Pidato Sambutan Ketua Mahkamah Agung RI pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional 2011 di Jakarta
MENINGKATKAN PERAN PENGADILAN TINGKAT BANDING SEBAGAI KAWAL DEPAN MAHKAMAH AGUNG
Kepada Yth,
- .... - …..
- Wakil Ketua bidang Yudisial Mahkamah Agung RI - Wakil Ketua bidang Non Yudisial Mahkamah Agung RI - Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI
- Para Hakim Agung Mahkamah Agung RI
- Para Ketua Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat lingkungn Peradilan Indonesia
- Para Pejabat Mahkamah Agung RI
- Para Wakil Ketua Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat lingkungn Peradilan Indonesia
- Para Panitera dan Sekretaris Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat lingkungn Peradilan Indonesia
- Para Penasehat Pembaruan Peradilan
- Para undangan dari negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga donor - Serta hadirin sekalian yang berbahagia,
merupakan cita-cita kita bersama yang harus kita wujudkan dengan kerja keras baik dalam menumbuhkan sifat sifat dan karakter manajemen serta kepemimpinan (leadership) yang kuat, kebijakan kebijakan pengadilan yang responsif, meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia, mencukupkan sarana, prasarana, keuangan atau anggaran serta mengefektifkan proses beracara di pengadilan. Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah memberikan pelayanan yang prima sesuai dengan kebutuhan para pencari keadilan, mudah diakses serta terjangkau sehingga mereka merasa puas dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.
Dalam mewujudkan visi tersebut terdapat 4 misi yang perlu kita wujudkan secara bertahap dan berkesinambungan, yaitu (1) Menjaga kemandirian badan peradilan; (2) Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan; (3) Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan (4) Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Saudara-saudara sekalian,
Dalam kesempatan ini saya ingin menyegarkan ingatan kita kembali atas komitmen yang telah kita letakan dalam Rakernas tahun lalu saat kita meluncurkan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang mengambil tema “Dengan Semangat Perubahan Memperkokoh Landasan Menuju Lembaga Peradilan Yang Agung”, dimana untuk itu diperlukan
upaya-upaya kongkrit untuk memperkokoh landasan menuju terwujudnya Badan Peradilan yang Agung.
Selama satu tahun ini saya mengamati bahwa semangat untuk berubah telah mewarnai pengadilan kita, hal ini terlihat dari antara lain dari bermunculannya berbagai inisiatif perubahan tidak saja kolega kolega saya Hakim Agung, jajaran Kepaniteraan dan staf di Mahkamah Agung namun juga sudah menyebar ke Pengadilan tingkat Pertama dan Banding. Agen-agen perubahan (agent of change) telah bermunculan di pengadilan, semoga ini akan memberikan dampak positif terhadap tidak saja lembaga kita, tetapi kita juga dapat menyebarkan kebaikan ini ke berbagai lembaga dan institusi lain di Negara ini.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Pada saat ini Mahkamah Agung dan lembaga peradilan tengah menghadapi berbagai tantangan besar. Jumlah perkara yang masuk ke Mahkamah Agung terus bertambah dari tahun ke tahun. Lima tahun yang lalu, pada tahun 2006, jumlah perkara yang masuk ke MA adalah sebanyak …. perkara. Sementara itu pada tahun 2011 ini, sampai bulan Agustus kemarin sudah terdapat … perkara yang masuk ke Mahkamah Agung. Artinya secara rata-rata ada setiap hakim harus memutus … perkara setiap bulannya.
profesionalisme yang tinggi pada para aparatur lembaga pelayanan publik, termasuk lembaga peradilan, merupakan salah satu tujuan penting program reformasi birokrasi yang tengah berlangsung. Dalam konteks penanganan perkara, penting kiranya bagi aparatur peradilan, para hakim, panitera dan staf pendukung lainnya untuk memiliki standar kerja yang jelas maupun kode etik dan perilaku yang mengatur dan mengawal kinerja kita semua.
Peningkatan kepercayaan publik tidak semata-mata ditentukan oleh kualitas putusan dan aspek yudisial lainnya, namun juga pada transparansi dan akuntabilitas pada proses administrasi perkara. Karena itu lah peran Kepaniteraan MA maupun para Direktur Jenderal dalam hal ini sangat lah penting. Demikian pula peran para Ketua Muda di lingkungan peradilan masing-masing. Aspek yudisial maupun non yudisial, bagaikan dua sisi mata uang, merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan sama pentingnya.
Saudara-saudara peserta Rakernas,
Reformasi birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Pembaruan adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri. Di lingkungan lembaga peradilan, reformasi birokrasi ini tidak hanya berlangsung di tingkat Mahkamah Agung saja, namun juga di seluruh jenjang lembaga peradilan. Sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban bagi seluruh warga peradilan untuk memahami dan mengerti apa saja yang sudah dicapai dan yang masih harus terus diperbaiki dan diselesaikan.
Reformasi biroraksi di Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya dilakukan pada 9 (sembilan) fokus program, sesuai panduan pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Kesembilan hal tersebut meliput penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan manajemen SDM aparatur, penguatan pengawasan intern, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan kualitas pelayanan publik, mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan, manajemen perubahan serta penataan perundang-undangan. Kesembilan fokus program tersebut mencakup baik aspek administrasi dan penanganan perkara maupun aspek organisasional secara umum.
utama masyarakat dalam mencari keadilan. Peningkatan peran birokrasi, pembagian peran yg lebih optimal antar satuan kerja, maupun penyempurnaan tugas pokok dan fungsi agar bisa menjawab tantangan jaman harus terus dilakukan. Sebagai instansi vertikal dengan jumlah satuan kerja yang banyak, pengelolaan organisasi lembaga peradilan ini harus terus diarahkan untuk menjadi titik yang paling optimal. Masyarakat akan terus membandingkan kinerja aparatur lembaga publik dengan organisasi sejenis yang juga melayani masyarakat banyak dan memiliki jangkauan luas di seluruh negeri, seperti lembaga perbankan atau operator telekomunikasi misalnya. Apalagi mengingat sebagai lembaga publik, Mahkamah Agung dan lembaga peradilan beroperasi dan dibiayai melalui uang pajak yang dihimpun dari masyarakat.
Anggaran yang dimiliki perlu terus dioptimalkan alokasi penggunaan maupun pertanggung jawabannya. Aparatur dan birokrasi lembaga peradilan perlu memastikan optimalisasinya anggaran tersebut. Jelas sasaran, capaian, cara mengukur kinerja, terhindar dari tumpang tindih, serta akuntabel dan jelas tata kelolanya adalah beberapa hal penting yang harus senantiasa menjadi catatan kita semua. Untuk itu kita perlu lebih memperbaiki dalam hal perencanaan dan koordinasi bagi segenap satuan kerja yang ada.
Saudara saudara peserta Rakernas yang saya cintai,
ingin menyampaikan kepada saudara-saudara semua beberapa langkah strategis yang telah kita lakukan bersama sejak tahun 2009 sampai saat ini.
1. Area Kepemimpiman dan Majamenen Pengadilan;
Untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan bagi hakim dan staf pengadilan, maka berbagai kegiatan baik berupa lokakarya (workshop) maupun pelatihan (training) telah kita lakukan. Pada tanggal 9 April 2010, Mahkamah Agung bekerjasama dengan Rumah perubahan menyelenggarakan workshop bagi seluruh hakim agung dan jajaran eselon 1 (satu) Mahkamah Agung dengan tema “Membangun semangat perubahan berbasiskan keselarasan tim dan organisasi”. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pelatihan
kepemimpinan bagi seluruh Ketua Pengadian Tinggi seluruh Indonesia. Idealnya semua calon pimpinan pengadilan dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman tentang kepeminpinan ini, sehingga ketika mereka menjalankan tugasnya dapat menjadi pemimpin yang mampu menjadi tauladan bagi anak buahnya serta mampu mengembangan system manajemen yang efektif dan efisien, transparan dan akuntabel, serta menjadi agen perubahan yang handal.
Mahkamah Agung untuk menetapkan siapa yang tepat dalam jabatan tersebut. Semoga pemimpin yang terpilih ini akan senantiasa meningkatkan kualitas dan integritas diri untuk meningkatkan kualitas dan kinerja pengadilan.
2.Area Kebijakan Pengadilan
Semenjak tahun 2009 telah dikeluarkan berbagai kebijakan yang diharapkan mampu memberikan ruang serta dorongan bagi terjadinya perubahan. Bahkan sejalan dengan tumbuhnya semangant kepemimpinan di berbagai lini, maka muncul pula berbagai kebijakan yang sifatnya bottom up (merupakan inisiatif dari bawah) sehingga diharapkan dapat merespon kebutuhan-kebutuhan di lapangan serta akan menimbulkan aspek kepemilikan (ownership) yang tinggi pula. Tidak sedikit kebijakan yang muncul saat ini merupakan respond dari kebutuhan para pencari keadilan, seperti masalah kesulitan mengakses pengadilan, kesulitan untuk memperoleh informasi pengadilan serta kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan pengadilan.
Saudara sekalian,
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa kebijakan yang telah kita hasilkan, yang membutuhkan dukungan serta kerja keras kita semua untuk bisa merealisasikannya.
Tahun ini juga menandari dimulainya era baru pelaksanaan fungsi yudisial, dimana pada tanggal 19 September 2011 telah di tandatangani SK Ketua Mahkamah Agung nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentan Pedoman Pelaksanaan sistem kamar pada Mahkamah Agung RI.Surat Keputusan ini terdiri dari dua bagian, yaitu Surat Keputusan yang mengatur pengesahan sistem kamar itu sendiri, lalu Lampiran Surat Keputusan.
SK ini secara efektif mengatur bahwa tata cara dan detail implementasi sistem kamar tersebut. Selain itu Surat Keputusan ini digenapkan dengan tambahan dua instrumen hukum lain, yaitu surat keputusan ketua MA tentang penunjukan Ketua Kamar, dan surat keputusan ketua MA tentang Penunjukan Hakim Agung Sebagai Anggota Kamar Perkara Dalam Sistem Kamar Pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sehingga implementasi sistem kamar bisa langsung berjalan dengan efektif dan segera menunjukkan hasil positif.
Sesuai dengan SK KMA tersebut, sistem kamar yang baru akan mulai efektif pada tanggal 1 Oktober 2011, dalam artian, semua tata cara pembagian perkara, dan prosedur-prosedur lain yang mendukung pelaksanaan sistem kamar sudah akan efektif pada tanggal tersebut, sementara itu akan ada masa penyesuaian selama satu tahun bagi sistem administrasi pendukung untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan, seperti masalah register, pelaporan, koordinasi, dan lainnya.
pemikiran dan pembicaraan panjang telah dilakukan dengan pemangku kepentingan internal maupun eksternal baik dalam dan luar negeri terkait dengan rencana implementasi sistem kamar ini, semuanya untuk mencari model terbaik yang bisa diaplikasikan untuk situasi pada Mahkamah Agung. Hal lebih rinci akan saya sampaikan dalam pembahasan proses sistem kamar.
Kedua: Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Perlakuan bagi Pelapor dan Pelaku Kejahatan yang bekerjasama (whistle blower dan justice collaborators)
Sebagai salah satu upaya proaktif Mahkamah Agung untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan terorganisir lainnya, maka pada bulan Agustus lalu telah dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 tahun 2011 Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu yang
Tujuan dari SEMA ini adalah agar semua kejahatan yang terorganisir yang selama ini sangat tertutup rapih dan hanya dapat diungkap secara menyeluruh jika ada yang memberikan informasi “dari dalam” dapat dibongkar oleh para penegak hukum dan di
bawa ke Pengadilan untuk diadili. Diharapkan dengan jelasnya komitmen para penegak hukum untuk menerapkan ini, maka pihak-pihak yang memiliki informasi mau membuka informasinya karena merasa aman terlindungi dan mendapatkan penghargaan (reward) atas upayanya membantu penegak hukum membongkar tindak kejahatan tersebut.
Ketiga: Penyertaan Dokumen Elektronik
Upaya kita untuk memberikan pelayanan yang prima kepada pencari keadilan dilakukan antara lain melalui percepatan penyelesaian perkara. Mulai akhir 2010 Mahkamah Agung telah mewajibkan Pengadilan pengaju untuk menyertakan dokumen elektronik dalam berkas permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, proses mana berlaku efektif sejak 1 Maret 2011. Pengabaian SEMA ini akan berakibat dikembalikannya berkas tersebut ke pengadilan pengaju, atau dengan kata lain berkas dinyatakan tidak lengkap. Surat edaran ini dibarengi dengan pembentukan sistem data komunikasi pengiriman perkara, yang bisa dipakai untuk mendukung prosedur ini.
Keempat: Pemberian Bantuan Hukum kepada masyarakat tidak mampu
Pengadilan bukanlah lembaga menara gading, keadaan masyarakat pencari keadilan tidaklah selalu didominasi oleh mereka-mereka yang mampu untuk mencari keadilan. Pengadilan perlu peka dan mampu memberikan pelayanan keadilan bagi semua pihak tanpa terkecuali. Itulah alasan utama Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum yang melingkupi pengaturan di Peradilan Umum dan Peradilan Agama.
Dengan dioptimalkannya kembali pos bantuan hukum, zitting plaats, sidang keliling, perkara prodeo, dll diharapkan akan lebih mendekatkan keadilan bagi seluruh masyarakat tanpa pengecualian karena ketidak mampuan ekonomi maupun jarak tempuh ke gedung pengadilan.
Masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada para pengusul (inisator) dan tetnunya juga kepada para pelaksana di lapangan.
3. Area Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana Pengadilan serta Keuangan atau Anggaran;
Investasi terhadap sumber daya manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Jumlah SDM yang cukup, berkualitas dan berintegritas akan mendorong proses perubahan menjadi lebih baik dan lebih cepat. Mahkamah Agung telah melakukan beberapa inisiatif mulai dari perbaikan proses rekrutmen, promosi, mutasi spesialisasi dan juga pengembangan kapasitas berupa pendidikan dan pelatihan yang berjenjang dan terintegrasi.
Saya percaya bahwa investsi yang penting dalam bidang SDM adalah pendidikan dan penelitian, oleh karena itu berbagai upaya telah kita lakukan untuk memperbaiki kinerja Badan Litbang Diklat senantiasa terus menerus digalakan. Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum pendidikan bagi calon hakim merupakan satu langkah awal yang nantinya akan dikembangkan ke berbagai program-program pendidikan lainnya bagi hakim, panitera dan staf pengadilan di Indonesia.
pemeriksaan atas laporan keuangan Mahkamah Agung tahun 2010, kita dinyatakan Wajar dengan Pengecualian. Saya berharap agar tahun depan kita sudah dapat mencapai criteria Wajar tanpa Pengecualian.
4. Area Proses Beracara di Pengadilan;
Sistem Kamar
Surat Keputusan tentang mulai berlakunya sistim kamar di Mahkamah Agung ini saya tandatangani hari ini tanggal 19 September 2011. Hal ini merupakan awal dari era baru yang akan menggantikan sistim lama yang selama ini berlaku.
Sistem kamar sendiri perlu dipahami secara luas,dengan pertimbangan bahwa dampak putusan dari Mahkamah Agung bukan hanya kepada para pihak yang berperkara namun secara tidak langsung juga memiliki dampak umum karena putusan Mahkamah Agung akan dijadikan referensi memutus pada Pengadilan tingkat bawah maupun Mahkamah Agung dalam putusan serupa di masa mendatang. Dalam konteks inilah sistem kamar menjadi sangat relevan. Secara singkat tujuan penerapan sistem kamar adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan kepakaran dan keahlian Hakim dalam memeriksa dan memutus
2. Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara. Spesialisasi dalam sistem kamar akan mengurangi disparitas putusan yang diterima oleh majelis karena perkara telah terklasifikasi sehingga sesuai dengan kompetensi majelis. Dengan demikian sistem ini akan meningkatkan munculnya pengulangan (repetisi) dan pada akhirnya tercipta standardisasi (juriprudensi)
3. Memudahkan pengawasan putusan dalam rangka menjaga kesatuan hukum
karena putusan telah terklasifikasi sesuai dengan keahlian dalam kamar. Sistem Kamar yang konsisten akan berdampak positif dalam jangka panjang, yaitu dapat mendorong Mahkamah Agung untuk dapat lebih menjalankan fungsinya sebagai penjaga kesatuan penerapan hukum yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepastian hukum. Bila kepastian hukum dapat ditingkatkan maka dalam jangka panjang diharapkan arus permohonan kasasi yang tidak beralasan dapat ditekan.
Patut dicatat bahwa sistem kamar hanyalah satu diantara beberapa agenda penting dalam pembaruan bidang pelaksanaan fungsi teknis peradilan yang diamanatkan oleh cetak biru dalam rangka mewujudkan Badan Peradilan yang dapat melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara efektif, yaitu:
1. Pembatasan Perkara
2. Penerapan Sistem Kamar secara Konsisten 3. Penyederhanaan Proses Berperkara
Tentunya keempat hal ini perlu dicapai secara gradual, penerapan sistem kamar baru merupakan langkah pertama menuju implementasi pembaruan pelaksanaan fungsi teknis peradilan, yang perlu disusul dengan pelaksanaan ketiga agenda lainnya sesuai dengan situasi, kondisi dan sumber daya yang tersedia.
Struktur Sistem Kamar
Dengan sistem kamar, maka hakim pada Mahkamah Agung akan dibagi berdasarkan lima kamar, yaitu kamar Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, Agama dan Militer. Selain dari kelima kamar ini, maka Ketua Mahkamah Agung atas dasar usulan dari ketua Kamar yang mempertimbangkan jumlah beban perkara pada kamar tersebut dapat membentuk Sub-Kamar.
Hal ini sedikit berbeda dengan sistem lama, dimana hakim agung dikelompokkan berdasarkan Tim-tim yang dipimpin oleh Ketua Muda. Memang sistem lama boleh dikatakan merupakan sistem kamar tidak murni, dimana beberapa perkara tertentu, yaitu agama, militer dan TUN sudah memakai sistem kamar, namun untuk perkara perdata dan pidana, masih dibagi secara umum ke seluruh tim.
Untuk saat ini selain dari lima kamar utama, maka melalui SK KMA Nomor 143/KMA/SK/IX/2011 tentang “Penunjukan Ketua Kamar dalam Sistem Kamar Pada Mahkamah Agung”, dibentuk beberapa sub Kamar. Di bawah Kamar Perdata akan
Untuk sementara, Wakil Ketua, dan Ketua Muda akan secara otomatis masuk kedalam struktur pimpinan kamar, sebagai Ketua Kamar dan ketua Sub Kamar, namun ke depannya seiring dengan usia pensiun para Ketua Muda, maka struktur Tim akan menjadi lebih ramping dengan hanya tersisa Kamar-kamar utama. Sementara itu untuk saat ini, Ketua Mahkamah Agung tidak dulu masuk ke dalam susunan kamar manapun dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi, mengingat masa kerja Ketua sekarang yang sudah mendekati masa purna bakti, dan akan lebih fokus kepada penyelesaian perkara-perkara yang masih tersisa.
Selain itu mengenai pembagian tugas hakim sesuai dengan kamar masing-masing, dikeluarkan pula 144/KMA/SK/IX/2011 tentang “Penunjukan Hakim Anggota Kamar”.
Saudara saudara sekalian
Terkait dengan struktur, maka tidak ada perubahan berarti pada komposisi organisasi tim/majelis, karena kelima kamar ini terdiri dari Ketua Kamar, Hakim Agung sebagai Anggota Kamar, Panitera Muda Kamar/Panitera Muda Tim, Panitera Pengganti.
Profesionalisme
Dengan implementasi sistem kamar, maka distribusi perkara akan menjadi ditetapkan secara permanen hanya kepada kamar-kamar tertentu, hal ini akan memastikan bahwa perkara hanya ditangani oleh majelis yang memang memiliki latar belakang keahlian tertentu, karena komposisi anggota kamar ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung dari antara hakim agung berdasarkan :
1. Asal lingkungan peradilan, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari jalur
karier,
2. Latar belakang pendidikan formal, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari jalur non karir, dan
3. Pelatihan yang pernah dilalui
Tentunya implementasi yang ideal membutuhkan infrastruktur yang ideal pula. Mahkamah Agung berpendapat, bahwa saat ini komposisi hakim agung yang ada di Mahkamah Agung belumlah ideal untuk mengakomodasi beban perkara yang masuk. Salah satu kebutuhan ke depannya adalah, memang perlu koordinasi dengan lembaga terkait dengan rekruitmen dan seleksi hakim agung, untuk memastikan bahwa hakim agung yang direkrut benar-benar mencerminkan kebutuhan Mahkamah Agung sesuai dengan beban dan profil perkara yang masuk. Ini merupakan pekerjaan besar yang perlu dilakukan ke depannya.
Dengan mempertimbangkan beban perkara dan komposisi keahlian Hakim Agung, dalam masa transisi Ketua MA dapat menempatkan Hakim Agung dari lingkungan Kamar tertentu ke dalam Kamar perkara lain, dengan ketentuan:
1. Pada Kamar Perdata dapat ditempatkan Hakim Agung yang berasal dari lingkungan peradilan agama dan tata usaha negara,
2. Pada Kamar Pidana dapat ditempatkan Hakim Agung yang berasal dari lingkungan
peradilan militer
Posisi ketua kamar/sub kamar juga bukan hanya sekedar sebagai ketua majelis atau pembagi perkara, seorang ketua kamar memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
1. Memastikan terwujudnya kesatuan penerapan hukum dengan menjaga
konsistensi putusan di masing-masing kamarnya.
3. Atas persetujuan Ketua MA, Ketua Kamar dapat menarik kembali berkas perkara dari anggota kamar yang bersangkutan apabila setelah lewat waktu 2 (dua) bulan anggota kamar yang bersangkutan belum memberikan pendapatnya dan selanjutnya Ketua Kamar menunjuk anggota majelis yang baru, kecuali untuk perkara-perkara khusus disesuaikan dengan undang-undang yang bersangkutan. 4. Menentukan jadwal dan agenda Rapat Pleno Kamar.
5. Menentukan perkara mana saja yang akan dibahas dalam Rapat Pleno Perkara di
kamarnya.
6. Bertanggung jawab atas pencatatan dan penghimpunan putusan-putusan yang mengandung penemuan hukum baru sebagai preseden untuk perkara-perkara serupa, untuk diterbitkan dan disebarluaskan kepada pengadilan-pengadilan tingkat bawah setiap tahun sekali.
Ini penting untuk diperhatikan, supaya konsistensi yang menjadi tujuan akhir implementasi sistem kamar ini bisa tercapai.
Menjaga Konsistensi
kemandirian hakim yang juga perlu dilindungi, yaitu kesatuan penerapan hukum, kepentingan publik, serta kepentingan para pihak yang berperkara atas kepastian hukum. Harus dipahami, bahwa kredibilitas lembaga peradilan di seluruh dunia antara lain dipengaruhi dari seberapa konsisten putusannya, sehingga upaya-upaya menuju konsistensi hendaknya dilihat dari sisi positif, yaitu sisi kepentingan publik yang ingin dilindungi.
Saudara para peserta Rakernas,
Kita harus memahami dimensi pentingnya menjamin kepastian hukum. Ketidakpastian hukum membawa ongkos sosial yang sangat besar, bagi individu maupun bagi negara, proses peradilan bisa menjadi sedemikian panjang, hak-hak para pihak jadi tertunda. Adagium „justice delayed justice denied’ (penundaan keadilan adalah penolakan keadilan)
benar-benar bisa terjadi, penegakan hukum pun bisa tertunda dan tidak jelas. Tantangan yang dihadapi sangatlah besar, seiring dengan kompleksitas litigasi dewasa ini, misalnya satu masalah diajukan ke beberapa lingkungan peradilan sekaligus, yang apabila tidak diperhatikan bisa menjadi masalah, seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
elemen yang sangat penting bagi kepastian hukum dan implementasi sistem kamar. Selain itu mekanimse pleno ini pun sudah di kenal di negara-negara lainnya yang menerapkan sistem kamar pada Mahkamah Agungnya.
Rapat pleno kamar sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu Rapat Pleno Rutin dan Rapat Pleno Perkara. Rapat pleno Rutin sekurang-kurangnya dilaksanakan sekali dalam satu bulan, dan wajib dihadiri oleh seluruh Hakim Agung, Panitera, Panitera Muda, Panitera Muda Tim,Panitera Pengganti dan Koordinator Sub Kamar di kamar tersebut. Sementara itu Rapat Pleno Perkara dilaksanakan untuk membahas perkara-perkara sebagai berikut:
1. Peninjauan Kembali (PK) yang akan membatalkan putusan tingkat kasasi,
2. Perkara yang pemeriksaannya dilakukan secara terpisah dan diperiksa oleh
majelis hakim yang berbeda dan kemungkinan penjatuhan putusan yang berbeda, 3. Dalam hal terdapat dua perkara atau lebih yang memiliki permasalahan hukum yang serupa yang ditangani oleh Majelis Hakim Agung yang berbeda dengan pendapat hukum yang berbeda atau saling bertentangan,
4. Memerlukan penafsiran yang lebih luas atas suatu permasalahan hukum,
5. Adanya perubahan terhadap jurisprudensi tetap,
6. Ketua Majelis yang berbeda pendapat dengan dua orang anggotanya dalam
Mahkamah Agung memandang penting masalah kepastian hukum ini, namun di sisi lain juga memahami bahwa ada masalah kemandirian yang tidak bisa begitu saja dikesampingkan, sehingga sifat kepatuhan majelis terhadap hasil keputusan pleno adalah sukarela, dalam aturan sistem kamar ini disebutkan bahwa „Putusan Rapat Pleno Perkara sedapat-dapatnya ditaati oleh majelis hakim‟. Tentunya jalan seperti dissenting
opinion sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) UU Mahkamah Agung masih bisa ditempuh oleh salah seorang hakim yang tidak setuju terhadap hasil putusan Rapat Pleno Perkara, namun dalam hal keseluruhan majelis tidak setuju terhadap hasil Rapat Pleno Perkara, maka Apabila anggota majelis tidak setuju dengan putusan Rapat Pleno Perkara, dapat mengajukan pengunduran diri atas perkara tersebut dan terhadap perkara tersebut akan ditunjuk majelis hakim baru.
Selain Rapat Pleno Kamar, maka sistem ini juga memungkinkan dilakukannya Rapat Pleno Antar Kamar, dalam hal terdapat perkara yang mengandung masalah hukum yang menjadi wilayah 2 (dua) kamar atau lebih sekaligus. Rapat Pleno Antar Kamar diusulkan oleh salah satu Ketua Kamar dan disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung; atau ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung untuk perkara permohonan grasi, permohonan fatwa, hak uji materil, dan sengketa kewenangan antar lingkungan peradilan. Rapat Pleno Antar Kamar dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung atau Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
database elektronik. Risalah penting, ini merupakan dimensi lain dari konsistensi, karena dari sinilah pengetahuan bisa disimpan, dikelola, dan dibagi ke para hakim dan siapapun yang memerlukan. Selama ini Mahkamah Agung memang telah melakukan capaian luar biasa dengan publlikasi putusan, namun ternyata itu belum cukup, dengan puluhan ribu putusan, timbul masalah penting, yaitu membedakan mana yang penting sehingga perlu diketahui oleh hakim lain dan yang mana yang hanya merupakan perkara reguler.Keberadaan risalah merupakan langkah kedepan yang perlu diseriusi oleh unit pendukung, dalam hal ini kepaniteraan Mahkamah Agung.
Ekspektasi
Pada akhirnya, sistem kamar hanyalah merupakan alat yang bertujuan untuk mengantar Mahkamah Agung untuk mencapai tujuannya. Ia tidak akan bekerja apabila infrastruktur yang diatur dalam surat keputusan ini tidak berjalan. Hal ini menjadi beban kolektif pimpinan kamar untuk memastikan tercapainya tujuan tersebut. Dari kepastian masalah rekruitmen, pelaksanaan pleno, dan penghimpunan risalah dijalankan secara konsisten.
dan pada akhirnya dapat mengambil keputusan yang tepat bagi upaya pembaruan peradilan yang sedang bersama-sama dilaksanakan.
Yang terpenting dari itu semua adalah adanya kemauan para Hakim Agung melaksanakan ketentuan dari sistem yang baru ini. Apabila tidak ada kepatuhan di dan disiplin untuk melaksanakannya, maka sistim ini hanya akan tetap menjadi wacana, di Mahkamah Agung tidak akan pernah berubah
Masih banyak Pekerjaan Rumah yang belum selesai, dan ini perlu diseriusi untuk memastikan bahwa tujuan mulia untuk menciptakan badan peradilan yang agung dapat benar-benar tercapai
Penunjukan Hakim khusus di tingkat I di tingkat Pertama dan Banding
Saudara-saudara peserta Rekernas,
Proses sertifikasi ini dilaksanakan melalui serangkaian pencarian minat dan kemampuan (talent scouting) yang disertai uji kualitas dan integritas. Setelah proses sertifikasi ini berlaku efektif, maka penanganan perkara yang telah ditetapkan harus ditangani oleh hakim khusus bersertifikat maka tidak boleh lagi ditangani oleh hakim yang tidak bersertifikat.
Sertifikasi ini tidaklah berlaku seumur hidup, perlu difikirkan konsep termin atau jangka waktu, yang pada intinya untuk menjamin kualitas dan efektifitas penanganan perkara.
Hal yang perlu dikembangkan ke depan adalah memperjelas antara proses sertifikasi dengan sistem promosi, mutasi serta mekanisme lain yang mendukung berjalannya program ini secara efektif.
Mediasi
5. Kebutuhan dan Kepuasan Pencari Keadilan;
Keterbukaan informasi, Akutabilitas dan Kepastian hukum adalah hal yang senantiasan dituntut oleh masyarakat dan pencari keadilan. Upaya kita untuk mewujudkan tersebut dengan melanjutkan kebijakan pembayaran biaya perkara melalui bank, menyempurnakan kebijakan keterbukaan informasi di pengadilan SK 144 tahun 2007 menjadi SK 1-144 tahun 2011, dengan harapan beberapa kendala yang menghambat keterbukaan dapat diperbaiki dan disempurnakan.
Dalam hal akuntabilitas, dorongan agar setiap pengadilan untuk memiliki website dan meja informasi merupakan salah satu upaya, namum yang terpenting dalam hal akuntabilitas adalah substansi dari apa yang dilaporkan di dalam website serta meja informasi tersebut. Pelaporan rutin tahunan senantiasa kita lengkapi dan sempurnakan agar masyarakat luas mengetahui kinerja kita serta memahami kendala kendala dan upaya kita dalam menangani kendala tersebut.
Tekait dengan kepastian hukum, maka kita perlu menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa ini adalah jantung aktifitas (core bussiness) kita. Akan sulit buat masyarkat mempercayai pengadilan dan kinerja pengadilan jika kita kita berhasil untuk menghilangkan adanya putusan pengadilan yang tidak konsisten, berubah-ubah tanpa ada argumentasi hukum serta landasan yang kuat.
unggahnya (upload) putusan tersebut ke situs web, sehingga dapat dibaca dan dipelajari oleh hakim-hakim tingkat pertama dan banding.
Harapan saya sistim kamar ini dapat segera berjalan dengan lancar dengan masa transisi yang tidak terlalu lama.
6. Pelayanan Pengadilan yang Mudah Diakses dan Terjangkau;
Seperti telah saya sampaikan sebelumnya, saat ini telah bermunculan berbagai inisiatif untuk memberikan pelayanan pengadilan yang mudah diakses dan terjangkau bagi masyarakat, tanpa pengecualian. Tidak perlu saya ulang betapa saya sangat bangga dengan berbagai inisiatif ini, sehingga persepsi bahwa pengadilan adalah lembaga yang dingin dan sangat kaku serta konvensional dalam pelayanan publik semakin hari akan semakin terpupus.
Saya juga mendengar bahwa inisiatif bantuan hukum kita ini direspon dengan sangat positif oleh lembaga advokat dan beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia dan mereka berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan SEMA 10 tahun 2010 ini agar dapat diimplementasikan dengan efektif. Sudah saatnya para Dirjen terkait mengajak para stakeholders bantuan hukum ini untuk menyusun strategi pemberian bantuan yang optimal.
Saudara-saudara peserta Rakernas yang berbahagia,
Kepercayaan dan keyakinan Publik pada kinerja kengadilan hanya dapat kita capai jika kita dapat menunjukan kepada mereka bahwa semua hal di atas telah kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan memperlihat progress serta hasil yang terukur.
Kita telah memiliki alat untuk mengukur kinerja pengadilan yang kita sebut dengan audit kinerja yang dituangkan dalam Keputusan Kabawas No 264/SK/BP/VI/2010 tentang pedoman audit dan penilaian kinerja pengadilan. Saat ini Badan pengawasan tengah menyempurnakan alat ukur (tools) tersebut dengan menambahkan alat ukur untuk mengukur integritas pengadilan dan aparatnya. Mudah-mudahan dengan adanya kedua alat ukur kita kita akan dapat meningkatkan kinerja kita menjadi lebih baik.
Hasil dari survey memperlihatkan ada tiga lembaga yang dinilai buruk oleh publik masing-masing kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Di ketiga institusi tersebut, mayoritas publik menilai terdapat cukup banyak praktek mafia hukum, walaupun pengadilan dinilai lebih baik dari penegak hukum lainnya.
Pemberitaan media mengenai mafia hukum dalam satu tahun terakhir ini kemungkinan menjelaskan mengapa ketiga institusi (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan) dinilai negatif oleh publik. Kebetulan kasus yang banyak diberitakan melibatkan ketiga institusi tersebut. Dalam tabel yang merinci lebih detil penilaian publik atas skala mafia hukum menurut sejumlah kategori menampilkan proporsi publik yang menilai jumlah mafia hukum “ banyak atau sangat banyak”. Publik yang berpendidikan dan berpenghasilan
berpendidikan rendah, hanya 32,4% saja yang menilai dalam jumlah besar ada praktek mafia di kepolisian. Sementara di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi, sebanyak 63,5% di kepolisian banyak terdapat mafia hukum (LSI 2011)
Hasil survey ini tidak harus menjadikan kita patah semangat bahkan harus menjadi pemicu kita akan bekerja lebih keras lagi. Saya sangat mengharapkan agar lembaga kita juga mampu menampilkan data-data seperti ini, walauapun mungkin akan dianggap bias oleh publik, namun jika kita melakukannya dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka kita akan memiliki data pembanding untuk mengukur keberhasila kita dalam melaksanakana perubahan perubahan ini.
Peran pengadilan Tingkat Banding sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung
Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Saudara-saudara yang saya hormati,
Saya membayangkan, alangkah menggembirakannya jika kita adalah model dari kereta api shinkansen tersebut, dimana setiap orang di tiap-tiap pengadilan bergerak bersama-sama membuat perubahan dan setiap perubahan di pengadilan tingkat pertama selaras sengan perubahan di pengadilan tingkat banding dan juga pada akhirnya selaras dengan perubahan di Mahkamah Agung. Mungkin dalam waktu kurang dari 25 tahun, kita sudah bisa mencapai apa yang kita cita-citakan yaitu Badan Peradilan yang Agung, yang mampu memberikan perlindungan Hukum dan Hak Azasi Manusia serta mendapatkan kehormatan karena kinerja kita dipercaya dan diyakini mampu memberikan pelayana dan rasa keadilan bagi para pencari keadailan dan masyarakat pada umumnya.
Semangat perubahan dan pelaksanaan kinerja senantiasa selalu memerlukan Pembinaan dan Pengawasan yang terus menerus. Saya sangat mengharapkan ke depan nantinya pembinaan dan pengawasan akan lebih banyak mengembangkan mekanisme pencegahan sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat diantaisipasi dan dideteksi secara dini. Namun demikian upaya-upaya yang telah dilakukan saat ini, yang saya anggap cukup efektif tetap perlu juga dilanjutkan dan ditingkatkan, terutama untuk memberikan efek jera terhadap hakim dan aparat pengadilan lainnya yang melakukan tindakan tindakan tidak terpuji.
perlu sesekali dilakukan secara mendadak (impromtu). Kedua karakteristik ini akan sangat tepat dan bermanfaat jika secara efektif dilakukan oleh Pengadilan tingkat Banding.
Amanah ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, karena pembinaan dan pengawasan yang efektif akan mampu mencegah dan mengurangi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh hakim dan aparat pengadilan di pengadilan tingkat pertama. Sesuatu hal yang wajar jika penyimpangan itu terjadi maka Pengadilan tingkat Banding berkewajiban mempertanggungjawabkannya.
Saya berharap dalam Rakernas kali ini kita mampu merumuskan bagaimana bentuk dan langkah-langkah yang efektif yang perlu dilakukan oleh Pegadilan tingkat Banding dalam perannya sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung.
Bapak Ibu saudara peserta Rakernas yang berbahagia,
Demikianlah yang dapat saa sampaikan dalam pembukaan Rakernas 2011 ini, semoga hal hal yang saya sampaikan dapat memberikan masukan serta ide bagi para peserta Rakernas sehingga akan semakin banyak muncul ide ide bernas untuk mewujudkan cita-cita kita bersama yaitu mewujudkan Badan Peradilan yang Agung.
Selamat menajalankan Rapat Kerja, semoga Tuhan memberkati
Jakarta 20 Septermber 2011