• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PEK 1005701 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PEK 1005701 Chapter1"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap negara berkembang pasti dihadapkan dengan masalah kemiskinan

dan tidak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang

kaya akan sumber daya alam, namun dari jaman penjajahan sampai saat ini masih

dibebankan dengan masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan

masalah berkepanjangan dan belum dapat terselesaikan sampai saat ini. Dari

mulai masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan dapat tertimpa masalah

kemiskinan, karena kemiskinan dapat menimpa kalangan masyarakat manapun

dengan berbagai tingkat pendapatan yang berbeda.

Masalah kemiskinan sering dikaitkan dengan rendahnya pendapatan. Ketika

seseorang atau keluarga tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

dikarenakan kekurangan dalam pendapatan yang diperolehnya, maka dapat

dikatakan miskin. Menurut BAPPENAS (2004) kemiskinan didefinisikan sebagai

kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak

mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain,

terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air

bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari

perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam

kehidupan sosial-politik.

Hal ini sejalan dengan definisi kemiskinan yang diungkapkan oleh Suharto

(2009:16) bahwa kemiskinan pada hakikatnya menunjuk pada situasi

kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang dialami seseorang, baik akibat

ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan hidup, maupun akibat

ketidakmampuan negara atau masyarakat memberikan perlindungan sosial kepada

(2)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Menurut Ala (Nurainun dan Kurniati, 2011), kemiskinan itu bersifat

multidimensional. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi aspek

primer yang berupa miskin aset, organisasi sosial politik, pengetahuan,

keterampilan, dan aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial,

sumber-sumber keuangan, dan informasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya

untuk mengentaskan kemiskinan secara menyeluruh dan berkesinambungan

dengan melibatkan kerja sama berbagai pihak, khususnya pemerintah.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan

masalah kemiskinan, namun masih belum dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan

hasil penelitian Prawoto (2009), dalam Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan

yang berjudul Memahami Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya,

menyatakan bahwa program-program yang telah dijalankan oleh pemerintah

banyak mengalami kegagalan, seperti Kredit Usaha Tani (KUT) yang sejak tahun

2000 mengalami gagal total, sehingga diganti dengan program baru yakni

program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang penanganannya diserahkan

sepenuhnya kepada bank dan dirasakan masih gagal dalam upaya menghilangkan

masalah kemiskinan.

Berdasarkan Profil Kemiskinan di Indonesia September 2013 (BPS, 2014)

dinyatakan bahwa:

Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen), bertambah sebanyak 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebanyak 28,07 juta orang (11,37 persen). Selama periode Maret–September 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,30 juta orang (dari 10,33 juta orang pada Maret 2013 menjadi 10,63 juta orang pada September 2013), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,18 juta orang (dari 17,74 juta orang pada Maret 2013 menjadi 17,92 juta orang pada September 2013).

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin

di Indonesia masih sangat banyak. Dilihat dari pendapatan perkapita/bulan

(3)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

banyak pula yang belum dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti

sandang, pangan, papan dan pendidikan.

Masalah kemiskinan yang terjadi di setiap daerah tidak terlepas dari

kepadatan penduduk di daerah tersebut. Fakta ini memperlihatkan bahwa terdapat

suatu hubungan yang positif antara tingkat kepadatan penduduk dan kemiskinan,

artinya bahwa semakin tinggi jumlah penduduk per Km2 atau per Ha, semakin

kecil ladang untuk bertani, maka semakin kecil kesempatan kerja dan semakin

banyak orang yang berpenghasilan di bawah garis kemiskinan (Tambunan,

2002:96).

Sebagaimana menurut data Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Menurut Pulau, September 2013 (BPS, 2014), bahwa Pulau Jawa merupakan

pulau yang paling banyak penduduk miskinnya apabila dibandingkan dengan

pulau lainnya, yakni menyumbang hingga sebesar 15,55 juta jiwa penduduk

miskin dengan persentase penduduk miskin yang cukup tinggi yakni 10,98 persen.

Hal ini disebabkan jumlah penduduk di Pulau Jawa paling padat apabila

dibandingkan dengan pulau lainnya. Sementara itu di Pulau Jawa, Provinsi Jawa

Barat menyumbang hingga mencapai 4,3 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia.

Begitu pula yang terjadi pada salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat,

yakni Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa

Barat (BPS Jabar, 2013), jumlah keseluruhan keluarga di Kabupaten Bandung

Barat yaitu mencapai 388.795 keluarga. Dimana sebanyak 145.645 keluarga atau

sebanyak 37,46 persen keluarga di Kabupaten Bandung Barat merupakan keluarga

miskin yang terdiri dari Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I.

Keluarga Pra Sejahtera merupakan keluarga-keluarga yang belum dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan

pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Sedangkan Keluarga

Sejahtera I merupakan keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan yang

sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Berikut ini merupakan data jumlah keluarga miskin berdasarkan kecamatan

(4)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Tabel 1.1

Jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 di Kabupaten Bandung Barat

Tahun 2013

Kab. Bandung Barat 388.795 90.548 55.097 145.645

Sumber: Badan Pusat Statistik KBB, 2013 (data diolah)

Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa dari 16 kecamatan di Kabupaten

Bandung Barat, Kecamatan Rongga merupakan kecamatan termiskin

dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini dilihat dari jumlah persentase keluarga

miskin di Kecamatan Rongga yang mencapai 82 persen dari keseluruhan jumlah

(5)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Penduduk miskin mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan

dengan penduduk lain yang tidak miskin. Berdasarkan hasil penelitian Waluyo

(2006) dalam jurnal yang berjudul Studi Tentang Bentuk Kemiskinan Penduduk di

Desa Cindogo Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso, bahwa karakteristik

penduduk miskin dilihat dari jenis pekerjaan, pendapatan, tingkat pendidikan,

usia, dan keberadaan tempat tinggal. Dimana sebagian besar pekerjaan penduduk

miskin bekerja sebagai buruh tani sebesar 35,82%, pendapatan per bulan berkisar

antara di bawah Rp.100.000 sampai dengan Rp. 400.000, tingkat pendidikan

sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 50,75%, Tidak tamat

SD sebesar 41,79%, usia penduduk miskin rata-rata berada pada kelompok usia

produktif, dimana kelompok umur terbesar pada usia 41 – 45 tahun yaitu sebesar

26,87%, dan keberadaan tempat tinggal sebanyak 53,24% bersifat semi permanen.

Menurut staff Bank Dunia dengan menggunakan data hasil Survey Ekonomi

Nasinonal (SUSENAS, 1978), rumah tangga miskin pada umumnya mempunyai

anggota keluarga banyak, tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun

anggota keluarganya rendah, sering berganti pekerjaan dan sebagian mereka yang

telah bekerja masih mau menerima tambahan pekerjaan bila ditawarkan.

Kemudian, Rahoyo (2008) berpendapat bahwa masyarakat miskin biasanya

memiliki sikap mental yang buruk, seperti kebiasaan hidup boros, tidak mau

bekerja keras, dan menyerah pada nasib. Ketika seseorang memiliki sikap mental

yang buruk, maka secara tidak langsung seseorang tersebut menjerumuskan diri

ke dalam jurang kemiskinan.

Selain itu, Koentjaraningrat (1985) menyatakan bahwa faktor yang paling

berpengaruh terhadap kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia terutama rakyat

pedesaan di Jawa adanya sikap mental yang rendah.

Selanjutnya menurut Sumodiningrat (Nurlita, 2011:48), bahwa secara umum

masyarakat miskin ditandai dengan ketidakberdayaan/ketidakmampuan

(powerless) dalam hal:

1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,

(6)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness).

3. Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility).

4. Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapatkan perlakuan

diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap

apatis dan fatalistik (vulnerability).

5. Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa

mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor).

Mengacu pada berbagai argumen tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa penduduk miskin erat kaitannya adalah umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan rendah, bermata pencaharian sebagai buruh tani, pendapatan rendah,

mempunyai beban tanggungan banyak, serta memiliki sikap mental yang rendah,

(Waluyo, 2006; SUSENAS, 1987; Rahoyo, 2008; Koentjaraningrat, 1985; Nurlita,

2011).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai kemiskinan di Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung

Barat. Adapun judul yang akan penulis angkat adalah:

“Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin di Kecamatan

Rongga Kabupaten Bandung Barat (Suatu Kasus pada Penduduk Miskin di Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukakan di atas, bahwa

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil penduduk miskin di Kecamatan Rongga Kabupaten

Bandung?

2. Bagaimana gambaran sikap mental penduduk miskin di Kecamatan Rongga

Kabupaten Bandung Barat?

3. Bagaimana gambaran sikap mental penduduk miskin di Kecamatan Rongga

Kabupaten Bandung Barat dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat

(7)

Aghnita Septiarti, 2014

Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui profil penduduk miskin di Kecamatan Rongga

Kabupaten Bandung Barat.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap mental penduduk miskin di Kecamatan

Rongga Kabupaten Bandung Barat.

3. Untuk mengetahui gambaran sikap mental penduduk miskin di Kecamatan

Rongga Kabupaten Bandung Barat dilihat berdasarkan umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pendapatan, mata pencaharian, dan beban tanggungan.

1.3.2 Kegunaan Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya ilmu pengetahuan dan

memberikan sumbangan pemikiran, khususnya tentang kemiskinan di

Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat.

b. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan penanggulangan kemiskinan,

Gambar

Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa dari 16 kecamatan di Kabupaten

Referensi

Dokumen terkait

di perlintasan sebidang tanpa palang pintu di jalan Ciharashas, Desa. Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat,

PERAN TOKOH WANITA DALAM PENGELOLAAN PROGRAM PAUD AL-BIDAYAH KP.. BOJONGKONENG DESA CIBEDUG KECAMATAN RONGGA KABUPATEN

“ Pengaruh Pendapatan, dan Harga Paket Terhadap Permintaan Internet (Survey pada Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis )”. 1.2 Identifikasi dan

yaitu “ Mengapa masyarakat jalan Stasiun Barat RW 02 Kecamatan Andir bersifat permisif terhadap praktek prostitusi di lingkungannya?” Agar rumusan masalah. tersebut

1) Menggaliinformasi terkait kasus tukar guling tanah wakaf yang ada di Kampung Cijambu RT 01 RW 14 Desa Sukaresmi Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat. 2)

Adapun judul yang diangkat penulis adalah “ ANALISIS DESKRIPTIF PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PADA PENGUSAHA INDUSTRI MOCHI DI KOTA SUKABUMI ”. 1.2 Rumusan

KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA (Studi Deskriptif pada Mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia)”. 1.2 Identifikasi dan

Judul penelitian ini adalah “ Tingkat Kesejahteraan Pekerja Perkebunan Kakao PT Bajabang Desa Nanggeleng Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat ”. Kesalahan