Pemuda Idola
Oleh: Drs. Suhana Surmansyah
Kehidupan masa muda biasanya berlangsung heroik, idealistik, impulsif, dan revolusioner. Keberanian pemuda sering muncul dalam bentuk tindakan privere vericoloso, menyerempet bahaya. Ini karena tindakan pemuda didorong oleh emosi yang meledak-ledak.
Kita tentu masih ingat bagaimana ledakan emosi pemuda menumbangkan rezim Orde Lama dan Orde Baru. Keberanian pemudalah yang telah melahirkan Ikrar 28 Oktober 1928. Begitu pula munculnya heroisme 10 November 1945, yang telah membuat mata dunia terbelalak. Keberanian impulsif revolusioner seperti itu terbukti mampu meng-KO imperialis dan kolonialis dari bumi Nusantara.
Pada momentum yang tepat, keberanian bertindak secara emosional sangat diperlulan dan sifatnya lebih cerdas. Tidak selamanya sebuah keputusan bertindak harus diambil berdasarkan pertimbangan rasional yang kadang menyebabkan keraguan. Ada kalanya kita harus bertindak atas dasar keyakinan yang masif walaupun rasio belum memahaminya.
Dapat dibayangkan nasib bangsa ini seandainya para pahlawan diplomasinya di meja perundingan tidak didukung oleh gejolak emosi darah muda. Dengan potensi heroik pemuda banyak peristiwa besar terjadi dan mampu mengubah sejarah dan ansib kemanusiaan kepada yang lebih baik.
Untuk sekedar contoh, ambillah kehidupan seorang pemuda bernama Musa bin Imran dari kalangan Bani Israil. Pada waktu kaumnya dicengkeram kekejaman Fir’aun, dialah yang memulai kebangkitan. Perjuangannya berawal dari peristiwa perkelahian seorang Mesir Qibty dengan seorang Bani Israil. Musa membela rekannya itu dengan memukul orang Qibty dan bermaksud melerai. Tetapi orang Qibty itu meninggal dunia. Dengan sekali embatan tangan kosong, Musa mampu meng-KO lawan sampai ke liang lahad. Ternyata kekuatan tangan Musa 10 kali lipat kekuatan tangan pemuda biasa. Ini terbukti ketika dia mengangkat batu penutup sumur tempat minum ternak di padang penggembalaan, yang hanya bisa terangkat oleh 10 orang.
Maka pantaslah dengan sekali sengatan pukulan 'jab' atau mungkin 'uppercut'-nya, si pemuda Qibty terkapar di kanvas, KO tak peduli hitungan wasit! Bermula dari peristiwa ini terjadilah revolusi sejarah Bani Israil. Rezim Fir’aun dengan kepongahannya tersuruk ditenggelamkan di dasar Laut Merah.
Terkenal pula heroisme pemuda Ibrahim bin Azar. Didukung oleh kualitas keyakinannya yang tinggi dan didorong karakter kepetualangannya, Ibrahim mengapak patung-patung sesembahan raja Namrudz cs. Dengan cerdik dia sisakan patung yang terbesar, lalu kampaknya disangkutkan di pundak patung itu. Ketika dia berdebat meladeni pertanyaan Namrudz, dia patahkan perlawanan Namrudz dengan argumentasi logis, jenaka, dan mematikan. Kalau raja tidak percaya bahwa yang mengapak patung-patung itu adalah patung terbesar, mengapa patung-patung itu disembah? Padahal kata raja sendiri patung itu tak dapat berbuat apa-apa. Argumentasi Ibrahim merupakan pukulan “straight” yang telak di jidat Namrudz, dan Namrudz KO. Lalu karena malu di kesurupan dengan membakar Ibrahim.
Ketika suku-suku bangsa di negerinya bertikai tentang siapa yang paling berhak meetakkan hajar aswad ke dinding Ka’bah, pemuda Muhammad tampil melerai perselisihan itu dengan menaruh hajar aswad pada sehelai kain, lalu wakil tiap suku dipersilakan bersama-sama memegang kain itu untuk mengangkat batu tersebut. Semua setuju dan hilanglah perselisihan. Ketika dia dibujuk oleh kaum musyrikin Quraisy agar berhenti menyerukan agama Islam dengan iming-iming 'tiga ta', ia telah menjawab; Demi Allah, walau bulan ditaruh di sebelah kananku dan matahari di sebelah kiriku agar aku berhenti berdakwah, tidaklah aku akan berhenti sebelum seluruh manusia menyembah Allah dan agamaNya merasuki seluruh pelosok bumi ini, atau aku sendiri yang akan binasa karenanya! Dan bergulirlah revolusi tauhid.
ltulah antara lain para pemuda yang ditampilkan Tuhan untuk dijadikan idola. Para pemuda yang tak usah diragukan lagi kualitasnya. Pemuda pilihan yang boleh diuji kredibilitas pribadinya oleh siapa pun. Kita selaku pemuda masa kini perlu menanya diri. Sudahkah mengenal mereka dengan baik? Bukan sekedar kenal, tetapi kenal dalam arti menghayati pribadi dan perjuangannya dalam mengemban titah menegakkan kalimat Allah. Untuk diikuti jejaknya. Allaahu a'lam.