• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Ruang - Repositori Dokumen Elektronik 2 bulletinCK des10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tata Ruang - Repositori Dokumen Elektronik 2 bulletinCK des10"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Rusunaw a

untuk M engurangi,

Bukan M enambah Kekumuhan

Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010

ADB PuAs,

KinerjA ris-PnPM TAhAP ii LeBih BAiK

LiPuTAn Khusus

Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi Rusun Bidara Cina 9

inFO BAru 2

(2)

Resensi

33

STATE OF THE WORLD

2010 Transforming

Cultures:From Consumerism

to Sustainability

Inovasi

23

Bio-Butanol, Energi Baru

dari Sampah M akanan

26

Peduli Air M inum dan

Sanitasi, Untuk Kita Sendiri

28

BLUD SPAM di ‘Duo’

Kupang Banyak Untungnya

Liputan Khusus

9

Efektivitas Pengelolaan

Sistem Sanitasi Rusun

Bidara Cina

4

daftar isi

DESEMBER 2010

http://ciptakarya.pu.go.id

Redaksi menerima artikel, berita, karikatur yang terkait bidang cipta karya dan disertai gambar/foto serta identitas penulis. Naskah ditulis maksimal 5 halaman A4, Arial 12. Naskah yang dimuat akan mendapat insentif.

12

‘Jangan Bicara PAM SIM AS

Tanpa Dampak Terukur’

17

Penanganan Permukiman

Kumuh M elalui Aset-Aset

Produktif Komunitas

20

M enimbang Solusi Relokasi

Korban M erapi

Info Baru

Pelindung

Budi Yuwono P

Penanggung Jawab

Danny Sutjiono

Dewan Redaksi

Antonius Budiono, Tamin M. Zakaria Amin, Susmono, Guratno Hartono, Joessair Lubis,

Budi Hidayat

Pemimpin Redaksi

Dwityo A. Soeranto, Sudarwanto

Penyunting dan Penyelaras Naskah

T.M. Hasan, Bukhori

Bagian Produksi

Djoko Karsono, Emah Sadjimah, Radja Mulana MP. Sibuea, Djati Waluyo Widodo, Aulia UI Fikri, Indah Raftiarty

Bagian Administrasi & Distribusi

Sri Murni Edi K, Ilham Muhargiady, Doddy Krispatmadi, A. Sihombing, Ahmad Gunawan, Didik Saukat Fuadi, Harni Widayanti, Deva Kurniawan, Mitha Aprini, Nurfhatiah

Kontributor

Panani Kesai, Rina Agustin Indriani, Nieke Nindyaputri, Hadi Sucahyono, Amiruddin, Handy B. Legowo, Endang Setyaningrum, Syamsul Hadi, Didiet. A. Akhdiat, Muhammad Abid, Siti Bellafolijani, Djoko Mursito, Ade Syaeful Rahman,

Th. Srimulyatini Respati,Alex A.Chalik, Bambang Purwanto,

Edward Abdurahman, Alin B. Setiawan, Deddy Sumantri,

M. Yasin Kurdi, Lini Tambajong

Alamat Redaksi

Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578

Email

publikasi_djck@yahoo.com

4

Rusunaw a untuk

M engurangi, Bukan

M enambah Kekumuhan

6

Kinerja dan M anfaat

Rusunaw a Dari Kaca M ata

Building Life Cycle

Berita Utama

20

29

Gema PNPM

(3)

Acuan Biaya Konsultan

Mohon saya dibantu untuk mendapatkan lampiran SK Ditjen SK yang berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan gedung pe me-rintah, terima kasih.

Mesranie dan Ikhsan

Kepada Yth. Mesranie dan ikhsan

1. Ralat, lampiran SK Ditjen CK sudah berubah menjadi Peraturan Menteri PU yang berisikan acuan biaya konsultan untuk perencanaan gedung pemerintah yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/

editorial

Bangun Rusunaw a Harus Disertai Sinergi

PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

2. Untuk mendapatkan peraturan menteri tersebut diatas dapat meng­ hubungi Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya dengan nomor telepon: 021­72799256 atau Badan Penerbit PU Jalan Pattimura No.20 Kebayoran Baru. Telp: 7394647 atau 7395588 pesawat (350).

Terima Kasih

Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email publikasi_djck@yahoo.com atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id

...Suara Anda

Foto Cover : Rusunaw a M arisso, M akassar

2009

Sejak pertama dibangunnya Rumah Susun Sederhana Sewa oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dari RPJMN 2004-2009 lalu, permasalahan tak kunjung usai. Karenanya, dambaan agar Rusunawa menjadi model alternatif penurunan kawasan kumuh di perkotaan melalui penyediaan hunian vertikal semakin memudar. Dari masalah lahan, infrastruktur dasar seperti air minum, listrik, hingga aksesibilitas dan fasilitas umum. Dari 193 Twin Block yang telah dibangun Ditjen Cipta Karya lima tahun terakhir, permasalahan tersebut menjadikan 53 TB diantaranya belum dihuni. Sebenarnya kondisi tersebut bisa dicegah jika sejak awal ada sinergi pemerintah pusat dan daerah dan dibarengi komitmen yang kuat dari Pemda sesuai peraturan yang berlaku.

Pembangunan Rusunawa adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunawa seharusnya mampu membantu perkotaan dalam menyediakan hunian yang layak untuk warganya. Perkotaan masih menjadi penanggung beban paling berat terkait penyediaan perumahan. Saat ini pembangunan atau pengembangan rumah baru mencapai 600.000 unit per tahun. Jumlah kekurangan rumah (backlog) mengalami peningkatan dari 4,3 juta unit pada tahun 2000 menjadi 5,8 juta unit pada tahun 2004 dan 7,4 juta unit pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut diperkirakan akan terus berakumulasi di masa yang akan datang akibat adanya pertumbuhan rumah tangga baru rata-rata sebesar 820.000 unit rumah per tahun.

Buletin Cipta Karya edisi akhir tahun 2010 ini akan sedikit mengulas tentang permasalahan Rusunawa di Indonesia. Selain itu, perlu kami sajikan juga permasalahan PAMSIMAS dalam tahapannya dengan mengungkapkan kasus-kasus di beberapa daerah. Kemudian simak juga pernyataan Direktur Jenderal Cipta Karya bahwa jika kita bicara Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau PAMSIMAS tidak bisa dilihat dari ketersediaan air minum belaka. Di sana ada unsur sanitasi, perilaku hidup sehat, masyarakat yang mampu memberdayakan dirinya sendiri, mampu menentukan program dan keberlanjutannya.

Di bidang air minum, tidak kalah menariknya ulasan tentang SPAM Regional, di mana pertengahan Desember lalu telah disepakati antara Bupati Kupang, Gubernur NTT, Walikota Kupang dan Dirjen Cipta Karya tentang penyerahan pengelolaan sarana dan prasarana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang melayani air minum di wilayah Kota Kupang ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya Pemprov NTT membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk mengelola unit produksi, transmisi, dan distribusi dari mata air Baumata, Oenesu, Kolhua, dan Bonem. Diharapkan SPAM Regional ini mampu menyumbangkan keuntungan yang lebih dibandingkan jika dikelola sendiri-sendiri. Tentu juga menjadi pelajaran bagi daerah lain yang masih bermasalah dalam pengelolaan air minum dan air bakunya.

Selamat membaca dan berkarya!

(4)

S

Selain menyediakan permukiman yang layak ba gi masyarakat berpenghasilan rendah, fung si utama pembangunan rusunawa ada lah meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, sehingga jangan sampai pem-bangunan rusunawa justru menciptakan lingkungan kumuh baru.

Untuk itu ada tiga hal yang penting dalam pembangunan rusunawa. Pertama, persiapan baik lahan maupun penghuninya. Kedua, teknologi yang digunakan serta desain arsi-tektur yang tepat. Ketiga, pembangunan pe rilaku sosial masyarakat, khususnya para penghuni rusunawa, yang menunjang peme-liharaan lingkungan.

Rusunaw a

untuk M engurangi,

Bukan M enambah Kekumuhan

B

er

ita

U

ta

m

a

Tujuan pembangunan Rusunawa untuk mengurangi kekumuhan di perkotaan,

dengan tarif yang rendah dikhawatirkan menjadikan Rusunawa itu sendiri yang

mengalami kekumuhan. Masih ada Pemda yang menetapkan tarif Rp 80 ribu.

Bagaimana bisa dialokasikan untuk pemeliharaan lingkungannya? Jika Pemda

menetapkan tarif murah, artinya Pemda harus mensubsidi Rp 100 ribu.

Pengelola Rusunawa diharapkan mene-tapkan tarif yang layak kepada penghuni Rusunawa yang ditujukan kepada keluarga yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta. “Minimal Rp 200 ribu untuk sewa kamar. Angka itu diharapkan bisa memberikan kons tribusi mewujudkan lingkungan yang tertata rapih dan tidak kumuh,” kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Budi Yuwono.

Budi Yuwono menyebut contoh Rusunawa di Batam, dengan menetapkan tarif Rp 200 ribu, pengelola bisa membangun wahana bermain anak-anak di lingkungan Rusunawa tersebut.

(5)

BERITA

UTAMA

Tahun 2010, Ditjen Cipta Karya mem-bangun 37 Twin Block dengan rata-rata bia-ya pembangunannbia-ya Rp 12 miliar. Semua pembangunan Rusunawa bersifat multi years

karena biasanya Pemerintah Daerah tidak sanggup menyediakan lahan di awal-awal tahun.

Pembangunan Rusunawa berawal dari si nergi pemerintah pusat dan daerah. Pe-merintah sanggup membangun asal Pemda memiliki program penataan kumuh di dae-rahnya. Kerjasama pemerintah pusat dan Pemda tak hanya sampai di situ, setelah Rusun terbangun, Pemda juga harus berkomitmen untuk menyediakan prasarana dasar lainnya seperti air dan listrik.

“Dari 193 TB yang telah dibanguan sejak lima tahun terakhir, listrik masih menjadi masalah di 53 TB yang mengakibatkan be-lum dihuninya Rusunawa tersebut. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal seperti ti dak adanya power, terlambatnya APBD meng-anggarkan fasilitas listrik,” kata Budi.

Angka kekumuhan yang dirilis Kemen te-rian Perumahan Rakyat tahun ini seluas 57 ribu ha, meningkat dari tahun sebelumnya yang tersebar di 54 ribu ha. Menurut Budi, pengaruh dibangunnya Rusunawa dalam me ngurangi luasan kawasan kumuh tidak bi-sa dilihat secara nasional, tapi perhatikanlah perlokasi. Ia kemudian mencontohkan se-per ti di Gresik, Solo, Pekalongan, dan di kota lain yang sudah memiliki Rusunawa. Ber-tambahnya luasan kawasan kumuh ka rena bermunculannya kawasan kumuh di tempat lain.

SPPIP dan RPKPP

Karena itu, kata Budi Yuwono, saat ini Di-rektorat Jenderal Cipta Karya memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusun Stra tegi Pengembangan Permukiman dan Infra struk-tur Perkotaan (SPPIP). Di tahun 2010 ini, Ditjen Cipta Karya akan melakukan pendampingan terhadap 49 daerah dalam penyusunan SPPIP dan 29 daerah dalam menyusun Rencana

Pengembangan Kawasan Permukiman Prio-ritas (RPKPP).

SPPIP merupakan strategi yang sifatnya sek to ral, dimana SPPIP merupakan turunan da ri ren cana tata ruang wilayah (RT/RW) ko ta/kabupaten. Strategi tersebut me mu-at visi, misi dan arah pembangunan permukiman suatu kota. Dimana nantinya prog -ram-program prioritas dalam SPPIP ini akan dituangkan dalam Rencana Program In ves-tasi Jangka Menengah (RPIJM) Ditjen Cip ta Karya untuk mendapatkan pendanaan atau investasi.

Jika pada Renstra sebelumnya Cipta Karya mampu membangun 193 TB Rusunawa, ma-ka pada Renstra 2010-2014, hunian ver tima-kal Rusunawa sebanyak 270 TB, yang di ha rapkan mampu mengurangi kawasan ku muh di per-kotaan setara 414 ha atau setara dengan 207 kawasan (sumber: Renstra 2010-2014).

“Kami terus meningkatkan jumlah Rusu-nawa untuk lima tahun ke depan, jika di-gabungkan dengan programnya Kemen te-rian Perumahan Rakyat, maka secara nasional ada sekitar 600 TB akan terbangun sampai 2014,” ujar Budi.

PR 37 TB hingga April 2011

Direktorat Jenderal Cipta Karya pada tahun 2010 ini akan menyelesaikan pembangunan 37 Twin Block (TB) rusunawa di 27 lokasi di 12 provinsi pada April 2011. Dengan jumlah 99 unit rusunawa dalam 1 TB, pembangunan 37 TB rusunawa yang dimulai pada September 2010 ini akan mampu melayani kebutuhan permukiman layak huni bagi 3.663 Kepala Keluarga (KK).

Untuk pembangunan rusunawa di pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur menjadi prioritas pembangunan dengan 8 TB, diikuti oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing dengan 6 TB, Yogyakarta dan Banten masing-masing dengan 2 TB. Sementara untuk pro-vinsi di luar Pulau Jawa, pembangunan ru-su nawa diprioritaskan di Kepulauan Riau de ngan 4 TB, Sumatera Barat, Sumatera

Se-latan, Bangka Belitung, dan Lampung ma-sing-masing dengan 2 TB, serta Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Se-latan, dan Sulawesi Selatan masing-masing dengan 1 TB.

Pembangunan 37 TB tersebut merupakan bagian dari Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014 Direktorat Jenderal Cipta Karya yang menargetkan pembangunan 270 TB rusunawa atau meningkat hampir 50% dari target Rencana Strategis tahun 2005-2009 yang sebanyak 193 TB, dengan anggaran sekitar Rp 3,24 triliun atau Rp 12 miliar untuk setiap pembangunan TB rusunawa.

Budi Yuwono mengatakan, “Pemba ngun-an rusunawa merupakngun-an salah satu bentuk upaya pemerintah untuk mengentaskan per -mukiman kumuh dalam rangka pen ca pai an MDGs 2015 tujuan ke tujuh sasaran ke 11, itu mencapai perbaikan yang ber ar ti da-lam kehidupan penduduk miskin di permu-kiman kumuh pada tahun 2020, khu sus nya pengentasan permukiman kumuh di per-kotaan atau urban renewal. Melalui pem-bangunan rusunawa diharapkan terjadi pe-remajaan kota atau pengurangan kawasan kumuh perkotaan.”

Berdasarkan data pemerintah, saat ini jum lah penduduk Indonesia yang bermukim diperkotaan telah mencapai 112 juta jiwa, dengan 23,1% penduduk perkotaan atau sekitar 25 juta jiwa bertempat tinggal di kawasan kumuh. Dengan kata lain, hampir 10% dari total penduduk Indonesia tinggal di kawasan kumuh.

Sejak 2003 hingga 2009, Direktorat Jen-deral Cipta Karya telah membangun 18.653 unit rusunawa, atau 193 TB, yang tersebar di 142 lokasi di 25 provinsi. Dari ke 25 provinsi tersebut, tingkat hunian rusunawa tertinggi terdapat di provinsi Jawa Barat (93%), Jawa Timur (84%) dan Jawa Tengah (73%). Se-men tara tingkat hunian terendah berada di provinsi DKI Jakarta (6,7%), serta Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara yang tingkat huniannya masih di bawah 5%.

“Dalam beberapa pembangunan, peman-faatan rusunawa belum mencapai target. Masih terdapat sejumlah rusunawa yang be-lum diisi atau dihuni oleh masyarakat, karena kurangnya sosialisasi kepada masya rakat. Un tuk itu saya meminta kepada seluruh Ke-pala Daerah, KeKe-pala Dinas dan Satuan Kerja untuk menindaklanjuti penyediaan rusunawa dengan pemanfaatan dan pemeliharaan,” tam bah Budi Yuwono.

(bcr)

“Kami terus meningkatkan jumlah Rusu nawa untuk lima tahun

ke depan, jika di gabungkan dengan programnya Ke men te rian

Peru mah an Rakyat, maka secara na sio nal

ada sekitar 600 TB akan terbangun sam pai 2014”

Dirjen CIpta Karya, Budi Yuwono

(6)

P

Penyelenggaraan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dirintis sejak tahun 2003 dalam rangka mengurangi kawasan kumuh di perkotaan. Pembangunan Rusunawa di-lakukan dengan tujuan meningkatkan kua-litas lingkungan permukiman melalui upa-ya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Ke giatan pembangunan rusunawa ini di-nilai positif dalam mengurangi kumuh per-kotaan karena sangat menghemat lahan, sebagaimana kita ketahui permukiman de-ngan pola pembangunan horizontal sa ngat rakus dalam memakan lahan.

Namun, dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai dari perencanaan hingga pasca pem-bangunan karena data menunjukkan pada akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah 2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Dari data tersebut, bisa dipastikan ada yang salah dalam proses pelaksanaannya.

Sedikit menengok dalam BuildingLife Cycle

(daur hidup sebuah bangunan) terdapat fase-fase yang mempengaruhi kinerja sebuah

ba-B

er

ita

U

ta

m

a

Dibalik nilai positif Rusunawa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan mulai

dari perencanaan hingga pasca pembangunan karena data menunjukkan pada

akhir 2007, dari 8.876 unit rusunawa yang terbangun, baru terhuni sejumlah

2.260 unit (± 25,46% dari jumlah unit terbangun). Bisa dipastikan ada yang salah

dalam proses pelaksanaannya.

Kinerja dan M anfaat Rusunaw a

Dari Kaca M ata

Building Life Cycle

(7)

BERITA

UTAMA

ngunan. Adapun fase-fase tersebut adalah fase predisain, fase desain, fase konstruksi, dan fase pemakaian (Minnesota Sustainable Design Guide, 2000). Fase predesain men-cakup: project initiation, programming, dan pemilihan site.

Fase desain mencakup: desain skematik, desain pengembangan, dokumen konstruksi dan spesiikasi. Fase konstruksi mencakup: lelang dan penunjukan, konstruksi, dan

com missioning. Fase occupancy (pemakaian) men cakup: startup,operation & maintenance, dan pemakaian berikutnya.

Adapun dalam Rusunawa, daur hidup ba-ngunan tersebut bisa dijabarkan ke dalam fase-fase sebagai berikut.

Pertama, pada tahap Pra Perancangan. Pe-merintah kab/kota yang memegang faktor kunci. Pemerintah membangun Rusunawa berdasarkan usulan dari pemerintah kabu-paten/kota setempat, sehingga peranan pe-merintah kabupaten/kota sangat besar da-lam menentukan kebutuhan Rusunawa di daerahnya berikut lokasi serta sasaran peng-huni Rusunawa tersebut. Pada kenyataannya

banyak terdapat Rusunawa yang belum ter-huni hingga sekarang (bahkan bangunannya menjadi rusak).

Ada pula kasus Rusunawa terhuni, tapi tidak tepat sasaran karena kurangnya ka-ji an yang mendalam (termasuk sosia lisasi) ter hadap kebiasaan/kebutuhan masya rakat yang menjadi sasaran. Di bawah ini salah satu contoh Rusunawa yang belum terhuni se-bagian, dan sebagian lainnya terhuni tetapi tidak tepat sasaran.

Kedua, tahap Desain, yang merupakan

tahap perencanaan isik bangunan. Pada ta-hap ini Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Cipta Karya yang memegang fak -tor kunci, selain sebagai inisia-tor juga sebagai koordinator dalam pelaksanaan pem -bangunan Rusunawa. Pada tahap ini, ka rena desain bangunan Rusunawa yang ti pikal, ma-ka yang perlu ditema-kanma-kan adalah bagaima na desain sarana dan prasarana yang hendak dibangun oleh pemerintah ka bupaten/ko-ta. Perlunya sinkronisasi desain bangunan Ru sunawa dengan sarana dan prasarananya

Foto Kiri : Rusunawa Tanjung Balai, akses menuju rusunawa kurang memadai.

Foto Kanan : Rusunawa Bekasi, akses menuju rusunawa kurang memadai.

Dari hasil kunjungan ke Rusunawa Cingised Kabupaten Bandung

Barat, Jawa Barat, 10-12 Mei 2010 lalu, didapat fakta bahwa

Rusunawa yang dibangun secara bertahap (ada 4 blok) baru 2

blok yang terhuni.

(8)

BERITA

UTAMA

Iuran yang dikenakan per KK Rp. 100.000/bulan. Saat ini dihuni

oleh masyarakat yang rata – rata karyawan swasta. Kondisi

bangunan tidak terawat (dinding retak-retak dan banyak

ditumbuhi ilalang), banjir, dan sarana penunjang tidak terawat

(drainase tidak terawat karena banyak ditumbuhi semak-semak

sehingga tidak berfungsi), sementara bangunan Posyandu serta

mushola tidak berfungsi.

Rusunawa ini direncanakan bagi penduduk yang berada di

Taman Sari/Cikapundung, tetapi mereka tidak mau dipindahkan

dikarenakan di Taman Sari mereka lebih mudah mencari nafkah

(lebih ramai).

Rusunawa Bekasi, Instalasi listrik banyak yang hilang.

(termasuk waktu pelaksanaan pem bangun-an kedubangun-anya) harus dilakukbangun-an untuk meng-hindari masalah di kemudian hari.

Ketiga, tahap Konstruksi. Yaitu tahap pe-laksanaan isik yang dikelola oleh Peme-rintah Pusat. Satker Rusunawa sebagai per-panjangan tangan dari Pemerintah harus menunjuk kontraktor yang benar-benar kom peten untuk membangun Rusunawa ini. Selain itu, komitmen pemerintah kabu pa-ten/kota terhadap penyediaan infra struktur juga harus dipenuhi seiring dengan pe nyelesaian bangunan Rusunawa oleh Pe me rin -tah. Lamanya proses serah terima bangu-nan Rusunawa dari Pemerintah ke pada pe merintah kabupaten/kota juga menjadi kendala dalam menganggarkan dana dae-rah untuk perawatan bangunan yang te lah selesai dibangun. Beberapa contoh pe nye-diaan infrastruktur Rusunawa yang ku rang maksimal terlihat dalam gambar di ba wah ini. Keempat, tahap Occupancy. Seharusnya ta hap ini adalah tahap yang tidak sulit jika beberapa tahap sebelumnya dilalui dengan baik. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, pada beberapa kasus, tahap penghunian

(oc cu pancy) menjadi tahap yang paling me-nyulitkan karena harus langsung ber hadapan dengan masyarakat yang ku rang puas dengan proses pembangunan Rusunawa tersebut. Sehingga seringkali ter jadi penolakan ole h masyarakat karena tahap-tahap sebelum-nya kurang melibatkan masyarakat. Pem-ben tukan UPT oleh pemerintah kabupaten/ kota sedini mungkin (sejak tahap pra peran-cangan) dapat dijadikan solusi untuk bisa segera melibatkan masyarakat (dalam ben-tuk sosialisasi, analisa kebutuhan dan ke bia-saan, dll) sehingga mempermudah tahap beri kutnya hingga tahap penghunian.

Perlu ditingkatkan lagi kerjasama yang ba-ik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembangunan Ru-su nawa ini sehingga dapat memberikan man faat dalam mengurangi pertambahan ka wasan kumuh sesuai salah satu target Mil­ len nium Development Goals (MDGs), ser ta me nye diakan hunian yang layak bagi ma-syarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di kawasan perkotaan. Dengan me-lalui tahap-tahap di atas, maka daur hidup bangunan Rusunawa diharapkan akan terus berjalan sehingga meningkatkan kinerja dan manfaat dari kegiatan tersebut.

(9)

Wakil Walikota Jakarta Timur, K. Yasin (kiri) meninjau Rusun Bidara Cina.

LIPUTAN

KHUSUS

L

ip

ut

an

K

hu

su

s

K

Kota Jakarta, hingga waktu yang tak bisa diprediksikan, masih menghadapi perma-sa lahan urbaniperma-sasi/migrasi penduduk yang cukup tinggi. Fenomena ini sudah menjadi masalah nasional dan telah mempengaruhi pengembangan pertumbuhan kota seperti kota metropolitan dan kota besar lainnya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bah-wa tingkat pertumbuhan penduduk di kotaan cukup signiikan mencapai 3-4% per-tahun (BPS, 2010), jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk dengan rata-rata pertumbuhan penduduk nasional 1,97%.

Efektivitas Pengelolaan Sistem Sanitasi

Rusun Bidara Cina

Sugianto Tarigan*)

Kondisi ini terjadi karena tingkat urbanisasi yang tinggi untuk mencari kehidupan yang lebih layak di perkotaan, sehingga ting kat kepadatan penduduk di perkotaan semakin tinggi, berjalan seiring dengan tuntutan ke-butuhan akan rumah tinggal.

Dalam upaya mengatasi fenomena di atas pemerintah berupaya membangun Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Tujuan pembangunan Rusunawa ini adalah upaya pemerintah DKI untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah

yang mempunyai penghasilan rendah sesuai dengan UU.RI.No.16 Tahun 1985.

Dari beberapa jumlah rumah susun yang sudah dibangun lebih kurang 2.490 Unit (Dinas Perumahan DKI. 2000) di 7 lokasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, me nunjukan bahwa operasi dan peme liha-raan prasarana infrastruktur se per ti sistem sanitasi masih rendah. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas ling kungan dan pela ya-nan rumah susun itu sendiri. Bahaya keru-sakan lingkungan dan menurunnya kualitas air baku. Karena kurangnya perhatian pada

(10)

masalah sanitasi, menyebabkan upaya per-baikan sepuluh kali lipat lebih mahal dari pa-da biaya pencegahannya.

Kerusakan lingkungan ini terjadi di lo-kasi pembangunan rumah susun Bidara Ci na, Jakarta Timur yang telah dibangun pa da tahun 1995 atas prakarsa Pemda DKI Jakarta dengan pengusaha Indonesia. Tu-juan awalnya adalah untuk merelokasi ma-syarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Ciliwung dan sekaligus peremajaan kota sebagai proyek percontohan sepanjang 800 m pada tahun 1994/1995 melalui proyek pengembangan DAS Ciliwung dan proyek pe ngembangan rumah susun murah. Jumlah bangunan rumah susun Bidara Cina terdiri dari 7 Blok, 688 KK, dengan jumlah penduduk lebih kurang 2.752 Jiwa.

Pemerintah DKI yang menjadi garda ter-depan pengelolaan sistem sanitasi ma sih belum dilengkapi dengan kebijakan dan pengaturan soal organisasi dan tata ker ja institusi atau lembaga yang bertugas me-ngelola prasarana sistem sanitasi. Pe rang-kat pengaturan masih jauh dari ope rasional sehingga pengelolaan, terutama pe an, prasarana sanitasi masih ter batas. Lebih jauh lagi, data-data yang rea lable dan valid

atas prasarana sistem sa ni tasi yang sangat terbatas sehingga sulit untuk melakukan iden tiikasi kebutuhan pening katan pelaya-nan. Padahal menurut SK Gu bernur No.122 tahun 2005 menyebutkan bahwa pemerintah daerah DKI bertanggung jawab terhadap pengelolaan air limbah/sis tem sanitasi.

Menurut UU.No.16/1985, Pengelola Ru-mah Susun disebut Perhimpunan Peng hu-ni Rumah Susun yang ditunjuk dari Dinas Pemerintah Kota Jakarta yang bertugas un-tuk menyelenggarakan pengelolaan yang

meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah ber-sama, dan pemeliharaan serta perbaikan, na mun kebijakan ini belum juga berjalan dengan baik.

Berdasarkan kepada permasalahan ter -se but disimpulkan bahwa efektifvitas Pe-nge lolaan Sistem Sanitasi Rumah Susun Bi da ra Cina saat ini masih rendah. Hal itu me nyebabkan lingkungan permukiman di ling kungan rumah susun bidaracina terkesan kumuh dan sudah tidak layak huni lagi. Hal ini terbukti setiap hujan datang masyarakat penghuni selalu merasakan bau tidak sedap yang bersumber dari sistem sanitasi yang sudah tidak berfungsi dengan baik.

Untuk memahami fenomena tersebut, pe-nulis mencoba melakukan survey dan ka jian mengenai situasi atau kejadian secara s dan sumber yang akurat mengenai fakta-fakta di lapangan dengan melihat se cara langsung eksisting pengelolaan sistem sanitasi Rumah Susun Bidara Cina, dengan melihat beberapa aspek yaitu aspek teknis, aspek biaya operasional/pemeliharaan, as pek institusi, aspek karakteristik sosial eko nomi penghuni rumah susun.

Jumlah penghuni rumah susun lebih ku-rang 688 KK atau 2.752 jiwa sebagai sumber penghasil sanitasi rumah tangga sebasar 219 m3/hari (asumsi 60-80 l/org/hari JICA 2007). Rusun mempunyai proses pengolahan septik tank, Blower sebagai pengurai tinja dua unit masing-masing mempunyai kapasitas 216 m3. Sanitasi rumah susun yang dimaksud adalah yang menyangkut pembuangan air kotor seperti grey water, black water yang ber sumber dari rumah tangga atau rumah susun.

Sistem pembuangan air limbah rumah

susun Bidara Cina dari atas ke bawah dengan sistem plumbing perpipaan yaitu sistem perpipaan dengan pembuangan terpisah, di mana air kotor dan air bekas untuk sete-rusnya digabungkan dan diteruskan ke bak kontrol dan di oleh di septic tank dengan memakai pengurai tinja (Blower). Hasil olahan diteruskan ke badan sungai Ciliwung dengan

BOD (Biochemical Oxigen Demand) sesuai (petunjuk Teknis Ditjen Cipta Karya 2004) yaitu BOD > 300 mg/l dikategorikan kuat; BOD 100-300 adalah sedang, dan BOD <100 mg/l adalah rendah.

(11)

LIPUTAN

KHUSUS

dan proses pengolahan (blower) sudah tidak

berfungsi. Setiap bak kontrol juga sudah tidak standar, sehingga pembuangan tinja lang sung ke badan sungai tanpa melalui proses pengolahan dan mengakibatkan pen-cemaran lingkungan yang sangat tinggi.

Bila hal ini tidak diperhatikan dan tidak di-lakukan perbaikan pengolahan Sistem Sa ni-tasi dengan baik, seiring dengan berja lan nya waktu maka akan terjadi deg radasi kualitas sumber air tanah dan kualitas ling kungan kesehatan penghuni dan ling ku ng an sekitar-nya, akibatnya Unsus tanable De velop ment.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, menurut penulis bahwa pe -ngelolaan sistem sanitasi rumah susun cen-derung diabaikan oleh penghuni maupun pengelolaannya, institusi pemerintah mau-pun swasta yang seharusnya mampu

menge-lola sistem sanitasi belum dapat berperan secara efektif sehingga lingkungan sehat dan bersih yang diharapkan masyarakat peng-huni rumah susun jauh dari harapan.

Keberhasilan pengelolaan sistem sanitasi rumah susun sewa dipengaruhi beberapa aspek seperti, aspek teknis, aspek institusi, aspek biaya dan aspek karakteristik sosial dan ekonomi penghuni rumah susun itu sendiri. Beberapa aspek yang menjadi masukan un tuk pengelolaan sistem sanitasi rumah susun adalah; pertama Pengelolaan, yaitu melakukan penjadualan pengoperasian dan pemeliharaan rutin, berkala, penanganan men desak untuk sistem sanitasi rumah susun, dengan cara memperbaiki atau mengganti yang jelek atau bagian yang sudah rusak seluruh bangunan pengelolaan sistem sani-tasi sesuai dengan petunjuk teknis.

Kedua, aspek teknis, Pengelolaan sistem sanitasi rumah susun Bidara Cina sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM), ser ta prosedur dan operasional sistem sa-nitasi dan sesuai dengan pedoman pe-tun juk Teknis yang berlaku; ketiga, As-pek Institusi, Pengelolaan sistem sanitasi de ngan pedoman dari dinas Perumahan DKI organisasi pengelola sistem sanitasi sesuai pasal 65.PP.4/88); keempat, Aspek Biaya, ada-nya bantuan Subsidi dari Pemerintah DKI terhadap pengelolaan sistem sanitasi sesuai (SK. Gubernur No.122 Tahun 2005); kelima, Peran serta masyarakat penghuni rumah su-sun, sebagai pemakai fungsi-fungsi sistem sanitasi, ikut serta membantu menjaga/me

-me lihara bagian-bagian sistem sanitasi agar fungsinya berjalan sesuai Standar Ope rasional Prosedure (SOP).

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pe ngelolaan Sistem Sanitasi Rumah Susun Bi dara Cina diperlukan unsur institusi dan peraturan yang jelas serta tegas. Dalam hal kelembagaan harus ditetapkan lembaga atau instansi yang bertanggung jawab secara lang sung terhadap bidang sanitasi di daerah. Persoalan kelembagaan ini sangat mendesak, permasalahan sistem sanitasi di rumah susun akan segera ditangani oleh Dinas Perumahan Permukiman, Dinas Kebersihan DKI dan lem-baga terkait lainnya.

Kepada pemerintah daerah khususnya Pem da DKI bisa memberikan bantuan da-na kepada Pengelola Sistem Sanitasi di-ru mah susun sewa Bidara Cina. Hal itu me ngi ngat bahwa SK.Gub. No.122 tahun 2005, menyatakan bahwa pemerintah dan masya rakat bertanggung jawab terhadap pe nge lolaan air limbah/sanitasi. Kepada pe-merin tah, agar melakukan pembinaan dan pe nyu luhan secara rutin tiap bulan kepada pi hak pengelo la rumah susun Bidara Cina.

Harapan penulis, tulisan ini menjadi ma -su kan bagi pemerintah untuk mem ba ng un rumah susun sewa, agar lebih memper hati-kan aspek-aspek seperti institusi, tek nis, biaya, penghuni rumah susun itu sen diri, sehingga harapannya pemerintah dapat mewujudkan rumah susun yang berkelanjutan.

*) Staf subdit Pengembangan Permukiman Ba­ ru, Dit. Pengembangan Permukiman, DJCK

Foto Kiri : Peta udara Rusun Bidara Cina Jakarta Timur.

Foto Tengah Atas : Kondisi isik salah satu pengolahan tinja.

Foto Tengah Bawah

& Foto Kanan : Kondisi sarana dan srasarana Rusun Bidaracina Jakarta Timur.

(12)

In

fo

B

ar

u

1

‘Jangan Bicara PAM SIM AS

Tanpa

Dampak Terukur’

D

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Yuwono mengatakan hal itu pada Rapat Koordinasi Nasional yang diikuti oleh 396 orang dari PPMU, Kasatker Peningkatan Kinerja Pengembangan Air Minum (PKPAM), TKK, DPMU, dan Dinkes. Tujuan diselenggarakannya Rakornas yang diadakan selama 3 hari itu bertujuan me-ning katkan koordinasi di antara pelaksana program PAMSIMAS, melakukan evaluasi ter hadap progress dan kinerja program PAM-SIMAS TA 2010, mencari solusi untuk masalah yang masih terjadi dalam pelaksanaan pro-gram TA 2010 serta menyepakati rencana tindak terhadap permasalahan yang mung-kin ada di masing-masing provinsi dalam pelaksanaan kegiatan TA 2010 dan persiapan program PAMSIMAS TA 2011.

Selain itu Budi Yuwono menyampaikan bahwa tidak hanya akses air minum saja yang terlayani dari program PAMSIMAS ini, tetapi diharapkan masyarakat sudah me-manfaatkan air tersebut sebagai salah satu

Suasana Rapat Koordinasi Nasional Program PAMSIMAS Tahun 2010 di Jakarta.

Rita Hendriawati*)

(13)

“Jadi ini adalah aset yang kuat. Pemerintah daerah harus melakukan berbagai pem bi-naan. Dengan demikian kita dapat berdiri dengan baik di pinggiran sebagai pembina yang aktif, itulah harapan saya. Sebab dengan waktu yang kurang dari sebulan ini, kita harus terus memacu progres pelaksanaan program PAMSIMAS 2010 untuk dapat memenuhi tar-get yang ditetapkan”.

Rapat Koordinasi Nasional Program PAM-SIMAS TA 2010 ini diadakan selama tiga hari (24-26 Nopember 2010) di Jakarta. Dalam laporannya, Tanozisochi Lase, Ka Satker PPIP mengatakan Rapat Koordinasi Nasional yang mengundang 396 orang dari PPMU, Kasatker PKPAM, TKK, DPMU, Dinkes dan PMAC itu merupakan rangkaian dari tindak lanjut rapat regional PAMSIMAS dan road show yang telah dilaksanakan secara maraton.

Ia menambahkan, sebagai program yang berdampak pada masyarakat luas, PAM SI-MAS juga dipantau langsung oleh tim ke-presidenan melalui UKP4. Untuk itu, perlu adanya sinergi antara PAMSIMAS dan UKP4 karena kadang fakta di lapangan berbeda dengan monitoring yang dilakukan UKP4.

Lebih lanjut menurutnya, terdapat lima komponen dalam program PAMSIMAS. Per-tama, pemberdayaan dan kelembagaan. Ke dua, peningkatan kesehatan dan peri la-ku hidup bersih dan sehat. Ketiga, penye-diaan sarana air minum dan sanitasi umum. Keempat, insentif desa/kelurahan dan kabu-paten/kota. Kelima, dukungan pe lak sa naan dan manajemen proyek. Dimana muara dari semuanya adalah perubahan pe rilaku masya-rakat sasaran.

“Yang terpenting dari PAMSIMAS adalah mengubah perilaku hidup sehat masyarakat, jangan hanya berhenti pada pembangunan sarana dan prasana saja. Saya lihat di daerah Sumatera Selatan berhasil membuat derajat kesehatan masyarakat meningkat, ini terbukti dari angka kematian bayi dan diare mulai menurun tiap tahun. Sumsel bisa menjadi contoh bagi daerah lain,” katanya.

Seperti kita ketahui, PAMSIMAS berbeda dengan program pemberdayaan lain, dimana banyak melibatkan masyarakat dalam akti-vi tasnya. Sebanyak 10% dana (inkind) dan juga 4% (incash) berasal dari masyarakat. Se mentara daerah membantu 10% untuk dana pendamping dan sisanya berasal dari pemerintah pusat. (bcr/dvt)

*) Central Management Advisory Consultant (CM AC), Program Penyediaan Air Minum Ber­ basis Ma syarakat (PAMSIMAS)

INFO

BARU 1

Seorang Siswa Sekolah Dasar sedang mencuci tangan di sekolahnya. Tujuan PAMSIMAS tidak sekedar menyediakan saran dan prasarana air minum, melainkan mengubah perilaku hidup sehat masyarakat.

syarat untuk berperilaku hidup sehat. Sebab program PAMSIMAS adalah salah satu dari sekian banyak faktor yang mendukung ada-nya suatu peningkatan kesehatan.

Ia mengungkapkan, bahwa derajat kese-hatan masyarakat meningkat di lokasi-lokasi sasaran program PAMSIMAS, seperti saat melakukan kunjungan ke lokasi PAMSIMAS di Sumatera Selatan. Di sana telah terjadi penurunan tingkat kematian bayi karena masyarakatnya sudah lebih peduli pada pe ri laku hidup sehat sehingga derajat ke-sehatannya meningkat pula.

“Jadi kita jangan berhenti melihat air me-ngucur tetapi harus melihat tingkat sani-tasinya dan perilaku hidup sehatnya. Se bab kita tidak bisa bicara Program PAMSIMAS tanpa dampak yang terukur,” jelasnya.

Budi Yuwono dalam sambutan yang se-kaligus membuka secara resmi Rakornas ini mengatakan, program PAMSIMAS, tahun 2010 ini tersebar di 5000 lokasi. Karena itu me merlukan sinergisitas antara pihak yang terkait dan perlu adanya evaluasi serta in-trospeksi. Karena program ini semakin me-narik sebab dilakukan bersama oleh pe-merintah dan masyarakat (pusat dan daerah). “Semakin banyak sumber dana dan desanya, maka semakin kuat pelaksanaannya, sehing-ga diharapkan semakin sinergi,” ungkap Budi Yuwono.

Menurutnya, untuk melayani air minum baik di perkotaan maupun di perdesaan, kita

harus bekerja keras dengan mensinergikan diri dan bekerja sesuai TOR karena output dari program ini tidak hanya bisa membangun tetapi harus ada replikasi di daerah tersebut. “Kita harus mendorong masyarakat un-tuk ta hu kebutuhan mereka. Itulah ciri pem-berdayaan sehingga pada pasca pem ba ngu-nan ada rasa memiliki. Pasca pem ba ngu ngu-nan diharapkan menjadi suatu da sar yang kokoh dan ciri pemberdayaan itu diha rapkan mampu menjadikan hasil kerja ini se bagai pondasi,” tegasnya.

Karena itu, menurutnya pendekatan pa-da program pemberpa-dayaan ini apa-dalah sikap untuk tidak menjadi pemain utama te ta pi pemain yang aktif karena pelaksanaan ke-giatan ini dikerjakan oleh masyarakat.

“Kita harus berperan aktif untuk men do-rong masyarakat. Demikan juga masya ra kat-nya yang harus aktif, kreatif dan melakukan pekerjaan itu secara transparan,” tuturnya.

Budi Yuwono dalam kesempatan itu ju ga menegaskan bahwa pelaku-pelaku di dae-rah harus lebih intensif dalam upaya me-nindaklanjuti pasca program PAMSIMAS. Hal ini bisa dilakukan dengan menggerakkan ke lembagaan di daerah secara intensif, di mana berbagai sistem yang ada harus dikelola se cara profesional dan harus segera diikuti oleh langkah-langkah kelembagaaan yang mantap. Dengan demikian mereka punya rasa memiliki dan kelembagaan yang kuat.

“Semakin banyak sumber dana dan desanya, maka semakin kuat

pelaksanaannya, sehing ga diharapkan semakin sinergi,”

Dirjen Cipta Karya, Budi Yuwono

1.bp

.blogspot

.c

om

(14)

In

fo

B

ar

u

1

M asalah dan Tahapan

Program Pamsimas

P

Penyelenggaraan program Penyediaan Air minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat, atau yang dikenal sebagai Pamsimas, te-lah berjalan selama kurang lebih dua ta-hun. Program yang dimulai tahun 2008, aw alnya memiliki kendala berkaitan dengan koordinasi dan sinkronisasi program masing-masing instansi yang terlibat dalam program. Perubahan institusi pengendali/executing agency dari Kementerian Kesehatan ke Ke-men terian Pekerjaan Umum, Ke-menimbulkan masalah pada awal pelaksanaan program. Pada awal pelaksanaan tahun 2008, menurut Pejabat Pembuat Komitmen Pamsimas pada acara seminar hasil Penelitian Sosial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas di Jakarta, 26 Oktober 2010, program ini harus berjalan dengan ke-ter batasan perangkat yang ada.

Persoalan koordinasi antar sektor terlihat pada saat program telah sampai pada

ta-hapan pelaksanaan konstruksi. Di beberapa tempat, air baku yang akan digunakan, hasil tesnya belum keluar. Padahal air minum hasil program Pamsimas wajib dites oleh Dinas Ke sehatan, dan harus memiliki kualiikasi sebagai air bersih.

Pelaksanaan Pamsimas tidak saja terken-dala masalah koordinasi. Sebagai gambaran, da pat kita lihat di tiga lokasi pelaksanaan Pamsimas, yaitu Kota Kupang, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tasikmalaya. Di tiga tempat ini, terdapat beberapa masalah yang perlu diperhatikan pemangku kepentingan Pamsimas.

Kota Kupang

Di Kota Kupang, permasalahan yang utama untuk program Pamsimas adalah mencari sumber air yang dapat dijadikan air baku Pamsimas. Selain itu ketersediaan mata air

baku, juga sering menjadi kendala, hal ini disebabkan adanya penurunan debit akibat iklim pulau Timor. Sumber air yang tersedia di Kota Kupang tidak merata. Karena sulitnya menemukan sumber air, pengelola perlu men dapatkan pemilik sumber air (sumur gali) yang berjiwa sosial, untuk menjadikan sumur pribadi sebagai sumber air baku.

Struktur geologi tanah di Kota Kupang rawan terhadap pencemaran. Hal ini dise-babkan karena tipe tanah Kota Kupang cepat menurunkan air limbah di permukaan, sehingga air yang ada di bawah tanah mudah tercemar. Solusinya adalah dengan melakukan terlebih dahulu pengolahan air limbah yang dibuang ke tanah.

Bahan infrastruktur Pamsimas banyak yang didatangkan dari luar pulau, hal ini me nyebabkan mahalnya prasarana ter pa-sang. Masalah lain berkaitan dengan pe-nge lolaan sanitasi yang masih buruk. Peru-bahan tata ruang yang kurang terkendali. Kinerja fasilitator, terutama berkaitan dengan masalah sering terlambatnya menerima gaji dan kesulitan mendapat fasilitator dengan kemampuan yang cukup untuk menangani pengelolaan Pamsimas.

Masyarakat penerima manfaat di Kota Kupang, dari hasil penelitian juga masih merasa terbebani dan berat untuk dapat me-ngumpulkan uang swadaya. Terdapat juga perselisihan internal Lembaga Keswadayaan Masyarakat maupun dengan pihak luar. Di-samping itu, ma salah perilaku pelaksana menunjukkan per lunya perhatian pada ta ha-pan waktu program Pamsimas.

Kabupaten Banjar

Di Kabupaten Banjar ditemukan masalah berkaitan dengan kepedulian masyarakat mengenai pemanfaatan dan pemeliharaan air. Terdapat perilaku buang air besar di tepi sungai menggunakan toilet apung. Kondisi ini dapat di sebabkan karena belum meratanya penye diaan sarana sanitasi baik di sekolah maupun lingkungan permukiman, tempat sampah, dan saluran limbah. Hal ini terjadi terutama di daerah-daerah perdesaan dan pinggiran kota. Adanya keterbatasan anggaran pemerintah daerah, menyebabkan pembangunan sarana prasarana air bersih dan sanitasi belum me rata di Kabupaten Banjar. Masyarakat juga merasa terbebani dengan adanya dana swadaya.

Ditemukan kesenjangan komunikasi anta-ra konsultan dengan instansi pemerintah. Hal ini menyebabkan penentuan desa sasaran,

(15)

INFO

BARU 1

belum sesuai dengan skala prioritas. Daftar Isian Penggunaan Anggaran untuk program Pamsimas di Kabupaten Banjar, pada tahun 2010 turun tidak tepat waktu sehingga pe-laksanaan kegiatan tertunda. Dari dua ta hun pelaksanaan Pamsimas di Kabupaten Banjar dapat diambil kesimpulan, bahwa waktu untuk persiapan proses pemberdayaan dan perubahan perilaku, terlalu terbatas atau sempit, tidak mencukupi.

Kabupaten Tasikmalaya

Permasalahan program Pamsimas di Kabu-paten Tasikmalaya berkaitan dengan pe-nge lolaan dan pemeliharaan sarana dan pra sarana Pamsimas setelah terbangun. Di-per lukan kesatuan pemahaman antar dinas terkait dalam pengembangan program Pam-simas. Termasuk dalam penyelenggaraan anggaran dinas dalam pengembangan Pam-simas.

Di Kabupaten Tasikmalaya ada kasus, sa-ra na Pamsimas dibangun terlebih dahulu, baru diperiksa kualitas airnya, menunjukkan terjadinya kesenjangan komunikasi dan ko-ordinasi antar sektor.

Aktiitas masyarakat berkaitan dengan bu daya kolam dan sanitasi, merupakan tan-tangan bagi program Pamsimas. Program pemberdayaan masyarakat dalam program Pamsimas memerlukan perhatian dan waktu yang lebih dari panduan pelaksanaan.

Tahapan Program

Di tiga Kota/Kabupaten lokasi penerapan program Pamsimas, terlihat pentingnya aspek pemberdayaan masyarakat dalam tahapan waktu pelaksanaan program Pamsimas. Untuk menggali tingkat efektiitas waktu, dilakukan penelitian terhadap persepsi, pengetahuan dan pengalaman dari pengelola program, yang terdiri dari fasilitator, perangkat desa, dan pengurus lembaga sektor air dan sanitasi di masyarakat.

Hasilnya adalah, semua tahapan yang ma suk kategori tidak efektif, berada pada tahap perencanaan. Sebagian besar berupa kegiatan pemberdayaan. Tahapan tersebut ber jumlah sembilan yaitu: Koordinasi sektoral kabupaten/kota, penyusunan longlist kabu-paten/ kota, penetapan desa/ kelurahan lo-kasi Pamsimas, metode MPA-PHST, Penyu-sunan proaksi, Pemicuan dengan CLTS, Mo bi lisasi perubahan perilaku BAB, Sertiikasi Perubahan perilaku BAB, dan Penyusunan RKM. Waktu tahapan pelaksanaan menurut panduan Pamsimas dibandingkan dengan

waktu tahapan dari hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 1.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bah wa secara umum, penyediaan waktu untuk melaksanakan program Pamsimas sudah cukup, terutama untuk kegiatan konstruksi. Proses pemberdayaan dalam program Pam simas, perlu untuk diperhatikan dan di per baiki, terutama pada tahap penetapan desa/kelurahan sampai sertiikasi perilaku BAB, yang melibatkan peran masyarakat dan pe rubahan pola perilakunya.

Kapasitas masyarakat penerima program yang bervariasi, berpengaruh dalam efek tiitas tahapan pelaksanaan program. Masya rakat yang memiliki kapasitas tinggi (teru tama dari latar belakang pendidikan dan ke mampuan ekonomi) akan lebih mudah da lam mengembangankan program.

Diperlukan kejelasan aspek atau materi da lam tahapan sosialisasi di masyarakat, te r utama mengenai urutan aspek yang di so sialisasikan. Pengelola program Pam si mas per lu melakukan evaluasi setelah dia dakan sosialisasi, sehingga jika terjadi ke kurang pa haman di masyarakat, dapat segera di per baiki. Dari hasil Focus Group Disscusion ditemukan, masih perlu dilakukan sosialisasi lanjtuan ke pelaksana program, karena ma sih ditemui ketidaksamaan pendeinisian pro gram.

Peningkatan kesiapan Lembaga Keswada yaan Masyarakat dalam hal kuantitas mau pun kualitas, untuk menangkap dan mengem bangkan program Pamsimas, men jadi sa lah satu temuan penelitian. Ke mam puan ma sya rakat dalam aspek sosial kelembagaan, kemampuan ekonomi mereka untuk mem bayar iuran dan kelestarian lingkungan se kitar sumber air menjadi unsur penting ke berlanjutan program.

Peningkatan koordinasi lintas sektor perlu lebih intensif dilakukan, karena dari hasil Focus Group Disscusion masih terdapat sek tor yang belum terlibat, bahkan kelompok kerja yang seharusnya ada di tingkat kabu paten/ kota belum terlihat eksistensinya. Hasil penelitian berupa

Tahapan

Waktu

berdasarkan

pedoman

PERSIAPAN

IMPLEMENTASI

Waktu

berdasarkan

survey

1. Sosialisasi Nasional 30 hari 2. Sosialisasi Provinsi 30 hari

3. Koord sektrl Kabupaten/Kota 30 hari 180 hari 4. Longist Desa/Kelurahan 30 hari 90 hari 5. Sosialisasi Kabupaten/Kota 30 hari 1 hari 6. Sosialisasi Desa/Kelurahan 30 hari 7 hari 7. Minat masyarakat (SPKMP) 30 hari 5 hari 8. Veriikasi minat masyarakat 30 hari 30 hari 9. Desa/Kelurahan lks pamsimas 60 hari 300 hari

10. MPA-PHAST 30 hari 30 hari

11. Master Design WSSE 37 hari

12. Penyusunan ProAksi 44 hari 12 hari 13. Pemicuan dengan CLTS 74 hari 120 hari 14. Mbl prb perilaku BAB 74 hari 8 hari 15. Srtf prb perilaku BAB 44 hari 120 hari

16. Pendirian LKM 30 hari 1 hari

17. Gugus tugas LKM (TKM) 37 hari 1 hari 18. Explorasi kontrbs masyarakat 120 hari 60 hari 19. Pemilihan Opsi RKM 44 hari 7 hari 20. Pleno Opsi RKM 44 hari 1 hari 21. Penyusunan RKM 37 hari 30 hari

22. Pleno RKM 30 hari 1 hari

23. Plth di masyarakat 30 hari 1 hari 24. Konstruksi WSS 180 hari 60 hari 25. Kegiatan Kesehatan 180 hari 14 hari 26. Penyiapan Badan Pengelola 60 hari 1 hari

PERENCANAAN

(16)

(prosesnya lebih dahulu dikerjakan, se hingga jika waktu pemberdayaan kurang, masih ada waktu di tahun pelaksanaan pem bangunan isik).

Pada saat kegiatan sosialisasi di masya-rakat, perlu adanya kejelasan dan kete gasan mengenai tahapan kegiatan Pam simas.

Pengelola perlu memperhatikan keterse -diaan sumber air, kualitas air (isik, kimia, biologi) dan kuantitas (liter/keluarga) yang di salurkan ke masyarakat penerima manfaat. Pengelola Pamsimas perlu melakukan kon -sultasi dan koordinasi dengan PDAM ter-utama mengenai wilayah pelayanan, sum ber air, pemeliharaan prasarana, kua litas la ya nan air dan penentuan iuran ke luar ga penerima manfaat. Pengelola perlu me la kukan peng-hitungan nilai-manfaat, yang ha silnya diso-sia lisasikan ke masyarakat pe nerima manfaat, setelah mereka me ng im plementasikan prog-ram Pamsimas. Se hing ga secara ber sama me reka berusaha menjaga keber lanjutan pe nyediaan air minum mereka secara man-diri, melalui pemeliharaan sarana-pra sara na pengelolaan kelembagaan, keter tiban iu ran, dan pening katan kapasitas dan ka pa bilitas dalam pe ngelolaan air minum. Te ru tama ka-re na nilai keuntungan yang be sar, menyebab-kan pay back periode dapat sangat cepat di-capai.

Rekomendasi Untuk Masyarakat Peneri ma Man faat

Saat menyusun rincian kegiatan dalam RKM, penerima manfaat harus benar-benar me-libatkan diri dan tidak menyerahkan kepada fasilitator pendamping masyarakat.

Penerima manfaat harus dapat menye rap pengetahuan dan meningkatkan kemam pu-an dari fasilitator pendamping.

Badan Pengelola SPAM perlu memikirkan pengembangan Pamsimas, sebagai unit usa -ha komunitas (membuat bussiness plan), un -tuk menopang operasional dan pengem ba-ngan lebih lanjut.

LKM dan BP SPAM perlu menambah jum-lah keterlibatan perempuan dalam susu nan keanggotaannya, mengingat kontri busi pe-rempuan dalam penyediaan air rumah tang-ga.

*) Calon Peneliti Balai Penelitian dan Pengem­ bangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman, Balitbang PU

(Daftar pustaka: Laporan Akhir Penelitian So­ sial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas Ta hun 2010 Balai Litbang Sosial Ekonomi Bi dang Permukiman Yogyakarta)

INFO

BARU 1

Kawasan Agropolitan Wasile

penilaian efektiitas waktu per tahapan kegiatan dapat dilihat dalam tabel 2 :

Rekomendasi Untuk Pengelola Program

Sebagai langkah untuk mengefektifkan wak tu, perlu dirumuskan struktur koordinasi di Ka bu-paten/Kota (dalam hal jadwal, agenda, instansi yang terlibat, pembagian tugas dan we we nang, anggaran dan hal yang terkait), sehingga tercipta koordinasi antar program dan sektor, di setiap tahapan kegiatan melalui pertemuan berkala yang disepakati.

Untuk meningkatkan efektiitas waktu ter kait dengan tahapan kegiatan Pamsimas, dapat dilakukan pengaturan waktu (time ma nagement/schedule), dengan memberikan pe ri ngatan ulang berkala (reminding), bagipi hak yang berminat mengajukan desa ke da lam daftar.

[image:16.609.43.373.80.573.2]

Dari hasil penelitian, kegiatan pember dayaan tidak dapat dilaksanakan bersamaan dengan proyek pembangunan isik, sehingga perlu disiapkan waktu pada tahun yang ber beda

Tabel 2.

Penilaian Tahapan Kegiatan PAMSIMAS

3. Koord Sektoral

4. Longlist Ds/Kel

5. Sosialisasi Kab/Kota

6. Sosialisasi Kab/Kota

7. Minat masy (SPKMP)

8. Veriikasi minat masy

9. Ds/Kel lks Pamsimas

10. MPA-PHAST

12. Penyusunan ProAksi

13. Pemicuan dengan CLTS

14. Mbl prb perilaku BAB

15. Srtf prb perilaku BAB

16. Pendirian LKM

17. Gugus Tugas LKM (TKM)

18. Explorasi Kontrbs masy

19. Pemilihan Opsi RKM

20. Pleno Opsi RKM

21. Penyusunan RKM

22. Pleno RKM

23. Plth di masyarakat

24. Konstruksi WWS

25. Kegiatan Kesehatan

26. Penyiapan Bdn Pengelola

Efektif

Tidak Efektif

57.1 42.9

27.3 72.7

83.3 16.7

64.7 35.3

76.9 23.1

88.2 11.8

25 75

63.2 36.8

30.6 69.4

73.1 26.9

65.2 34.8

63.2 36.8

98.2 1.1

88.9 11.1

77.8 22.2

82.6 17.4

78.3 21.7

72.7 27.3

100 0

90.4 9.6

96 4

100 0

96.2 3.8

(17)

INFO

BARU 2

Penanganan Permukiman Kumuh

M elalui Aset-Aset

Produktif Komunitas

Nicolas Brotodewo*)

B

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pe-me rintah dalam Pe-memperbaiki kondisi ling-kungan permukiman kumuh. Dimulai pada tahun 1969, dengan Kampoeng Im provement Program (KIP) hingga yang teraktual saat ini adalah Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Namun, se-ringkali program yang telah dilakukan belum dapat mencapai sasaran perbaikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh desain proyek yang kurang baik dan lemahnya ins titusi pemerintahan yang memberikan pa rameter dalam perencanaan dan pelak-sanaan program penanganan masalah per-mu kiman kuper-muh (van Horen, 2004).

Berdasarkan penelitan dari Moser (dalam

van Horen, 2004) yang menyatakan bahwa dampak intervensi penanganan masalah per mukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan bergantung pada tingkat aset produktif komunitas yang dibangun dan ka-pasitas manajemen aset-aset tersebut. Aset-aset produktif komunitas tersebut an tara lain adalah aset isik, aset alam, mo dal manusia, modal sosial, dan aset eko nomi. Program-program penanganan ma sa lah per mukiman kumuh tidak akan mem berikan dampak jang ka panjang dan berkelanjutan apa bila da lam pelaksanaannya tidak mem perhatikan pembangunan dan manajemen aset-aset pro duktif komunitas tersebut.

Permasalahan permukiman kumuh tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga

ber-In

fo

B

ar

u

2

langsung hampir di seluruh ne gara sedang berkembang (developing countries) di Asia dan Afrika. Berdasarkan hasil penelitian dari World Bank (1999) menggambarkan bahwa lingkungan permukiman kumuh sebagai ba-gian yang terabaikan dari lingkungan per-kotaan. Ditandai dengan kondisi kehi dupan dan penghidupan masyarakat yang sangat memprihatinkan. Antara lain ditun jukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, serta tidak tersedianya fa-silitas umum maupun fafa-silitas sosial budaya kemasyarakatan yang memadai.

Menurut UN-HABITAT (2007), permukiman kumuh perkotaan muncul sebagai produk

Senyum ceria anak­anak, pembangunan aset dan manajemen aset merupakan intervensi yang tepat untuk penanganan masalah permukiman ku muh terhadap pengurangan kemiskinan per ko taan.

(18)

Variabel

Aset Kegiatan

[image:18.609.401.607.38.362.2] [image:18.609.42.385.262.556.2]

Sumber: Moser, 2004

Tabel 1.

Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia

dari migrasi desa ke kota yang cepat (rapid urbanization), pertumbuhan penduduk kota yang pesat, globalisasi, kemiskinan (poverty)

dan ketidakmampuan pengelola kota dalam mengendalikan pertumbuhan dan menye-dia kan pelayanan publik perkotaan yang me-madai bagi masyarakatnya.

Di Indonesia, permukiman kumuh banyak terdapat di kota-kota besar khususnya metro-politan seperti Jakarta, Bandung, Medan, Ma-kassar, dan Surabaya. Laju perkembangan kota yang semakin pesat mengindikasikan pemanfaatan lahan di perkotaan semakin

kom petitif. Sementara perkembangan kota juga menjadi daya tarik urbanisasi yang pa-da akhirnya menyebabkan tingginya per-min taan akan tempat tinggal di dalam kota. Fenomena tersebut pada akhirnya tidak diimbangi dengan penyediaan perumahan di perkotaan, khususnya bagi kaum berpeng-hasilan rendah tersebut.

Kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah dan ditambah pula dengan keter-kaitan yang tinggi dengan akses pada tempat bekerja, menyebabkan berdirinya kawasan kumuh yang dihuni masyarakat miskin per-kotaan berada pada kawasan pusat kota

(Kusumaatmadja, 2006; dan Morris, 1990). Akumulasi kondisi ini mengakibatkan ting-ginya potensi permukiman kumuh di ka-wasan pusat kota.

Pengalaman dan Pembelajaran

Paparan berikut merupakan sebuah catatan mengenai pengalaman penanganan masa-lah permukiman kumuh di Indonesia, khu-susnya yang menyangkut perhatian masing-masing program terhadap pembangunan aset-aset produktif komunitas di lingkungan permukiman kumuh. Catatan ini merupakan

suatu pembelajaran dan acuan untuk mela-kukan penanganan masalah per mu kiman kumuh ke depannya.

1) Kampoeng Improvement Program (KIP)

KIP pada Tahun 1969 merupakan program awal dalam perbaikan kampung-kam-pung perkotaan KIP memfokuskan ke-giatannya terhadap pembangunan aspek isik lingkungan.

2) Program Pembangunan Perumahan Ber-basis Pada Kelompok (P2BPK)

Melalui P2BPK yang dilaksanakan di awal tahun 90-an, pemerintah mulai mem-per kenalkan pendekatan yang ber

be-da. Bukan hanya memperhatikan per-bai kan isik lingkungan melainkan juga memperhatikan aspek non-isik. Pelak sa-naan P2BPK mulai memperhatikan tiga aset produktif komunitas, yang meliputi aset isik, aset modal sosial, dan modal manusia dalam upaya penanganan per-mukiman kumuh.

3) Kampoeng Improvement Program Kom-prehensif (KIP KomKom-prehensif)

Program KIP dimunculkan kembali pada tahun 1998, dengan konsep yang ber-beda dari KIP sebelumnya. KIP yang dila-kukan pada tahun 1998 disebut dengan KIP Komprehensif yang dilakukan dengan pelibatan dan pemberdayaan masya-rakat. Program ini memperhatikan pem-ba ngunan dan manajemen aset pada tiga hal, yaitu aset isik, aset modal sosial, dan aset modal manusia.

4) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

P2KP yang mulai dilaksanakan tahun 1999 hingga tahun 2004, kemudian dilanjutkan sampai sekarang. P2KP ini merupakan program pengentasan kemiskinan, yang dilakukan dengan pendekatan Tridaya. Program ini memperhatikan aset-aset pro duktif komunitas meliputi aset isik,

Fisik Infrastruktur Dasar Pembangunan & pemeliharan infrastruk tur dasar (jalan, drainase, sanitasi, air bersih, persampahan, listrik)

Fasum-Fasos Pembangunan dan pemeliharan Fasum/ Fasos (kesehatan, pendidikan, ruang public, etc)

Rumah Pemeliharaan kontruksi rumah Alam Edukasi Alam Pendidikan mengenai upaya pemeli

haraan alam

Rehabilitasi Alam Rehabilitasi kondisi alam yang rusak Modal Manusia Pendidikan dan Kesehatan Peningkatan kondisi kesehatan dan

pendidikan masyarakat di permukiman kumuh

Produktivitas Peningkatan kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat di permukiman kumuh

Modal Sosial Networking kerjasama antar organisasi di dalam masyarakat dan di luar masyarakat Partisipasi Peran aktif kegiatan perbaikan dan

pembangunan di lingkungan permuki man kumuh

(19)

Program-program penanganan permukiman kumuh harus dapat memberikan dampak yang siginiikan untuk membangun komu-nitas tersebut. Salah satunya dengan mem-bangun aset-aset produktif komunitas seperti aset alam, aset isik, aset modal sosial, aset modal manusia dan aset ekonomi. Namun sesungguhnya tidak hanya sampai pada ti-tik akhir dari aset-aset tersebut terbangun, melainkan hingga aset-aset tersebut mampu dikelola dengan baik oleh komunitas ter-se but. Pembangunan ater-set dan manajemen aset merupakan intervensi yang tepat untuk penanganan masalah permukiman ku muh terhadap pengurangan kemiskinan per ko-taan.

*) Staf Sub Direktorat Pengembangan Permu­ kiman Baru, Direktorat Pengem bangan Per­ mukiman.

INFO

BARU 2

Program Tahun Pelaksanaan

Program

Pembangunan Aset

[image:19.609.8.557.48.372.2] [image:19.609.174.566.83.364.2]

Sumber: Hasil Analisis, 2010.

Tabel 2.

Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia

aset alam, aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi untuk mem-bangun komunitas masyarakat mis kin dan menangani kemiskinan per kotaan.

5) Community-Based Initiatives For Hou s-ing And Local Deveopment (CoBILD)

CoBILD yang dilaksanakan pada Septem-ber 2000 hingga Februari 2003, di la ku-kan pemerintah sebagai upaya un tuk me ngembangkan perumahan swa daya ke pa da masyarakat miskin. Prog ram ini dilakukan sebagai program yang ber-basis pada potensi prakarsa ko mu nitas masyarakat. Program ini hanya mem per-hatikan pembangunan dan ma na jemen aset pada tiga hal, yaitu aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi.

6) Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP)

NUSSP sebagai program permukiman

ku muh yang berbasis pada masyarakat miskin dilakukan pada tahun 2004 hing-ga saat ini. Program ini memberikan per-ha tian terper-hadap pembentukan aset i sik, aset alam, aset modal sosial, aset mo dal manusia, dan aset ekonomi dalam pe na-taan permukiman kumuh.

Kota Bebas Kumuh 2025: Hasil Pembe la-jar an

Merujuk pada Rencana Pembangunan Jang-ka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 di mana pada tahun 2025 Indonesia di tar-getkan akan bebas dari permukiman ku-muh sesuai dengan tagline-nya yaitu “Kota Bebas Kumuh”, gambaran program-program yang telah dilakukan selama kurang lebih 3 dasawarsa terakhir ini dapat menjadi acuan dalam menciptakan program yang mampu mencapai sasaran dengan efektif dan eisien.

Program-program penanganan masalah permukiman kumuh tidak akan mem berikan dampak

jangka panjang dan berkelanjutan apa bila da lam pelaksanaannya tidak memperhatikan

pembangunan dan manajemen aset-aset produktif komunitas an tara lain adalah aset isik, aset

alam, mo dal manusia, modal sosial, dan aset eko nomi.

1969-1989 KIP Aset Fisik 1989-2000 P2BPK Aset Fisik

Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia 1998-2002 KIP Komprehensif Aset Fisik

Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia 1999-2004 P2KP Aset Fisik

Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia Aset Ekonomi Aset Alam 2000-2003 CoBILD Aset Modal Sosial

Aset Modal Manusia Aset Ekonomi 2004-…. NUSSP Aset Fisik

Aset Modal Sosial Aset Modal Manusia Aset Ekonomi Aset Alam

(20)

M enimbang Solusi

Relokasi Korban M erapi

D

Dari 129 gunung api yang ada di wilayah Indonesia, Gunung Merapi termasuk yang paling aktif. Merapi adalah gunung api de-ngan tipe Strato-volcano, dan secara pet-rologi magma Merapi bersifat andesit-basaltik. Gunung ini menjulang setinggi 2978 m di jantung pulau Jawa, mempunyai dia meter 28 km, luas 300-400 km2 dan vo-lume 150 km3. Posisi geograis Merapi 7o

32’ 5” S ; longitude 110o 26’5” E. mencakup wi layah administratif Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Merapi ter bentuk secara geodinamik pada busur ke pulauan akibat subduksi pertemuan lem-peng Indo-australia dengan lemlem-peng Asia. Di namika erupsi Merapi umumnya didahului pertumbuhan kubah lava diikuti guguran awan panas, guguran lava pijar dan jatuhan piroklastik. (http://merapi.bgl.esdm.go.id/).

Bahaya utama yang mengancam sekitar

Salah satu bangunan rumah korban letusan Gunung Merapi.

In

fo

B

ar

u

3

(21)

INFO

BARU3

40.000 jiwa yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana adalah Pyroclastic Flow atau aliran awan panas di samping bahaya sekunder lahar yang dapat terjadi pada musim hujan. Erupsi Merapi termasuk sering terjadi. Da-lam 100 tahun terakhir ini rata-rata terjadi sekali erupsi dalam 2-5 tahun. Di luar an-caman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi, Merapi memiliki aspek sosial dan eko nomis yang penting bagi kemajuan wi-layah sekitarnya. Material erupsi Merapi, se perti pasir dan batu, menjadi penunjang pembangunan di Yogyakarta dan Jawa Te-ngah. Demikian juga halnya dengan pro duk pertanian yang dihasilkan di lereng Merapi dan majunya perkembangan wisata yang mendukung tumbuhnya ekonomi se tempat. (http://merapi.bgl.esdm.go.id/)

Namun perkembangan ekonomi di sekitar lereng gunung Merapi juga bisa lumpuh

total, seperti kejadian selama November 2010. Diawali dengan Erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010 dan pada 4 November 2010. Kawasan wisata di Kaliurang, Turi, dan Cangkringan sempat tutup karena area kebun salak di Turi, hotel dan penginapan di Kaliurang (dimana terdapat sekitar 280 pondok wisata dan penginapan dengan 3.000 kamar), serta sejumlah desa wisata di Cangkringan berada di kawasan zona ra-wan bahaya yaitu 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tempat perekonomian dan agrobisnis ini tutup sejak erupsi Merapi Se-lasa, 26 Oktober 2010 dan hingga awal De-sember 2010 masih belum kembali normal walaupun status merapi dari awas sudah diturunkan menjadi siaga pada 2 Desember 2010. Belum pulihnya keadaan ini karena masyarakat sekitar masih trauma. ( http:// www.bisnis.com/umum/merapi/1id220075. html)

Sedangkan untuk sektor permukiman pen duduk, juga mengalami kerusakan yang pa rah yakni pada kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Ngemplak.

Berdasarkan banyaknya rumah penduduk yang rusak parah dan nasib 2.421 kepala keluarga yang tidak memiliki rumah akibat Er upsi Gunung Merapi di Kabupaten Sle-man, Yogyakarta, maka pemerintah pusat me lalui Kementrian Pekerjaan Umum Di rek -torat Jendral Cipta Karya melakukan ren cana pembangunan shelter di Provinsi D.I. Yog-yakarta.

Relokasi

Jarak relokasi memang tidak jauh dari

per-Cangkringan dimana mata pencaharian me-reka adalah bertani, bercocok tanam, dan peternak, serta relokasi ini membutuhkan bia ya yang pasti besar.

Menurut dosen tata ruang dan peren ca-naan wilayah dan kota Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof DR Sudaryono, tidak mu-dah mengubah warga berganti pekerjaan dari seorang petani dan peternak menjadi buruh atau bekerja di sektor lain di wilayah perkotaan, mereka akan menemui banyak kendala. Solusi relokasi dengan menggeser sedikit ke jarak yang lebih aman merupakan solusi yang tepat. Karena korban banyak bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, lahan bekas tempat tinggal korban bisa dijadikan sabana/padang rumput. Sa-bana tersebut bisa jadi sumber pakan rumput untuk mencukupi kebutuhan ternak mereka. Tanah akan mengalami menyesuaian da-lam kurun waktu tertentu. Dada-lam jangka pen dek, daerah yang terkena erupsi hanya bisa ditanami tanaman talas, pisang dan rumput. Sedangkan tanaman keras hanya bisa ditanam untuk jangka menengah dan panjang. Upaya ini dilakukan agar ciri khas masyarakat lereng gunung merapi sebagai masyarakat agraris pertanian dan peternakan tetap terjaga. (Ahli Tata Ruang: Relokasi Kor-ban Merapi Bukan Solusi Tepat, Detik.com 4 Desember 2010)

Progres rencana pembangunan Shelter di D.I. Yogyakarta hingga tanggal 26 November 2010 yakni : Lokasi Huntara sudah dimulai

Land Clearing; Pada 22 November 2010, telah dilaksanakan Launching model shelter

oleh Gubernur D.I. Yogyakarta di Desa

Um-Tabel 1. hasil survey jumlah Kerusakan rumah Pasca erupsi Merapi di Kabupaten sleman Yogyakarta

mukiman awal penduduk karena jika jauh dari hunian semula, akan menimbulkan ma-salah / efek lain terhadap warga. Dampak re lokasi yang jauh akan memutus sejarah ruang, budaya, sosial, dan ekonomi warga

bulharjo, Kec. Cangkringan; dan untuk lo-kasi huntara Banjarsari, Glagaharjo sudah di re komendasikan, tetapi lokasi huntara Pa -garjuan dipindahkan ke Plumbon, Sindu mar-tani.

Sumber : Laporan penanganan bencana bidang Ke­Cipta Karya­an, Kementerian PU Direktorat Jenderal Cipta Karya ( status: 19 november 2010)

Desa Kecamatan Jumlah KK 1. Glagaharjo Cangkringan 827 2. Argomulyo Cangkringan 129 3. Kepuharjo Cangkringan 830 4. Wukirsari Cangkringan 338 5. Umbulharjo Cangkringan 282 6. Sindumartani Ngemplak 15 TOTAL 2.421

[image:21.609.3.207.40.481.2]
(22)

Desa Jumlah KK Lokasi Luas (ha) Radius (km) Pemanfaatan Kondisi lahan 1. Glagaharjo 827 Banjarsari 7,5 11,5 Tegalan

2. Argomulyo 129 Kuwang 3 13 Sawah Subur

3. Kepuharjo 830 Pagerjuang 10 9,3 Tegalan Depan rata, 4. Wukirsari 338 Gondang 3 10,2 Tegalan Bambu belakang berkontur 5. Umbulharjo 282 Plosokerep 3 10,1 Tegalan tanaman Ditimbang perlu keras perataan 6. Sindumartani 15 Plumbon - - -

-Gunung Merapi yang rumahnya hancur dan rusak parah. Pembangunan rumah hu-nian sementara itu sedang diusulkan ke pemerintah daerah dan pemerintah provin-si untuk ditindaklanjuti. Pihak UGM ber ko-ordinasi dengan pemerintah terka it kebijakan pembangunan rumah hu ni an sementara bagi para pengungsi. Da ri UGM akan membangun 87 rumah un tuk pengungsi warga Dusun Kinahrejo, Um bulharjo, Kecamatan Cang kri-ngan, Kabu pa ten Sleman. Lokasi yang dipilih berada di are al lahan Purwomartani, Sleman. Lahan yang diperlukan untuk membangun hunian sementara itu seluas 1,5 hektar untuk 87 kepala keluarga. Masing-masing kepala keluarga akan menempati lahan se luas 150 meter2.

Sedangkan model rumah yang akan di-bangun menggunakan bahan dasar ka yu atau bambu, lengkap dengan lahan peka -rangan untuk mendukung aktivitas pe ter-nakan dan pertanian. Luas area rumah 18 m2, sedangkan sisanya lahan untuk kan dang

dan pekarangan, karena lebih dari setengah pengungsi memiliki ternak. Fasilitas yang akan dibuat nantinya akan lengkap dengan kandang ternak, pembuatan biogas, dan ak-tivitas ekonomi lainnya.

Pembuatan biogas ini selain mendukung kehidupan masyarakat juga mendukung ke-les tarian bumi dan jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan mendukung pemanasan global. Perlu di informasikan kotoran he-wan peternakan seperti kotoran sapi meng-hasilkan gas metana (CH4). Gas metana merupakan salah satu kontributor utama efek gas rumah kaca. PBB mengemukakan bahwa industri peternakan di seluruh du-nia mempunyai kontribusi sebanyak 18% ter hadap terjadinya pemanasan global. Se-bagai gambaran, jumlah CO2 dari kotoan yang dihasilkan oleh seekor sapi selam 1 tahun adalah sama dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mobil yang bepergian me-nempuh jarak 70.000 km.

Biaya yang direncanakan untuk pembua-tan 87 rumah hunian sementara tersebut menelan biaya sebesar Rp. 783 juta untuk model rumah bambu, dan Rp1,56 miliar untuk model rumah hunian kayu. Sehingga perkiraan untuk 1 unit rumah dari bahan bambu memakan biaya Rp 9 juta per unit, sedangkan untuk rumah bahan kayu Rp 18 juta. (sumber : http://www.bisnis.com/ umum/merapi/1id220075.html 16 November 2010).

*) Mahasiswi Teknik Arsitektur Universitas

INFO

BARU3

Sementara itu, menurut Arsitek Ikaputra, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

[image:22.609.4.379.40.198.2]

juga menyiapkan model rumah hunian se-mentara untuk para korban bencana le tusan

Tabel 3. hasil survey Persiapan Lahan untuk relokasi Pengungsi Gunung Merapi di Kabupaten sleman

Tabel 2. hasil survey Persiapan Lahan untuk relokasi Pengungsi Gunung Merapi di Kabupaten sleman

Sumber : Laporan penanganan bencana bidang Ke­Cipta Karya­an, Kementerian PU Direktora

Gambar

Tabel 2.ha komunitas (membuat bussiness plan), un -
Tabel 1.Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia
Tabel 2.Program-Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia
Tabel 1. hasil survey jumlah Kerusakan rumah Pasca erupsi Merapi di Kabupaten sleman Yogyakarta
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan darah ke jaringan otak dan peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan nyeri kepala dan tangan dextra dan sinistra,

Perhatikan bahwa dengan operator .*, elemen di baris 1 kolom 1 pada E nilainya 2 dikalikan dengan elemen di lokasi yang sama pada F nilainya 2 untuk menghasilkan elemen di lokasi

Untuk memperoleh manajemen POCT yang baik, harus ada kebijakan rumah sakit untuk membetuk tim atau komite dibawah tanggung jawab dokter pengelola

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh metode pembelajaran bersama teman terhadap hasil belajar dribble bola basket pada studi kelas X Elektronika 2

24 Hal ini membentuk paradigma mengenai sistem pengelolaan wakaf, baik dari substansi (regulasi tentang wakaf), struktur (peran lembaga wakaf), dan kultur

lakukan pembakaran secara perlahan, yaitu dari suhu ruang bakar sampai sekitar 150 o C, dengan waktu minimal 2 jam. c) Putar tombol kembali pada skala yang lebih

Kinerja manajemen adalah proses yang digunakan perusahaan untuk memastikan perusahaan bekerja ke arah tujuan organisasi sedangkan penilaian kinerja adalah

Bila tanaman kekurangan air pada masa generatif dapat menyebabkan tanaman hermaprodit menghasilkan bunga pentandria (bunga dengan 5 benang sari pada dasar pangkal