BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) menjadi perhatian bagi semua lini masyarakat. Krisis tersebut menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun sehingga terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran oleh masyarakat yang menyebabkan kesulitan likuiditas pada seluruh sistem perbankan. Krisis ekonomi tersebut semakin memburuk ditahun 1998 karena semakin lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mempengaruhi sektor perbankan. Untuk mempercepat stabilisasi ekonomi, pemerintah membekukan 7 bank. Bank tersebut antara lain Bank Kredit Asia, Centris International Bank, Bank Deka, Bank Subentra, Bank Pelita, Hokindo Bank, dan Bank Surya. Bank yang masuk dalam kelompok dibekukan tersebut dengan sendirinya sudah tidak dapat melayani nasabahnya baik menabung maupun menarik simpanannya di bank tersebut. Namun, hak dan kewajiban nasabah akan diambil alih oleh Bank Negara Indonesia (BNI). (www.tempo.co.id, April 1998)
Bank yang sebagian besar modalnya diperoleh dari pihak eksternal, maka memiliki tanggung jawab untuk tetap dapat menjaga kepercayaan pihak eksternal bahwa dana yang mereka simpan digunakan secara efektif dan efisien. Pihak yang bertanggung jawab dalam menjaga kepercayaan tersebut adalah manajemen perusahaan yang memiliki kekuasaan atas pengambilan keputusan dalam mengelola bank. Agar tercapai pengelolaan yang efektif dan efisien tersebut maka dibutuhkan sistem Good Corporate Governance dalam rangka melindungi dan meyakini
stakeholder.
bagi bank umum yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 setelah itu dilakukan penyempuraan kembali dengan surat edaran Bank Indonesia no.15/15/DPNP. Tidak hanya itu, demi mewujudkan Good Corporate Governance dilingkungan perbankan maka pada tahun 2011 Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, yang mewajibkan bank umum untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) kesehatan bank menggunakan cakupan penilaian meliputi Profil Risiko (risk profile),
Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital) yang disingkat menjadi RGEC. Sebelumnya, Bank Indonesia menetapkan penilaian kesehatan Bank Umum dengan Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 yang mencakup penilaian terhadap faktor-faktor permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity), sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk) atau yang dikenal dengan metode CAMELS.
Bank Indonesia perlu menjadikan faktor Good Corporate Governance sebagai salah satu faktor penilaian kesehatan bank karena terdapat bank yang kurang sehat disebabkan oleh pengelolaan bank yang buruk. Peringkat faktor Good Corporate Governance dikategorikan dalam 5 (lima) peringkat yaitu Peringkat 1 (sangat baik) , Peringkat 2 (baik), Peringkat 3 (cukup baik), Peringkat 4 (kurang baik), dan Peringkat 5 (tidak baik). Dengan adanya faktor Good Corporate Governance dalam penilaian kesehatan bank, Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan dan mendukung terwujudnya Good Corporate Governance karena ketika peringkat Good Corporate Governance bank berada di peringkat 3, 4, dan 5 maka bank tersebut diwajibkan melakukan perbaikan kesehatan bank yang artinya harus memperbaiki sistem Corporate Governance pada bank tersebut. Dari hasil penilaian
Faktor penilaian kesehatan bank yang berikutnya yaitu risiko. Risiko bank menurut Arthesa Menurut Arthesa (2006:200) yaitu potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian pada perbankan. Risiko yang melekat pada suatu bank yaitu risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum, risiko strategik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi namun tidak diteliti karena ketujuh risiko tersebut merupakan dampak dari risiko kredit. Menurut Arthesa (2006:200) risiko kredit merupakan risiko yang timbul sebagai akibat dari kegagalan nasabah/debitur dalam memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat diketahui dengan pengukuran rasio NPL (Non Performing Loan).
Sumber : Da ta diola h da ri la pora n ta huna n ba nk
Gambar 1.1. Perkembangan Rasio NPL Bank
Rasio NPL merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar risiko kredit, maka perlu diketahui bahwa semakin rendah NPL bank maka semakin menunjukkan bahwa bank tersebut telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit yang semakin baik. Dengan kata lain semakin rendah NPL maka bank tersebut menunjukkan semakin sehat. Dari Gambar 1.1. diatas, rasio NPL mengalami penurunan ditahun 2012. Namun mengalami peningkatan ditahun 2013. Meskipun mengalami peningkatan NPL, rata-rata NPL bank masih berada dibawah standar yang ditetapkan Bank Indonesia yakni 5%. Dari gambar 1.1. dapat disimpulkan
2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 3,1 3,2
2011 2012 2013
NPL
bahwa sebagian besar bank menunjukkan bank sedang dalam keadaan baik karena sebagian besar NPL bank rata-rata masih dibawah 5%.
Faktor yang menjadi penilaian kesehatan bank yang berikutnya yaitu Earning.
Earning atau disebut juga rentabilitas, Pandia (2012: 65) berpendapat bahwa rentabilitas (earning) adalah suatu alat untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan membandingkan laba dengan aktiva atau modal dalam periode tertentu. Penelitian ini menggunakan Return On Asset (ROA) untuk melihat kinerja bank karena menurut Dendawijaya (2009:119) Bank Indoensia lebih mengutamakan profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat.
Sumber : Da ta diola h da ri la pora n ta hu na n ba nk
Gambar 1.2. Perkembangan Rasio ROA Bank
Rasio ROA yang semakin tinggi maka semakin baik karena menunjukkan bahwa produktivitas bank semakin baik. Sehingga semakin tinggi ROA pada bank maka menunjukkan bahwa bank tersebut semakin sehat. Dari gambar 1.2 diatas, terlihat ROA bank meningkat ditahun 2012 sesuai dengan menurunnya NPL bank pada tahun tersebut. Namun perkembangan ROA bank rata-rata mengalami penurunan ditahun 2013 bahkan lebih rendah dari tahun 2011. Meskipun mengalami
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
2011 2012 2013
ROA
penurunan, rasio ROA telah sesuai dengan standar ROA yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu 1,5%.
Faktor penilaian kesehatan yang berikutnya yaitu (Capital). Menurut Pandia (2012:28) secara umum pengertian modal adalah uang yang ditanamkan oleh pemiliknya sebagai pokok untuk memulai usaha maupun untuk memperluas (besar) usahanya yang dapat menghasilkann sesuatu guna menambah kekayaan. Rasio yang menjadi penilaian secara kuantitatif untuk menilai modal yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR). Menurut Supriyatna (2007) CAR menunjukkan tingkat ketaan bank terhadap peraturan yang melayani dan kepentingan publik.
Sumber : Da ta diola h da ri la pora n ta huna n ba nk
Gambar 1.3. Perkembangan Rasio CAR Bank
Rasio CAR yang semakin tinggi maka semakin baik karena rasio CAR berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Sehingga semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Dengan kata lain semakin tinggi rasio CAR pada bank maka menunjukkan bahwa bank tersebut bank yang sehat. Berbeda dengan ROA dan NPL yang fluktuatif ditahun 2011 hingga
12 12,5 13 13,5 14 14,5 15 15,5
2011 2012 2013
CAR
2013, CAR bank meningkat terus menerus ditahun tahun berikutnya. Hal tersebut dapat diartikan kemampuan bank secara rata-rata dalam menghadapi aktiva yang mangandung resiko semakin membaik. Namun perlu diperhatikan ditahun 2011 CAR bank secara rata-rata ada dibawah standar yang ditetapkan oleh bank yaitu 14%. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena ditahun 2011 persyaratan minimum modal adalah 12%.
Sebelumnya penilaian kesehatan bank bebasis RGEC, Bank Indonesia menggunakan Metode CAMELS. Namun, metode CAMELS belum memperlihatkan adanya kesatuan kesimpulan apakah bank dalam kondisi sehat atau berada dalam kondisi tidak sehat karena faktor-faktor penilaian antara kuantitatif dan kualitatif dalam metode CAMELS masing-masing juga memberikan hasil yang sendiri-sendiri pula. Hal ini bisa terjadi sebagai contoh apabila hasil permodalan menyatakan berada pada Peringkat Komposit 1, yang dimana Peringkat Komposit 1 mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan, namun peringkat ini akan menjadi bias apabila tingkat likuiditas berada pada Peringkat Komposit 5, sesuai yang tercantum di dalam peraturan Peringkat Komposit 5 mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan indutri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya tidak menjadi satu kesatuan sehingga hasilnya menjadi bias. (Bayu Aji, 2012)
Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan perbankan juga dilakukan oleh Mirawati (2012) yang menggunakan variabel independen untuk melihat Good Corporate Governance dari kepemilikan manajerial, kepemilikan instutional, dewan komisaris, komisaris independen, dan komite audit sebagai kemudian menjadikan CAR,NPL, NPM, ROA dan LDR sebagai variabel dependen.
Dengan adanya perubahan peraturan Bank Umum dalam menilai kesehatan Bank, dan fenomena yang berhubungan antara faktor-faktor yang menjadi penilaian dalam kesehatan bank. Maka peneliti tertarik untuk membahas pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank yang terdiri dari penilaian
Risk Profile, Good Corporate Governance, earning, dan capital dengan judul
Pengaruh Antar Komponen Penilaian Kesehatan Bank Berbasis RGEC (Studi
Pada Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).
1.2. Rumusan Masalah
Dengan adanya perubahan peraturan dalam menilai tingkat kesehatan bank yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.13/ 24 /DPNP dan fenomena yang terjadi maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance terhadap rentabilitas (earning) ?
2. Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance terhadap risiko kredit ?
3. Bagaimana pengaruh Good Corporate Governance terhadap modal (capital)?
4. Bagaimana pengaruh risiko kredit terhadap Modal (capital) ? 5. Bagaimana pengaruh risiko kredit terhadap rentabilitas (earning) ? 6. Bagaimana pengaruh modal (capital) terhadap rentabilitas (earning) ? 7. Bagaimana pengaruh tidak langsung Good Corporate Governance
terhadap rentabilitas (earning) melalui risiko kredit ?
8. Bagaimana pengaruh tidak langsung Good Corporate Governance
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap (earning).
2. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap risiko kredit.
3. Untuk mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap modal (Capital).
4. Untuk mengetahui pengaruh risiko kredit terhadap (capital).
5. Untuk mengetahui pengaruh risiko kredit terhadap rentabilitas (earning).
6. Untuk mengetahui pengaruh modal (capital) terhadap rentabilitas (earning).
7. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung Good Corporate Governance terhadap rentabilitas (earning) melalui risiko kredit
8. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung Good Corporate Governance terhadap rentabilitas (earning) melalui modal (capital)
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak akademis maupun praktis sebagai berikut :
1. Akademis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan teori mengenai akuntansi. 2. Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan keguaan sebagai berikut :
a. Bagi pihak Bank agar dapat melakukan perbaiakan terkait dengan
Good Corporate Governance dan manajemen risiko.
b. Penelitian ini memberikan informasi kepada pembaca mengenai kesehatan perbankan.