• Tidak ada hasil yang ditemukan

SYARIAT AGAMA ISLAM ITU MUDAH (KAJIAN HADIS DALAM SUNAN AL-NASA’I NO INDEKS: 5034).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SYARIAT AGAMA ISLAM ITU MUDAH (KAJIAN HADIS DALAM SUNAN AL-NASA’I NO INDEKS: 5034)."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SYARIAT AGAMA ISLAM ITU MUDAH

(Kajian Hadis dalam Sunan al-Nasa>’i> No Indeks: 5034)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

TAKWALLO NIM: E83212115

JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nama: Takwallo

Nim: E83212115

Judul: SYARIAT AGAMA ISLAM ITU MUDAH (Kajian Hadis dalam Sunan al-Nasa>’i> No Indeks: 5034)

Kata kunci : Syariat agama Islam itu mudah.

Penelitian dalam skripsi ini dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena bahwa adanya keberagaman umat Islam di Indonesia dalam memahami syariat Islam sehingga muncul kelompok Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan lainnya. Dari keberagaman pemahaman yang tidak diiringi sifat toleransi seringkali mengakibatkan timbulnya konflik antar umat beragama. Sehingga penulis merasa perlu untuk mengangkat hadis riwayat al-Nasa>’i tentang syariat agama Islam itu mudah. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah 1. Bagaimana kualitas hadis? 2. Bagaimana kehujjahan hadis? 3. Bagaimana pemaknaan hadis?. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas hadis, kehujjahan hadis dan pemaknaan hadis.

Dalam kajian ini mengunakan metode takhrij al-h}adi>th, ma‘a>n al-h}adi>th, naqd al-sanad, naqd al-matn, dan i‘tiba>r. Takhri>j al-h}adi>th digunakan untuk mengetahui letak hadis dalam kitab-kitab hadis. Ma’anil al-h}adi>th digunakan untuk mengetahui makna atau kandungan dari hadis. Naqd al-sanad dan matn digunakan untuk mengetaui kualitas sanad dan matan hadis. Sedangkan i‘tiba>r digunakan untuk mengetahui adanya sha>hid dan muttabi‘.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

BABI: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 8

(7)

xiv

G. Kajian Pustaka ... 9

H. Metodologi Penelitian ... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 13

BAB II: PENGERTIAN SYARIAT ISLAM DAN METODOLOGI PENELITIAN HADIS... 15

A. Definisi Syariat, Islam danYusra> (Mudah) ... 15

B. Pengertian Hadis dan Klasifikasinya ... 19

C. Kritik Hadis ... 29

D. Metode al-Jarhu Wa al-Ta’dil ... 37

E. Kehujahan Hadis ... 40

F. Pemaknaan Hadis ... 42

BAB III: IMAM AL-NASA<’I< DAN DATA HADIS TENTANG SYARIAT ISLAM ITU MUDAH ... 45

A. Biografi Imam al-Nasa>’i> ... 45

B. Kitab Sunan al-Nasa>’i>... 49

C. Komentar Ulama terhadap al-Nasa>’i> dan kitab sunannya ... 51

D. Hadis Tentang Syariat Agama Islam itu Mudah ... 53

E. Takhrij Hadis Tentang Syariat Islam itu Mudah ... 55

F. I‘tibar dan Biografi Rawi Hadis ... 56

BAB IV: ANALISIS DAN PEMAKNAAN HADIS... 73

A. Kualitas Hadis tentang Syariat Islam Itu Mudah ... 74

(8)

xv

C. Pemaknaan Hadis ... 90

BAB V: PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran-Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena agama dalam kehidupan manusia merupakan unsur yang

sangat urgen. Sejak awal kebudanyaan manusia, agama dan kehidupan beragama

telah menjelajah dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dari

semua perilakunya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang

dari adanya rasa ketergantungan manusia itu sendiri kepada kekuatan gaib

yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan. Akan tetapai ‚apa‛ dan ‚siapa‛

kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan dan bagaimana

cara berkomunikasi serta memohon perlindungan itu, mereka tidak tahu. Mereka

hanya merasakan adanya dan kebutuhan akan bantuan dan perlindungan dari

kekuatan gaib itu. Hal itu sanghatlah wajar dirasakan oleh setiap manusia karena

sudah merupakan fitrah manusia, yang nantinya akan mendorong akan

timbulnya perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan

pembawaan dari kehidupan manusia atau dengan istilah lain merupakan fitrah

manusia.1

Kembali pada pengertian agama, yang mana agama berasal dari bahasa

sanskerta yang berarti ‚tidak pergi, tetap ditempat, atau diwarisi turun-temurun,

adapun kata din (dalam bahasa arab) mengandung arti menguasai,

1 Muhaimin dkk, Studi Islam dalam Ragam Demensi dan Pendekatan (Jakarta: Kencana,

(10)

2

menundukkan, patuh, utang, balasan, atau kebiasaan. Sedangkan dalam segi

istilah agama merupakan hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap suci,

kudus, atau ilahi, disebut agama. Biasanya agama dikaitkan dengan hubungan

manusia dengan Tuhan, dewa atau roh.2

Dalam sebuah agama tentu ada atuan-atuan yang harus dipatuhi, dalam

Islam itu lebih dikenal dengan sebutan ‚Syariat‛ dan syariat sendiri memiliki

arti segala hal yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW

dalam bentuk wahyu yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah. Semula kata syariat

ini memiliki arti jalan menuju kesumber air, yakni jalan kearah sumber pokok

kehidupan. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 48:

‚…Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang

terang…‛ penggunaan kata syariat sendiri Allah telah menyebutkan dalam surat

ke-45 ayat 18:

ُِ

َ اَلْ َ َج

ىَ َ

ٍ َ ِ َ

َيِّم

ِ ْمَْاا

اَ ْ ِ ِتاَف

َ َو

ْ ِ ِ َْت

ءاَ َْأ

َي ِذِاا

َ

َو ُ َ ْ َْ

ٔٛ

3

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Ayat ini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud syariat adalah segala

tuntunan yang diberikan Allah SWT dan Rasul-nya melalui perkataan,

perbuatan, dan taqrir (ketetapannya). Tuntunan itu menyangkut baik hubungan

yang terkait masalah akidah, maupun hukum perseorangan, hubungan manusia

2 Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, Vol. 1 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

2005)88.

(11)

3

dengan khalik, hubungan manusia dengan sesamanya.4

Syariat agama Islam sudah menjadi keniscaian tersendiri bagi

pemeluknya, ajarannya yang mudah dijalankan, hal itu terbukti ketika

menbandingkan syariat agama-agama sebelumnya, dimana Allah telah

menghilangkan kesulitan-kesulitan, seperti yang telah dibebankan pada

umat-umat terdahulu. Sebagai contoh: cara bertaubat umat-umat terdahulu adalah dengan

cara bunuh diri atau minta dibunuh5. Berbeda sekakali dengan syariat agama

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini, cara bertaubatnya hanya dengan

cara meninggalkan perbuatan tersebut dan menyesalinya serta bertekat untuk

tidak mengulanginya, dan juga ketika membersikan pakaian yang terkena najis

hanya dengan cara menbersikan benda najisnya dari pakaian tersebut dengan

mengilangkan bentuk, rasa, dan bau dari najis tersebut.

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar terlibat secara

aktif dalam memecahkan berbagai persoalan ummat manusia. Agama tidak

boleh hanya sekedar menjadi lambang keshalehan (kesucian) atau berhenti

sekedar disampaikan dalam ceramah-ceramah orasi dimembar yang tidak

bertanggung jawab, melainkan agama harus secara konsepsional menunjukkan

cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah sehingga keyakinan

terhadap agama (Islam) sebagai agama yang Ro>hmatal Li al-A<lamin, tertanam

lagi didalam hati umat muslim.

Namun hal itu tidak akan terlepas dari peran penting umat manusia

4 Ibid., Vol. 6., 301-302.

5 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari: Penjelasan Kitab Shahih al-Bukhari, terj. Ghazirah

(12)

4

yang telah Allah Swt. menjadikannya sebagai Kha>lifah Fi> al-Ard atau pemimpin

dibumi, yang mana seorang pemimpin ini harus mampu mensejahterakan apa

yang dipimpin, bukan cuma sok-hebat atau sok-gagah tetapi seorang pemimpin

memang harus betul-betul mampu membingbing apa yang dipimpin kearah yang

lebih baik dan dibenarkan oleh agama. Oleh karena itu perlu adanya

pengetahuan (ilmu) yang cukup luas yang mampu membedakan mana yang baik

dan mana yang buruk atau mana yang kha>q (benar) dan mana yang batil (salah)

Karena sejatinya hal itu sudah menjadi tugas manusia sebagai Kha>lifah Fi

al-Ard, dan setelah mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah,

maka tidak boleh dicampu adukkan kembali dan juga tidak boleh

menyembunyikan kebenaran karena itu sudah perintah Allah Swt dalam

fimannya:

َ َو

ْا ُ ِ ْ َْت

ِ َْاا

ِ ِ اَ ْااِ

ْا ُ ُ ْ َتَو

ِ َْاا

ْ ُ نَأَو

َو ُ َ ْ َْت

ٕٗ

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan

janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.6

Begitu juga dengan sabdah Nabi Saw yang diriwayatkan dari Nu’am

ibn Basyar dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan No.18284 sebagai berikut:

ُ ْ َِ َو

َو ُ َ

ِِاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

ُو ُ َْ

ِوِإ

َو َ َْاا

ٌِّمَْ

َااَ َْااَو

ٌِّمَْ

اَ ُ َْلْْ َْ َو

ٌااَ ِ َ ْلُم

َ

اَ ُ َ ْ َْ

ٌ ِ َا

ْيِم

ِااِلاا

ْيَ َف

ىَ ِْتا

ِااَ ُْ ُلاا

َأَ ْْ َ ْ ا

ِي ِف

ِيِل ِدِا

ِيِضْ ِ َو

ْيَمَو

اَ َ َْ اَو

َ َ اَو

َااَ َْاا

ِ اِ ااَا

ىَ ْ َْ

َوْ َ

ىَ ِْاا

ُ ِ ُ

ْوَأ

َ َتْ َْ

ِي ِف

َ َأ

ِوِإَو

ِّ ُ ِا

ٍ ِ َم

ىًِ

ِوِإَو

ىَِ

ِِاا

اَم

َاِ َ

َ َأ

(13)

5

ِوِإَو

ِ

ِواَ ْنِْاا

ً َ ْ ُم

اَذِإ

ْ َ ُ َ

َحُ َ

ُدَ َْ ا

ُيُ ُا

اَذِإَو

ْاَدَ َف

َدَ َف

ُدَ َْ ا

ُيُ ُا

َ َأ

َ َِو

ُبْ َ ْاا

7

Dan aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, sedangkan di antara keduanya adalah hal-hal syubhat yang tidak diketahui banyak orang. Siapa saja yang dapat memelihara dirinya dari perkara-perkara syubhat, berarti dia telah menjaga kehormatan dan agamanya, sedangkan siapa yang terjerumus dalam syubhat, berarti dia telah terjerumus dalam perbuatan haram, layaknya seorang penggembala yang mengembala di sekitar daerah terlarang, kemudian dia nyaris masuk ke dalamnya. Sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah terlarang, dan sesungguhnya daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkannya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad manusia itu terdapat segumpal daging, jika ia baik maka seluruh jasadnya akan baik pula, jika ia rusak maka seluruh jasadnya pun akan rusak. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.

Ayat dan hadis diatas mengajarkan kepada umat beragama bagaimana

berperilaku didunia untuk bisa membedakan mana yang benar (haq) dan harus

dikerjakan dan mana yang salah (batil) yang harus ditinggalkan, serta nabi Saw.

Menegaskan bahwasanya yang halal sudah jelas dan yang haram sudah jelas,

namun seringkali manusia mencondongkan diri kepada perkara yang syubhad

atau yang tidak jelas mana yang halal dan mana yang haram, hal itu

disebabkan kurangnya nilai moral agama dalam dirinya, sehingga tidak jarang

di temui dilingkungan sekitar umat beragama yang melakukan hal yang tidak

dibenarkan oleh agama itu sendiri seperti perbuatan korupsi, manipulasi,

penipuan, kekerasan, pembunuhan dan lain sebagainya, dan mereka tidak sadar

kalau perbuatan itu bisa menudai terhadap citra agama sehingga agama mulai

dijahui.

Sedangkan Nabi Muhammad Saw sendiri telah bersabda, kalau syariat

agama Islam itu mudah namun tidak untuk dipermudah (mempermainkan

7 Imam Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal, Al-Musna>d, vol, 14 (Qa>hirah: Dar

(14)

6

hukum) sebagamana sabdah Nabi Saw. yang diriwayatkan Imam al-Nasa>’i dari

Abu> Hura>irah:

اَنَ َْ ْ َأ

ُ َأ

ِ ْ َ

ُيْ

ٍ ِفاَن

َواَ

اَلَْ ِدَ

ُ َ ُ

ُيْ

ٍّ ِ َ

ْيَ

ِيْ َم

ِيْ

ٍدِ َُ

ْيَ

ٍد ِ َ

ْيَ

ِ َأ

َ َ ْْ َ ُ

َواَ

,

َواَ

ُو ُ َ

ِِاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

ِوِإ

اَذَ

َي ِّداا

ٌ ْ ُ

ْيَاَو

ِااَلُ

َي ِّداا

ٌدَ َأ

ِ ِإ

ُيَ َ َا

اوُاِّدَ َف

ا ُ ِ اَ َو

اوُ ِلْ َأَو

اوُ ِّ َ َو

ا ُل ِ َ ْ اَو

ِ َوْدَ ْااِ

ِ َ ْوِ ااَو

ٍءْ َ َو

ْيِم

ِ َْ ِداا

8

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar ibn Nafi', dia berkata; telah menceritakan kepada kami Umar ibn Ali> dari Ma'n ibn Muhammad dari Sa'id dari Abu> Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yang bersikap keras terhadap agama melainkan dia akan terkalahkan, maka bersikaplah lurus, dan bersikaplah sederhana, berilah kabar gembira, berilah kemudahan, dan mintalah pertolongan pada saat pagi hari dan sore hari dan sedikit dari waktu malam.

Berkacamata pada hadis diatas, dirasa akan sangat perlunya untuk

memahami makna dan kehujahan hadis, sehingga tidak mudah berbuat

semena-mena dalam bertindak dan berprilaku lurus (jujur pada kebenaran) dalam

mengamalkan ajaran agama, dalam skripsi ini akan mencoba menjelaskan

kembali tentang ajaran- ajaran agama Islam yang saat ini mulai dijaukan

lantaran diyakini sudah tidak bisa lagi memberikan solusi bagi problematika

manusia.

B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah

Dari paparan latar belakang di atas, maka dapat diketahui identifikasi

masalah, yakni sebagai berikut:

1. Para perawi yang meriwayatkan hadis tersebut, selain Nasa>’i

2. Kondisi ke-tersambungan sanad dari hadis tersebut.

3. Kualitas dan kritik para perawi hadis (jarh} wa ta‘di>l).

8 Abu> Abd al-Rahma>n Ahmad ibn Shua>yb ibn Ali> al-shahairy al-Nasa>’i>, Sunan

(15)

7

4. Perbedaan redaksi matn dari hadis tersebut.

5. Pemaknaan hadis dengan mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung

dalam hadis tersebut.

Penelitian ini difokuskan pada kajian hadis tentang syariat agama Islam

itu mudah. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya dibatasi pada

permasalahan:

1. Kualitas hadis tentang syariat agama Islam itu mudah.

2. kehujjahan hadis tentang syariat agama Islam itu mudah.

3. Pemaknaan hadis tentang syariat agama Islam itu mudah.

C. Rumusan Masalah

a. Bagaimana kualitas dan kehujjahan hadis tentang syariat agama Islam itu

mudah dalam Sunan al-Nasa>’i> no indeks 5034?

b. Bagaimana pemaknaan hadis tentang syariat agama Islam itu mudah

dalam Sunan al-Nasa>’i> no indeks 5034?

D. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui kualitas dan kehujjahan hadis tentang syariat agama

Islam itu mudah dalam Sunan al-Nasa>’i> no indeks 5034.

b. Untuk memahami pemaknaan hadis tentang syariat agama Islam itu mudah

(16)

8

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk hal-hal sebagai

berikut:

1. Secara teoritis penelitian ini akan menambah khazanah keilmuan dalam

bidang hadis dan ‘Ulu>m al-H}adi>th serta memperkaya terhadap

pengetahuan kajian hadis tentang syariat agama Islam itu mudah dalam

Sunan al-Nasa>’i> no indeks:5034.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman

yang benar di masyarakat tentang syariat Islam.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan penelitian yang sejenis.

F. Penegasan Judul

Agar penulisan ini terhindar dari kekeliruan untuk memehami judul dalam

penelitian ini, juga untuk mempertegas interpretasi terhadap pokok bahasan

skripsi yang berjudul ‚SYARIAT AGAMA ISLAM ITU MUDAH (kajian hadis

dalam Sunan al-Nasa>’i> nomor indeks. 5034)‛, maka akan dijelaskan istilah-istilah

yang terangkai pada judul dalam konteks kebahasaan.

Syariat: Hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia hubungan

manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan alam

sekitar berdasarkan al-Qur’an dan hadis.9

(17)

9

Agama: Prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan

ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian

dengan kepercayaan itu.10

Islam: Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, berpedoman kepada

kitab suci al-Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu

Allah.11

Mudah: Gampang, tidak susah, tidak sukar.12

Penelitian dalam skripsi ini merupakan upaya untuk mendapatkan

transformasi pemahaman dari kuatnya kualitas, kehujjahan serta makna hadis

tentang syaiat Islam itu mudah dalam Sunan al-Nasa>’i> nomor indeks. 5034.

G. Kajian Pustaka

Ada beberapa karya yang membahas masalah yang hampir serupa dengan

penelitian ini:

1. Skripsi dari Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat dengan judul: Pemaknaan

Hadis al-Din al-Nasi>hah dalam Kitab Sunan Abu> Da>wud nomor indeks

1944‛ oleh saudara Addinun Nashihah pada tahun 2014, di uneversitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dalam skripsi ini peneliti bermaksud

mendeskripsikan darajat hadis al-Din al-Nasi>hah dan memahami makna

serta mengunkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam hadis tersebut.

2. Skripsi dari Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat dengan judul: Studi Hadis

Tentang Wanita Beragama Sebagai Calon Istri, Telaah terhadap kualitas

10 Rama, Kamus Lengkap.,17. 11 Ibid.,196.

(18)

10

Hadis dalam Sunan Abi> Da>wud‛ oleh Ah. Nasich Hidayatullah pada tahun

2002, di Uneversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, dengan nomor

indeks perpustakaan K.U-2002-004.TH. dalam skripsi ini membahas

bagaimana kulitas hadis tentang wanita beragama sebagi calon istri.

3. Skripsi dari Fakultas Ushuluddin dengan judul: Hermeneutika al-Quran

Tentang Pluralisme Agama Telaah Kritis atas Hermeneutika Farid Esack

dalam al-Qur’an, oleh Hadiansyah Yudistira pada tahun 2003 di universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam skripsi ini membahas

masalah hermeneutika al-Qur’an tentang pluralism agama yang memiliki

pengaruh dalam kanca pemikiran Islam afrika selatan.

4. Skripsi dari Fakultas Ushuluddin juga dengan judul: Makna al-Din dalam

al-Qur’an Studi Tematik atas Tafsir Ibn Katsir, oleh Ahmad Nurhamid

pada tahun 2010 di universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dalam skripsi ini lebih fokus pada makna al-Din itu sendiri.

Beberapa karya yang telah disebutkan di atas, secara sekilas memiliki

kesaan yakni sama-sama mengungkapkan tentang agama, namun secara terpeinci

pastinya memiliki perbedaan seperti yang pertama dan kedua lebih fokus pada

kritik sanad dan matn hadis dan yang ketiga lebih fokus pada kajian

hermeneutika al-qur’an tentang pluralism agama, dan yang keempat lebih fokus

pada makna al-Din dalam al-Qur’an. Sedangkan dalam penelitian kali ini,

peneliti lebih fokus pada kajian hadis yakni kajian analisis kualitas dan

kehujjahan serta pemaknaan hadis tentang syariat agama Islam itu mudah dalam

(19)

11

H. Metodologi Penelitian

Dalam Penelitian ini menerapkan penelitian non-empirik yang

menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan). Oleh karena itu

sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari literature

tertulis yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penelitian

1. Sumber Data

Sumber data yang digunakan terbagi menjadi dua klasifikasi, antara lain:

a. Sumber data primer atau sumber pokok yang akan dikaji dalam penelitian

ini adalah:

Kitab Sunan al-Nasa>’i> dan, Syarah Sunan al-Nasa>’i karya: Jala>luddi>n

al-Syu>t}i>y >.

b. Sumber data sekunder atau sumber data pendukung dalam penelitian ini

antara lain:

1) Kitab al-Mu’jam al-Mufahrats Li al-Fadzil H}adi>th karya: A.J

Wensinck.

2) Kitab Sahih Bukhari dan syarahnya.

3) Kitab Tahdz}i>b al-Tahdz}i>b.

4) Metodologi Penelitian Hadis karya suryadi dan Muhammad Alfatih

Suradilaga dan

Buku-buku kritik sanad dan matan, seperti Membahas Ilmu-Ilmu Hadis

(20)

12

2. Metode Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data, digunakan metode dokumentasi.

Metode ini diterapkan terbatas pada benda-benda tertulis seperti buku, jurnal

ilmiah atau dokumentasi tertulis lainnya.

Dalam Penelitian hadis, penerapan metode dokumentasi ini dilakukan

dengan dua teknik pengumpulan data, yaitu : Takhrij al-H}adi>th dan i'tibar al-

H}adi>th.

a. Takhrij al-H}adi>th secara istilah dapat diartikan sebagai kegiatan

untuk mengeluarkan atau menunjukkan hadis dari sumber asli.13 Maka

Takhrij al-H}adi>th merupakan langkah awal untuk mengetahui

kuantitas jalur sanad dan kualitas suatu hadis.

b. Kegiatan i'tibar dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan

sanad-sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian

sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja.14

3. Metode Analisis Data

Metode analisis data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh

melalui penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua

komponen, yakni sanad dan matan, maka analisis data hadis akan meliputi dua

komponen tersebut.

a. Penelitian sanad, digunakan metode kritik sanad dengan pendekatan

keilmuan Rijal al-H}adi>th dan al-Jarh Wa al-Ta‘dil, serta mencermati

13 Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis

(Yogyakarta: Teras, cetakan 1, 2009), 34.

(21)

13

silsilah guru-murid dan proses penerimaan hadis tersebut (tahammul wa

‘ada'). Hal itu dilakukan untuk mengetahui integritas dan tingkatan

intelektualitas seorang rawi serta validitas pertemuan antara mereka

selaku guru-murid dalam periwayatan hadis.

b. Penelitian matn, analisis data akan dilakukan dengan menggunakan

analisis isi (content analysis). Mengevaluasi atas validitas matn diuji pada

tingkat kesesuaian hadis (isi beritanya) dengan: penegasan eksplisit

al-Qur’an, logika atau akal sehat, fakta sejarah, informasi hadis-hadis lain

yang bermutu sahih serta hal-hal yang oleh masyarakat umum diakui

sebagai bagian integral ajaran Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memperoleh gambaran yang secara

menyeluruh pada penelitian ini, maka penulis akan memaparkan sistematika

pembahasan yang terdiri dari bab, yaitu:

Bab 1. Pendahuluan, merupakan bagian awal dari sebuah penelitian sebagai

pengantar dalam memeahami pokok-pokok permasalahan. Pembahasan

dalam bab ini meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah

dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, penegasan judul, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab 2. Pengertian syariat Islam dan metodologi penelitian hadis, bab ini

berisikan tentang pengertian syariat agama Islam itu mudah,

(22)

14

serta menjelaskan al-Jarh Wa al-Ta‘dil, metode kehujjahan hadis, dan

pemaknaan hadis.

Bab 3. Imam al-Nasa>’i> dan data hadis tentang syariat agama Islam itu mudah,

bab ini mendiskripsikan tentang biografi Imam al-Nasa>’i dan Kitab

Sunannya, komentar ulama terhadap al-Nasa>’i dan kitabnya, data hadis

tentang syariat agama Islam itu mudah, takhrij hadis, hadis pendukung,

skema sanad dan i‘tibar-nya hadis.

Bab 4. Kualitas, kehujjahan Hadis dan pemaknaaan syariat agama Islam itu

mudah dalam hadis al-Nasa>’i>, bab ini meliputi: kualitas sanad, kualitas

matan, ke-hujjah-an dan pemaknaan hadis.

Bab 5. Penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan seluruh penulisan yang

(23)

BAB II

PENGERTIAN SYARIAT ISLAM DAN METODOLOGI

PENELITIAN HADIS

A. Definisi Syariat Agama Islam Itu Mudah

1. Pengetian Syariat

Syariat adalah segala hal yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW dalam bentuk wahyu yang ada dalam al-Qur’an dan sunah.

Semula kata ini berarti ‚jalan menuju kesumber air‛, yakni jalan kearah sumber

kehidupan. Kata kerjanya adalah syara’a yang berarti ‚menandai atau

mengambar jalan yang jelas menuju sumber air‛.1

Semula kata syariat diartikan dengan agama, dan pada akhirnya syariat

ditunjukkan khusus untuk praktek agama. Penujukan ini dimaksudkan untuk

membedakan antara agama dan syariat. Pada akhirnya, agama itu satu dan

berlaku secara universal, sedangkan syariat berbeda antara umat yang satu

dengan umat lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kata syariat digunakan

untuk menunjukkan hukum-hukum Islam, baik yang ditetapkan langsung oleh

al-Qur’an dan Sunnah, maupun yang telah dicampuri oleh pemikiran manusia

(ijtihad).2

Kata syariat sering diungkapkan dengan syariat Islam, yaitu syariat

penutup untuk syariat agama-agama sebelumnya, karena itu syariat Islam adalah

1 Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),

301.

(24)

16

syariat yang paling lengkap dalam mengatur kehidupan keagamaan dan

kemasyarakatan, melalui ajaran Islam tentang akidah, ibadah, muamalah dan

akhlak.3

Pengertian syariat Islam ini dapat dibagi menjadi dua pengertian: pertama

dalam pengertian luas, kedua dalam pengertian sempit, dalam pengertian luas

syariat Islam ini meliputi semua bidang hukum yang telah disusun dengan teratur

oleh para ahli fiqih dalam pendapat-pendapat fiqihnya mengenai persoalan

dimasa mereka, atau yang mereka perkirakan akan terjadi kemudian, dengan

mengambil dalil-dalilnya langsung dari al-Qur’an dan al-H}adi>th, atau sumber

pengambilan hukum seperti: ijma’, qiyas, istihsan, istish-hab, dan mashlahlh

mursalah.4

Sedangkan syariat Islam dalam pengertian sempit adalah hukum-hukum

yang berdalil pasti dan tegas, yang tertera dalam al-Qur’an, hadis yang sahih,

atau yang ditetapkan oleh ijma’.5

2. Pengertian Agama

Arti kata ‚agama‛ dalam bahasa Indonesia dengan kata di>>n dalam bahasa

arab dan semit, atau dalam bahasa eropa: religion. Secara bahasa, kata ‚agama‛

berasal dari bahasa sanskerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat atau

diwarisi turun-temurun.6

3 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hukum Islam, 38.

4 Ahmad Zaki Yamani, Syariat Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa Kini (Jakarta:

Intermasa, 1977), 14.

5 Ibid., 15.

6 Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, Vol. 1 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),

(25)

17

Sedangkan menurut istilah agama adalah hubungan manusia dengan

sesuatu yang dianggap suci, kudus atau ilahi, disebut agama. Biasanya agama

dikaitkan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, dewa, atau roh. Adapun kata

‚di>n‛ mengandung arti ‚menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan atau

kebiasaan. Di>n juga membawa peraturan berupa hukum yang harus dipatuhi, baik

dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang

harus ditinggalkan dan pembalasan.7

3. Pengertian Islam

Ada dua sisi yang dapat digunakan unttuk memahami pengertian agama

Islam, yaitu dari sisi kebahasaan dan dari sisi peristilahan.

Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata

salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima

selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk

dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh dan taat disebut

orang muslim. Nurcholis madjid berpendapat bahwa ‚sikap pasrah kepada Tuhan

merupakan hakikat dari pengertian Islam‛.8

Adapun pengertian Islam dari segi istilah terdapat beberapa pendapat:

Harun Nasution mengatakan ‚bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai

agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan tuhan kepada

masyarakat menusia melalui Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul.‛9

7 Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, Vol. 6 (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),

88.

(26)

18

Sementara menurut Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa ‚Islam

adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokok yaitu keesaan Allah dan

kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata. Bahwa agama

Islam selaras benar denagn namanya, Islam bukan saja dikaitkan sebagai agama

seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam beberapa ayat suci al-Qur’an,

melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tidak sadar tunduk sepenuhnya

kepada undang-undang Allah, yang kisa saksikan pada alam semista."10

4. Pengertian yusra> (mudah)

Mudah artinya gampang, tidak susah, tidak sukar.11 Namun ketika kata

ini dikandeng dengan kata benda, maka menjadi sifat dari kata benda tersebut,

seperti kata agama itu mudah ( رسي يدلا) maka maksudnya adalah agama yang

memiliki kemudahan, atau disebut dengan agama yang mudah.12

5. Korelasi syariat, Agama, Islam dan yusra > (mudah)

Syariat merupakan segala hal yang diturunkan oleh Allah SWT kepada

Nabi Muhammad SAW dalam bentuk wahyu yang ada dalam al-Qur’an dan

sunah. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan sesuatu yang

dianggap suci, kudus atau ilahi, atau biasanya agama dikaitkan dengan hubungan

manusia dengan Tuhan, dewa, atau roh. Sedangkan kata ‚di>n‛ mengandung arti

‚menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan. Kemudian

Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan tuhan kepada masyarakat

10 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 64.

11 Tri Rama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: karya Agung, t.t), 334. 12 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari>: Penjelasan Kitab Shahih al-Bukhari, terj.

(27)

19

menusia melalui Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul, dan yusra> (mudah)

sendiri merupakan sifat dari agama Islam itu.

B. Pengertian Hadis dan Klasifikasi Hadis

1. Pengertian Hadis

Hadis menurut bahasa berarti baru. Hadis juga secara bahasa berarti

‚sesuatu yang dibicarakan dan dinukil‛, juga bisa berarti ‚sesuatu yang sedikit

dan banyak‛. Bentuk jamak dari lafal h}adi>th adalah aha>di>th. Adapun firman

Allah ta’a>la>:

َ ِ َ َ َْف

ٌ َِ

َ َ ْ ِْن

ىَ َ

ْ ِِ َ اَء

ْوِإ

ِْ

اْ ُْلِمْؤُْ

اَذَِِ

ِ ْ ِدَْاا

اَ َ َأ

(

اا

:

(6

Maka (apakah) berangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada h}adi>th ini‛ (al-Kahfi:6). Maksud hadis dalam ayat ini adalah kitab al-Qur’an.13

Adapun pengertian hadis secara istilah menurut ulama terdapat beberapa

definisi yang satu dengan lainnya terdapat perbedaan. Ada yang mendifinisikan

hadis ialah:

وا أ

لاا

ص

.

ياا فأو

ياا أو

14

‚Segala perkataan Nabi SAW. Perbuatan, dan hal ihwalnya.‛ Ulama hadis lain mendifiisikan dengan:

ا

أام

ي

لاا

ص

.

يم

و

فو

تو

و

.

15

‚segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqri>r (ketetapan), maupun sifatnya.‛

Juga ada yang mendifinisikan dengan:

13 Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu H}adi>th, terj.Mifdhol Abdurrahman

(Jakarta Timur: Pustaka al-Kausar, 2005), 22.

(28)

20

ا

ضأام

إ

لاا

ص

.

وأ

ف

ا توأ

وأ

.

16

segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. Baik berupa perkataan,perbuatan, ketetapan, maupun sifatnya.

Dari ketiga pengertian hadis diatas memiliki letak persamaan yakni

mendifinisikan hadis dengan segala yang disandarkan kepada Nabi baik

perkataan maupun perbuatan, sedangkan letak perbedaannya ialah pada

penyebutan terahir. Diantarannya ada yang menyebutkan hal ihwal atau sifat

rasul sebagai hadis, ada yang tidak, ada yang menyebutkan taqrir Rasul secara

eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadis.17

Sementara itu ulama usul mendifinisikan hadis dengan:

وا أ

لاا

ص

.

اِ

ح ل

وأ

و

اا

ا

.

18

segala perkataan Nabi SAW,yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’.

Dari pengertian tersebut, bahwa segala perkataan atau aqwa>l Nabi, ang

tidak ada relevansinya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulannya,

seperti cara berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum atau segala ang

menyangkut ihwal Nabi, tidak termasuk hadis.19

16 Arifin, Studi Kitab Hadis, 2. 17 Ibid., 2-3.

(29)

21

2. Klasifikasi Hadis

a. Hadis ditinjau dari segi bentuknya

Secara umum, hadis bila ditinjau dari segi bentuknya maka dapat dibagi

menjadi lima bentuk: hadis qowli>, hadis fi’li>, hadis taqri>ri>, hadis s}ifati> dan hadis

hammi>.20

1) Hadis Qowli>

Hadis qowli> didefinisikan sebagai segala perkataan yang disandarkan

kepada Nabi SAW. Dengan demikian, sumber hadis tersebut adalah perkataan

beliau.21 Contoh:

اَلَْ ِدَ

ُيِدْ َ ُْاا

ُدْ َ

ِِاا

ُيْ

ِْ َْ ُلاا

َواَ

اَلَْ ِدَ

ُواَ ْ ُ

َواَ

اَلَْ ِدَ

َ َْ

ُيْ

ٍد ِ َ

ُيِ اَلْنَْاا

َواَ

ِ َ َْ ْ َأ

ُدِ َُ

ُيْ

َ ِاَ ْْ ِإ

ُ ِ ْ ِْ اا

ُيِنَأ

َ َِ

َ َ َ ْ َ

َيْ

ٍصاِ َو

ِ ِ ْ ِ اا

ُو ُ َْ

ُ ْ َِ

َ َ ُ

َيْ

ِااِطَْاا

َ ِضَ

ُِاا

ُيْلَ

ىَ َ

َِ ْلِ ْاا

َواَ

ُ ْ َِ

َو ُ َ

ِِاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

ُو ُ َْ

اََِِإ

ُواَ ْ َْاا

ِااِ ِّلااِ

اََِِإَو

ِّ ُ ِا

ٍ ِ ْما

اَم

ىَ َْن

ْيَ َف

ْ َناَا

ُيُتَ ْ ِ

َ ِإ

اَ ْْنُا

اَ ُْ ِلُ

ْوَأ

َ ِإ

ٍ َأَ ْما

اَ ُ ِ ْلَْ

ُيُتَ ْ ِ َف

َ ِإ

اَم

َ َجاَ

ِيْ َاِإ

(

ى اخ اا

)

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah ibn Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Sa'id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad ibn Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah ibn Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar ibn al-Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan"(H.R.Bukhari).22

20 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang:UIN Maliki Press, 2010), 83. 21 Ibid., 83.

(30)

22

2) Hadis fi‘li>

Hadis fi‘li> merupakan segala perbuatan yang disandarkan kepada

Rasulullah. Maksud dari hadis bentuk fi‘li> ini adalah suatu perbuatan atau

perilaku ibadah yang kemudian diikuti dengan perkataan beliau, yang selanjutnya

dinukil oleh para sahabat.23

Contoh hadis fi‘li>

ا ُ َ

اَ َا

ِ ُ ُ ْْ َأَ

ِّ َ ُأ

salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan salat (H.R.Bukhari).‛

Mekipun berbentuk perkataan, namun sejatinya dari hadis tersebut yang

harus diikuti bukanlah perkataan Nabi melainkan perbuatan beliau, sehingga

hadis yang qawli> ini lebih tepat disebut hadis fi‘li>.24

3) Hadis Taqri>ri>

Hadis taqri>ri> adalah hadis yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang

datang atau yang dilakukan para sahabatnya, lalu Nabi membiarkan atau

mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tampa

memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkan.

Sikap Nabi yang demikan itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai dalil

taqri>ri>, yangdapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hukum atau

menetapkan suatu kepastian syara’.25

23 Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, 84. 24 Ibid., 84.

25 Zainul Arifin, Ilmu Hadis: Historis Dan Metodologis (Surabaya:al-Muna, 2014),

(31)

23

Diantara contoh hadis taqri>ri> , adalah sikap Nabi SAW, yang membiarkan

para sahabat dalam menafsirkan sabdah beliau tetang salah pada suatu

peperangan, yang bunyi sebagai berikut:

ّم ل

د ا

َ ل اا

إ

ي

(

او

ي ا اا

)

Janganlah seorang salat asar kecuali dibani quraidah.‛(H.R.Bukhari)

Diantara sahabat memahami larangan hadis itu berdasarkan pada hakikat

perintah tersebut, sehingga mereka terlambat dalam mengerjakan salat asar.

Sedangkan sekelompok sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan

perlunya menuju ke bani quraidah dan serius dalam peperangan dan

perjalanannya, sehingga tetap salat papat pada waktunya. Sikap para sahabat ini

dibiarkan oleh Nabi tampa ada yang disalahkan.26

4) Hadis s}ifa>ti> atau ahwali>

Hadis s}ifa>ti> atau ahwali>, ialah hadis yang berupa keadaan Nabi yang tidak

termasuk kedalam katagori hadis qawli>, fi‘li>, taqri>ri>, dan hammi>, hadis yang

termasuk katagori ini menyangkut sifat-sifat dan keperibadiannya serta keadaan

fisiknya.27

Contoh hadis dari sahabat anas ibn malik:

واا

و

ى

ي

و

ي أ

ِاالاا

اً

( .

م

ي

)

Rasulullah SAW. Adalah sebaik-baik manusia akhlaknya.‛(H.R. Mutafaq alaih).

(32)

24

5) Hadis hammi>

Hadis hammi> adalah hadis yang berupa keinginan atau hasrat Nabi yang

belum terealisasikan, seperti halnya hasrat Nabi inging berpuasa tanggal 9

‘as}u>ra‘. Dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas dijelaskan sebagai berikut:28

اَلَْ ِدَ

ُواَ ْ َ ُ

ُيْ

َاُواَا

ُيِ ْ َ ْاا

اَلَْ ِدَ

ُيْ ا

ٍبَْو

ِ َ َْ ْ َأ

َ َْ

ُيْ

َا ُ َأ

ِوَأ

َ ِ َْ ِإ

َيْ

َ ِ َمُأ

ِ ِ َ ُ ْاا

ُيَ ِدَ

ُيِنَأ

َ َِ

اَ َأ

َواَ َطَا

ُو ُ َْ

ُ ْ َِ

َدْ َ

ِِاا

َيْ

ٍااِ َ

ُو ُ َْ

َمِ

َااَ

ُِ ِلاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

َاْ َْ

َءاَ ُ اَ

اَنَ َمَأَو

ِيِماَ ِلِ

ا ُااَ

اَ

َو ُ َ

ِِاا

ُيِنِإ

ٌاْ َْ

ُيُ ِّ َ ُْت

ُا ُ َْ ْاا

ىَ اَلِلااَو

َواَ َْف

ُو ُ َ

ِِاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

اَذِ َف

َواَا

ُااَ ْاا

ُ ِ ْ ُ ْاا

اَلْ ُ

َاْ َْ

ِ ِ اِ اا

ْ َ َْف

ِاْأَ

ُااَ ْاا

ُ ِ ْ ُ ْاا

ِ َ

َِّ ُ ُْت

ُو ُ َ

ِِاا

ىِ َ

ُِاا

ِيْ َ َ

َ ِ َ َو

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibn Daud Al Mahri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepadaku Yahya ibn Ayyub, bahwa Isma'il ibn Umayyah Al Qurasyi telah menceritakan kepadanya bahwa ia telah mendengar Abu Ghatafan berkata; saya mendengar Abdullah ibn Abbas ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari 'Asyura ia berkata; dan beliau memerintahkan kami agar berpuasa pada hari tersebut. Para sahabat kertanya; wahai Rasulullah, itu adalah hari dimana orang-orang yahudi dan nashrani mengagungkannya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila tahun depan maka kita akan berpuasa pada hari kesembilan." Kemudian belum datang tahun depan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah meninggal dunia. (H.R.Abudaud).

b. Hadis ditinjau dari segi jumlah perawinya

Hadis apabila ditinjau dari sampainya periwayatan kepada kita itu dibagi

menjadi dua, pertama apabila hadis itu memiliki jalur jumlah periwayatan yang

tampa batas ketentuannya, maka itu dikelompokka pada kelompok hadis

mutawa>tir, kedua apabila hadis itu memiliki jalur jumlah periwayatan yang

terbatas atau dengan jumlah sanad yang bisa ditentukan, maka itu dikatagorikan

pada kelompok hadis aha>d.29

28Arifin, Ilmu Hadis, 39-40.

(33)

25

1. Hadis Mutawa>tir

Hadis mutawatir secara bahasa ialah isim fail yang berasal dari kata

al-tawa>tiru atau at-tana>biu‘ (mengikuti). Secara istilah ialah hadis yang

diriwayatkan oleh banyak jalur periwayatan sehingga dimungkinkan tidak ada

kesepakatan untuk berbohong. Hadis mutawatir dibagi dua: pertama mutawa>tir

lafd}z}i>, kedua mutawa>tir ma‘na>wi>.30

Contoh hadis mutawatir lafdzi:

يم

اذا

ّ

اد م

أ ف

د م

يم

الاا

( .

او

و و

ا ا

.

Contoh hadis mutawati>r ma‘na>wi>:

Hadis tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa, hadis ini diriwayatkan dari Nabi kurang lebih 100 hadis, dan setiap hadis tersebut menjelaskan tentang mengangkat tangan ketika berdoa.31

2. Hadis Ahad

Hadis ahad secara bahasa ialah kata al-ahad merupakan bentuk jamak dari

kata aha>dun dengan arti satu, atau hadis yang diriwayatkan seorang rawi saja.

Adapun secara istilah ialah hadis yang tidak memiliki syarat-syarat hadis

mutawa>tir.32

Hadis ahad dibagi menjadi tiga: hadis mashur, hadis azi>z, dan hadis

ngari>b. adapun rincian dari ketiga hadis tersebut adalah sebagai berikut:

a) Hadis mashur

30 Tha>ha>n, Taisi>r Musthalah al-H}adi>th, 20. 31 Ibid., 2o.

(34)

26

Hadis masyhur ialah hadis yang diriwayakan oleh tiga rawi atau lebih

didalam setiap tingkatan, dan tidak sampai pada batas hadis mutawa>tir.33

Contoh:

وإ

اا

ا ال نا

ي ل ل

(...

او

واخ لاا

ىذمرااو

ي إو

يجام

د أو

)

b) Hadis Azi>z

Hadis azi>z ialah hadis yang diriwayatkan oleh dua rawi disetiap tingkatan.34

Contoh:

وأ

و

ص

.

وا

"

يمؤ

اد أ

و اأ

ب أ

ي اا

يم

داوو

االااو

م مأ

(.

او

واخل اا

)

c) Hadis ngha>ri>b

Hadis ngha>ri>b ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi saja, atau

Cuma memiliki satu jalur periwayatan saja.35

Contoh:

اَإ

وا اا

اا لاأ

.

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Umar ibn Khattab saja.

33 Tha>ha>n, Taisi>r Musthalah al-H}adi>th,22. 34 Ibid., 24.

(35)

27

c. Hadis ditinjau dari segi kualitas sanad

Pembagian hadis ditinjau dari segi kualitas sanadnya dibagi menjadis

empat:

1. Hadis sahih

Hadis sahih ialah hadis yang bersambung sanadnya, dengan periwayatan

rawi yang adil dan dabit dari rawi pertama sampai rawi terakhir, tidak

mengandung unsure sha>dh dan `illat. 36

Contoh:

اَلَْ ِدَ

ُدْ َ

ِِاا

ُيْ

،َ ُ ُ

َواَ

:

اَنَ َْ ْ َأ

،ٌ ِااَم

ِيَ

ِيْ ا

، ٍااَ ِ

ْيَ

ِدِ َُ

ِيْ

ِْ َْ ُج

ِيْ

،ٍ ِ ْطُم

ْيَ

،ِي ِ َأ

َواَ

" :

ُ ْ َِ

َو ُ َ

ِِاا

َأَ َْ

ِ

ِاِ ْ َ ْاا

ِ ُطااِ

"

(

او

ي اخ اا

اا ا

واذاا

).

37

2. Hadis hasan

Hadis hasan ialah hadis yang bersambung sanadnya dengan periwayatan

perawi yang adil dan dabit, tetapi nilai kedabitannya kurang sempurna, serta

selamat dari unsur shu>d}u>dh dan `illat.38

Contoh:

اَلَْ ِدَ

،ُ َ ْ َْ ُْ

اَلَْ ِدَ

ُ َ ْ َج

ُيْ

َواَ ْ َ ُ

،ُ ِ َ ُ اا

ْيَ

ِ َأ

َواَ ْ ِ

، ِِّ ْ َْ ا

ْيَ

ِ َأ

ِ ْ َ

ِيْ

ِ َأ

ىَ ُم

،ِّيِ َ ْ َْاا

واَ

:

ُ ْ َِ

ِ َأ

ِ َ ْ َِ

،ِّوُدَ ْاا

ُو ُ َْ

:

َواَ

ُو ُ َ

ِِاا

" :

ِوِإ

َااَ ْْ َأ

ِ ِلَْ ا

َ َْ

ِو َ ِ

ِو ُ ُ اا

("....

او

يذمراا

)

39

Hadis ini menurut Imam at-Tirmidzi termasuk hadis hasan ngarib.

36 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2012), 112.

37 Mahmud al-Tha>ha>n, Taisi>r Musthalah al-H}adi>th (Dar al-Fiker, t.t), 31.

38 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2012), 130.

(36)

28

3. Hadis daif

Hadis daif ialah hadis yang tidak terpenuhi syarat-syarat hadis sahih dan

hadis hasan. Namun kelemahan perawinya tidak sampai pada level tertuduh

pendusta atau pelaku pemalsu hadis.40

Contoh:

ا م

ا لت

berpuasalah kalian agar kalian menjadi orang sehat.

Hadis ini diriwayatkan dari abu hurairah dan dikeluarkan oleh at-Thabrani

dalam Mu’jam al-Ausath.

4. Hadis maud}hu>‘ (hadis palsu)

Hadis maud}hu>‘ ialah hadis yang terindikasi dalam jalur perawinya ada

yang melakukan pendustaan kepada Rasulullah Saw. Atau tertuduh berbuat

dusta. Contoh:

ما

ود ت

ا م

ي ل و

ما

,

مو

ما

ود ت

م

م

ما

,

وإ

ا ما

وود ل ا

ا

م م

,

و اال و

و ل

ى

اا أ

اا اا

ا ت

س لاا

.

41

Shalat dengan menggunakan surban nilainya sama dengan shalat dua puluh lima kali

tampa menggunakan surban. Sekali jum’atan dengan menggunakan surban nilainya

sama dengan tujuh puluh kali jum’atan tampa menggunakan surban. Sesungguhnya para maikat senantiasa mendoakan orang yang jum’atan dengan bersurban, dan senantiasa mendoakan yang bersurban itu sampai tenggelamnya matahari.

(37)

29

C. Kritik Hadis

1. Kriteria kesahihan sanad hadis

Hadis sahih adalah hadis yang sambung sanadnya, diriwayatkan oleh

orang-orang yang adil dan dabit serta tidak terdapat kejanggalan (shu>d}u>d}h) dan

cacat yang samar (`illat). Maka suatu hadis dapat dinyatakan sahih apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sanad (mata rantai perawi) bersambung.

b. Seluruh perawi dalam sanad hadis bersifat adil (terpercaya).

c. Seluruh perawi dalam sanad bersifat dabit (cermat).

d. Sanad dan matn hadis terhindar dari kejanggalan (shu>du>dh).

e. Sanad dan matn hadis terhindar dari cacat yang samar (`illat).42

Berikut ini rincian kajian setiap unsur di atas:

1) Bersambung sanadnya

Bersambung sanadnya maksudnya adalah dari perawi pertama (guru

kodifikator) sampai perawi terakhir (murid shahib al-matan) tidak terjadi

keterputusan sanad. Jika terjadi keterputusan sanad pada satu tempat saja

(misalnya dalam tingkatan sahabat, maka dikenal dengan hadis mursal), itu

berarti telah terjadi keterputusan sanad atau sanadnya tidak bersambung. Hadis

yang sanadnya tidak bersambung adalah termasuk kategori hadis daif.

Masalah bersambung dan tidaknya sanad adalah persoalan yang penting

untuk menentukan maqbu>l dan ghairu maqbu>l suatu hadis. Ada banyak dari

hadis yang tergolong hadis daif dikarenakan sanadnya terputus atau tidak

42 M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,

(38)

30

bersambung meskipun hadis itu diriwayatkan oleh perawi yang adil.

Untuk mengetahui kebersambungan sanad dapat diketahui dengan

beberapa cara:

a. Mencatat semua nama perawi yang tercantum dalam sanad sehingga

dapat diketahui relasi guru dan murid yang dipaparkan dalam berbagai

kitab biografi para perawi.

b. Melacak tahun wafat antara guru dan murid yang diprediksi masa

jedanya enam puluh tahun dalam kitab-kitab rijalul hadis.

c. Sigha>t Tahamu Wa al-Ada’ hadis, seperti sami’tu, sami’na>, hadda>sana>,

akhba>rona>, dan sebagainya.43

Jadi suatu sanad hadis dinilai bersambung jika seluruh perawi dalam

sanad tersebut benar-benar pernah bertemu dan telah terjadi hubungan

periwayatan menurut kaidah Tah}ammul Wa al-Ada’ antara perawi dengan

perawi-perawi sebelumnya.44

2) Perawi yang adil

Kata adil berasal dari Bahasa Arab yang berarti pertengahan, lurus atau

condong kepada kebenaran.45 Sedangkan secara istilah para ulama hadis

berbeda pendapat.

Dari berbagai pendapat para ulama hadis dapat disimpulkan dalam empat

kriteria berikut ini:

1) Beragama Islam

43 Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, 132. 44 Ibid., 112.

(39)

31

2) Mukallaf

3) Melaksanakan ketentuan agama (taat menjalankan agama)

4) Memelihara muru’ah46

Beragama Islam menjadi salah satu kriteria keadilan perawi apabila

perawi yang bersangkutan melakukan kegiatan menyampaikan periwayatan

hadis. Untuk kegiatan menerima hadis syarat tersebut tidak berlaku. Jadi perawi

ketika menerima riwayat boleh saja tidak dalam keadaan memeluk agama Islam,

asalkan saja ketika menyampaikan riwayat dia telah memeluk

agama Islam.47

Mukallaf yakni baligh dan bearakal sehat, merupakan salah satu syarat

yang harus dipenuhi oleh seorang perawi ketika di menyampaikan riwayat. Untuk

kegiatan penerimaan riwayat, perawi tersebut dapat saja masih belum Mukallaf ,

asalkan saja dia telah mumayiz (dapat memahami maksud pembicaraan dan

dapat membedakan antara sesuatu yang hak dan yang batil). Jadi seorang anak

yang menerima suatu riwayat, kemudian setelah Mukalaf riwayat itu

disampaikan kepada orang lain, maka penyampaian riwayat tersebut telah

memenuhi salah satu syarat ke-sahihan sanad hadis.48

Tentang kriteria melaksanakan ketentuan agama yang dimaksudkan

adalah teguh dalam agama, tidak berbuat dosa besar, tidak berbuat bid’ah, tidak

berbuat maksiat, dan harus berakhlak mulia. Uraian tentang melaksanakan

ketentuan agama tersebut memang ada yang tumpah tindih. Hal itu sebagai

46Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian, 67. 47 Ibid., 67.

(40)

32

akibat dari penggabungan pendapat berbagai ulama tentang apa yang dimaksud

dengan perawi yang bersifat adil.49

Adapun memelihara muru>’ah, seluruh ulama sependapat untuk

menjadikannya sebagai salah satu kriteria sifat adil. Arti muru>’ah adalah

kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaa diri manusia pada tegaknya

kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal itu dapat diketahui melalui adat

istiadat yang berlaku di masing-masing tempat. Contoh-contoh yang

dikemukakan oleh ulama tentang prilaku yang merusak atau mengurangi

muru>’ah antara lain: makan di jalanan, kencing dijalanan, makan makanan

pasar yang dapat dilihat banyak orang, memarahi istri atau anggota keluarga

dengan ucapan kotor, dan bergaul dengan orang yang berperilaku buruk. Bila

perawi hadis tidak memelihara muru>’ah, maka dia tidak tergolong sebagai

perawi yang adil dan riwayatnya tidak diterima sebagai hujah.50

Untuk mengetahui keadilan perawi hadis, para ulama telah

menetapkan ketentuan sebagai berikut:

a) Berdasarkan popularitas keutamaan perawi di kalangan ulama.

b) Berdasarkan penilaian para kritikus hadis.

c) Berdasarkan penerapan kaidah al-Jarh Wa al-Ta’dil. 51

Cara ini ditempuh apabila para kritikus perawi tidak terbukti

menyepakati kualitas pribadi perawi tertentu. Jadi penetapan keadilan

seorang perawi diperlukan kesaksian para ulama, dalam hal ini adalah ulama

49Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian, 68. 50 Ibid., 68-69.

(41)

33

kritikus hadis.

3) Perawi yang d}a>bi>t

Secara harfiah makna d}a>bi>t berarti kuat, tepat, kokoh dan hafal dengan

sempurna. Pengertian harfiah tersebut diserap ke dalam pengertian istilah dengan

dihubungkan dengan kapasitas intelektual. Secara umum keriteria d}a>bi>t} itu

dirumuskan sebagai berikut:52

1. perawi yang dapat memahami dengan baik riwayat yang telah

didengarnya.

2. Perawi hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya.

3. Perawi yang mampu menyampaikan kembali riwayat yang telah

didengar itu dengan baik.

Sedangkan dalam keadaan atau perilaku yang dinilai dapat merusak ke-

d}a>bi>t} -an adalah sebagai berikut:53

1. Dalam meriwayatkan hadis perawi lebih banyak salahnya (fahusha

ghalatuhu).

2. Lebih menonjol sifat lupanya daripada hafalnya.

3. Riwayat yang disampaikan diduga keras mengandung kekeliruan (al-

wahm).

4. Riwayat yang disampaikan bertentangan dengan riwayat perawi yang

thiqah (mukha>lafah ‘an al-thiqah).

5. Jelek hafalannya walaupun ada juga sebagian riwayatnya itu yang

52 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2012), 160.

(42)

34

benar (su>’ al-hifzi).54

Keadilan perawi adalah berkaitan dengan aspek moralitas perawi,

sedangkan ke-dabitan perawi berkaitan dengan aspek intelektualitas

perawi. Apabila kedua sifat itu melekat pada pribadi seorang perawi maka yang

bersangkutan layak disebut sebgai perawi yang shiqah.55

4) Tidak shadh

Kata shadh berasal dari kata shadhdha-yashudhdhu yang menurut

bahasa berarti yang ganjil, yang terasing, yang menyendiri. Maka hadis yang

shadh menurut bahasa berarti hadis yang menyimpang atau yang menyendiri dari

yang lain.

Sedangkan menurut istilah, ulama berbeda pendapat tentang

pengertian shudh}u>dh suatu hadis, dari pendapat-pendapat yang berbeda, ada tiga

pendapat yang menonjol bahwa yang dimaksud dengan hadis shudh}u>dh ialah:

a. Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang thiqah, tetapi riwayatnya

bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak periwayat

yang thiqah juga. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam al-Syafi’i (w.204

H/820 M).

b. Hadis yang diriwayatkan oleh orang thiqah, tetapi orang-orang thiqah

lainnya tidak meriwayatkan hadis tersebut. Pendapat ini dikemukakan

oleh al-Hakim al-Naisaburi (w. 405 H/1014 M).

c. Hadis yang sanadnya hanya satu buah saja, baik perawinya bersifat

54 Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis

(Yogyakarta: Teras, cetakan 1, 2009), 105.

(43)

35

thiqah maupun tidak bersifat thiqah. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu

Ya’la al-Khalili (w. 466 H).56

Dari ketiga pendapat di atas, maka pendapat Imam al-Syafi’i adalah

pendapat yang banyak diikuti oleh ulama ahli hadis sampai saat ini.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa kemungkinan

suatu sanad mengandung shudh}u>dh bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah.

Hadis yang hanya memiliki sebuah sanad saja, tidak dikenal adanya

kemungkinan mengandung shudh}u>dh. Salah satu langkah penelitian yang

penting untuk meneliti kemungkinan adanya shudh}u>dh suatu sanad hadis

ialah dengan membandingkan sanad-sanad yang terdapat dalam matn yang topik

pembahasannya sama atau memiliki segi kesamaan.57

5) Tidak ber-illat

Kata`illat berasal dari kata ‘alla-ya’ullu atau dari ‘alla ya’illu yang

secara bahasa berarti penyakit, sebab, alasan atau halangan. Maka ungkapan

tidak ber-`illat secara bahasa berarti tidak ada penyakit, tidak ada sebab (yang

melemahkannya) atau tidak ada halangan.

Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa pengertin `illat disini

bukanlah sebagaimana pengertian `illat secara umum, yakni cacat yang disebut

sebagai t}a’nu al-hadith atau jarh}. Maksud illat dalam hal ini adalah sebab-sebab

tersembunyi yang dapat merusak kualitas hadis. Keberadaannya

menyebabkan hadis yang secara lahiriyah tampak berkualitas sahih menjadi

56 Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), 57.

(44)

36

tidak sahih. Para ulama mengakui bahwa penelitian `illat ini cukup sulit, sebab

sangat tersembunyi, bahkan secara lahiriyah tampak sahih. Oleh karena itu,

diperlukan ketajaman intuisi, kecerdasan dan hafalan serta pemahaman

hadis yang cukup luas.58

Langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah menghimpun seluruh sanad

untuk matn yang satu tema, kemudian diteliti dengan cara membandingkan

sanad yang satu dengan yang lainnya. Demikian juga dengan matannya, ia perlu

dibandingkan dengan matan-matan yang lain. Apabila bertentangan dengan

matan-matan hadis lainnya yang senada atau kandungannya bertentangan

dengan al-qur’an maka berarti hadis tersebut mengandung `illat.59

Menurut penjelasan ulama ahli kritik hadis illat hadis pada

umumnya ditemukan pada:60

a. Sanad tampak mut}a>s{il (bersambung) dan marfu>’ (bersandar kepada

Nabi), tetapi kenyataannya mauqu>f (bersandar kepada sahabat Nabi)

walaupun sanadnya dalam keadaan mut}a>s}il.

b. Sanad yang tampak mut}a>s{il dan marfu’, tetapi kenyataannya mursal

(bersandar kepada ta>bi’i>) walaupun sanadnya dalam keadaaan muttas{il.

c. Dalam hadis itu telah terjadi kerancuan karena bercampur dengan hadis

lain dalam sanad hadis itu terjadi kekeliruan penyebutan nama

periwayat yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan periwayat

58 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis, 163.

(45)

37

lain yang kualitasnya berbeda.61

2. Kriteria kesahihan matn hadis

Untuk menentkan kesahihan matn suatu hadis, para ulama’ telah

melakukan penelitian dan kritik secara saksama terhadap matn hadis, sehingga

disusun beberapa criteria atau kaidah yang dapat dijadikan tolok ukur bagi

sebuah matn hadis yang sahih. Tolok ukur yang dijadikan pegangan oleh ulama

beragam, al-khatib al-bagdadi misalnya, menjelaskan bahwa matn hadis yang

makbul adalah matn hadis yang memiliki indikator sebagai berikut:62

1. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat.

2. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an yang telah muhkam.

3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawa>tir.

4. Tidak bertentangan dengan amalan yang menjaddi kesepakatan ulama’

masa lalu.

5. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti.

6. Tidak bertentangan dengan hadis yang kuwalitas kesahihanna lebih kuat.

D. Metode al-Jarhu Wa al-Ta‘dil

1. Pengertian jarah (tajrih) dan ta‘dil

Tarjih atau jarah dalam pengertian bahasa adalah ‚melukai tubuh atau

yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dan sebagainya.‛

61 MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadis, 164.

(46)

38

Luka yang disebabkan pisau dan sebagainya dimanakan jarh. Menurut pengertian

istilah ialah:63

ُااَ ُْ اَمُ ْاِذ

ِيِ

يواِ اا

.

Menyebutkan sesuatu yang dengan karnanya tercacatlah si perawi, atau menampakkan keaiban yang dengan keaiban itu tertolaklah riwayatnya.

Sedangkan ta‘dil menurut bahasa, ialah menyama ratakan, mengimbangi

sesuatu dengan yang lain dan menegakkan keadilan atau berlaku adil. Menurut

istilah adalah:64

ُ ْ َو

يِواِ اا

ٍااَ ِل

ُبِج ُت

ُيً َااد

اا

َ

ِوْ ُْ ااُ ادم

ِيِ اوِ ا

.

mensifatkan si perawi dengan sifat-sifat yang dengan karenanya orang memandangnya adil, yang menjadi sumbu penerimaan riwayatnya.

2. Macam-macam kaidah jarh dan ta‘dil

Kaidah-kaidah jarh dan ta‘dil ada dua macam:65

a. Macam pertama, bersandar kepada cara-cara periwayatan hadis, shahnya

periwayatan, keadaan perawi dan kader kepercayaan kepada mereka.

Bagian ini dinamakan ‚naqdu>n kha>ri>ji>yu>n‛ atau kritik yang datang dari luar

hadis (kritik yang tidak mengenai dari hadis).

b. Macam kedua, berkaitan dengan hadis sendiri, apakah maknanya sahih atau

tidak dan apa jalan-jalan kesahihannya dan ketiadaan kesahihannya.

Macam ini dinamakan ‚naqdu>n dakhi>li>yu>n‛ atau kritik dari dalam hadis.

63 Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,

1954), 358.

(47)

39

3. Teori al-Jarh Wa al-Ta‘dil66

1. رجلا ى ع دق يدعتلا artinya ta‘dil didahulukan atas jarh, alasannya

karena sifat dasar periwayat hadis adalah terpuji, sedangkan sifat

tercela adalah sifat yang dating kemudian.

2. يدعتلاى ع دق رجلا artinya al-jarh didahulukan atas al-ta’dil, alasanya

kritikus yang menyatakan lebih paham terhadap pribadi periwayat.

3. .رسف لا رجلا ت ث ا إ اإ لدع ل حلاف لدع لاو راجلا ضراعت ا إ Apabila terjadi

pertentangan antara kritikan yang memuji dan yang mencela, maka

yang harus dimenangkan adalah kritikan yang memuji, kecuali apabila

kritikan yang mencela disertai penjelasan tentang sebab-sebabnya.

Alasannya kritikus yang mencela lebih faham dari pada kritikus yang

memuji.

4. ةقث ل حرج قي اف افيعض رجلا اك ا إ apabila keritikus yang

Gambar

tabel adalah sebagai berrikut:

Referensi

Dokumen terkait

Herkes, cephey bekrleyecek bir gürültü işitmek için kulak kabartı yor .Porta, onun artık Rusya'da değil, Ren nehri üze rinde olduğunu, çünkü Ren'in çok kez Almanya'mı

iii. Was treated by a Medical Practitioner or treatment had been recommended by a Medical Practitioner. b) It shall also mean any congenital, hereditary, chronic or

Tuan Sigit wajib membuat faktur pajak pengganti dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama dengan faktur pajak sebelumnya, dan melaporkannya pada SPT Masa April 2010.. Tuan

(Wibowo 2014 : 271) Kepuasan Kerja (Y1) Keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadinya titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari perusahaan atau

Dari hasil pemotongan citra, kemudian dilakukan proses grayscale dan histogram untuk mendapatkan nilai piksel pada udang sehat dan udang sakit yang ditunjukkan dalam Tabel 1

MEDAN 2018.. Medan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan relasi makna yang

Pada halaman ini terdapat form data laporan buku besar ini dipanggil dari menu utama, pilih menu laporan keuangan kemudian pilih submenu buku besar, kemudian

berdasarkan hasil penelitian diatas, mayoritas responden (sekitar 70 %) termasuk pengguna facebook yang aktif dan menggunakanya untuk sekedar bersenang-senang, serta