• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi (achievement motivation) berarti dorongan yang menyebabkan terjadinya aktivitas–aktivitas seseorang untuk berprestasi. Motivasi ini dikatakan sebagai sesuatu yang melatarbelakangi terjadinya perilaku seseorang untuk berprestasi. Sedangkan menurut Mc.Clelland (dalam Walgito, 2010) motivasi berprestasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang muncul karena adanya suatu rangsangan yang menggerakkan individu untuk dapat menyelesaikan suatu tugas yang sifatnya menantang atau dapat bekerja dengan lebih baik, lebih cepat dan efisien untuk mencapai prestasi yang diinginkan.

Menurut Susanto dan Nurhayati (2013) motivasi berprestasi adalah dorongan seseorang untuk meraih kesuksesan. Kesuksesan bukanlah sesuatu yang instan, tetapi melalui proses yang panjang. Orang yang memiliki kecenderungan kuat untuk meraih prestasi selalu berusaha bekerja keras, berusaha mengatasi masalah, berkomitmen, dan berusaha lebih baik dibanding yang lain.

Winkel (2009) mengartikan motivasi berprestasi sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri yang dapat menimbulkan kegiatan, menjamin kelangsungan kegiatan dan memberikan arah pada kegiatan untuk

(2)

berprestasi demi tercapainya tujuan. Motivasi berprestasi merupakan penentuan diri yang mengarah pada keberhasilan dalam aktivitas tertentu di mana seseorang terlibat, misalnya dalam lingkup akademik, pekerjaan, maupun kompetisi olahraga.

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk berprestasi demi tercapainya tujuan. Biasanya seseorang yang memiliki motivasi tinggi, maka seseorang tersebut cenderung memiliki semangat yang tinggi dan tidak mudah patah semangat.

2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi

Menurut McClelland (dalam Walgito, 2010), ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi yaitu:

a. Mempunyai tanggung jawab pribadi.

Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan melakukan tugas sekolah atau bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siswa yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan akan puas dengan hasil pekerjaan karena merupakan hasil usahanya sendiri.

b. Menetapkan nilai yang akan dicapai atau menetapkan standar unggulan. Siswa menetapkan nilai yang akan dicapai. Nilai itu lebih tinggi dari nilai sendiri (internal) atau lebih tinggi dengan nilai yang dicapai oleh orang lain (eksternal). Untuk mencapai nilai yang sesuai dengan standar keunggulan, siswa harus menguasai secara tuntas materi pelajaran.

(3)

c. Berusaha bekerja kreatif.

Siswa yang kreatif memiliki motivasi tinggi, gigih dan giat menyelesaikan tugas menggunakan cara yang kreatif. Siswa mempergunakan beberapa cara belajar yang diciptakannya sendiri, sehingga siswa lebih menguasai materi pelajaran dan akhirnya memperoleh prestasi yang tinggi.

d. Berusaha mencapai cita-cita

Siswa yang mempunyai cita-cita akan berusaha sebaik-baiknya dalam belajar atau mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar. Siswa akan rajin mengerjakan tugas, belajar dengan keras, tekun dan ulet dan tidak mundur waktu belajar. Siswa akan mengerjakan tugas sampai selesai dan bila mengalami kesulitan ia akan membaca kembali bahan bacaan yang telah diterangkan guru, mengulangi mengerjakan tugas yang belum selesai. Keberhasilan pada setiap kegiatan sekolah dan memperoleh hasil yang baik akan memungkinkan siswa mencapai cita-citanya.

e. Memiliki tugas yang moderat.

Memiliki tugas yang moderat yaitu memiliki tugas yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Siswa dengan motivasi berpretasi yang tinggi, yang harus mengerjakan tugas yang sangat sukar, akan tetapi mengerjakan tugas tersebut dengan membagi tugas menjadi beberapa bahagian, yang tiap bagian lebih mudah menyelesaikanya.

f. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya

Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi akan melakukan semua kegiatan belajar sebaik mungkin dan tidak ada kegiatan lupa

(4)

dikerjakan. Siswa membuat kegiatan belajar dari mentaati jadwal tersebut. Siswa selalu mengikuti kegiatan belajar dan mengerjakan soal-soal latihan walaupun tidak disuruh guru serta memperbaiki tugas yang salah. Siswa juga akan melakukan kegiatan belajar jika ia mempunyai buku pelajaran dan perlengkapan belajar yang dibutuhkan dan melakukan kegiatan belajar sendiri atau bersama secara berkelompok.

g. Mengadakan antisipasi.

Mengadakan atisipasi maksudnya melakukan kegiatan untuk menghindari kegagalan atau kesulitan yang mungkin terjadi. Antisipasi dapat dilakukan siswa dengan menyiapkan semua keperluan atau peralatan sebelum pergi ke sekolah. Siswa datang ke sekolah lebih cepat dari jadwal belajar atau jadwal ujian, mencari soal atau jawaban untuk latihan. Siswa menyokong persiapan belajar yang perlu dan membaca materi pelajaran yang akan di berikan guru pada hari berikutnya.

Heckhausen & Heckhausen (2008) mengungkapkan karakteristik individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi. Menurutnya, orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri diantaranya: a. Berorientasi Sukses.

Bahwa jika individu diharapkan pada situasi berprestasi ia merasa optimis bahwa sukses akan diraihnya dalam mengerjakan tugas. Seseorang lebih terdorong oleh harapan untuk sukses dari pada menghindar tetapi gagal. b. Berorientasi Kedepan.

(5)

Bahwa seseorang mempunyai kehendak dan tujuan yang luhur di masa mendatang dengan memperhatikan waktu. Seseorang cenderung membuat tujuan-tujuan yang hendak dicapainya dalam waktu yang akan datang dan ia menghargai waktu serta ia lebih dapat menangguhkan pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu mendatang.

c. Suka Tantangan.

Seorang lebih suka jenis tugas yang cukup rawan antara sukses dan gagal. Dan hal itu menjadikan pendorong baginya untuk melaksanakan dengan sungguh-sungguh, suka situasi prestasi yang mengandung resiko yang cukup untuk gagal, dan suka akan perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai dengan kompetensi profesional yang dimiliki. Dengan demikian, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas motivasi dan pencapaian prestasi belajar pada siswa.

d. Tangguh.

Seorang apabila dihadapkan pada suatu tugas yang berat sekalipun tidak mudah menyerah, tetap bekerja dengan baik untuk mencapai prestasi terbaiknya dibanding dengan orang lain, dalam melakukan tugas-tugasnya menunjukkan keuletannya, dan tidak mudah putus asa dan berusaha terus sesuai dengan kemampuannya.

Motivasi berprestasi pada siswa sekolah akan terlihat dari usaha-usaha untuk mendapatkan nilai atau rangking tertinggi di kelas, sekolah maupun tingkat diatasnya. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi akan menunjukkan kemauan yang keras dan berusaha keras untuk berprestasi, serta

(6)

mempunyai tujuan dan orientasi jauh ke depan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberikan penekanan pada aspek-aspek motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh Heckhausen & Heckhausen (2008) yaitu berorientasi sukses, berorientasi ke depan, suka tantangan dan tangguh.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Menurut Woolfolk (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi terbagi menjadi dua sumber yaitu :

a. Faktor intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang timbul dari dalam diri seseorang untuk berbuat sesuatu (berprestasi) atau sesuatu yang mendorong bertindak seperti nilai-nilai yang terkandung didalam obyek itu sendiri. Faktor intrinsik adalah kecenderungan natural untuk mencari dan mengatasi tantangan karena seseorang mengikuti minat personal dan menggunakan kemampuan atau kapasitasnya. Saat seseorang termotivasi secara intrinsik, seseorang tidak akan membutuhkan insentif atau hukuman, karena aktivitas itu sendiri merupakan suatu reward.

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang timbul dari luar atau lingkungan. Seseorang melakukan sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh suatu peringkat, menghindari hukuman, mematuhi guru atau alasan–alasan lain yang berkaitan dengan tugas itu sendiri. Faktor ekstrinsik dalam berprestasi antara lain berupa penghargaan, pujian, hukuman, celaan, atau ingin meniru tingkah laku seseorang.

(7)

Menurut Hurlock (2010) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu:

a. Faktor Pribadi

1) Keinginan untuk mencapai apa yang dicita–citakannya.

2) Pengalaman masa lampau : keberhasilan akan memperkuat keinginan untuk mencapai prestasi dan kegagalan akan melemahkan keinginan tersebut.

3) Pola kepribadian : Sikap yang aktif, tidak minder dan percaya diri untuk memperkuat keinginan dalam meraih prestasi.

b. Faktor lingkungan

1) Harapan sosial, yang menekankan bila seseorang berhasil dalam salah satu bidang, maka orang tersebut juga dapat berhasil dalam bidang lainnya sesuai dengan yang diharapkan.

2) Tekanan teman sekolah, yang menekankan bahwa setiap anggota kelompok harus memikirkan kepentingan kelompok serta menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama anggota kelompok yang bersangkutan.

3) Penghargaan sosial bagi prestasi tinggi dan ketidakacuhan atau penolakan sosial bagi prestasi rendah.

4) Tradisi budaya yang beranggapan bahwa semua orang dapat mencapai apa yang diinginkannya jika usahanya cukup keras.

Menurut Crow dan Crow (dalam Syah, 2008) faktor–faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi antara lain:

(8)

a. Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor aktivitas yang memberikan dorongan pada individu untuk belajar. Faktor psikologis meliputi :

1) Inteligensi

Taraf kecerdasan (inteligensi) yang dimiliki individu akan menentukan atau mempengaruhi prestasi belajar yang diraihnya. Individu dengan taraf kecerdasan tinggi diharapkan memiliki prestasi yang tinggi pula 2) Kepribadian

Faktor pribadi seseorang turut memegang peranan dalam pencapaian prestasi belajarnya. Seseorang yang mempunyai sikap pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat menjadi penghambat bagi individu dalam mencapai prestasi belajarnya.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dalam hal ini dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah ini menyangkut sejauh mana kebutuhan siswa dalam berprestasi di sekolah, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dengan guru dan hubungan antar siswa itu sendiri, terutama dengan teman sebaya di sekolah. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, termasuk hubungan yang harmonis antara guru dan teman

(9)

sekelasnya, maka siswa akan terdorong untuk terus meningkatkan prestasinya.

2) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat adalah lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari–hari. Lingkungan sekitar terbanyak memberikan rangsangan intelektual dan akan membantu meningkatkan prestasi belajarnya

3) Lingkungan keluarga

Suasana keluarga yang harmonis, hangat, dan memberikan rasa aman akan membuat anak merasa bebas untuk bereksplorasi. Seorang anak yang diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan berhasil akan merasa tertantang untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik. Suasana keluarga disini juga mencakup pola asuh orangtua terhadap anaknya. Pola asuh orangtua dapat bersifat otoriter, demokratis dan permisif, sedangkan pola asuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis. Pola asuh ini menggunakan pendekatan musyawarah dan melibatkan anak untuk menyelesaikan serta mengambil keputusan secara bersama-sama. Pola asuh ini banyak digunakan dalam masyarakat, meskipun pola asuh otoriter dan permisif masih ada yang melakukan.

Menurut Fernald dan Fernald (dalam Mubiar, 2011) ada empat faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu:

(10)

a. Pengaruh keluarga dan kebudayaan

Besarnya kebebasan yang diberikan orangtua kepada anaknya, jenis pekerjaan orangtua dan jumlah serta urutan anak dalam suatu keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan motivasi berprestasi. Produk-produk kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat sering mengandung tema-tema prestasi yang bisa meningkatkan semangat warga negaranya.

b. Kepercayaan diri

Apabila seorang individu percaya pada dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku.

c. Pengaruh dari jenis kelamin

Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak wanita yang belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada di antara para pria.

d. Pengakuan dan prestasi (lingkungan)

Individu akan termotivasi untuk bekerja keras jika dirinya merasa dipedulikan oleh orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi ada dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penelitian ini mengambil salah satu dari faktor intrinsik yaitu kepercayaan diri dan faktor ekstrinsik yaitu persepsi pola asuh demokratis orangtua. Kedua faktor seringkali menghambat motivasi sisva dalam

(11)

berprestasi. Apabila siswa percaya mempunyai kepercayaan diri maka ia akan mampu untuk melakukan sesuatu. Siswa tersebut akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Kepercayaan diri pada siswa seringkali kurang tepat, banyak siswa senang mengunggah foto dan kegiatan melalui media sosial namun mereka kurang percaya diri ketika berada di kelas seperti menjawab atau mengajukan pertanyaan, diskusi dan sebagainya. Penelitian Pribadi dan Brotowidagdo (2012) menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi. Disamping faktor kepercayaan diri masih banyak orangtua hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah dan kurang komunikasi dengan anaknya sendiri, sehingga kemauan orangtua dan siswa berbeda. Banyak orangtua siswa mempunyai pola asuh yang berbeda-beda seperti memberikan kebebasan sepenuhnya keapa anak, ada juga yang mengekang anaknya ssesuai dengan keinginananya. Kedua hal tersebut tentunya tidak bisa diharapkan akan membuat motivasi siswa berprestasi menjadi tinggi. Penelitian Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan orangtua.

B. Kepercayan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri secara bahasa menurut Vandenbos (2006) adalah percaya pada kapasitas kemampuan diri dan terlihat sebagai kepribadian yang

(12)

positif. Pendapat itu menunjukkan bahwa orang yang percaya diri memiliki keyakinan untuk sukses. Sementara itu, Lauster (2008) menyatakan bahwa kepercayaan diri ialah suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak cemas dalam bertindak, merasa bebas, tidak malu dan tertahan sekaligus mampu bertanggung jawab atas yang diperbuat.

Menurut Supriyo (2008) percaya diri adalah merupakan perasaan yang mendalam pada batin seseorang, bahwa ia mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, umatnya dan agamanya yang memotivasi untuk optimas, kreatif, dan dinamis yang positif. Individu yang percaya diri akan merasa yakin terhadap dirinya sendiri. Individu juga merasa optimis dalam melakukan segala aktivitas sehingga dapat mengoptimalkan kelebihan-kelebihannya serta dapat membuat tujuan hidup yang realistis bagi dirinya, artinya individu itu menetapkan tujuan hidupnya maka ia mampu untuk melakukan sesuatu dalam dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan pada diri individu mampu melakukan dengan kemampuan dan kelebihan sendiri. Adanya rasa kepercayaan diri akan membantu seseorang untuk mengeksplor kemampuan dan potensi yang ada di dalam dirinya.

2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Lauster (2008), menjabarkan aspek-aspek kepercayaan diri sebagai berikut:

(13)

a. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut.

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.

c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.

d. Berani mengungkapkan pendapat, adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.

Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri, Yulianto dan Nashori (2006) menyatakan bahwa ada empat aspek kepercayaan diri, yaitu :

a. Kemampuan menghadapi masalah

b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan tindakannya c. Kemampuan dalam bergaul

(14)

Guilford (dalam Munandar 2009) mengemukakan, bahwa ciri-ciri kepercayaan diri dapat dinilai dari tiga aspek, yaitu :

a. Merasa yakin terhadap apa yang individu lakukan (merasa bahwa ia dapat melakukan sesuatu yang ingin ia lakukan).

b. Merasa dapat diterima oleh kelompoknya (merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya).

c. Percaya pada dirinya sendiri dan memiliki ketenangan sikap, yaitu tidak gugup bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja dan ternyata hal itu salah.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti memberikan penekanan pada aspek-aspek individu yang dikemukakan oleh Lauster (2008) yaitu percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.

C. Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua 1. Pengertian Persepsi

Rakhmat (2007) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang suatu objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Walgito (2010) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Akan tetapi, proses tersebut tidak berhenti

(15)

sampai di situ saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi.

Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Jadi, taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi yang sebenarnya. Respons sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan penafsiran, penilaian maupun pendapat individu tentang suatu objek. Apabila seseorang memiliki persepsi yang baik tentang suatu objek, maka hal itu akan mempengaruhi sikapnya untuk menyukai objek tersebut. 2. Pengertian Pola Asuh

Setiap orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orangtua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Kepribadian orangtua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang

(16)

secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Sebelum berlanjut kepada pembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian dari pola asuh itu sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata .asuh dapat berati menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.

Santrock (2011) berpendapat bahwa pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orangtua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial. Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua adalah cara orangtua memperlakukan anaknya dengan menjaga, merawat, dan mendidik anaknya. Cara perlakuan orangtua akan mencerminkan karakteristik tersendiri yang mempengaruhi pola sikap anak kemudian hari.

3. Macam-macam Pola Asuh

Pola pengasuhan menurut Hurlock (2010) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orangtua, yaitu:

(17)

a. Pola asuh otoriter yang kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik, orangtua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian.

b. Pola asuh demokratis menyatakan bahwa orangtua yang selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya, dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian.

c. Pola asuh permisif menyatakan bahwa orangtua yang cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali, anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orangtua tidak banyak mengatur anaknya.

4. Pengertian Persepsi Pola Asuh Demokratis Orangtua

Orangtua mempunyai berbagai macam fungsi yang salah satu di antaranya ialah mengasuh putra-putrinya. Padangan orangtua dalam mengasuh anaknya dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya. Selain itu, orangtua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena orangtua mempunyai pola pengasuhan tertentu.

Edwards (2006) mendefinisikan pola asuh orangtua demokratis merupakan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan meraka. Munandar (2009) mengungkapkan

(18)

bahwa pola asuh demokratis adalah penafsiran orangtua mendidik anak, di mana orangtua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak. Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatan nyaman kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orangtua dan anak (Gunarsa & Gunarsa, 2009). Pola asuh yang tepat tidak hanya dilihat dari sudut pandangan orangtua, tetapi juga dilihat dari sudut anak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi pola asuh demokratis adalah penilaian anak terhadap cara orangtua dalam mendidik anak seperti menentukan peraturan-peraturan tetapi tetap memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak.

5. Aspek-aspek Persepsi Pola Asuh Demokratis

Stewart dan Koch (dalam Djalali, 2009) mengungkapkan bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh orangtua dengan aspek-aspek sebagai berikut:

a. Adanya pandangan dari orangtua bahwa kewajiban dan hak antara orangtua dan anak sama.

(19)

b. Adanya rasa tanggung jawab orangtua terhadap segala sesuatu yang diperbuat oleh anak-anak sampai mereka menjadi dewasa.

c. Orangtua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Orangtua selalu memberikan alasannya kepada anak-anaknya dalam bertindak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian.

Selanjutnya, Munandar (2009) memaparkan bahwa pola asuh orangtua demokratis meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Adanya musyawarah dalam keluarga, yakni meliputi: mengikutsertakan anak dalam membuat peraturan keluarga, mengajak anak-anak berunding dalam menetapkan kelanjutan sekolah, bermusyawarah dalam memecahkan problem-problem yang dihadapi anak.

b. Adanya kebebasan yang terkendali, yakni meliputi: mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan keinginan anak, memperhatikan penjelasan anak ketika melakukan kesalahan, anak meminta izin jika hendak keluar rumah, dan memberikan izin bersyarat dalam hal bergaul dengan teman-temannya.

c. Adanya pengarahan dari orangtua, yakni meliputi: bertanya kepada anak tentang kegiatan sehari-hari, memberikan penjelasan tentang perbuatan yang baik dan mendukungnya dan memberikan penjelasan tentang perbuatan yang tidak baik dan menganjurkannya untuk ditinggalkan.

(20)

d. Adanya bimbingan dan perhatian, yakni meliputi: memberikan pujian kepada anak jika benar atau berperilaku baik, memberikan teguran kepada anak jika salah atau berperilaku buruk, memenuhi kebutuhan sekolah anak sesuai dengan kemampuan, mengurus keperluan/kebutuhan anak sehari-hari dan mengingat anak untuk belajar.

e. Adanya saling menghormati antar anggota keluarga, yakni meliputi: terdapat tutur kata yang baik antara anggota keluarga, tolong menolong dalam bekerja, saling menghargai antara yang satu dengan yang lainnya, dan bersikap adil terhadap setiap anak dalam pemberian tugas.

f. Adanya komunikasi dua arah, yakni meliputi: memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya/berpendapat tentang suatu hal, menjelaskan alasan ditetapkannya suatu peraturan, dan membicarakan segala persoalan yang timbul dalam keluarga.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, aspek-aspek persepsi pola asuh demokratis orangtua dalam penelitian ini mengacu pada aspek-aspek obyek persepsi yang dikemukakan oleh Munandar (2009) yaitu adanya musyawarah dalam keluarga, adanya kebebasan yang terkendali, adanya pengarahan dari orangtua, adanya bimbingan dan perhatian, adanya saling menghormati antar anggota keluarga dan adanya komunikasi dua arah.

D. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Motivasi Berprestasi Menurut Fernald dan Fernald (dalam Mubiar, 2011) banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu, salah satunya adalah

(21)

apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka individu akan termotivasi untuk melakukan hal sehingga berpengaruh dalam bertingkah laku. Percaya diri akan membuat individu menjadi lebih mampu dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya. Seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi cenderung mempunyai tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Seseorang tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial cenderung mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Adanya kepercayaan diri, inidividu dapat memotivasi dirinya mengenai pola pikirnya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai moral, sikap dan pandangan, harapan dan aspirasi serta katakutan dan kesedihannya. Karena motivasi dalam diri individu merupakan aspek yang paling terbuka untuk mengubah sepanjang kehidupan individu dan merupakan acuan bagi individu untuk melakukan interaksi dengan lingkungan keluarga, adat budaya, kepribadian orang-orang terdekat, prestasi dan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang kehidupan individu.

Siswa yang memiliki kepercayan diri tinggi akan memiliki kekuatan dan kemampuan dalam melandasi keyakinan dan keberhasilannya, sedangkan dengan

(22)

kepercayaan diri yang rendah individu seringkali merasa pesimis dalam menghadapi tantangan, rasa takut, dan khawatir dalam mengungkapkan gagasan-gagasan dalam menentukan pilihan maupun mengambil keputusan dan hanya memiliki sedikit keinginan untuk bersaing. Kepercayaan diri merupakan penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan, bakat kepemimpinan, serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan, memiliki kententraman diri, mampu menyalurkan segala yang siswa ketahui dan segala yang siswa kerjakan, serta merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam kehidupan. Aspek kepribadian inilah yang mempunyai fungsi untuk meraih keberhasilan. Kepercayaan diri juga berperan dalam memberikan semangat serta motivasi kepada siswa untuk dapat bereaksi secara tepat terhadap tantangan dan kesempatan yang datang pada siswa untuk meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Kepercayaan diri akan memberikan kontribusi yang besar bagi motivasi berprestasi sehingga umumnya siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi pun, prestasinya juga tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian dari Fatmawati dan Fakhruddiana (2014) yang mengatakan bahwa motivasi berprestasi berhubungan dengan penyesuaian dan kepercayaan diri.

Penelitian Pribadi dan Brotowidagdo (2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa. Percaya diri dapat membuat individu untuk bertindak dan apabila individu tersebut bertindak atas dasar percaya diri akan membuat individu tersebut mampu mengambil keputusan dan menentukan pilihan yang tepat, akurat, efisien dan efektif. Kepercayaan diri akan

(23)

membuat individu menjadi lebih mampu dalam memotivasi untuk mengembangkan dan memperbaiki diri serta melakukan berbagai inovasi sebagai kelanjutannya. Penelitian Ramadhani, dkk (2014) juga menyebutkan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan individu terhadap kelebihan yang dimiliki sehingga memunculkan rasa mampu untukmencapai tujuan hidup. Individu yang memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri akan berusaha melakukan segala hal serta dapat juga menentukan tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan kemampuan diri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri mempunyai hubungan positif dengan motivasi berprestasi. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula motivasi berprestasi.

D. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Demokratis dengan Motivasi Berprestasi

Keluarga adalah wadah yang sangat penting antara individu dan group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya. Keluarga tentu yang pertama pula menjadi tempat mengadakan sosialisasi kehidupan anaknya. Ibu, ayah dan saudara-saudaranya serta keluarga yang lainnya adalah orang pertama pula untuk mengajar pada anak sebagaimana hidup dengan orang lain. Sampai anak memasuki sekolah, maka anak menghabiskan seluruh waktunya dalam unit keluarga (Ahmadi, 2007). Keluarga

(24)

memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.

Pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orangtua dengan anak, di mana orangtua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal (Susanto & Nurhayati, 2013). Jadi keluarga memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Pendidikan dalam keluarga khususnya orangtua harus peduli terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan anaknya agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Serta pemberian nilai-nilai yang dianggap tepat oleh orangtua, akan menjadikan anak mandiri, tumbuh berkembang secara sehat dan optimal.

Pola asuh demokratis dalam artian orangtua yang tidak memaksakan kehendak mereka kepada anaknya, dalam hal pendidikan, orangtua akan memberikan bimbingan dan tuntunan sesuai dengan minat dan bakat yang dimiiki anak. Pola asuh demokratis menyatakan bahwa orangtua yang selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya, dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Siswa tidak memiliki paksaan untuk berprestasi atau bersekolah dari orangtua karena dengan pengertian dan pendekatan yang hangat dari orangtua, anak tahu apa yang harus dilakukannya untuk membahagiakan orangtua tanpa harus dipaksakan. Pola asuh tipe ini bersifat

(25)

positif karena anak tidak akan merasa tertekan untuk meraih cita-citanya dan berani bereksplorasi untuk menemukan hal-hal baru serta akan membuat siswa memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi.

Persepsi yang positif terhadap pola asuh demokratis memberikan perasaan aman kepada anak. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang siswa dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar (Slameto, 2013). Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orangtua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas anak. Penelitan Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan asuh orangtua yang berbeda.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis mempunyai hubungan positif dengan motivasi berprestasi. Semakin tinggi persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua demokratis maka semakin rendah pula motivasi berprestasi.

(26)

E. Hubungan antara Kepercayaan Diri dan Persepsi Pola Asuh Demokratis dengan Motivasi Berprestasi

Kepercayaan diri adalah suatu perasaan dan keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menguasai dan melakukan sesuatu. Keyakinan ini diperoleh dan dikembangkan melalui pengalaman berhasil yang diperoleh ketika individu menghadapi persoalan dan merasa telah melakukan usaha terarah sehingga diperoleh keberhasilan. Penelitian Pribadi AS dan Brotowidagdo (2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa. Percaya diri dapat membuat individu untuk bertindak dan apabila individu tersebut bertindak atas dasar percaya diri akan membuat individu tersebut mampu mengambil keputusan dan menentukan pilihan yang tepat, akurat, efisien dan efektif. Oleh karena itu, siswa yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mendukung motivasi berprestasi yang tinggi pula.

Patterson & Loeber sebagaimana dikutip olah Syah (2008) mengungkapkan bahwa kebiasaan yang diterapkan orangtua siswa dalam mengelola keluarga yang keliru, seperti kelalaian orangtua dalam memonitor kegiatan belajar anak baik di rumah maupun di luar rumah, dapat menimbulkan dampak buruk bagi pencapaian prestasi belajar siswa. Ini berarti bahwa apabila orangtua dapat mengelola keluarga dalam arti menciptakan komunikasi yang aktif pada kegiatan belajar siswa maka akan memproleh hasil yang optimal (prestasi belajar yang tinggi). Salah satu tipe pola asuh orangtua yang dapat mendukung prestasi belajar anak adalah pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis

(27)

mendorong anak untuk mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dalam beraktivitas termasuk dalam mengatur pola belajar yang nyaman bagi anak. Hal ini memotivasi anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri bahwa dirinya mampu meraih prestasi belajar yang memuaskan.

Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti bahwa orangtua senantiasa mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orangtua memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak. Sasaran orangtua ialah mengembangkan individu yang berpikir, yang dapat menilai situasi dan bertindak dengan tepat, bukan seekor hewan terlatih yang patuh tanpa pertanyaan (Ahmadi, 2007). Oleh karena itu, siswa yang tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh demokratis dapat menikmati lingkungan belajar yang optimal untuk mendukung prestasi belajarnya. Penelitian Rahmaisya, dkk (2011) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi. Gaya pengasuhan orangtua yang otoritatif atau demokratis akan memunculkan keberanian, motivasi dan kemandirian serta dapat mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan ras percaya diri dan tanggung jawab sosial pada seseorang anak.

Kepercayaan diri pada siswa akan menimbulkan sikap positif untuk mengembangkan potensi diri sehingga menimbulkan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri pada siswa akan didukung dengan persepsi pola asuh demokratis

(28)

orangtua, yang memberikan kebebasan untuk mandiri dan berkembang untuk meraih prestasi tinggi. Kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua saling menguatkan motivasi berprestasi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua berhubungan positif dengan motivasi berprestasi pada siswa.

F. Landasan Teori

Menurut Woolfolk (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi subjek diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor internal terdapat adanya perasaan belum berhasil dalam diri, kurang percaya diri terhadap kemampuan akademik dan perasaan beban terhadap tangung jawab. Pada faktor eksternal terdapat terdapat adanya dorongan orangtua dan dukungan lingkungan. Faktor internal yang akan diteliti adalah kepercayaan diri, sedangkan faktor ekternal adalah pola asuh demokratis.

Seseorang tingkat tingkat kepercayaan diri yang tinggi, tanggung jawab, dan aktif dalam kehidupan sosial cenderung mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Semakin individu kehilangan suatu kepercayaan diri, maka individu tersebut akan semakin sulit melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Adanya kepercayaan diri, inidividu dapat memotivasi dirinya mengenai pola pikirnya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai moral, sikap dan pandangan, harapan dan aspirasi serta katakutan dan kesedihannya. Pribadi dan Brotowidagdo

(29)

(2012) telah membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa.

Pola asuh orangtua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orangtua dengan anak, di mana orangtua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orangtua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal (Susanto & Nurhayati, 2013). Jadi keluarga memiliki peranan yang yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Rahmaisya, dkk (2011) menunjukkan ada perbedaan motivasi berprestasi dengan gaya pengasuhan asuh orangtua yang berbeda.

Kepercayaan diri pada siswa akan menimbulkan sikap positif untuk mengembangkan potensi diri sehingga menimbulkan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri pada siswa akan didukung dengan persepsi pola asuh demokratis orangtua, yang memberikan kebebasan untuk mandiri dan berkembang untuk meraih prestasi tinggi. Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepercayaan diri yang tinggi (Handayani, dkk, 2013). Kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua akan berpengaruh terhadap motivasi berprestasi. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran. Fenomena yang dapat dilihat pada diri siswa dengan motivasi berprestasi rendah yaitu akan cepat puas dengan hasil belajar yang diraihnya sehingga semangat untuk memperoleh nilai tertinggi, menjadi juara juga rnudah. Lain halnya siswa dengan motivasi tinggi setelah juara kelas, ingin menjadi juara parael, juara se-Kecamatan, juara se-Kabupaten

(30)

dan seterusnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan landasan teori sebagai berikut:

Kepercayaan diri berhubungan dengan motivasi berprestasi. Kepercayaan diri yang tinggi akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi pula, demikian sebaliknya kepercayaan diri yang rendah akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Kepercayaan diri pada siswa akan terlihat dari aspek-aspek percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat (Lauster, 2008). Persepsi pola asuh demokratis orangtua berhubungan dengan motivasi berprestasi. Persepsi pola asuh demokratis orangtua yang tinggi akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi pula,

Motivasi berprestasi (Y) a. Berorientasi sukses b. Berorientasi jauh ke depan c. Suka tantangan d. Tangguh Kepercayaan diri (X1):

a. Percaya pada kemampuan diri sendiri

b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

c. Memiliki rasa positif pada diri sendiri

d. Berani mengungkapkan pendapat

Persepsi pola asuh demokratis orangtua (X2)

a. Adanya musyawarah dalam keluarga

b. Adanya kebebasan yang terkendali c. Adanya pengarahan dari orangtua d. Adanya bimbingan dan perhatian e. Adanya saling menghormati antar

anggota keluarga

(31)

demikian sebaliknya persepsi pola asuh demokratis orangtua yang rendah akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Kepercayaan diri pada siswa akan terlihat dari aspek-aspek percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat (Lauster, 2008). Persepsi pola asuh demokratis orangtua juga terlihat dari aspek-aspek adanya musyawarah dalam keluarga, adanya kebebasan yang terkendali, adanya pengarahan dari orangtua, adanya bimbingan dan perhatian, adanya saling menghormati antar anggota keluarga dan adanya komunikasi dua arah (Munandar, 2009). Motivasi berprestasi juga akan terlihat dari aspek-aspek berorientasi sukses, berorientasi ke depan, suka tantangan dan tangguh (Heckhausen & Heckhausen, 2008).

G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula motivasi berprestasi.

2. Ada hubungan positif antara persepsi pola asuh demokratis orangtua dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo. Semakin tinggi persepsi pola asuh demokratis orangtua maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi, sebaliknya semakin rendah

(32)

persepsi pola asuh demokratis orangtua maka semakin rendah pula motivasi berprestasi.

3. Ada hubungan antara kepercayaan diri dan persepsi pola asuh demokratis orangtua dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X tahun ajaran 2015/2016 di MAN I Wates, Kulon Progo.

Referensi

Dokumen terkait

menumpuk, dan dibuang keluar menumpuk, dan dibuang keluar lokasi pekerjaan pada saat lokasi pekerjaan pada saat kondisi kering/tidak basah kondisi kering/tidak basah dengan

Penelitian ini tidak mendukung adanya implikasi perbedaan panjang kaki terhadap fungsi sendi panggul karena hubungan yang lemah antara LLD true leg length

KATA PENGANTAR ... LATAR BELAKANG ... PERUMUSAN MASALAH ... TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... Tujuan Penulisan ... Manfaat Penelitian ... KEASLIAN PENULISAN ... TINJAUAN PUSTAKA

Kontribusi dari kegiatan pertanian ini juga belum dapat dievaluasi, karena sampling air laut yang dilakukan masih berada mendekati pantai, sehingga perlu dilakukan sampling

Metode ini digunakan sebagai tehnik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga

TABEL / TABLE : 28 SMP 16/17 RASIO SISWA PER KEPALA SEKOLAH DAN GURU DAN ROMBONGAN BELAJAR PER SEKOLAH MENURUT STATUS SEKOLAH TIAP PROVINSI. RATIOS OF PUPILS TO HEADMASTERS

Salah satunya satu masalah yang yang menjadi bahan kajian yang menarik untuk diteliti adalah sistem massa pegas. Sistem massa pegas pertama kali diperkenalkan oleh Issac

Tanah yang baik memiliki kandungan hara yang cukup bagi tanaman. Beberapa unsur hara yang terpenting dalam tanah antara lain ialah nitrogen, fosfor dan kalium.