tahap Tingkah Laku Guru
1. Tahap
pendahuluan
a. Guru memberikan informasi kepada siswa
tentang materi yang akan mereka pelajari, tujuan
pembelajaran dan pemberian motivasi agar
siswa tertarik pada materi.
b. Guru membentuk siswa kedalam kelompok
yang sudah direncanakan.
c. Mensosialiasakan kepada siswa tentang modell
pembelajaran yang digunakan dengan tujuan
agar siswa mengenal dan memahamimya.
d. Guru memberikan apersepsi yang berkaitan
dengan materi yang akan dipelajari.
2. Tahap
pengembangan
a. Guru mendemonstrasikan konsep atau
keterampilan secara aktif dengan
menggunakan alat bantu atau manipulatif lain.
b. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS)
sebagai bahan diskusi kepada masing-masing
kelompok.
c. Siswa diberikan kesempatan untuk
d. Guru memantau kerja dari tiap kelompok dan
membimbing siswa yang mengalami kesulitan.
3 Tahap penerapan
a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam
LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa
diharapkan bekerja secara individu tetapi tidak
menutup kemungkinan mereka saling bertukar
pikiran dengan anggota yang lainnya.
b. Setelah siswa selesai mengerjakan soal lembar
jawaban, kemudian dikumpulkan untuk dinilai.
2.1.12 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Dalam penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memiliki
keunggulan dan kelemahannya. Adapun yang menjadi keunggulan dari model
pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Roestiyah (2001: 17), yaitu :
1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
3. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
4. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu dan kebutuhan belajarnya.
5. Para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih
aktif dalam diskusi.
6. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat
orang lain.
Sedangkan yang menjadi kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, adalah kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin
dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut
tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
2.1.13 Kajian Penelitian Yang Relevan
Haniatun (2007) melakukan penelitian meningkatkan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitian ini ternyata dapat meningkatkan
hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA.
Amurwani, Novie. (2009). Melakukan penelitian tentang penggunaan
cooperative learning model STAD untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
IPA siswa kelas IV SDN Pulowetan 2 Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk.
berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru kelas IV SDN Pulowetan
ceramah dan proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah saja. Sehingga
siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu perlu
pembelajaran koperatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) penerapan
pembelajaran model STAD pada siswa kelas IV SDN Pulowetan 2; 2)
peningkatan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN Pulowetan 2; 3) peningkatan
hasil belajar siswa kelas IV SDN Pulowetan 2; 4) tanggapan guru kelas IV tentang
penerapan model STAD; 5) tanggapan siswa kelas IV tentang penerapan model
STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Di dalam
penelitian ini menggunakan 2 siklus, karena standar kompetensi yang diambil
pada penelitian ini terdiri dari 2 kompetensi dasar. Hasil penelitian ternyata model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa
khussnya pada mata pelajaran IPA.
2.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori, maka dapat dirumuskan
hipotesis pada penelitian ini adalah “Jika guru menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD tentang Materi Gerak Benda di Kelas IV SDN 33 Kota
Selatan, Maka hasil belajar siswa akan meningkat “.
2.3 Indikator Kinerja
Adapun yang menjadi indikator kinerja pada penelitian ini, diharapkan
dari jumlah siswa 21 orang atau 75% hasil belajarnya masih rendah akan