• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1.1Definisi persepsi

Persepsi adalah sebuah proses menerima dan menganalisis informasi atau penafsiran atas adanya sensasi yang masuk ke pancaindra dalam mengenal objek eksternal setelah melalui proses penyandian internal dalam otak. Persepsi juga dapat diartikan sebagai proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan internal. Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna (Nasir dkk, 2009)

Persepsi bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka persepsi dapat dikemukakan karena perasaan dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu struktur, hasil persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan yang lain karena sifatnya sangat subjektif (Walgito, 2004).

Persepsi sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal. Jika persepsi kita tidak akurat, maka tidak mungkin bisa berkomunikasi secara efektif. Persepsi digambarkan sebagai sebuah kesan yang merupakan nuansa rasa manusia kepada objek tertentu berupa barang atau orang. Kita terkesan karena ada sesuatu yang menarik dari objek tersebut (Nasir dkk, 2009).

(2)

Menurut Sunaryo (2004) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah adanya objek yang dipersepsi, adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi, adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus, saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

1.2Faktor yang mempengaruhi persepsi

Robbins (2003) menyatakan bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi yaitu:

1) Pelaku persepsi (perceiver)

Hal yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

2) Objek atau sasaran persepsi

Sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

3) Konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.

Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum

(3)

alam tetapi tidak mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada manusia. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh pengandaian-pengadaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu (Robbins, 2003).

1.3 Fungsi persepsi

Menurut Nasir, dkk (2009) beberapa fungsi persepsi adalah sebagai berikut (1). menentukan kita dalam memilih pesan (2). menentukan proses penyandian dari sensasi yang telah ada (3). mempelajari isi pesan (4). memberikan petunjuk untuk menginterpretasikan sebuah stimulus (5). sebagai peringatan ada stimulus yang masuk.

2. Keluarga

2.1 Definisi keluarga

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO, 1962 dikutip dari Mubarak, 2006). Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat, yang terdiri dari suami, istri dan anak atau ayah, ibu, anak. Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang maing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek, dan nenek (Reisner, 2006). Duvall dan

(4)

Logan (1986 dalam Setyowati, 2008) juga menguraikan definisi keluarga yaitu sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta social dari tiap anggota keluarga.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta social dari tiap anggota keluarga.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah (1). terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi (2). anggota keluarga biasanya hidup bersama atau ika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain (3). anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik (4). mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan social anggota.

Keluarga merupakan suatu sistem yang mempunyai anggota yaitu: ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut. Sebagai suatu sistem, keluarga merupakan sistem terbuka sehingga dapat dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu lingkungan atau masyarakat atau sebaliknya. Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat secara biologi, psikologi, social dan spiritual.

(5)

2.2 Fungsi keluarga

Fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998 dalam Setyowati, 2008) yaitu:

1. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Setiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan berhubungan dalam keluarga.

2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi

Fungsi ini adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meniggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.

3. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit terkontrol. fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga

(6)

4. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah, dan lain-lain.

5. Fungsi pemeliharaan kesehatan

Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Pengetahuan keluarga juga tentang sehat-sakit juga mempengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

2.3 Tugas kesehatan keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1998 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009) adalah sebagai berikut:

1. Mengenal masalah kesehatan

Mengenal gangguan perkembangan kesehatan tiap anggota keluarga merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi kekuatan sumber daya keluarga. Sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab dan

(7)

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

Keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, keluarga merasakan adanya masalah kesehatan, dan membawa anggota keluarga yang sakit ke rumah sakit terdekat atau pos pelayanan kesehatan terdekat. 3. Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit

Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal antara lain keadaaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi dan perawatannya), sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap penyakit. 4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

Mempertahankan hubungan kepribadian anggota keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

(8)

2.4 Peran anggota keluarga terhadap lansia

Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perananya terhadap lansia, yaitu melakukan pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia, membantu dalam hal transportasi, membantu memenuhi sumber-sumber keuangan, memberikan kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, memberikan kasih sayang, menyediakan waktu, memperhatikan lansia, jangan menganggapnya sebagai beban, memberikan kesempatan untuk tinggal bersama, mintalah nasihatnya dalam peristiwa-peristiwa penting, mengajaknya dalam acara-acara keluarga, membantu mencukupi kebutuhannya, memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan di luar rumah termasuk pengembangan hobi, membantu mengatur keuangan, mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat, mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun di luar rumah, pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama, dan memberi perhatian yang baik terhadap orangtua yang sudah lanjut (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).

(9)

2.5 Alasan lansia perlu dirawat di lingkungan keluarga

a) Keluarga merupakan unit pelayanan keperawatan dasar

b) Tempat tinggal bersama keluarga merupakan lingkungan yang alamiah dan damai bagi lansia , jika keluarga tersebut bisa menciptakan hubungan yang harmonis.

c) Kesejahteraan dan kemampuan keluarga untuk menentukan pilihan merupakan prinsip-prinsip untuk mengarah kepada pengmbilan keputusan. d) Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga adalah proses

aktif yang merupakan kesepakatan antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan.

e) Perawat kesehatan masyarakat memberikan pelayanan kesehatan utama kepada keluarga untuk mempertahankan dan meningkatkan keseehatan. f) Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier dilakukan apabila perawatan

kesehatan dilakukan oleh kelurga dengan bimbingn tenaga kesehatan.

g) Proses keperawatan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan.

h) Kontrak keluarga dan perawat dalam pelayanan keerawatan merupakan cara yang efektif intuk mencapai tujuan.

i) Konseling dan pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengarahkan interaksi keluarga dan perawat.

j) Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah oleh keluarga atau lansia, dengan perawat ahli pemberi pelayanan, konselor, pendidik, pengelola, fasilitator, dan koordinator pelayanan kepada lansia (Mubarak, 2009).

(10)

3. Lansia

3.1Defenisi lansia

Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua makhluk hidup. Dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Lanjut usia adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Mubarak, 2006).

Masa usia lanjut merupakan masa yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang dikaruniai umur panjang.

3.2 Klasifikasi lansia

Dalam UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Pengelompokan lansia menurut Departemen Kesehatan meliputi:

a. Kelompok pertengahan umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)

b. Kelompok usia lanjut dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

c. Kelompok usia lanjut

(11)

d. Kelompok usia lanjut dengan risiko tinggi

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

Sedangkan menurut WHO lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun. b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun. c. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun. d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

3.3 Perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Nugroho (2008) menyatakan adapun perubahan yang terjadi pada lansia tersebut terbagi atas perubahan fisik yang meliputi perubahan pada sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan dan sistem muskuloskletal.

Perubahan yang terjadi pada sel adalah lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%. Pada sistem persarafan terjadi berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel otaknya dalam setiap harinya), lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indra, yaitu berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu

(12)

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin dan kurang sensitif terhadap sentuhan.

Pada sistem pendengaran terjadi gangguan pada pendengaran yaitu hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi dan nada yang rendah, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata yang diucapkan, membran timpani menjadi mengecil menyebabkan terjadinya kerapuhan pada membran tersebut, terjadi pengumpulan serumen dan mengeras karena meningkatnya keratin dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/ stres. Sedangkan pada sistem penglihatan terjadi pada pupil yaitu timbul kekakuan dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk bulat (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) hingga menjadi katarak, menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang; berkurang luas pandangannya dan berkurangnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala ukur.

Pada sistem muskuloskeletal terjadi tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi pendek dan tendon mengerut serta mengalami skelerosis. Sementara perubahan mental yang terjadi pada lansia lebih disebabkan oleh adanya perubahan fisik, organ perasa, kesehatan secara umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, memori jangka panjang dan jangka pendek,

(13)

intelegency dan kemampuan komunikasi verbal dan berkurangnya keterampilan psikomotor serta perubahan psikososial pada lansia (Nugroho, 2008).

Perubahan status gizi pada lansia lebih disebabkan pada perubahan lingkungan maupun faali tubuh dan status kesehatan lansia. Perubahan tersebut semakin nyata pada kurun usia 70-an. Faktor lingkungan meliputi perubahan kondisi ekonomi akibat pensiun, isolasi sosial karena hidup sendiri setelah pasangan meninggal dunia dan rendahnya pemahaman gizi akan memperburuk keadaan gizi lansia. Faktor kesehatan yang mempengaruhi status gizi adalah timbulnya penyakit degeneratif dan non generatif yang berakibat pada perubahan dalam asupan makanan dan perubahan penyerapan zat gizi (Darmojo, 2004).

4. Posyandu lansia

4.1 Pengertian posyandu lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Sementara menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu lanjut

(14)

usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkembangkan posyandu lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007). Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan posyandu lansia, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI, 2004).

Selain itu posyandu lansia merupakan perwujudan pelaksanaan program pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia, sebagai suatu forum komunikasi dalam bentuk peran serta masyarakat usia lanjut, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan tingkat kesehatan secara optimal.

(15)

4.2Tujuan dan sasaran posyandu lansia 4.2.1 Tujuan umum posyandu lansia

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.

4.2.2 Tujuan khusus posyandu lansia

a. Meningkatkan kesadaran para lansia untuk membina sendiri kesehatannya.

b. Meningkatkan kemampun dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam menghayati dan mengatasi kesehatan lansia.

c. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan lansia. d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan lansia.

4.2.3 Sasaran pembinaan posyandu lansia

Sasaran pelaksanaan pembinaan kelompok usia lanjut dibagi menjadi dua antara lain ;

a. Sasaran langsung, meliputi kelompok pra-lansia (usia 45-59 tahun), lansia (usia 60-69), lansia risiko tinggi ( usia >70 tahun) atau lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

b. Sasaran tidak langsung, antara lain (1), keluarga di mana lansia berada (2), masyarakat di lingkungan lansia berada (3), organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia (4), petugas kesehatan yang melayani kesehatan (5), masyarakat luas (Depkes RI, 2005).

(16)

4.3 Jenis-jenis pelayanan kesehatan dan kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan dalam posyandu lansia

1. Pemeriksaan kesehatan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) lansia yaitu : a. Pemeriksaan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar dalam

kehidupan (makan, minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik/turun, tempat tidur, buang air besar/kecil dan lain-lain).

b. Pemeriksaan status mental, yang berhubungan dengan mental emosional, dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

c. Pemeriksaan status gizi, melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, yang dicatat dicocokan pada grafik IMT (Indeks Massa Tubuh) pada KMS lansia untuk dapat mengetahui berat badan lansia lebih atau kurang atau normal.

d. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stestokop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader.

e. Pemeriksaan darah (butir darah merah = hb = haemoglobin) menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh kader.

f. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan dibantu oleh kader.

2. Penyuluhan kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan serta kondisi masing-masing.

(17)

3. Konseling, apabila diperlukan dilakukan petugas kesehatan.

4. Rujukan, dilakukan oleh kader kepada petugas kesehatan di puskesmas atau ke rumah sakit setempat.

5. Kunjungan rumah, dilakukan oleh kader (atau disertai petugas kesehatan), kepada lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan kesehatannya.

6. Kegiatan lain-lain, seperti: kegiatan olahraga dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmaninya, pemberian makanan tambahan memberikan contoh menu makanan bagi lansia yang memperhatikan aspek kesehatan dan gizi dengan menggunakan bahan setempat, rekreasi, kerohanian, arisan, forum diskusi, penyaluran dan pengembangan hobi, kegiatan yang bersifat produktif seperti peningkatan pendapatan/ekonomi bagi lansia.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat (Depkes RI, 2003).

4.4Kader Posyandu Lansia

Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu lansia dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu lansia atau bila mana sulit mencari kader dari anggota posyandu lansia dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.

(18)

Persyaratan untuk menjadi kader antara lain :

a. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

b. Mau dan mampu bekerja secara sukarela. c. Bisa membaca dan menulis huruf latin. d. Sabar dan memahami lansia.

Peran kader lansia antara lain :

Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat.

a. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi.

b. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan. c. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak lansia untuk hadir

dan berpartisipasi di posyandu lansia, memberikan penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat.

d. Melaksanakan kegiatan di posyandu lansia yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan lansia.

(19)

4.5 Upaya kegiatan posyandu lansia

Pelaksanaan kegiatan kesehatan usia lanjut secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk rujukannya.

1. Kegiatan Promotif

Meningkatkan semangat hidup bagi lansia agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan.

2. Kegiatan Preventif

Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun kompilikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit lansia.

3. Kegiatan Kuratif

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi usila yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas dan dokter praktek swasta.

4. Kegiatan Rehabilitatif

Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun. Upaya ini dapat berupa memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat Bantu, mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental penderita.

(20)

5. Kegiatan Rujukan

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara vertikal dari tingkat pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit secara horizontal ke sesama tingkat pelayanan yang mempunyai sarana yang lebih lengkap.

Komponen kegiatan terhadap kelompok usia lanjut (sasaran langsung) dan keluarga, masyarakat (sasaran tidak langsung).

a) Kelompok usia lanjut (sasaran langsung)

i. Menyelenggarakan paket pembinaan bagi kelompok usia 45-59 tahun, dengan kegiatan meliputi penyuluhan (KIE), pelayanan kesehatan, pelayanan gizi dan psikososial agar dapat mempersiapkan diri menghadapi masa tua.

ii. Menyelenggarakan paket pembinaan bgi kelompok usia ≥ 60-69 tahun meliputi penyuluhan (KIE), pelayanan kesehatan, gizi dan psikososial agar dapat mempertahankan kesehatannya sehingga dapat tetap produktif.

iii.Menyelenggarakan paket pembinaan bagi kelompok sasaran usia lanjut dengan risiko tinggi yang meliputi penyuuha (KIE), pelayanan kesehatan, gizi dan psikososial agar dapat selama mungkin mempertahankan kemandirian.

(21)

b) Keluarga dan masyarakat (sasaran tidak langsung)

Menyelenggarakan paket pembinaan melalui upaya penyuluhan (KIE) dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pada keluarga, masyarakat termasuk organisasi masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan usia lanjut.

4.6 Penyelenggaraan posyandu lansia

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia, mekanisme penyelenggaraan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut : Tahap pertama yaitu pendaftaran anggota posyandu lansia sebelum pelaksanaan pelayanan. Tahap kedua yaitu pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan lansia serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Tahap ketiga yaitu pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan status mental. Tahap keempat yaitu pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana). Tahap kelima yaitu pemberian penyuluhan dan konseling (Depkes RI, 2003).

a. Waktu penyelengaraan

Penyelenggaraan Posyandu lansia pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka Posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).

(22)

b. Tempat penyelengaraan

Tempat penyelengaran kegiatan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).

4.7 Sarana dan prasarana

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :

a. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) b. Meja dan kursi

c. Alat tulis

d. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu)

e. Kit lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer.

f. KMS (kartu menuju sehat) lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah,

andersoni yang ditemukan adalah 311 ekor, sebagian besar ditemukan pada usus (82,96%), sisanya pada lambung dan cecum dengan jumlah cacing per individu inang adalah 1-66.. Jenis

Termasuk semua hambatan tetap (kolom, elevator, tangga, dan lain-lain). Cari daerah penerima dan pengiriman.. Cari berbagai jenis penyimpanan. Menetapkan bahan-bahan untuk

Bab ketiga adalah berisi tentang pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kranji kecamatan Paciran kabupaten, yang meliputi praktik bilas

bahwa Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (PS PDS I) Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya periode Juli 2015 diperuntukkan bagi calon mahasiswa

Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut

Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan mencoba membuat suatu perangkat lunak sistem penentuan pemilihan jenis ikan untuk kolam, dimana aplikasi ini akan di

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan prototipe model dan perangkat pembelajaran pemecahan masalah (PPM) matematika berorientasi kearifan lokal Bali untuk siswa