• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggapan Warga Jemaat Kalimbu Kuni terhadap Gerakan Hidup Hemat T1 712004031 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggapan Warga Jemaat Kalimbu Kuni terhadap Gerakan Hidup Hemat T1 712004031 BAB I"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara ekonomi sebagian besar masyarakat di Asia tergolong masyarakat yang miskin. Menurut konfrensi Kandy, sebab kemiskinan dan penderitaan masyarakat yang terjadi di Asia adalah dibuat dan disebabkan oleh manusia. Kemiskinan adalah hasil dari dosa, stuktur-struktur sosial yang menindas, korupsi dan sistem perekonomian internasional yang tidak adil. Terdapat pula sebab eksternal yakni kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat ke Asia. Berbicara kemiskinan dan penderitaan masyarakat Asia berarti berbicara tentang kondisi di mana manusia menemukan dirinya dalam struktur sosial yang menindas, hingga mereka tidak mampu mengekpresikan diri untuk berubah. Nirmalka Fernando menyebutkan ada tiga penyebab kemiskinan dan penderitaan, pertama, ketidakadilan struktural. Kedua, penindasan dari sistem kapitalis. Ketiga, perampokan sistematis oleh negara-negara maju ke negara-negara berkembang.1

Demikian pula dengan agama suku yang menjadi kepercayaan masyarakat di pulau Sumba, yaitu Marapu. Adapun yang dimaksud dengan Marapu ialah sistem keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba arwah-arwah leluhur disebut Marapu , berarti “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”. Karena itu agama yang mereka anut disebut Marapu pula.2 Agama Marapu telah menjadi identitas asli masyarakat di Pulau Sumba (Sumba Barat) sehingga kepercayaan ini menjadi bagian tradisi

1

Dalam pandangan A. Pieris, kemiskinan memiliki dua bentuk, yakni kemiskinan suka rela dan kemiskinan yang dipaksakan. Kemiskinan suka rela terjadi pada para Biarawan Asia, namun ini dipandang sebagai bukan penderitaan melainkan kebajikan dan kearifan ser ta kemiskinan yang dipaksakan terdapat pada rakyat biasa. Dikutip oleh Yewangoe, Teologi Crucis di Asia; Pandangan-pandangan Orang Kristen di Asia Mengenai Penderitaan dalam Kemiskinan dan Keberagamaan di Asia, 11-12.

(2)

masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari.3 Semua nilai-nilai kehidupan masyarakat harus sesuai dengan ajaran agama Marapu.4 Dalam ajaran agama Marapu terdapat ritual-ritual adat, seperti Wulla Podu, Pasola, perkawinan dan kematian. Wulla Podu disebut juga dengan Bulan Pemali merupakan suatu ritual budaya yang sangat misterius, unik, dan menarik. Ritual Wulla Podu yang digelar secara ketat dan sakral selama bulan Nopember setiap tahun berawal dari kemah suci di kampung Tarung yang disebut dengan Uma Rowa Uma Kalada. Pelaksanaan Wulla Podu ditandai dengan adanya larangan-larangan tidak boleh meratapi orang mati, tidak boleh membunyikan bunyi-bunyian dan tidak boleh menyelenggarakan pesta. Pada puncak penyelenggaraan ritual Wulla Podu ditandai dengan digelarnya atraksi kesenian dan berbagai permainan rakyat. Lokasi pelaksanaan Wulla Podu yakni di kampung Tarung yang terletak di tengah kota Waikabubak dan Kampung Bondo Maroto kurang lebih 30 menit kearah Utara kota Waikabubak.5 Pasola adalah salah satu bentuk ritual budaya kebanggaan masyarakat Sumba Barat. Pada saat pelaksanaan Pasola, kedua kubu yang berlawanan secara adat dengan cara menunggang kuda yang sedang berlari kencang mengejar dan melempari lawan dengan sebatang kayu/tombak. Keberhasilannya ditandai dengan tetesan darah yang mengalir dari tubuh lawan. Apabila ada kecelakaan dalam pertandingan tersebut maka tidak ada sangsinya. Pasola digelar secara ketat sekali dalam setahun di bulan Februari berawal dari Kodi, Lamboya, Gaura dan kemudian berakhir di Wanokaka pada bulan Maret.6

Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan berbeda dengan ciptaan lainnya, ia memilki akal budi dan kesadaran.7 Selaku mahkluk cipataan yang memiliki akal

3 Wellem F.D., Injil dan Marapu, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 15. 4 Ibid., 16.

5 http://www.sumbabaratkab.go.id/kab-sumbabarat/index.php?hal=notelp 6 Ibid

7

Manusia adalah apa dan sekaligus siapa. Sebagai yang jasmani (apa) manusia sama dengan benda-benda lain

(3)

budi dan kesadaran, manusia menjadi pelaku utama atau pembuat sejarah di muka bumi ini, dengan kata lain, bila tidak ada manusia tidak akan ada kebudayaan.8 Karena itu, sejarah perjalanan kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari kebudayaan yang menjadi titik tolak keberadaannya, sebagaimana manusia diciptakan oleh Tuhan untuk menguasai, mengelola, memelihara alam semesta dan untuk memenuhi kebutuhannya. Dan dalam perjalanan kehidupannya, manusia berupaya membentuk suatu budaya, yang lahir melalui ide-ide yang disepakati secara bersama yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah norma untuk mengatur komunitas di mana ia berada.9 Sistem-sistem kebudaayaan ini kemudian diturunalihkan kepada generasi selanjutnya, yang dalam perjalannya, kebudayaan tersebut mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan tidak membuang nilai-nilai dasar yang ada. Melalui kebudayaan manusia dapat berkomunikasi dengan melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai kehidupan. Akan hal itu, Poerwanto10 mengatakan bahwa, “Homosapiens atau makhluk manusia adalah makhluk yang berbudaya. Oleh karena itu

kebudayaan menjadi sangat penting bagi manusia.” Dengan kata lain bahwa: Jika tidak ada manusia tidak akan ada kebudayaan. Itulah sebabnya mengapa manusia disebut sebagai makhluk berbudaya. Suatu makhluk yang memiliki keistemewaan dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia memiliki “derajat yang khas” dan “kemampuan budaya” yang memungkinkan dirinya sebagai makhluk budaya.

menurut proses-proses vital psikis belaka; pada manusia proses-proses itu dicampuri dengan kesadaran pribadi. Manusia menghayati manusia sebagai pribadi. Dikutip dari Ester M. GA., Cinta Dalam Kemitraan. Salatiga: Fakultas Teologi, Univ. Kristen Satya Wacana, 1999). hal 7-8 yang dikutip dari Theo Huijbers., Manusia Merenungkan Makna Hidupnya (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 63-65.

8

Lih. D. Zawawi Imron, Manusia dan Kemanusiaan dalam Cermatan Jakob Sumardjo, ketika ia memberikan

komentarnya berupa pengantar terhadap karya Jakob Sumardjo dalam buku: Menjadi Manusia – Mencari Esensi Kamanusiaan Perspektif Budayawan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), iii.

9

Tri Widiarto, et. al. Dasar-Dasar Antropologi Budaya (Salatiga: UKSW, 2000), 10.

10

(4)

Dalam kehidupan masyarakat Sumba perkawinan merupakan hal yang sangat penting. Perkawinan dipandang sebagai perintah dan kehendak Marapu yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh nenek moyang dalam bentuk adat perkawinan. Perkawinan yang tidak mengindahkan peraturan-peraturan adat diyakini tidak akan langgeng dan bahagia.

Seseorang yang sudah kawin dipandang sudah sempurna karena ia telah dapat melayani marapu dengan bantuan istrinya yang menyiapkan bahan-bahan persembahan untuk marapu. Sebaliknya, orang yang tidak kawin dipandang kurang sempurna dan kurang dihargai dalam masyarakat. Ia dipandang sebagai “ rumah yang belum selesai dibangun: (balai sementara dan rumah yang beratap sebelah). Ia tidak dapat melayani marapu sebagaimana mestinya dan kelak di Paraingu ia tidak memperoleh tempat yang layak.

(5)

dimulailah tahap kedua. Jenazah kemudian diusung dan diarak dalam suatu prosesi sambil diiringi arak-arakan kuda berhias yang ditunggangi oleh hambanya (ata ngandi) sampai ke tempat pemakaman. Jenazah ditempatkan di dalam batu kubur megalit. Acara kematian ini selalu dihadiri ratusan pelayat, diiringi gong yang berkumandang setiap saat. "Pada umumnya bila orang Sumba meninggal, tiap malam diwajibkan memberi makan pada keluarga yang datang dalam upacara kematian ini, sampai hari penguburan berlangsung. sapi biasanya dipotong bila keluarga muslim hadir pada acara tersebut.

Salah satu contoh ajaran agama Marapu yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat adalah tentang tata cara prosesi pemakaman masyarakat yang telah meninggal dunia dengan pemotongan ternak dalam jumlah yang banyak.11 Kepercayaan ini merupakan proses pemiskinan masyarakat apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi. Masyarakat di Sumba Barat diperhadapkan pada dua dilema atau perasaan tidak tenang yaitu antara ajaran agama Marapu yang harus dilaksanakan karena memang merupakan aturan atau ajaran agama tidak dilaksanakan dengan alasan ekonomi. Di dalam bidang ekonomi hal ini merupakan suatu pemborosan karena pemakaian benda-benda yang bernilai ekonomi dalam jumlah banyak tetapi tidak menimbulkan pendapatan yang besar. Hal ini secara ekonomi tentu berdampak pada keuangan masyarakat yang dapat menyebabkan kemiskinan.

Pandangan agama Marapu dalam hal kemiskinan yang disebabkan oleh upacara-upacara adat bukanlah hal yang penting karena kehidupan setelah kematian merupakan hal yang sangat penting. Pemikiran religius seperti pada dasarnya berpandangan bahwa kehidupan manusia di dalam dunia ini adalah sementara, sedangkan kehidupan yang kekal dan bahagia adalah di surga nanti setelah manusia mati.12 Upacara-upacara adat merupakan

(6)

alat bagi manusia untuk sampai ke surga (atau sejenisnya) tersebut.13 Hal ini semakin diperparah dengan karakteristik masyarakat di pulau Sumba yang mempunyai orientasi ke masa lampau yang berlebihan, ketergantungan pada orang lain yang cukup besar, puas dengan apa yang dimiliki, pemanfaatan waktu yang tidak efektif, kehidupan ekonomi yang boros.

Pada zaman sekarang semua keadaan telah berubah sejalan dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan masyarakat mampu untuk berpikir dengan menggunakan logika dalam pengelolaan manajemen keuangannya. Segala sesuatu di dalam kehidupan yang berkaitan dengan perekonomian harus digunakan seefisien mungkin karena keterbatasan sumber daya alam dan pengaruh perekonomian yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat Sumba. Perubahan pola pemikiran tentang ekonomi masyarakat Sumba harus dimulai dari diri sendiri dan dibantu oleh pihak lain. Dalam hal ini adalah pemerintah daerah.

Pola hidup masyarakat Sumba Barat adalah orientasi ke masa lampau yang berlebihan, ketergantungan pada orang lain yang cukup besar, puas dengan apa yang dimiliki, pemanfaatan waktu yang tidak efektif, hidup boros. Kenyataan ini dapat dilihat dari kegiatan upacara atau pesta adat yang mengakibatkan pengeluaran dana yang begitu besar tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonominya, hanya demi mempertahankan harga diri atau gengsi semata yang mana hanya bersifat sesaat. Sifat konsumtif masyarakat Sumba Barat yang cenderung boros dengan cara membantai ternak, menghabiskan dana secara tidak bijaksana ditambah lagi apabila dana yang digunakan itu bukan milik sendiri tetapi merupakan “pinjaman“ Hal ini pada gilirannya dapat menjadi beban keluarga yang akhirnya

dapat mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan konflik sosial.

(7)

Bertolak pada pemikiran di atas, Pemerintah daerah Sumba Barat mempunyai program untuk memajukan perekonomian rakyat tanpa menghilangkan tradisi agama Marapu yang sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat di pulau Sumba Barat. Program tersebut dikenal dengan program Gerakan Hidup Hemat. Tujuan program ini pada dasarnya adalah tidak menghilangkan tradisi agama Marapu (pendekatan dengan cara sosial budaya) tetapi mengurangi segala sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi dalam berbagai upacara adat Marapu yang digunakan secara sia-sia tanpa mempunyai manfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Sumba.14 Kebijakan ini lebih menekankan pada perubahan sikap mental dan perilaku masyarakat Sumba Barat untuk berbudaya hidup hemat dalam pembangunan seluruh sektor di Sumba Barat.

Pemerintah dalam hal ini berdiri secara netral antara agama dan kesejahteraan masyarakat karena pada satu sisi pemerintah harus menghormati prinsip kebebasan beragama dan pada sisi yang lain pemerintah harus meningkatkan perekonomian dan kesejateraan masyarakat. Hal ini di dasari oleh pemikiran modern bahwa segala sesuatu harus manusia lakukan sesuai dengan rasio atau logika. Dalam pandangan pemerintah daerah di Sumba Barat sudah waktunya masyarakat di Pulau Sumba Barat untuk maju secara ekonomi sehingga kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di Pulau Sumba dapat dicapai.15

Gerakan Hidup Hemat yang dilaksanakan pemerintah mendapat reaksi dari anggota masyarakat yang memeluk agama Marapu terutama dari ketua-ketua adat agama Marapu. Ajaran agama Marapu adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan tanpa ada keringanan atau dispensasi kepada masyarakat dalam hal pemberian segala sesuatu kepada yang Transenden. Apabila dikurangi jumlah dan kualitas harta bendanya tentu akan menimbulkan permasalahan

14 PEMDA Sumba Barat, Panduan Umum Gerakan Membangun Sumba Barat Sejahtera (GERBANG SUTERA), (Sumba Barat: 2006), 9-13. 15 PEMDA Sumba Barat, Revitalisasi Nilai Tradisional Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Dalam Perspektif Multikulturalisme,

(8)

di dalam berhubungan dengan yang Transenden.16 Hal inilah yang menjadi tantangan dalam pelaksanaan program pemerintah daerah Sumba Barat, yaitu Gerakan Hidup Hemat.

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas permasalahan yang akan diteliti adalah Bagaimana tanggapan warga jemaat GKS Kalimbu Kuni terhadap penerapan gerakan hidup hemat di Kecamatan Kota Waikabubak? Karena dalam kehidupan sehari-hari masih ada warga jemaat yang melakukan upacara-upacara adat dan di jemaat Kalimbu Kuni masih banyak yang menganut agama suku.

TANGGAPAN WARGA JEMAAT KALIMBU KUNI TERHADAP

GERAKAN HIDUP HEMAT

1.1Rumusan Masalah

1. Apa yang melatar belakangi munculnya gerakan hidup hemat?

2. Bagaimana tanggapan warga jemaat GKS Kalimbu Kuni terhadap penerapan gerakan hidup hemat di Kecamatan Kota Waikabubak?

1.2Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan latar belakang munculnya gerakan hidup hemat.

2. Mendeskripsikan tanggapan warga jemaat GKS Kalimbu Kuni terhadap penerapan gerakan hidup hemat di Kecamatan Kota Waikabubak.

1.3Sumbangan Penelitian

1. Bagi Fakultas

Memberikan sumbangan pemikiran bagi Fakultas Teologi terutama dalam mata kuliah Agama Suku dan Kebatinan, Teologi Sosial dan Teologi Kontekstual.

(9)

2. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah Sumba Barat dalam menentukan kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan strateginya.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pemikiran masyarakat dan peneliti dalam berbagai sendi kehidupan sejalan dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

1.4Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Defenisi metode penelitian menurut Soehartono adalah suatu cara atau strategi menyeluruh untuk memperoleh data yang diperlukan.17 Dengan demikian metode penelitian berarti seuatu pendekatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan baru dan nyata berdasarkan pengetahuan yang telah diterima dan terbukti secara nyata.18

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu suatu usaha menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekwensi atau penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.19

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini menggambarkan atau melukiskan keadaan dari subjek atau objek yang di teliti pada saat yang lalu dan sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Metode ini

17 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), 1.

(10)

memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian yang bersifat aktual.20 Teknik pengumpulan data yang di gunakan adalah:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data primer tentang masalah yang akan diteliti melalui percakapan dan tatap muka. Data primer adalah data yang langsung memberikan informasi kepada peneliti atau data yang diperoleh secara langsung dari informan kunci melalui wawancara. Penulis akan melakukan wawancara dengan majelis dan pendeta di jemaat Kalimbu Kuni.

b. Studi kepustakaan

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dapat mendukung data primer. Untuk mendapatkan data sekunder, penulis akan mengumpulkan data tulisan, berupa dokumen-dokumen dan buku-buku.

3. Analisa Data

Setelah penulis mendapatkan data primer dan data sekunder untuk mendukungnya, maka penulis akan melakukan analisa data untuk mengkategorisasikan dan mengelompokkan. Yang menjadi prosedur analisa, terdiri atas lima cara, Yaitu: 1) Mengorganisir data, 2) Menghubungkan kategori, tema dan bentuk, 3) Menguji hipotesa yang berlawanan dengan data, 4) Mencari penjelasan alternatif dari data 5) Menulis laporan.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis tentukan ialah GKS Kalimbu Kuni Kabupaten Sumba Barat. Alasan penulis menjadikan Kota tersebut sebagai lokasi penelitian, karena di GKS Kalimbu Kuni masih banyak masyarakat yang memegang kuat ajaran agama suku.

(11)

5. Waktu Penelitian: Waktu penelitian ini kurang lebih 1 bulan.

1.5Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah, 1.2Rumusan Masalah, 1.3Tujuan Penulisan, 1.4Metode Penelitian, 1.5Signifikansi Masalah 1.6Sistimatika Penulisan

BAB II: LANDASAN TEORI(SUATU TINJAUAN TEORITIS DAN TEOLOGIS)

2.1Tinjauan Teoritis

2.1.1 Latar Belakang Gerekan Hidup Hemat 2.1.2 Tujuan Gerakan Hidup Hemat

2.1.3 Hemat 2.1.4 Kemiskinan 2.2Tinjauan Teologis

BAB III: DESKRIPSI PENELITIAN

3.1Gambaran umum latar belakang tempat penelitian 3.2Latar Belakang Munculnya Gerakan Hidup Hemat

(12)

BAB IV: TINJAUAN KRITIS

4.1 Tinajauan Kristis berdasarkan landasan teoritis 4.2 Tinjauan Kristis berdasarkan landasan teologis

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Pengadaan Jasa Pengelolaan Parkir pada Dinas Perhubungan Kabupaten Cilacap akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Prakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan

Kepemimpinan adalah potensi yang melekat pada jati diri manusia (remaja), hanya saja bergantung dari cara manusia itu sendiri untuk menentukan dirinya sebagai pemimpin

13.1 Dokumen Kualifikasi dimasukkan dalam sampul dan ditulis Dokumen Kualifikasi , nama paket pekerjaan, nama dan alamat peserta, serta disampaikan kepada Pokja ULP

Hasil identifikasi terhadap hambatan penulisan skripsi di atas dapat dikelompokkan dalam tiga pokok masalah, yaitu: (1) menemukan masalah dan judul skripsi, (2)

[r]

Pada hari ini Senin tanggal Empat Belas bulan Juli tahun Dua Ribu Empat Belas, dengan menggunakan aplikasi SPSE melalui website www.lpsedonggala.go.id telah dilakukan

Data yang diambil pada proses penelitian berupa: (1) data persiapan yang meliputi: hasil analisis teori (pretes) dan prosedur pemrograman, (2) data selama proses

Selanjutnya, jika sumber tegangan yang relatif konstan dengan frekuensi yang dapat diatur dengan sumber inverter (Altivar) digunakan untuk mencatu motor induksi dengan