• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas dalam Kasus-Kasus Kepailitan T2 322010010 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas dalam Kasus-Kasus Kepailitan T2 322010010 BAB I"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia bisnis sarat dengan perjanjian bisnis dan interaksi yang

cepat antara para pelaku bisnis. Perjanjian bisnis diantaranya

adalah perjanjian utang-piutang. Paul H. Brietzke1 menyatakan

bahwa:

Creditors who provide capital through debt finance are searching for the lowest risk return ratio they can find anywhere in the world, so as to maximize the value of funds they have available to lend.”

Dari pernyataan tersebut diasumsikan bahwa ketika kreditor

memberi piutang, ia mencari risiko terkecil untuk

memaksimalkan nilai dana yang dipinjamkannya. Ketika terjadi

sengketa utang-piutang, dimana kreditor sulit mendapatkan

kembali pinjaman yang telah diberikannya, maka ia cenderung

mencari cara yang paling cepat dan paling mudah dalam

memperoleh pengembalian pinjaman.

Kepailitan merupakan pranata hukum penyelesaian sengketa

utang-piutang yang lebih sederhana dan lebih cepat,

dibandingkan dengan gugatan perdata. Kesederhanaan yang

dimaksud mencakup kesederhanaan syarat pengajuan

permohonan pailit dan keserhanaan pembuktian. Syarat

1 Paul H. Brietzke, Securization and Bankruptcy in Indonesia: Theme and

(2)

2

pengajuan permohonan pailit yaitu terdapat 2 (dua) kreditor dan

tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh

waktu dan dapat ditagih2. Keserhanaan pembuktian berkaitan

dengan sifat pembuktian kepailitan sebagai perkara sumir dan

jangka waktu pembacaan putusan kepailitan.

Berkaitan dengan sifat pembuktian3, pengabulan permohonan

pailit harus dilakukan apabila terdapat “fakta dan keadaan yang

terbukti secara sederhana (summarily proving)” bahwa

persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 telah terpenuhi

(vide Bab II, Syarat agar pemohonan pailit dapat dikabulkan,

pembuktian sederhana (summarily proving)). Berkaitan dengan

jangka waktu4, Pengadilan Niaga harus memutuskan

permohonan pailit maksimum 60 (enam puluh) hari setelah

tanggal permohonan pailit didaftarkan, sedangkan pada

Pengadilan Perdata, perkara diputuskan sekitar 6 (enam) bulan

atau lebih terhitung sejak perkara didaftarkan. Secara

keseluruhan, waktu yang digunakan juga sangat jauh berbeda.

Bila pada Pengadilan Perdata biasanya dibutuhkan waktu 4-6

tahun untuk memutuskan perkara perdata (dari tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi di Mahkamah

Agung dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung) akan

tetapi berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 hanya dibutuhkan

totalitas waktu 212 hari untuk memutuskan permohonan

2Yang dimaksud dengan “sudah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase. Lihat: Penjelasan Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004

(3)

3

kepailitan (dari tingkat Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri, Kasasi di Mahkamah Agung dan Peninjauan Kembali di

Mahkamah Agung)5 (vide Bab II, jangka waktu (time-frame)

pengajuan permohonan pailit per tingkat peradilan).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, diasumsikan bahwa

permohonan penyelesaian sengketa utang-piutang melalui

pranata hukum kepailitan di Pengadilan Niaga lebih

mencerminkan prinsip sederhana, cepat dan efektif dalam

beracara, dibandingkan dengan penyelesaian sengketa

hutang-piutang melalui pranata hukum perdata pada Pengadilan

Negeri. Dari kesimpulan tersebut, penulis memperoleh

kesimpulan bahwa pranata hukum kepailitan mendukung

nuansa dunia bisnis yang mengedepankan kecepatan dan

kemudahan. Ini merupakan salah satu alasan mengapa

kepailitan menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Kepailitan sering digunakan sebagai pranata hukum

penyelesaian sengketa hutang-piutang oleh Perseroan Terbatas6

(selanjutnya disebut Perseroan). Hal ini terbukti dari data yang

disajikan dalam Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada

website Mahkamah Agung Republik Indonesia.

5 Ricardo Simanjuntak SH, LLM, ANZIIF, CIP, Aspek Hukum Penguatan dan

Pengembangan Pengadilan Niaga, pada Seminar Reformasi Peradilan di Bidang Bisnis, Pengadilan Pajak dan Pengadilan Niaga, diselenggarakan di CFISEL tanggal 24 Maret 2011 di Jakarta, hal. 3. Dalam perhitungannya, Ricardo Simanjuntak menulis, total jangka waktu (time-frame) adalah 215 hari, tetapi ketika penulis membuat bagan dan menghitungnya kembali, penulis mendapati total jangka waktu (time frame) adalah 212 hari.

6 Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum kepailitan yang dapat berposisi

(4)

4 Gambar 1.

Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada website

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Berikut ini adalah perbandingan data Termohon Pailit Perseroan

dan Termohon Pailit Perorangan pada tahun 1998-2011 yang

diakses dari Direktori Perdata Khusus Kepailitan pada website

Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Matriks 1.

Perbandingan Data Termohon Pailit Perseroan dan Termohon Pailit

Perorangan

Tahun Banyak

perkara

Termohon Pailit Prosentase

Perseroan Perorangan Perseroan Perorangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1998 19 18 1 94,74% 5,26%

1999 64 62 2 96,88% 3,13%

2000 51 51 0 100,00% 0,00%

2001 111 111 0 100,00% 0,00%

(5)

5

Tahun Banyak

perkara

Termohon Pailit Prosentase

Perseroan Perorangan Perseroan Perorangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

*Data tahun 2011 sampai pada tanggal akses yaitu 21 Juli 20117

Matriks tersebut menunjukkan bahwa perbandingan prosentase

Termohon Pailit Perseroan dibanding Termohon Pailit

Perorangan dari tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011 adalah 97,41%

banding 2,59%. Dengan demikian, Perseroan merupakan subjek

hukum yang paling sering dipailitkan dibanding perorangan,

dari tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011.

Kepailitan juga seringkali digunakan oleh Perseroan di Amerika

Serikat untuk mereorganisasi bisnisnya dan berusaha untuk

kembali memperoleh keuntungan, seperti pernyataan Securities

Exchange Committee (SEC)8, Badan Pengawas Pasar Modal USA,

berikut ini:

Federal bankruptcy laws govern how companies go out of business or recover from crippling debt. A bankrupt company, the "debtor," might use Chapter 11 of the Bankruptcy Code to "reorganize" its business and try to become profitable again. Management continues to run the day-to-day business operations but all significant business decisions must be approved by a

(6)

6

hukum kepailitan Perseroan (The principle purposes of corporate

insolvency law)di Amerika Serikat yaitu9:

“To facilitate the recovery of companies in financial difficulty”

Berikut ini data 18 (delapan belas) Perseroan terbesar yang

pernah dipailitkan di Amerika Serikat10, termasuk Lehman

Brothers Holding Inc.:

Matriks 2.

Data 18 (delapan belas) Perseroan terbesar yang pernah dipailitkan di Amerika Serikat

No. Nama

1. CIT Group 1 Nov 2011 $71,000,000,000 Banking Holding Company 2. General

Motors

1 Jun 2009 $82,290,000,000 Manufactures & Sells Cars 3. Thornburg

Mortgage

1 Mei 2009 $36,521,000,000 Mortgage Landing Company

4. Chrysler 30 Apr 2009 $39,300,000,000 Manufactures & Sells Care 5. General

Growth Properties

16 April 2009 $29,557,000,000 Investment Company

$327,913,000,000 Saving & Loan Holding Co 8. Lehman 15 September $691,063,000,000 Investment Bank

9 R. M. Goede, Principle of Corporate Insolvency Law, 1990, London: Sweet & Maxwell, hal. 6-9

(7)

7

31 Juli 2008 $32,734,000,000 Bank Holding Company 10. New

Century Financial

2 April 2007 $26,147,000,000 Real Estate Investment Trust

21 Juli 2002 $103,914,000,000 Telecommunications

15. Global

6 April 2001 $26,147,000,000 Real Estate Investment Trust

Perusahaan terbesar yang pernah dipailitkan di Amerika Serikat

adalah Lehman Brothers Holdings, Inc. dengan total aset sebesar

$691,063,000,000 (enam ratus sembilan puluh satu milyar

enam puluh tiga juta Dollar Amerika Serikat). Lehman Brothers

Holding Inc. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

jasa investasi, yang dipailitkan pada tanggal 15 September

(8)

8 Gambar 2.

Emanuel and Mayer Lehman, pemilik Perusahaan terbesar yang pernah dipailitkan, Lehman Brothers Holdings, Inc.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa baik di Indonesia

maupun di Amerika Serikat, kepailitan merupakan pranata

hukum yang diminati untuk mengatasi persoalan finansial.

Khusus di Indonesia, kepailitan merupakan pranata hukum

yang diminati oleh para kreditor (baik Perseroan maupun

perorangan) untuk memohonkan kepailitan terhadap suatu

Perseroan agar piutang para kreditor tersebut bisa dilunaskan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, kepailitan Perseroan merupakan

hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Kepailitan Perseroan seharusnya dapat dicegah apabila Organ

Perseroan melaksanakan tanggung jawabnya masing-masing

berdasarkan asas Good Corporate Governance (GCG) yang terdiri

dari 5 pilar yaitu11: transparansi (transparency), akuntabilitas

(accountability), responsibilitas (responsibility), independensi

(independency) serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) yang

diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha

(sustainability) Perseroan. Namun, apabila ternyata suatu

(9)

9

Perseroan telah terlanjur dimohonkan pailit ke Pengadilan Niaga

karena kesalahan atau kelalaian Organ Perseroan, maka siapa

yang bertanggung jawab dan bagaimana pertanggungjawaban

atas kepailitan tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti.

Lebih lanjut, contoh riil kesalahan atau kelalaian Organ

Perseroan yang menyebabkan pailitnya suatu Perseroan

misalnya terdapat dalam Kasus The Hongkong Chinese Bank

Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (HCB vs PKB).

Pailitnya Perseroan disebabkan karena tindakan ultra vires

Anggota Direksi (Drs. Akmal Wahid dan Drs. Muchlis Hamid,

MBA). Hutang PT. PKB (Termohon Pailit) senilai US$ 3.500.000

(tiga lima ratus Dollar Amerika Serikat) atau senilai Rp.

35.000.000.000 (tiga puluh lima miliar Rupiah) kepada PT. HCB

(Pemohon Pailit) didasarkan pada 4 (empat) lembar surat

sanggup yang tidak sah. Tidak sahnya keempat lembar surat

sanggup tersebut adalah karena kedua Anggota Direksi

Termohon Pailit menerbitkan keempat lembar surat sanggup

tersebut tanpa persetujuan dari Dewan Komisaris Termohon,

sedangkan Pasal 11 ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf d

Anggaran Dasar Termohon Pailit, mengharuskan adanya

persetujuan Dewan Komisaris. Tindakan kedua Anggota Direksi

tersebut menimbulkan problematika mengenai siapa yang

bertanggung jawab atas kepailitan tersebut? Adakah

pertanggungjawaban Anggota Direksi sampai ke

pertanggungjawaban pribadi (personal liability) Anggota Direksi

dalam kasus kepailitan tersebut? Apa dasar hakim dalam

pertimbangannya untuk memutus pertanggungjawaban Organ

(10)

10

Dalam beberapa kasus kepailitan tentang “tema yang sama” yaitu kepailitan terkait tanggung jawab Organ Perseroan, hakim

mendasarkan pertimbangannya pada doktrin-doktrin yang

tertransplantasi pada pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan terbatas (selanjutnya disebut UU No. 40

Tahun 2007). Doktrin-doktrin tertransplantasi yang dimaksud

antara lain adalah Fiduciary Duty, Ultra Vires, Piercing The

Corporate Veil, Business Judgement Rule dan Self Dealing. Dalam

thesis ini, penulis meneliti mengenai proses transplantasi

doktrin-doktrin tersebut dari tradisi hukum common law ke

dalam pasal-pasal UU No. 40 Tahun 200712, khusus mengenai

pasal-pasal terkait tanggung jawab Organ Perseroan dalam

kepailitan (vide Bab II, Doktrin-doktrin Tertransplantasi Dalam

UU No. 40 Tahun 2007 Terkait Tanggung Jawab Organ

Perseroan dalam kepailitan). Tanggung jawab Organ Perseroan

dalam kepailitan berdasarkan 5 (lima) doktrin tertransplantasi

tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Selain mengenai tanggung jawab Organ Perseroan berdasarkan

5 (lima) doktrin tertransplantasi, menarik pula untuk diteliti

mengenai perbedaan pertimbangan hakim khususnya dalam

mempertimbangkan besar-kecilnya tanggung jawab Organ

Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan tersebut. Misalnya

dalam Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok &

Perkapalan Kodja Bahari (PT. HCB vs PT. PKB) dan Kasus PT. Indosurya Mega Finance vs PT. Greatstar Perdana Indonesia

(11)

11

(PT. IMF vs PT. PKB). Dalam Kasus PT. HCB vs PT. PKB, hakim

memberikan pertimbangan bahwa tindakan ultra vires Anggota

Direksi menjadi tidak menjadi tanggung jawab Perseroan (PT.

Dok & Perkapalan Kodja Bahari) melainkan menjadi tanggung

jawab kedua anggota Direksi tersebut. Namun dalam kasus PT. IMF vs PT. PKB, pertimbangan hakim berbeda dengan kasus

sebelumnya. Dalam kasus PT. IMF vs PT. PKB, hakim

berpendapat bahwa tindakan ultra vires tidak membatalkan

tanggung jawab Perseroan terhadap Pihak ketiga, karena menurut hakim, Anggaran Dasar hanya mengikat dan berlaku

intern (mengikat Perseroan dan Organ Perseroan) dan tidak

dapat berlaku ekstern terhadap pihak ketiga (kreditor).

Perbedaan pertimbangan hakim dalam Kasus-kasus “bertema

sama” yaitu Kasus-kasus kepailitan terkait tanggung jawab

Organ Perseroan, memunculkan variasi yang unik. Oleh karena

itu, penulis memilih 6 (enam) kasus kepailitan terkait

tanggung jawab Organ Perseroan sebagai bahan hukum penelitian dalam kasus ini. Keenam kasus tersebut dipilih dari

639 kasus kepailitan Perseroan pada tahun 1998 s.d. 21 Juli

2011, berdasarkan keterkaitannya dengan problematika yang

diteliti oleh penulis.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

meneliti mengenai problematika dalam “TANGGUNG JAWAB

(12)

12

1. Tanggung Jawab Organ Perseroan

Tanggung Jawab

Tanggung Jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab

organ perseroan berdasarkan 5 (lima) doktrin

tertransplantasi dalam pasal-pasal UU No. 40 Tahun 2007.

Kelima doktrin tertransplantasi tersebut adalah Fiduciary

Duty, Ultra Vires, Piercing the Corporate Veil, Business

Judgement Rule dan Self Dealing.

Organ Perseroan

Organ Perseroan yang dimaksud adalah Anggota dari 3 (tiga)

Organ Perseroan yaitu Anggota Direksi, Anggota Dewan

Komisaris dan Anggota Rapat Umum Pemegang Saham

(Pemegang Saham).

2. Kasus-kasus kepailitan

Kepailitan

Kepailitan yang dimaksud adalah kepailitan menurut Pasal

1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 yaitu sita umum atas

semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah

pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Pembayaran Utang.

Kasus-kasus kepailitan

Kasus-kasus kepailitan yang dimaksud adalah 6 (enam)

(13)

13

Organ Perseroan dalam kepailitan, yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (permanent legal force). Keenam

kasus tersebut terpilih dari 639 kasus kepailitan Perseroan

pada tahun 1998 s.d. 21 Juli 2011. Kasus-kasus tersebut

adalah:

a. Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Putusan Pengadilan Niaga No. 32/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Kasasi MA No. 21/K/N/2000);

b. Kasus PT. Indosurya Mega Finance vs PT. Greatstar Perdana Indonesia (Putusan Pengadilan Niaga No. 51/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst dan Putusan Kasasi MA No. 30/K/N/2000);

c. Kasus PT. Bank Mandiri vs PT. Bakrie Finance Corporation (Putusan Pengadilan Niaga No. 08/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst, Putusan Kasasi MA No. 020/K/N/2002; dan Putusan PK MA No. 018 PK/N/2002)

d. Kasus PT. Aditya Toa Development Melawan PT. Wijaya Wisesa (Putusan Pengadilan Niaga No.: 03/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, Putusan Kasasi MA No.: 04 K/N/2004 dan Putusan PK No. 04 PK/N/2004)

e. Kasus PT. Central Total Finance Melawan PT. Heradi Utama (Putusan Pengadilan Niaga No.: 16/PAILIT/2004/PN.NIAGA.JKT.PST, Putusan MA No.: 010 K/N/2004 dan Putusan PK MA No. 010 PK/N/2004)

(14)

14

Niaga No.: 20/PAILIT/2010/PN.NIAGA.SBY. dan Putusan MA No. 249 K/Pdt. Sus/2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis

merumuskan masalah yang akan diteliti dalam tesis ini,

sebagai berikut:

1. Bagaimana variasi pertimbangan hukum dari hakim

dalam memutuskan kasus-kasus kepailitan terkait

Tanggung Jawab Organ Perseroan?

2. Bagaimana Tanggung Jawab Organ Perseroan dalam

kasus-kasus kepailitan berdasarkan 5 (lima) doktrin

tertransplantasi: Fiduciary Duty, Ultra Vires, Piercing The

Corporate Veil, Business Judgement Rule dan Self Dealing?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana variasi pertimbangan

hukum dari hakim dalam memutuskan kasus-kasus

kepailitan terkait Tanggung Jawab Organ Perseroan

menurut Pendekatan Argumentasi Hukum (Legal

Reasoning Approach) yaitu: Rule-based Reasoning

Approach, Principle-based Reasoning dan Doctrinal-based

Reasoning Approach.

2. Untuk mengetahui mengenai Tanggung Jawab Tanggung

Jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan

berdasarkan doktrin tertransplantasi: Fiduciary Duty,

Ultra Vires, Piercing The Corporate Veil, Business

(15)

15 D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini bagi pihak-pihak terkait

adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perseroan:

a. Untuk mengetahui bagaimana mencegah terjadinya

kepailitan;

b. Untuk mengetahui bagaimana variasi pertimbangan

hakim dalam kepailitan Perseroan, terutama mengenai

bagaimana pengaruh doktrin tertransplantasi dalam

melemahkan atau menguatkan Perseroan yang

dimohonkan pailit;

2. Bagi hakim: sebagai refleksi dalam merumuskan

pertimbangan maupun putusan terkait tanggung jawab

Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan;

3. Bagi praktisi kepailitan: untuk memahami alur berpikir

hakim dalam merumuskan pertimbangan maupun

putusan terkait tanggung jawab Organ Perseroan dalam

kasus-kasus kepailitan;

4. Bagi akademisi maupun mahasiswa yang tertarik untuk

memperdalam mengenai konsep tanggung jawab Organ

Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan: untuk

mengetahui penerapan konsep tanggung jawab Organ

Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan karya orisinil dari penulis, sebagai

eksplorasi lebih dalam dari konsep tanggung jawab Organ

Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan. Konsep tersebut

pernah dikaji dalam penelitian sebelumnya oleh beberapa

(16)

16

ranah untuk menjawab problematika mengenai variasi

pertimbangan hakim dalam kasus-kasus kepailitan terkait

tanggung jawab masing-masing Organ Perseroan, dan

bagaimana tanggung jawab berdasarkan 5 (lima) doktrin

tertransplantasi. Pengkajian dimaksud dilakukan oleh:

a. Gunawan Widjaya, Tanggung Jawab Direksi dalam

Kepailitan, 2003, Raja Grafindo Persada: Jakarta (Buku)

b. Bustanul Arifin, Tanggung Jawab Direksi Perseroan

terhadap Perseroan yang Dinyatakan Pailit, 2009,

Universitas Sumatera Utara (Tesis)

Dalam tesis ini, penulis bermaksud untuk menjawab

problematika yang belum tercakup dalam dua pengkajian

tersebut di atas.

F. Landasan Teori

Landasan Teori yang dipakai sebagai pendekatan (approach)

untuk menganalisis variasi pertimbangan hakim terkait

dengan pertanggungjawaban Organ Perseroan Terbatas

dalam kasus-kasus kepailitan yaitu Teori Argumentasi

Hukum (Legal Reasoning).

Legal Reasoning menurut fungsi memberi makna dalam dua

frasa bahasa Inggris, yakni: legal = hukum dan reasoning =

pertimbangan-alas hukum. Jadi pengertian legal reasoning

adalah pertimbangan alas hukum yang dijadikan patokan

(stelling) atau padanan (onderstelling), oleh aparatur institusi

hukum dalam suatu kasus bagi kepentingan penuntutan dan

putusan hakim pengadilan berdasarkan hukum.13

(17)

17

Pendekatan menurut teori Legal Reasoning digunakan untuk

menganalisis putusan hakim sebagai proses penalaran

sebagai metode yuridik untuk melakukan identifikasi

terhadap tatanan hukum yang berlaku. Selain itu digunakan

untuk menetapkan putusan hukum sebagai langkah

penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Reasoning

atau ratio decidendi merupakan referensi untuk menyusun

dan memperkuat argumentasi dalam pemecahan isu hukum.

Pendekatan legal reasoning mempunyai ciri khas yang

bersifat memberikan sanggahan (legal argument) dalam

paradigma hukum yang diperdebatkan (legal debate).14

Sistem kontinental yang dianut di Indonesia bertujuan untuk

merealisir postulat kesamaan dengan mengikat hakim pada

undang-undang, yaitu peraturan yang sifatnya umum yang

menentukan agar sekelompok peristiwa tertentu diputus

sama. Disini, hakim terikat pada jalan pikiran deduktif

(umum-khusus). Untuk menemukan putusannya diperlukan

analogi dan a contrario15.

Ada tiga pendekatan dalam teori legal reasoning (argumentasi

hukum), yaitu:

1. Pendekatan berdasarkan teori Rule-based reasoning (argumentasi berdasarkan peraturan)

Pendekatan berdasarkan Rule-based reasoning

(argumentasi berdasarkan peraturan) beranjak dari

penerapan aturan hukum tertentu terhadap suatu kasus.

14 Abraham Amos, Op.cit. hal. 22

(18)

18

Rule (peraturan) yang menjadi dasar argumentasi dalam

penelitian ini adalah UU No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

2. Pendekatan berdasarkan teori Principle-based reasoning (argumentasi berdasarkan asas)

Principle-based reasoning (argumentasi berdasarkan asas)

beranjak dari penerapan asas terhadap suatu kasus.

Asas yang akan digunakan sebagai landasan argumentasi

dalam penelitian ini yaitu 5 (lima) asas Good Corporate

Governance : Transparency, Accountability, Responsibility,

Independency, dan Fairness.

3. Pendekatan berdasarkan teori Doctrinal-based reasoning (argumentasi berdasarkan doktrin)

Doctrinal-based reasoning (argumentasi berdasarkan

doktrin) beranjak dari penerapan doktrin terhadap suatu

kasus. Doktrin tersebut yaitu 5 doktrin tertransplantasi

dalam UU No. 40 Tahun 2007 yaitu Doktrin Piercing the

Corporate Veil, Doktrin Ultra Vires, Doktrin Business

Judgement Rule, Doktrin Fiduciary Duty dan Doktrin Self

Dealing.

Argumentasi mengenai pertimbangan hakim yang disajikan

dalam penelitian bisa berdasarkan salah satu dari 3 (tiga)

pendekatan (approach) tersebut, bisa pula merupakan

(19)

19 G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan terdiri dari jenis

penelitian, pendekatan penelitian dan jenis data yang

digunakan.

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab

pertanyaan yang telah dirumuskan dalam tesis ini yaitu

penelitian yuridis normatif.16 Yuridis normatif adalah

suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang diteliti. Aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin yang

berusaha ditemukan dalam penelitian ini adalah aturan

hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin

yang terkait dengan tanggung jawab organ perseroan

dalam kepailitan.

Selain itu juga metode secara eksploratif, yaitu suatu

penelitian yang mencoba membuka wawasan terhadap

suatu hal yang belum pernah diteliti sebelumnya dengan

tujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu

gejala tertentu, penelitian ini juga digunakan untuk

mendapatkan ide-ide baru mengenai masalah yang diteliti,

atau bahkan belum ada sama sekali.17 Penelitian ini

16 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jawa Timur:Bayumedia Publishing, 2009, hal. 45.

(20)

20

berusaha mengeksplorasi lebih dalam konsep tanggung

jawab Organ Perseroan dalam kasus-kasus kepailitan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

tesis ini, yaitu:

a. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan

telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan

isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap18. Kasus yang digunakan oleh penulis adalah 6

(enam) kasus kepailitan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (permanent legal force) tersebut

pada Latar Belakang penelitian ini. Kajian pokok di

dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau

reasoning yang merupakan referensi bagi peneliti

sebagai penyusunan argumentasi dalam pemecahan

isu hukum kepailitan dikaitkan dengan

pertanggungjawaban Organ Perseroan Terbatas dalam

kasus-kasus kepailitan.

b. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut-paut dengan kasus yang ditangani19.

Dalam hal ini, penulis menelaah undang-undang yang

(21)

21

berkaitan dengan tanggung jawab Organ Perseroan

Terbatas dalam kasus-kasus kepailitan, yaitu:

1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas; dan

2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.

c. Pendekatan Konseptual

Pendekatan konseptual beranjak dari

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di

dalam ilmu hukum.20 Dalam menganalisa putusan

maupun peraturan yang berkaitan dengan

pertanggungjawaban Organ Perseroan Terbatas dalam

kasus kepailitan, maka penulis menggunakan

doktrin-doktrin tertransplantasi dalam pasal-pasal UU No. 40

Tahun 2007 berkaitan dengan pertanggungjawaban

organ perseroan yaitu:

1) Doktrin Fiduciary Duty;

2) Doktrin Piercing the Corporate Veil;

3) Doktrin Ultra Vires;

4) Doktrin Business Judgement Rule; dan

5) Doktrin Self Dealing.

3. Jenis Bahan Hukum

Berkaitan dengan data yang digunakan dalam penulisan

tesis ini, maka bahan hukum yang digunakan antara lain:

(22)

22 a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang

bersifat otoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan

hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.21

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

perundang-undangan dan putusan hakim sebagai

bahan hukum primer.

Berikut ini peraturan perundang-undangan yang

digunakan:

a) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas; dan

b) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang.

Putusan-putusan hakim berkekuatan hukum tetap

(permanent legal force) yang berkaitan dengan

tanggung jawab Organ Perseroan Terbatas dalam

kasus-kasus kepailitan yaitu:

1) Putusan Hakim terhadap Kasus The Hongkong Chinese Bank Ltd vs PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari:

a) Putusan Pengadilan Niaga No.

32/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst; dan

b) Putusan Kasasi MA No. 21/K/N/2000

(23)

23

2) Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Indosurya Mega Finance vs PT. Greatstar Perdana Indonesia

a) Putusan Pengadilan Niaga No.

51/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst; dan

b) Putusan Kasasi MA No. 30/K/N/2000

3) Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Bank Mandiri vs PT. Bakrie Finance Corporation

a) Putusan Pengadilan Niaga No.

08/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst;

b) Putusan Kasasi MA No. 020/K/N/2002; dan

c) Putusan Peninjauan Kembali MA No. 018

PK/N/2002.

4) Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Aditya Toa Development Melawan PT. Wijaya Wisesa

a) Putusan Pengadilan Niaga No.:

03/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt.Pst;

b) Putusan Kasasi MA No.: 04 K/N/2004; dan

c) Putusan Peninjauan Kembali MA No. 04

PK/N/2004.

5) Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Central Total Finance Melawan PT. Heradi Utama

a) Putusan Pengadilan Niaga No.:

16/Pailit/2004/PN.Niaga.Jkt.Pst;

b) Putusan MA No.: 010 K/N/2004; dan

c) Putusan Peninjauan Kembali MA No. 010

(24)

24

6) Putusan Hakim terhadap Kasus PT. Bank Negara Indonesia (PT. BNI) melawan PT. Kalimas Baru Sukses Mandiri

c) Putusan Pengadilan Niaga No.:

20/Pailit/2010/PN.Niaga.Sby.; dan

d) Putusan MA No. 249 K/Pdt. Sus/2011

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi tetapi berupa publikasi tentang

hukum, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus

hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar

atas putusan pengadilan22. Dalam penelitian, penulis

menggunakan buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum

dan komentar atas putusan pengadilan yang terkait

dengan tanggung jawab Organ Perseroan Terbatas

dalam kasus-kasus kepailitan.

22

(25)

25 H. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Dalam Bab ini akan dibahas tentang latar belakang

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penelitian, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang menjadi acuan analisa

penelitian adalah mengenai konsep Kepailitan,

Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola Perseroan yang Baik

(Good Corporate Governance) sebagai suatu

keniscayaan dalam mencegah terjadinya kepailitan,

Kepailitan Perseroan, Organ Perseroan sebagai

perantara (agent) bagi Perseroan untuk melakukan

tindakan hukum dengan pihak ketiga, tanggung

jawab Organ Perseroan dalam 5 (lima) doktrin

tertransplantasi, dan pengaturan mengenai tanggung

jawab Organ Perseroan dalam kepailitan.

Bab III Hasil Penelitian dan Analisis

Dalam Bab III, penulis akan menjelaskan secara rinci

mengenai hasil penelitian berupa 6 (enam) kasus

kepailitan terkait Tanggung Jawab Organ Perseroan

per tingkat peradilan, dan analisis berupa pengaruh 5

(lima) doktrin tertransplantasi dalam pertimbangan

hakim guna memutus 6 (enam) kasus kepailitan

terpilih per tingkat peradilan, variasi pertimbangan

(26)

26

tanggung jawab Organ Terkait 5 (lima) doktrin

tertransplantasi, penelusuran mengenai tindakan

ultra vires dalam kasus-kasus kepailitan, tanggung

jawab secara tanggung renteng sebagai solusi

kepailitan yang terjadi akibat tindakan ultra vires

Direksi.

Bab IV Penutup

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan

dari analisis dan saran atau masukan mengenai

tanggung jawab organ perseroan dalam kasus-kasus

Referensi

Dokumen terkait

Erlina : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan Ultra Vires, 2004 USU Repository © 2008... Erlina : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan

Irma Hani Nasution : Analisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas, 2003 USU Repository © 2008... Irma Hani Nasution : Analisis Hukum Terhadap Tanggung

Sifat tanggung jawab Direksi Perseroan yang secara bertanggung renteng atas setiap perbuatan pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh mereka secara menyimpang,

dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. 3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian. perseroan apabila yang bersangkutan

Pengecualiannya adalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bahwa :“Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat

Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya tidak berlaku apabila pemegang saham terbukti, antara lain: persyaratan Perseroan

komisaris berwenang untuk memasuki kantor perseroan, mendapatkan laporan direksi, memeriksa dokumen perseroan, menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan

Jika hakim mempertimbangkan bahwa kepailitan tersebut adalah akibat dari tindakan ultra vires sehingga Anggota Direksi harus bertanggung jawab secara pribadi, maka