• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh berarti menjaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh berarti menjaga"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Orangtua 1.1. Defenisi Pola Asuh

Dalam pengelompokan pola asuh terdiri dari dua kata yaitu ‘‘pola’’ dan ‘‘asuh’’. Menurut Kamus Bahasa Indonesia ‘‘pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap’’. Sedangkan kata ‘‘asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga’’. Dengan kata lain kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan , perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalankan hidupnya secara sehat

Jadi pola asuh adalah merupakan cara orangtua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian usaha aktif (Gunarsa, 2008). Sementara menurut Shochib (2010) pola asuh adalah orang yang melaksanakan tugas bimbingan, memimpin atau memimpin atau mengelolah. Pengasuhan yang dimaksud disini adalah pengasuhan anak.

1.2. Defenisi Orangtua

Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orangtua mempunyai tanggung jawab mendidik, mengasuh dan

(2)

membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat.

Pengertian orangtua di atas tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Berdasarkan Undang – Undang no.10 tauhun 1972 keluarga terdiri atas ayah , ibu dan anak karena ikatan darah dan hukum. Perlu diingat hubungan orangtua memiliki hubungan yang kuat dan orangtua diidentik sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang saling terkait dan memiliki fungsi peranan dalam mengasuh.

Menurut Gunarsa (2008) dalam keluarga yang ideal (lengkap) ada dua individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara umum peran kedua individu tersebut adalah :

a. Peran ibu

1. Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.

2. Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan Konstinten. 3.Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak.

4. Menjadi contoh dan teladan bagi anak. b. Peran ayah

1. Ayah sebagai pencari nafkah.

2. Ayah sebagai suami yang penuh perhatian dan memberi rasa aman. 3. Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak.

4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, Mengasihi keluarga.

(3)

Orangtua juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengajar, mendidik, menjaga serta memberi contoh bimbingan kepada anak–anak untuk mengetahui, mengenal, mengerti dan akhirnya dapat menerapkan tingkah yang sesuai dengan nilai – nilai dan norma – norma yang ada di dalam masyarakat. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda dengan keluarga lainnya. Hal ini tergantung dari pandangan pada diri tiap orang tua (Gunarsa, 2008).

Pengaruh pola asuh orangtua dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian sangatlah besar, artinya banyak faktor yang berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Salah satu adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses berbeda dengan menerapkan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh yang efektif adalah dimana orangtua mendapatkan prilaku yang diinginkan dan juga hubungan dengan anaknya terdapat rasa hormat dan saling percaya Hersey & Blanchard (1978) dalam Soelaiman (2008).

Dengan kata lain pola asuh orangtua terhadap anak adalah merupakan suatu interaksi antara otangtua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma –norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat.

(4)

1.3. Macam – macam Tipe Pola Asuh Orangtua

Orangtua memiliki berbagai macam fungsi, salah satunya adalah dalam pengasuhan anaknya. Dalam mengasuh orang tua di pengaruhi oleh budaya yang ada di lingkingannya. Disamping itu orangtua memili sikap - sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengararahkan anak–anaknya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan kepada anak yang berbeda-beda, karena orangtua memiliki pola asuhan tertentu dalam pengasuhannya (Gunarsa 2008). Tipe pola asuh terdiri dari dua dimensi prilaku yaitu Directive Behavior dan Supportive Behavior. Directive Behavior melibatkan komunikasi searah di mana orangtua menguraikan peran dan memberitahu anak tentang apa yang harus mereka lakukan, di mana, kapan dan bagaimana mereka melakukan suatu tugas. Supportive Behavior melibatkan komunikasi dua arah dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan prilaku anak (Shochib 2010).

Beberapa pendapat mengenai tipe pola asuh diantaranya sebagai berikut : a.Tipe pola asuh menurut Elizabet B Hurlock (2006).

Ada beberapa sikap orangtua dalam dalam mengasuh anaknya antara lain:

1. Melindungi secara berlebihan.

2. Perlindungan orangtua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.

(5)

3. Permisivitas

Permisivitas terlihat pada orangtua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

4. Memanjakan

Permisivitas yang berlebih memanjakan membuat anak egois dan menuntut. 5. Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan sikap bermusuhan yang terbuka.

6. Penerimaan

Penerimaan orangtua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak, orangtua yang menerima, memperhatikan perkembangan anak dan memperhitungkan minat anak.

7. Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orangtua bersifat jujur, sopan dan berhati – hati, tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.

8. Tunduk pada anak

Orangtua yang tunduk pada anaknya membiarkan anaknya mendominasi mereka dan rumah mereka.

9. Favoritisme

Meskipun mereka berkata mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orangtua mempunya favorit. Hal ini membuat mereka lebih

(6)

menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak yang lain dari keluarga.

10. Ambisi orangtua

Hampir semua orangtua memiliki ambisi yang sangat tinggi kepada anak, sehingga tidak realistis. Ambisi ini dipengaruhi oleh ambisi orangtua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik ditangga sosial.

b. Tipe pola asuh menurut Hersey dan Blanchard dalam soelaiman (2008) terdiri

dari empat tipe pola asuh yaitu :

1. Telling

Telling merupakan perilaku orangtua yang derective – nya tinggi dan supportive – nya rendah, karena dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana anak harus melakukan berbagai tugas.

2. Selling

Perilaku oragtua yang derective dan supportive tinggi disebut Selling, karena sebahagian besar arahan yang diberikan oleh orangtua. Orangtua juga berusaha melalui kemunikasi dua arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan serta dorongan.

3. Participating

Merupakan perilaku orangtua yang derective – nya rendah dan supportive – nya tinggi, karena orangtua dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan

(7)

melalui komunikasi dua arah. Anak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu masalah itu dipecahkan dan membuat kesepakatan dengan orangtua apa yang harus dilakukan.

4. Delegating

Perilaku oragtua yang derective dan supportive rendah, karena meskipun orangtua tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan kapan, dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.

c. Tipe pola asuh menurut Marcolm Hardy dan Steve Heyes dalam Gunarsa (2008) mengemukakan empat macam pola asuhyang dilakukan orangtua dalam keluarga yaitu :

1. Autikratis (otoriter)

Ditandai dengan adanya aturan- aturan yang kaku dari orangtua dan kebebasan anak sangat dibatasi.

2. Demokrasi

Dintandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak. 3. Permisif

Ditandai dengan adanya adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai dengan keinginan sendiri.

4. Laissez faire

Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orangtua terhadap anaknya.

Dari berbagai macam tipe pola asuh yang dikemukakan di atas peneliti hanya mengemukakan tiga macam pola asuh saja menurut Stewart dan

(8)

Koch (1983: 178) yaitu : pola asuh Otoriter, Demokratis, Permisif. Hal tersebut dilakukan agar pembahasan lebih terfokus dan jelas.

1.3.1 Pola Asuh Otoriter

Pola asuh Otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada bertanya dan mengemukakan pendapatnya sendiri (Gunarsa, 2008) . Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, dictator, dan memaksa untuk selalu mengikuti orangtua tanpa banyak alasan. Perilaku dalam berinteraksi pola asuh otoriter ini tegas, dan suka menghukum, serta mengekang keinginan anak. Jadi apabila seorang anak menentang atau membantah maka orangtua tidak segan - segan akan diberikan hukuman. Dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan seorang anak harus sesuai dengan keinginan orangtua bukan dari kesadaran dari anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang, cenderung ragu,tidak mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving- nya buruk), kemampuan komunikasinya buruk, serta mudah gugup. Akibat seringnya mendapat hukuman dari orangtua. Anak menjadi tidak disiplin dan nakal, pola asuh otoriter ini anak diharuskan untuk berdisiplin karena keputusan dan peraturan ada ditangan orangtua.

Komunikasi yang terjadi dalam pola asuh ini adalah komunikasi searah, dimana orangtualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orangtua, karena tanpa sikap keras itu anak tidak

(9)

akan melaksanakan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah karena takut bukan karena kesadaran dan keinginan sendiri.

1.3.2 Pola Asuh Demokratis

Menurut Shocib (2010) pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak sepenuhnya diberikan tetapi tetap dalam pengendalian, bimbingan dan penuh pengertian antara orantua dan anak serta memberikan arahan yang mana boleh dilakukan dan yang mana tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, dan melakukan apa yang diinginkan dengan tidak melewati batas atau atiuran – aturan yang telah ditetapkan antara orangtua dan anak.

Pola asuh demokratis ini ditandai dengan :

Adanya sikap terbuka antara orangtua kepada anak sehingga dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

a. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.

b. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan – alasan yang dapat diterima dipahami dan dimengerti oleh anak yang disetujui bersama.

c. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

(10)

d. Anak diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginan serta belajar untuk menaggapi pendapat orang lain.

e. Terdapatnya komunikasi yang baik antara orantua dan anak.

Dalam pola asuh demokratis ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap prilakunya sendiri dengan hal – hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggungjawab dan yakin terhadap diri sendiri.

Shochib juga berpendapat bahwa dalam pola asuh demokratis menjadikan adanya komunikasi dialogis antara orangtua dan anak, dengan adanya kehangatan membuat anak remaja diterima oleh orangtua, sehingga memungkinkan mereka untuk memahami, menerima dan menginternalisasikan “pesan’’nilai moral yang di upayahkan untuk diapresiasikan berdasarkan pertimbangan anak remaja tersebut.

1.3.3 Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah bentuk pola asuh yang tidak membimbing anak ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginan – keinginan yang sifatnya segera dan tidak diberikan hukuman. Anak tidak diberikan batasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan dan mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka sendiri (Hurlock, 2006).

Pola asuh permisif ditandai dengan : a. Orang tua yang memanjakan anak.

(11)

c. Segala keinginan anak selalu dipenuhi. d. Memberi kepercayaan penuh kepada anak.

1.4 Karakteristik – karakteristik anak berdasarkan pola asuh orangtua Menurut Gunarsa (2009) karakteristik – karakteristik remaja berdasarkan pola asuh adalah :

a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak remaja yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stess, mempunyai minat terhadap hal – hal baru dan kooperaktif terhadap orang lain.

b. Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak remaja yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar morma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik – karakteristik anak remaja yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang secara sosial. 1.5Cara pengasuhan orangtua untuk mempererat hubungan dengan anak

Menirut Nakita (2008) cara pengasuhan orangtua mempererat hubungan antara orangtua dengan anak remajanya yaitu :

a. Menyediakan waktu untuk remaja

Komunikasi yang baik memerlukan waktu yang berkualitas dan ini yang terkadang tidak dipikirkan oleh orangtua. Bila orangtua bisa memberikan

(12)

waktu yang berkualitas bagi anaknya, maka itu berarti ia sudah mengasihi dan memperhatikan anaknya.

b. Berkomunikasi secara pribadi

Berbicara dengan remaja bukan hanya sekedar basa basi apa kabarnya sehari ini. Akan tetapi, sebaiknya orangtua juga bisa menyelami perasaan senang, sedih, marah maupun keluh kesah remaja.

c. Menghargai remaja

Hargai keberadaan remaja, jangan hanya menganggapnya sebagai anak kecil. Karena dalam beberapa hal tertentu ada yang lebih diketahui remaja daripada orangtua.

d. Mengerti remaja

Dalam komunikasi dengan remaja, orangtua sebaiknya berusaha untuk mengerti dunia remaja, memandang posisis mereka, mendengarkan apa ceritanya dan apa keinginannya.

e. Menciptakan hubungan yang baik

Hubungan yang baik dapat mempersempit jurang pemisah antara orangtua dengan remaja.

f. Berikan sentuhan/ledekatan fisik dan kontak mata

Remaja akan merasakan kasih sayang dan kehangatan orangtua bila orangtua (ayah dan ibu) menyentuh, melakukan kontak mata dan fisik dengan remaja.

(13)

28

Orangtua sebaiknya belajar untuk menjadi pendengar aktif bagi anaknya. Cara ini akan membuat remaja merasa penting dan berharga. Selain itu remaja akan belajar untuk mengenali, menerima dan mengerti perasaan mereka sendiri, serta menemukan cara mengatasi masalahnya.

2. Remaja

2.1Defenisi Remaja

Remaja adalah sebagai masa peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa (Kesrepro, 2011). Menurut Gunarsa (2008) remaja merupaka batasan remaja dengan batasan–batasan yang dikelompokan menjadi :

a. Usia 12 – 14 tahun disebut remaja awal. b. Usia 15 – 17 tahun disebut remaja. c. Usia 18 – 21 tahun disebut remaja lanjut.

Menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu masa dimana :

a. Individu berkembah dari saat pertama kali ia menunjukan tanda – tanda seksual sekunder sampai saat ini mencapai pematangan seksual.

b. Individu mengalami psikologi dan pola identifikasi dari kanak – kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dan ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan batasan usia 10 – 20 tahun sebagai batasan usia remaja. Dengan membagi menjadi dua bagian dimana remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15 – 20 tahun (Sarwono, 2010).

(14)

2.2 Ciri – ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Gunarsa (2010) menyatakan

ciri–ciri tertentu yaitu:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. b. Masa remaja sebagai periode peralihan. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. d. Masa remaja sebagai periode bermasalah. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Gunarsa (2001) menyebutkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhi (Monks, et al. 2002). 2.3 Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa ada Menurut Sarwono (2010) ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu :

a. Remaja Awal (Early Adolescence) 12-15 tahun

Remaja pada tahap ini masih terheran–heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan–dorongan yang menyertai perubahan–

(15)

perubahan itu. Mereka cepat tertarik pada lawan jenis, ingin bebas serta mulai berfikir abstrak dan sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa b. Remaja Madya (Middle Adolescence) 15-18 tahun

Remaja pada tahap ini mulai mencari identitas diri serta sangat membutuhkan kawan – kawan . Ia sangat senang bila banyak teman yang menyukai nya. Ada kecendrungan ‘‘ Narcictis” yaitu mencintai diri sendiri. c. Remaja Akhir (Late Adolescence) 18-21 tahun

Remaja pada tahap ini adalah masa kondolisasi menuju dewasa dengan ditandai dengan pancapaian lima hal yaitu :

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi – fungsi inteleknya.

b. Mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman – pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. d. Egosentrisisme.

e. Tumbuh “dinding’’ yang memisahkan tubuh pribadinya dengan masyarakat umum.

2.4 Perkembangan Fisik Remaja

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut

(16)

1. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

a. Remaja laki-laki Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telahmengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi padaremaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.

b. Remaja perempuan Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

2. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

a. Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit

b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak e) Remaja perempuan

f) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

(17)

g) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. h) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

i) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

Menurut Kurt Lewin dalam Sarwono (2010) asa tingkahlaku yang akan selalu terdapat pada remaja yaitu :

a. Pemalu dan perasa, tapi sekaligus juga cepat marah dan agresif.

b. Remaja terus menerus merasakan pertentangan antar sikap, nilai, gaya hidup dan ideologi. Keadaan ini remaja yang berada di ambang peralihan antara masa anak – anak dan dewasa, sehingga remaja disebut manusia maginal dalam arti anak bukan, dewasa pun bukan.

c. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat.

d. Ada kencendrungan pada remaja untuk mengambil posisi sangat ekstrem dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul radikal dan memberontak di kalangan remaja.

e. Bentuk – bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada individu yang berbeda ditentukan oleh sifat.

2.5 Kondisi yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja a. Usia kematangan.

(18)

b. Remaja yang lebih matang lebih awal, yang diperlakukan hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

c. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik.

d. Kepatutan seks

Kepatutan seks remaja dalam penampilan diri, minat dan prilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberikan buruk pada prilakunya.

e. Hubungan keluarga

Remaja yang mempunyai hubungan erat dengan anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang lain, dan ingin mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.

f. Teman sebaya

Teman sebaya sengan mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara : 1. Konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang

konsep teman – temanya tentang dirinya.

2. Remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri - ciri kepribadian

(19)

Semasa anak – anak remaja didorong untuk kreatif dalam bermain dan tugas – tugas akedemisnya, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas pengaruh yang baik tentang konsep diri.

2.6 Perilaku Seksual Remaja

2.6.1 Defenisi Perilaku Seksual Remaja

Prilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk – bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang baik sejenis maupun dengan lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Dianawati, 2007).

Menurut Gunarsa (2008) ada beberapa prilaku seksual yang belum saatnya remaja melakukan seksual secara wajar yaitu :

a. Masturbasi atau onani

Kebiasaan buruk yang berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi yang emosi.

b. Berpacaran dengan berbagai prilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan – sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongn seksual.

c. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan dorongan tersebut ke kegiatan lain

(20)

yang sebenarnya yang masih dapat dikerjakan, contoh menonton dan membaca buku pornografi.

2.6.2 Perkembangan Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan masa remaja memiliki pengaruh besar sebagaimana perwujudan dari perkembangan prilaku seksual pada remaja. Seorang remaja membutuhkan banyak informasi untuk dapat membuat keputusan yang penting tentang seks. Remaja juga harus belajar untuk membuat keputusan sendiri dan tidak terpaksa melakukan sesuatu yang tidak mereka kehendaki atau sesuatu yang belum pasti. Yang paling penting, Remaja seharusnya merasa senang terhadap diri mereka dan tubuh mereka sendiri (Sarwono, 2010).

Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Remaja perempuan lebih memperlihatkan bentuk tubuh yang menarik bagi remaja laki-laki, demikian pula remaja pria tubuhnya menjadi lebih kekar yang menarik bagi remaja perempuan (Sarwono, 2004).

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongandorongan dan keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik,

(21)

mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Gunarsa, 2008).

Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003).

Menurut Havighurst tahu 1961 dalam Hurlock (2006) menjelaskan tentang tugas–tugas perkembangan prilaku seksual remaja sebagai berikut :

a. Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara lebih efektif.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

c. Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang. d. Dapat menjalankan peren sosial maskulin dan feminim e. Berprilaku sosial yang bertanggung jawab.

(22)

f. Mempersiapkan diri untuk memiliki karir atau pekerjaan yang memiliki konsekuensi ekonomi dan financial.

g. Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berprilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan pengertian dan pengetahuan.

2.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Remaja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja adalah :

a. faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan),

b. faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu), (Sarwono, 2010).

Faktor pendorong prilaku seksual menurut Sarwono (2010) yaitu : a. Faktor agama

Merosotnya kepercaan terhadap agama. b. Perbedaan jenis kelamin.

(23)

d. Faktor sosial ekonomi

Seperti rendahnya pendapatan dan tarif pendidikan, besarnya keluarga dan rendahnya nilai agama di masyarakat yang bersangkutan.

e. Citra diri yang menyangkut keadaan tubuh (body images) dan kontrol diri.

2.6.4 Faktor – Faktor Keluarga yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

a. Peran dan fungsi keluarga

Orangtua memiliki peran yang sangat penting dalam upayah pengembangan kepribadian anak. Pengasuhan orangtuan yang penuh kasih sayang, dan pendidikan tentang nilai – nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggotan masyarakat yang sehat, sehingga keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Status Sosial Ekonomi

Keadaan sosial-ekonomi memiliki peranan penting terhadap perkembangan psikososial anak. Di mana bila perekonomian keluarga cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam keluarganya itu lebih luas untuk mengembangkan bermacam – macam kecakapan yang tidak dicapai. Orang tua jiga dapat mencurahkan perhatian yang lebih dalam kepada pendidikan anaknya dengan tidak disulitkan dengan kebutuhan primer kehidupan manusia.

(24)

c. Keutuhan Keluarga

Merupakan salah satu faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga adalah keutuhan struktur keluarga di mana di dalam keluarga tersebut ada ayah, ibu, dan anak- anak. Jika tidak ada keduanya atau pun tidak ada salah satu nya maka suatu keluarga tidak utuh lagi. Selain itu ada juga ada keutuhan interaksi keluargas sehingga di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar dan harmonis.

d. Sikap dan Kebiasaan Orangtua

Cara–cara dan sikap–sikap yang ditanamkan orangtua memegang penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan sebuah kelompok sosial dengan tujuan–tujuan, struktur dan norma–norma, dinamika kelompok, termasuk dinamika kepemimpinan yang sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, serta dapat merangsang perkembangan ciri–ciri tertentu pada pribadi anaknya. e. Status Anak

Status anak dapat mempengaruhi psikososialnya di dalam keluarga. Artinya status sosial adalah kedudukan anak di dalam keluarga, seperti anak tunggal, anak sulung atau anak bungsu di antara saudaranya. 2.6.5 Bentuk–bentuk Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

a. Berpegangan Tangan

Perilaku seksual ini biasanya dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktifitas seksual lainnya tercapai.

(25)

b. Berpelukan

Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu

c. Cium Kering

Perilaku ciuman kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. Dampak dari ciuman ini menimbulkan imajinasi dan perilaku menjadi berkembang, damping itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan kebentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.

d. Ciuman Basah

Aktifitas ciuman basah berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dampak dari ciuman bibir ini menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual, hingga tidak terkendali dan apabila dilakukan terus menerus akan menimbulkan perasaan ingin mengulanginya kembali.

e. Meraba bagian tubuh yang sensitif

Merupakan suatu keinginan untuk meraba atau menyentuh bagian organ yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. Dampak dari sentuhan ini akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahnya kontril diri dan akal sehat akibatnya bisa melakukan aktifitas seksual selanjutnya seperti Intercource.

f. Petting

Merupakan aktifitas keselurahan seksual non Intercource (hingga menempelkan alat kelamin). Dampaknya menimbulkan ketagihan.

(26)

g. Oral Seksual

Oral seksual pada laki – laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir, pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina.

h. Intercource atau bersenggama

Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki – laki kedalam alat kelamin perempuan, dampak dari hubungan perilaku seksual pranikah adalah perasaan bersalah dan berdosa terutama pada pertama kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah dan aborsi, kematian dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena HIV dan PMS, sangsi sosial, agama serta norma, hilangnya keperawanan dan keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan yang memberikan respon tidak berbeda nyata terhadap jumlah akar diduga disebabkan komposisi nutrisi dan pisang yang ditambahkan

Hasil analisis matriks QSPM menunjukkan bahwa strategi yang direkomendasikan dari beragam alternatif yang diperoleh adalah meningkatkan dukungan melalui implementasi

Analisa sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa konsentrasi asam fosfat, suhu aktivasi dan interaksinya berpengaruh terhadap kadar karbon terikat arang aktif

Apabila pemohon telah memiliki hasil pengujian produk yang diajukan untuk disertifikasi paling lama 1 (satu) tahun, LSPro dapat mengakui hasil uji tersebut selama

• Asas profesionalitas dalam UU Anti KKN 1999, UU Pelayanan Publik dan ASN diartikan sebagai asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

Penilaian nasabah terhadap feedback berupa manfaat positif yang didapat setelah mengikuti gathering dan event yang diselenggarakan Treasury Group di Kanwil VII Pada tabel

Orang yang menyakini allah memiliki sifat al-akhir akan menjadiakn allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selainnya, tidak ada permintaan kepada selainnya,