• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Dahulu di Kampung Sukaresmi, Kelurahan Citeureup, Kota Cimahi, hampir setiap keluarga memproduksi tahu. Oleh karena itu, kampung tersebut terkenal sebagai “Kampung tahu Citeureup”. Pada tahun 1970, sebanyak 14 pembuat tahu bermukim di kawasan tersebut. (Febriani, 2013). Kampung yang termasuk ke dalam Kecamatan Cimahi Utara tersebut dari arah Bandung dapat di akses melalui jalan Jenderal Amir Mahmud diteruskan ke jalan Kolonel Masturi dan terakhir ke jalan Citeureup yang sekarang dikenal dengan jalan Encep Kartawiria yang dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup

Sumber: diolah dari Google Maps dan Wikimapia Keterangan:

Kampung Tahu Citeureup, Cimahi.

Pada tahun 2009 dari data Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013) tercatat sebanyak 7 pembuat tahu yang bermukim di kelurahan Citeureup. Mayoritas pembuat tahu berada di Jalan Kandaatmaja, yaitu:

1) Tahu H. Nugraha, Jl. Kandaatmaja No. 57 Rt. 04/14, Kel. Citeureup. 2) Tahu Kartama, Jl. Kandaatmaja No. 65 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 3) Tahu Afuk, Jl. Kandaatmaja No. 74 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 4) Tahu Ohim, Jl. Kandaatmaja No. 77 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 5) Tahu Ente Sunarya, Jl. Kandaatmaja No. 84 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 6) Tahu Ade Tatang, Jl. Kandaatmaja No. 101 Rt.05/14, Kel. Citeureup. 7) Tahu/Tempe Endin Ajudin, Jl. Sukaresmi Rt. 04/02, Kel. Citeureup.

(2)

2 1.2 Latar Belakang Penelitian

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian Indonesia. Hal tersebut berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM (2012) rata-rata setiap tahun persentasi jumlah UMKM berbanding usaha besar adalah 99,99 : 0,01. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97,16 % tenaga kerja nasional atau menyerap 34 kali lipat dibandingkan dengan usaha besar. Tetapi dengan jumlah yang besar tersebut kontribusi masing-masing jenis UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional masih di bawah usaha besar. Pada tahun 2012 kontribusi usaha mikro 35,81 %, usaha kecil 9,68 %, dan usaha menengah 13,59 %. Sedangkan usaha besar 40,92 %. Hal tersebut dikarenakan rata-rata pertumbuhan per tahun UMKM sangat tidak signifikan. Pertumbuhan usaha mikro menjadi usaha kecil 0,051 %, usaha kecil menjadi usaha menengah 0,405 %, dan usaha menengah menjadi usaha besar 0,190 %. (diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM (2009), (2010), (2011), dan (2012))

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013: 22), Provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam tiga besar berdasarkan persentasi kontribusi struktur PDB Nasional yaitu sebesar 13,88 %, di bawah DKI Jakarta sebesar 16,46 % dan Jawa Timur sebesar 14,98 %. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Jawa Barat menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2: Grafik Perkembangan Kontribusi Masing-Masing Lapangan Usaha Terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 2008-2013 (Persen)

Sumber: diolah dari BPS Jawa Barat (2012) dan (2014)

11,95

1,74

34,56

2,73

4,4

24,44

8,2

3,01

8,98

35,69 37,16 37,8 40,77 11,45 2,35 43,7 2,67 3,41 20,51 5,75 2,72 7,44 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi

Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(3)

3

Berdasarkan Gambar 1.2 rata-rata kontribusi Industri Pengolahan di Jawa Barat terhadap struktur PDRB mengalami penurunan 1,83 % per tahun dan 9,14 % dibanding lima tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan dalam lima tahun terakhir berdasarkan Gambar 1.2 hampir semua sektor ekonomi mengalami peningkatan kinerja sehingga menekan kinerja kontribusi Industri Pengolahan dan turunannya. Salah satu turunan Industri Pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau. Berdasarkan data yang diolah dari BPS Jawa Barat (2012) rata-rata kontribusi industri makanan, minuman, dan tembakau terhadap struktur PDRB Jawa Barat mengalami penurunan 0,195 % per tahun.

Dari berbagai Kota dan Kabupaten yang berada di Jawa Barat, salah satu Kota yang mengandalkan industri makanan sebagai roda perekonomian adalah Kota Cimahi. Berdasarkan data Diskopindagtan Kota Cimahi (2013), 43,50 % dari struktur jumlah UMKM Kota Cimahi adalah jenis komoditi makanan dengan jumlah 3.097 unit usaha. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar dan menghasilkan keuntungan sebesar 31,286 miliar per Februari 2013 serta menyerap 42,86 % dari total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap UMKM Kota Cimahi. Jumlah industri makanan di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1: Struktur Jumlah Industri Pengolahan Kota Cimahi Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha

Tahun 2011 Jumlah (Unit)

Distribusi Jumlah (%) Nilai Tambah /PDRB (%) Industri Pengolahan Industri Kecil dan Rumah Tangga Industri Sedang dan Besar Industri Kecil dan Rumah Tangga Industri Sedang dan Besar Makanan, Minuman dan Tembakau 441 16 46,96 12,40 1,61

Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki

131 65 13,95 50,39 91,80

Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet

- 24 0 18,61 2,30

Logam Dasar Besi,dan Baja

41 5 4,37 3,88 1,41

Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya

60 1 6,39 0,78 2,88

Semen dan Barang Galian Bukan Logam

- 2 0 1,56

Kertas dan Barang Cetakan

- 2 0 1,56

Alat Angkut, Mesin, dan Peralatannya

- 12 0 9,26

Barang Lainnya 266 2 28,33 1,56

Total 939 129 100,00 100,00 100,00

Sumber: diolah dari BPS Kota Cimahi (2012a), (2012b), (2013b), dan (2013d)

Berdasarkan pada Tabel 1.1 industri makanan dalam skala industri kecil dan rumah tangga memiliki jumlah paling banyak dengan distribusi sebesar 46,96 % dari total jumlah jenis industri

(4)

4

kecil dan rumah tangga lainnya. Dalam skala industri sedang dan besar jumlahnya tergolong sedikit dengan distribusi sebesar 12,40 %.

Dari data BPS Kota Cimahi (2012c) Industri Pengolahan menghasilkan 4.019,59 miliar bagi PDRB Kota Cimahi. Berdasarkan Tabel 1.1 distribusi nilai tambah industri makanan dan minuman terhadap PDRB yang dihasilkan Industri Pengolahan sangat kecil sebesar 1,61 %, terlebih jika dibandingkan dengan industri tekstil yang berkontribusi 91,80 %. Menurut BPS Kota Cimahi (2013d) hal tersebut terjadi dikarenakan industri makanan dan minuman keberadaannya terlihat cukup banyak di Kota Cimahi, namun pada umumnya perusahaan itu pada level usaha mikro dan kecil. Dimana nilai tambah yang dihasilkan relatif kecil. Selain itu, disebabkan pertumbuhan industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga menjadi industri sedang dan besar tidak signifikan. Gambar 1.3 menunjukkan pertumbuhan industri makanan Kota Cimahi.

Gambar 1.3: Pertumbuhan Industri Makanan di Kota Cimahi Tahun 2011

Sumber: diolah dari BPS Kota Cimahi (2012a), (2012b), (2013a), (2013b), dan (2013c)

Berdasarkan Gambar 1.3, pertumbuhan jumlah industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga tahun 2011 mencapai 4,26 %. Struktur industri kecil dan menengah terhadap industri makanan keseluruhan mencapai 96,36 % pada tahun 2010, meningkat menjadi 96,50 % pada tahun 2011. Dari jumlah yang banyak tersebut dalam periode tersebut, tidak ada satu pun dari industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga yang berhasil menjadi industri sedang dan besar. Dengan demikian, pertumbuhan industri makanan di Kota Cimahi pada periode tersebut kurang signifikan sehingga kontribusi industri makanan terhadap PDRB Kota Cimahi relatif kecil.

Dari data yang terdapat pada Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013) terdapat 54 unit usaha yang termasuk dalam industri pangan. Dari data tersebut yang termasuk dalam industri rumah tangga berjumlah 27 unit usaha, industri kecil 15 unit usaha, dan industri sedang 9 unit usaha. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.2.

423 441 16 16 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Tahun 2010 Tahun 2011 Industri Kecil dan Rumah Tangga Industri Sedang dan Besar

(5)

5

Tabel 1.2: Jumlah Jenis Usaha Industri Pangan Kota Cimahi Menurut Jenis Industri

Jenis Industri

Jenis Usaha

Jumlah Kerupuk Tahu Tempe Kue Kecap Biskuit Keripik Toge Lainnya

Industri Rumah Tangga 4 8 2 3 - - 4 4 2 27 Industri Kecil 8 1 - - - 6 15 Industri Sedang 4 - - - 1 1 - - 3 9 Industri Besar - - - - 1 1 - - 1 3 Jumlah 16 9 2 3 2 2 4 4 12 54

Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013)

Dari Tabel 1.2 proporsi industri rumah tangga terhadap jumlah industri pangan Kota Cimahi menjadi yang terbesar dengan distribusi sebesar 50,00 %. Sedangkan industri kecil dan industri sedang masing-masing berkontribusi 27,78 % dan 16,67 %. Berdasarkan data tersebut dalam skala industri rumah tangga, industri dengan jenis usaha tahu menjadi yang terbesar. Kontribusi jumlah industri tahu pada industri pangan berskala industri rumah tangga paling tinggi sebesar 29,63 %. Perajin tahu yang berada di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3: Perajin Tahu di Kota Cimahi

No. Nama Perusahaan/

Perajin Alamat Perusahaan

Jumlah Tenaga Kerja 1 Tahu Sumedang

Wala

Jl. Cilember Rt.04/06, Kel. Cigugur

Tengah, Kec. Cimahi Tengah 4 2 Tahu H. Nugraha Jl. Kandaatmaja No. 57 Rt. 04/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 2 3 Tahu Kartama Jl. Kandaatmaja No. 65 Rt. 03/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 3 4 Tahu Afuk Jl. Kandaatmaja No. 74 Rt. 03/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 2 5 Tahu Ohim Jl. Kandaatmaja No. 77 Rt. 03/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 2 6 Tahu Ente Sunarya Jl. Kandaatmaja No. 84 Rt. 03/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 1 7 Tahu Ade Tatang Jl. Kandaatmaja No. 101 Rt.05/14,

Kel. Citeureup, Kec. Cimahi Utara 2 8 Tahu/Tempe Endin

Ajudin

Jl. Sukaresmi Rt. 04/02, Kel.

Citeureup, Kec. Cimahi Utara 12 9 Pabrik Tahu

Warkana

Kp.Anggaraja Rt. 04/07, Kel.

Cipageran, Kec. Cimahi Utara 2 Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013)

(6)

6

Pada Tabel 1.3 industri tahu yang berada di Kota Cimahi rata-rata dapat mempekerjakan tiga orang. Jumlah tenaga kerja paling tinggi mempekerjakan 12 orang sedangkan paling rendah satu orang tenaga kerja. 88,89 % industri tahu diantaranya berskala industri rumah tangga.

Berdasarkan fenomena yang peneliti amati, pada tahun 2013 industri tahu di Indonesia khususnya Jawa Barat termasuk Kota Cimahi di dalamnya mengalami hambatan dalam hal penyediaan bahan baku utama yaitu kedelai. Apabila perajin tahu tidak dapat memenuhi bahan baku utama ini tentunya dapat sangat merugikan kelangsungan hidup usaha. Berdasarkan data yang diperoleh dari TPI Bank Indonesia (2013) produksi kedelai nasional belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional sehingga terjadi defisit akan kebutuhan kedelai di Indonesia. Produksi kedelai nasional adalah 783.160 ton sedangkan kebutuhan sebagai bahan makanan termasuk dibutuhkan oleh perajin tahu sebesar 1.849.843 ton. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai harus mengimpor dari berbagai negara. Impor kedelai Indonesia mencapai 65,13 % dari total kebutuhan kedelai nasional. Pada akhir Agustus 2013 nilai tukar rupiah pada sejumlah bank mendekati Rp 12.000,00 (Galamedia, 2013, 29 Agustus). Penurunan nilai rupiah tersebut tentunya berpengaruh terhadap kenaikan harga komoditas kedelai di Indonesia yang sebagian besar didapat dari hasil impor. Kenaikan harga kedelai selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4: Kenaikan Harga Kedelai Tahun 2010-2013 (Dalam Rupiah)

Sumber: diolah dari Kementerian Perdagangan (2013)

Pada Gambar 1.4 dari tahun 2010 hingga 2013 harga kedelai lokal dan impor terus mengalami kenaikan. Peningkatan harga pada bulan September 2010 dibandingkan September 2013 untuk kedelai lokal dan impor masing-masing mengalami kenaikan 20,75 % dan 35,35 %.

Kenaikan harga kedelai tersebut tentunya sangat merugikan perajin tahu skala industri rumah tangga khususnya yang berada di Kota Cimahi karena keuntungan yang diperoleh semakin kecil.

8820 8541 8857 8794 8948 8903 9734 9558 9699 9769 10051 10068 10031 10888 10650 7892 7990 7602 8398 8281 8349 9059 9357 9434 9383 9425 9510 9600 10511 10681 7000 7500 8000 8500 9000 9500 10000 10500 11000 P er io d e S ep -10 D es -10 A p r-11 A g u st -11 D es -11 A p r-12 A g u st -12 D es -12 A p r-13 Me i-13 Ju n -13 Ju l-13 A g u st -13 S ep -13 O k t-13 Kedelai Lokal Kedelai Impor

(7)

7

Salah satu kerugian tersebut dikarenakan laba bersih tidak dapat menutupi biaya produksi yang meningkat. Fenomena yang peneliti amati dari kenaikan bahan baku kedelai tersebut, pada tanggal 9-11 September 2013 perajin tahu dan tempe di Indonesia sepakat untuk menghentikan produksi selama tiga hari pada tanggal tersebut dan di Jawa Barat potensi kerugian dari aksi itu ditaksir mencapai 1,2 miliar per hari. (Pikiran Rakyat, 2013).

Menurut Astamoen (2008: 239) rugi termasuk bentuk kegagalan. Sehingga masalah yang timbul dan menyebabkan kerugian dalam penyediaan bahan baku kedelai bagi perajin tahu dapat menjadi temuan awal untuk meneliti lebih lanjut berbagai penyebab kegagalan pada perajin tahu. Disisi lain belum tentu juga permasalahan dalam penyediaan bahan baku dialami oleh perajin tahu skala industri rumah tangga di Kota Cimahi yang pada Tabel 1.3 mayoritas bermukim di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara. Dengan demikian, ditekankan kembali perlu untuk diteliti lebih lanjut.

Kebanyakan persepsi di masyarakat mengenai bentuk kegagalan usaha adalah kebangkrutan. Tetapi dalam penelitian ini peneliti mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Astamoen (2008: 239) mengenai berbagai bentuk kegagalan, diantaranya tidak tercapainya tujuan seperti yang direncanakan semula, kalah, rugi, bangkrut, batal, tertipu, terpedaya, terkecoh, celaka, ditolak, disisihkan, diabaikan, tidak lulus, dan tidak ada kemajuan.

Mengenai tidak ada kemajuan dilihat secara umum, mengacu pada data dari Febriani (2013) di daerah Citeureup pada dekade 1970 sebanyak 14 pembuat tahu bermukim di daerah tersebut, sehingga terkenal dengan sebutan “Kampung Tahu Citeureup”, tetapi saat ini hanya tersisa satu pengrajin tahu yang masih bertahan. Pada tahun 2009 berdasarkan pada data Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013), perajin tahu di daerah Citeureup tercatat sebanyak tujuh perajin tahu. Dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5: Perkembangan Jumlah Perajin Tahu di Citeureup, Cimahi Utara (Unit)

Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian

DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (2013) dan Febriani (2013) 14 7 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Tahun 1970 Tahun 2009 Agustus_2013 Perajin Tahu Citeureup, Cimahi …

(8)

8

Dari Gambar 1.5 di daerah Citeureup usaha tahu mengalami penurunan jumlah setiap tahunnya. Setelah menurun sebanyak 50,00 % perajin tahu antara tahun 1970-2009, jumlah perajin tahu di daerah Citeureup tidak mengalami kemajuan, bahkan terus menurun hingga menyisakan satu perajin tahu saja hingga saat ini.

Berdasarkan survei peneliti, perajin tahu di daerah Citeureup terus mengalami penurunan kapasitas produksi dibandingkan masa puncaknya, dengan kata lain tidak ada kemajuan. Mereka memiliki keinginan agar usaha terus berlanjut, tetapi yang terjadi sebaliknya. Tidak ada kemajuan dan tidak tercapainya tujuan seperti yang direncanakan semula menurut Astamoen (2008: 239) termasuk dalam kegagalan usaha. Walaupun tidak ada kemajuan terdapat perajin tahu yang masih bertahan dikarenakan tidak ada keahlian lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan perajin tahu yang sudah tutup walaupun memiliki keinginan agar usaha tahu terus berlanjut tetapi memutuskan untuk beralih profesi, selebihnya faktor usia sudah memasuki usia tua. Tetapi belum diketahui apa yang terjadi dengan usaha tahu yang pernah dimiliki sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha tahu, baik oleh perajin tahu sendiri maupun anggota keluarga yang lain. Berharap jumlah perajin tahu di daerah Citeureup dapat dipertahankan, tidak mengalami sebaliknya yaitu tidak ada kemajuan dalam jumlah perajin tahu di daerah Citeureup.

Fenomena lainnya yang peneliti amati, diolah dari data BPS Kota Cimahi (2010) rata-rata setiap tahun penduduk Kota Cimahi meningkat 2,682 %, di Kecamatan Cimahi Utara meningkat 3,905 % setiap tahun, dan diolah dari data PEMKOT Cimahi (2014) jumlah penduduk di Kelurahan Citeureup diatas rata-rata jumlah penduduk di setiap Kelurahan. Peningkatan jumlah penduduk berkorelasi dengan peningkatan permintaan terhadap barang. Itu merupakan peluang tersendiri bagi perajin tahu. Sebagaimana diketahui hampir setiap orang mengetahui dan pernah memakan tahu. Tetapi dengan adanya peluang tersebut, jumlah perajin tahu di daerah Citeureup justru mengalami penurunan dan semakin menjauh untuk mencapai keberhasilan usaha. Menurut Suryana dan Bayu (2011: 216), keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal.

Zimmerer, et.al. (2008: 39) menyebutkan terdapat beberapa faktor internal yang menyebabkan kegagalan usaha ketidakmampuan manajemen, kurang pengalaman, pengendalian keuangan yang buruk, lemahnya usaha pemasaran, kegagalan mengembangkan perencanaan strategis, pertumbuhan yang tak terkendali, lokasi yang buruk, pengendalian persediaan yang tidak tepat, penetapan harga yang tidak tepat, dan ketidakmampuan membuat “transisi kewirausahaan”. Semua faktor internal penyebab kegagalan tersebut dapat diklasifikasikan juga pada kelemahan aspek manajemen usaha kecil. Menurut Suparyanto (2012: 38) kelemahan aspek manajemen terdiri dari aspek manajemen pemasaran, aspek manajemen operasi, aspek manajemen sumber daya, dan aspek manajemen keuangan. Berdasarkan elemen yang mempengaruhi kinerja yang dikemukakan Kuratko dan Hodgetts (2004: 400) ditarik kesimpulan bahwa sifat wirausahawan, proses pendirian termasuk didalamnya proses kreativitas dan proses

(9)

9

inovasi, dan karakteristik jenis usaha termasuk ke dalam faktor internal perusahaan. Sedangkan lingkungan termasuk ke dalam faktor eksternal perusahaan.

Lingkungan yang termasuk ke dalam faktor eksternal penyebab kegagalan dibagi ke dalam lingkungan spesifik/mikro dan lingkungan umum/makro. Menurut Sule dan Saefullah (2010: 62) lingkungan mikro terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok, partner strategis, dan pemerintah. Lingkungan makro menurut Griffin dan Ebert (2007: 29) terdiri dari lingkungan ekonomi, lingkungan teknologi, lingkungan hukum-politik, dan lingkungan sosial-budaya. Dalam penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2011 oleh Larasati Tika Pratiwi, sifat wirausahawan, proses pendirian, karakteristik jenis usaha, dan lingkungan digunakan juga sebagai faktor penyebab keberhasilan usaha sedangkan dalam penelitian ini termasuk dalam dimensi kegagalan usaha.

Berdasarkan hal tersebut, menumbuhkan minat penulis untuk meneliti kegagalan suatu usaha. Peneliti memilih daerah Citeureup sebagai tempat penelitian karena perajin tahu di daerah tersebut dalam kurun waktu 33 tahun tinggal menyisakan satu perajin tahu sehingga perlu untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup. Selain itu, Kota Cimahi berdekatan dengan tempat tinggal peneliti sehingga dapat menekan biaya dan memudahkan dalam melaksanakan kegiatan operasional penelitian.

Dengan demikian, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengidentifikasi kegagalan usaha dari perajin tahu yang berasal dari Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara dengan judul penelitian “Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Kegagalan Usaha pada Industri Tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi (Studi Kasus pada Usaha Tahu di Kampung Sukaresmi Tahun 2014)”.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa saja faktor internal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi?

2. Apa saja faktor eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi?

3. Apa saja strategi khusus untuk mencapai keberhasilan pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi?

(10)

10 1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor internal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi.

2. Mengidentifikasi faktor eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi.

3. Mengidentifikasi strategi khusus untuk mencapai keberhasilan pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kegunaan penelitian ini terbagi dalam dua aspek yaitu :

1. Aspek Teoritis

Kegunaan aspek teoritis bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang penelitian yang sama.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pertimbangan bagi pemilik usaha dalam menjalankan dan mengembangkan industri tahu yang dijalankan. Bagi pihak lain hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dan bahan masukan agar memperhatikan faktor internal dan eksternal penyebab kegagalan yang harus dihindari bagi pelaku industri tahu lainnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan oleh penulis.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan secara umum tinjauan objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN

Bab ini berisi rangkuman teori-teori yang berkaitan dengan penelitian untuk mendukung pemecahan masalah. Teori yang digunakan secara umum mengenai kewirausahaan berikut teori

(11)

11

untuk pemecahan masalah mengenai kegagalan usaha disertai penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan ruang lingkup penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian umum mengenai jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, objek penelitian, pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap analisis data yang diperoleh selama penelitian berlangsung.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang diberikan pada perusahaan yang bersangkutan berikut rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.

Gambar

Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup
Gambar 1.2: Grafik Perkembangan Kontribusi Masing-Masing  Lapangan Usaha Terhadap PDRB Jawa Barat Tahun 2008-2013 (Persen)
Tabel 1.1: Struktur Jumlah Industri Pengolahan Kota Cimahi Berdasarkan Lapangan Usaha
Gambar 1.3: Pertumbuhan Industri Makanan di Kota Cimahi Tahun 2011
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kosep dasar PNT yang dikembangkan oleh FAO (Ange, 1990) adalah mengembangkan penggunaan sumber daya yang tersedia setempat (organik, hayati dan mineral) secara

Pengadopsian standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas

: Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pasien DitinJau dari Per-spektif Ekonomi lslam pada RSUD dr.H.Abdul Moeloek Provinsi Lamnung. Dengan

kurang maksimalnya pelaksanaan pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal dan awak kapal sejauh ini petugas Pos Kerja hanya memeriksa dokumen yang masuk pada kantor

Sebelumnya telah kita ketahui bahwa buku bermanfaat untuk mem- bantu siswa dalam belajar, namun jika kegunaan buku tersebut masih membuat siswa tidak paham akan materi yang

e-mail: murtijas@arch.its.ac.id.. Banyaknya museum di Bali tidak menjamin masyarakat Bali mempelajari budaya Bali dengan baik bahkan ada di antara beberapa museum tersebut

Studi yang dilakukan menemukan bahwa kandungan serat, protein dan isoflavon pada makanan tradisional tempe yang juga tergolong indeks glikemik rendah yang memiliki

kemaksiatan di antara mereka, dan banyaknya kemungkaran di dalam masyarakat. Maka kesulitan, bencana, kekeringan, dan kelaparan yang menimpa mereka tidak bisa dihilangkan kecuali