Ada berbagai bentuk badan usaha yang mendukung kegiatan
perekonomian di Indonesia, antara lain yang berbentuk badan hukum adalah
perseroan terbatas, yayasan dan koperasi dan yang tidak berbentuk badan hukum
seperti firma, persekutuan komanditer, usaha dagang, commanditer
vennootschaap dan lain sebagainya. Namun, dari berbagai bentuk usaha tersebut
di atas, bentuk usaha Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk yang paling
lazim digunakan di Indonesia.1 Sebab PT merupakan bentuk usaha kegiatan
ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggungjawabannya
yang bersifat terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang
saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang) dengan
menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.2
PT sangat menarik minat investor atau penanam modal untuk
menanamkan modalnya. Dengan dominasi yang besar di Indonesia, PT telah ikut
meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia, baik melalui Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga PT
merupakan salah satu pilar perekonomian nasional. Lebih dipilihnya PT sebagai
bentuk perusahaan dibandingkan dengan bentuk usaha yang lain ini dikarenakan
1
Lilik Mulyadi, Kajian terhadap Perseroan Terbatas sebagai Bentuk Perusahaan yang Mandiri dan Terbatas Sifat Pertanggungjawabannya, hal.2 diakses dari http://pn-kabanjahe.go.id/index2.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=41&Itemid=109 pada tanggal 17 April 2012
2
adanya pemisahan yang jelas antara kepemilikan modal (ownership) dengan
kepengurusannya (power).
Kata “Perseroan” dalam pengertian umum Perusahaan atau organisasi
usaha. Sedangkan “Perseroan Terbatas” adalah salah satu bentuk organisasi usaha
atau badan usaha yang ada dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.3
Istilah PT dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV) yang
berasal dari bahasa Belanda, berarti Persekutuan tanpa nama. Hal ini sejalan
dengan pendapat Sukardoni yang mengatakan bahwa tanpa nama berarti
pemakaian nama perusahaan harus memakai penunjukan nama yang
menggambarkan dasar tujuan perusahaan, bukan nama-nama pendirinya
selayaknya Firma.4 Mengenai kata “terbatas” pengertian Perseroan Terbatas
terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada
modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas
merujuk kepada pemegang saham yang “peran dan tanggungjawab”nya hanya
sebatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya.5
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) memuat pengertian Perseroan sebagai badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
3
I.G Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta, Kesaint Blanc, 2006), hal.11
4
Abdul Muis, Bunga Rampai Badan Hukum, (Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990), hal.125-126
5
pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Teori
Solomon tentang pembentukan sebuah Perseroan Terbatas, yaitu bahwa
perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau
menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban
yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang lain yang memiliki
atau menjalankannya.6
Agus Budiarto berpendapat bahwa Perseroan Tebatas adalah suatu badan
usaha yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: (i) adanya kekayaan yang
terpisah, (ii) adanya pemegang saham, dan (iii) adanya pengurus.7
Lilik Mulyadi, yang merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen,
Kabupaten Malang, Jawa Timur berpendapat bahwa PT merupakan
bentuk usaha berbadan hukum yang mandiri dan terbatas sifat
pertanggungjawabannya, artinya bahwa pemegang saham PT tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat serta tidak bertanggung jawab
pula atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya dan tidak
meliputi harta kekayaan pribadinya.8
PT mempunyai kedudukan mandiri. Oleh Undang-Undang diberi istilah
“standi persona”. PT dijadikan subyek hukum mandiri disamping manusia orang
6
Christopher L. Ryan, Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, (CCH Editions Limited, Third Edition, 1990), hal.215
7
perorangannya. Badan dengan karakteristik demikian inilah yang biasa dinamakan
“badan hukum”.9
Dalam ilmu hukum, subyek hukum terdiri atas dua macam, yaitu: i) orang
pribadi (natural person atau naturlijk persoon); dan ii) badan hukum (artificial
person atau recht persoon). PT merupakan perusahaan yang oleh undang-undang
dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang
demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan
kewajiban. PT merupakan badan hukum yang memiliki personalitas hukum (legal
personality) sebagai “subyek hukum”. Hal ini pernah ditegaskan pula dalam salah
satu Putusan Mahkamah Agung Nomor 047 K/Pdt/1998 tanggal 20 Januari
1993.10 Hal ini sejalan dengan pendapat Yahya Harahap yang menyebutkan
bahwa PT merupakan makhluk hukum (a creature of law).11
Pengertian Badan Hukum itu sendiri adalah suatu badan yang memiliki
harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum
yang mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban seperti
yang dimiliki seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri,
mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di
dalam suatu perjanjian.12
9
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal.27
10
Gautama, Himpunan Yurisprudensi Indonesia yang Penting untuk Praktik-Jilid 14, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 347
11
M. Yahya Harahap, Separate Entity, Limited Liability dan Piercing the Corporate Veil, (Jurnal Hukum Bisnis Volume 26, 2007), hal.44
12
Untuk menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus
mengikuti tata cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang
diatur dalam UUPT.
Perseroan Terbatas merupakan suatu organisasi, suatu organisasi sebagai
kumpulan dari beberapa orang yang didirikan untuk mencapai suatu tujuan yang
disepakati oleh para anggotanya. Oleh karena tidak mungkin, kecuali pada
organisasi kecil, bahwa semua anggota turut serta untuk mengurus kegiatan
organisasi tersebut, dibentuklah suatu badan/organ yang mewakili semua
anggotanya untuk menjalankan usaha tersebut yang disebut pengurus.13
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 junctis Pasal 98 ayat 1 dan Pasal 108 ayat 1
UUPT, PT memiliki organ yang terdiri atas: i) Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), ii) Dewan Komisaris; dan iii) Direksi. Fungsi masing-masing organ PT
tersebut adalah: i) Direksi sebagai organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, tanggung jawab mana erat
kaitannya dengan sifat kolegialitas Direksi Perseroan artinya Direksi PT itu
seharusnya terdiri dari lebih dari satu orang atau berebentuk Dewan.14 Direksi
dapat mewakili perseroan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan, ii) Dewan
Komisaris melakukan pengawasan terhadap perseroan, baik secara umum maupun
secara khusus, termasuk memberi nasihat kepada Direksi, iii) RUPS sendiri
bertugas menentukan kebijakan perusahaan. Ketiga organ tersebut merupakan satu
13
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris, Peranannya sebagai Organ Perseroan, (Medan, Bumi Aksara, 2000), hal. 31
14
kesatuan di dalam badan hukum PT yang menjalankan roda kegiatan PT ke arah
visi-misinya sesuai dengan maksud dan tujuan PT sebagaimana termuat dalam
Anggaran Dasar PT. Kegiatan organ-organ itu meliputi fungsi pembuatan
kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan.
RUPS adalah organ PT yang memiliki kewenangan ekslusif yang tidak
diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Namun hal tersebut bukan
berarti bahwa RUPS merupakan yang paling tinggi di atas organ lainnya.15
Kewenangan RUPS, bentuk dan luasannya, ditentukan dalam UUPT dan
Anggaran Dasar PT. Dalam bentuk kongkret-nya RUPS merupakan sebuah
forum, dimana para pemegang saham memiliki kewenangan utama untuk
memperoleh keterangan-keterangan mengenai Perseroan, baik dari Direksi
maupun Dewan Komisaris. Keterangan-keterangan tersebut merupakan landasan
bagi RUPS untuk mengambil kebijakan dalam menyusun langkah strategis
Perseroan, serta mengambil keputusan sebagai sebuah badan hukum.
Sesuai Pasal 78 UUPT, RUPS terdiri dari RUPS Tahunan dan RUPS
lainnya yang dilaksanakan di tempat kedudukan Perseroan atau ditempat
Perseroan melakukan kegiatan usahanya, atau tempat lainnya sesuai yang
ditentukan dalam Anggaran Dasar PT serta dibuka dan ditutup oleh Ketua Rapat
sesuai dengan Anggaran Dasar PT. RUPS Tahunan dilaksanakan setiap tahun
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditutupnya tahun
buku perseroan yang pada intinya membahas mengenai penyampaian laporan
tahunan. Sedangkan RUPS lainnya dikenal dengan sebutan RUPS Luar Biasa
15
yang dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan PT yang lazimnya
membahas hal-hal yang tidak dibahas dan tidak diputuskan dalam RUPS
Tahunan.
RUPS Tahunan dalam prakteknya cukup dibuat di bawah tangan sebab
tidak mengandung unsur-unsur perubahan Anggaran Dasar PT serta tidak
membutuhkan Persetujuan maupun kewajiban Pemberitahuan ke Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sedangkan RUPS Luar Biasa
yang mengandung unsur-unsur perubahan Anggaran Dasar PT oleh sebab itu
berdasarkan Pasal 21 UUPT membutuhkan Persetujuan ataupun kewajiban
Pemberitahuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dan wajib dibuat dalam bentuk otentik yang dibuat dihadapan Notaris
sebagai pejabat umum yang berwenang untuk itu sesuai dengan wilayah kerja
Notaris yang bersangkutan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh UUPT.
Hal ini sejalan dengan fungsi dan tugas Notaris sebagai pejabat umum yang
mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta
oleh para pihak yang membuat akta16 serta sesuai dengan ketentuan Pasal 1868
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mendefinisikan suatu bentuk tertulis
agar dapat dikatakan otentik haruslah dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan
oleh Undang-Undang serta dibuat di hadapan Pejabat Umum pada wilayah
dimana pejabat umum itu berhak untuk membuatnya atau pada tempat yang
merupakan wilayah kerjanya.
16
Namun ada kalanya RUPS Luar Biasa sebagaimana disebutkan di atas
dibuat dalam bentuk di bawah tangan. Hal ini dapat dimungkinkan, asalkan
kemudian tetap memenuhi unsur keotentikan sebagaimana dipersyaratkan oleh
Undang-Undang dalam pengajuan permohonan Persetujuan maupun kewajiban
Pemberitahuan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Dalam arti sebagaimana dipersyaratkan berdasarkan Pasal 21 ayat 4
dan ayat 5 UUPT bahwa RUPS Luar Biasa yang dibuat di bawah tangan tersebut
harus segera dibuatkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) atau Akta
Perubahan Anggaran Dasar-nya oleh Notaris selambatnya 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
UUPT sendiri tidak ada memuat secara tegas mengenai pengertian ataupun
defenisi mengenai Akta PKR ini. Berdasarkan Penjelasan Pasal 21 ayat 5 UUPT
hanya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dalam akta
notaris” adalah harus dalam bentuk akta Pernyataan Keputusan Rapat atau Akta
Perubahan Anggaran Dasar. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
Akta PKR tersebut pada intinya memuat hal-hal yang telah diputuskan dalam
RUPS Luar Biasa yang dibuat di bawah tangan.
Berdasarkan Pasal 81 juncto 82 UUPT, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum penyelenggaraan RUPS, antara lain:
1. Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham.
2. Pemanggilan tersebut dilakukan dalam jangka waktu selambatnya 14 hari
3. Pemanggilan dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan
dalam Surat Kabar.
Sedangkan berdasarkan Pasal 76 juncto Pasal 86 UUPT, pada saat akan
berlangsungnya RUPS, perlu pula diperhatikan beberapa hal antara lain:
1. RUPS diselenggarakan di tempat kedudukan PT atau di tempat PT
melakukan kegiatan usahanya yang utama sesuai yang ditentukan dalam
Anggaran Dasar, atau di tempat lainnya sepanjang terletak di wilayah
negara Republik Indonesia.
2. RUPS telah dihadiri atau diwakili oleh lebih dari ½ (satu perdua) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Hal ini dapat dibuktikan dari
daftar hadir peserta RUPS.
3. Bila kuorum yang dipersyaratkan di atas tidak terpenuhi, maka dapat
diadakan pemanggilan RUPS kedua dengan menyebutkan bahwa telah
dilakukan RUPS pertama namun tidak mencapai kourum.
4. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS
dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar
menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
5. Bila kuorum RUPS kedua tidak terpenuhi juga, maka PT dapat memohon
kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan PT atas permohonan PT agar ditetapkan kuorum untuk RUPS
ketiga dengan menyebutkan bahwa telah dilakukan RUPS kedua namun
kuorum RUPS tersebut bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap.
6. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu
selambatnya 7 (tujuh) hari sebelum dilangsungkannya RUPS kedua atau
RUPS ketiga.
7. RUPS kedua dan RUPS ketiga dilangsungkan dalam waktu paling cepat
10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS
yang mendahuluinya dilangsungkan.
Berdasarkan Pasal 87 junctis Pasal 88 dan Pasal 89 UUPT, dalam
pengambilan keputusan RUPS, perlu pula diperhatikan beberapa hal antara lain:
1. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
2. Jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika
disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar
menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara
setuju yang lebih besar.
3. RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika
disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih
diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil
keputusan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/5
(tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan
keputusan adalah sah jika jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar. Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) tentang peneyelenggaraan
RUPS kedua dan ketiga yang tidak memenuhi kuorum, mutatis mutandis
berlaku juga dalam RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar ini.
4. Sedangkan RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan, pengajuan permohonan Pailit suatu PT, perpanjangan jangka
waktu berdiri PT, dan pembubaran PT dapat dilangsungkan jika dalam
RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika
jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara
yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih
besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat
diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil
keputusan jika dalam RUPS dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dan
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar. Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) tentang peneyelenggaraan
RUPS kedua dan ketiga yang tidak memenuhi kuorum, mutatis mutandis
berlaku juga dalam RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar ini.
Berdasarkan Pasal 90 juncto Pasal 91 UUPT, setelah penyelenggaraan
RUPS pun, perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:
1. Risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling
sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta
RUPS.
2. Tanda tangan tersebut tidaklah disyaratkan apabila RUPS tersebut dibuat
dengan akta Notaris.
Pemegang Saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar
RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara
tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan.17
Beberapa hal menjadi permasalah dalam mengukur keabsahan putusan
yang diambil dalam suatu RUPS. Diantaranya seperti yang terjadi dalam
pelaksanaan RUPS LB PT Hotel Danau Toba Internasional (PT HDTI)
sebagaimana terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 607 K/Pdt/2011,
dimana jumlah kuorum peserta RUPS menjadi permasalahan yang utama dalam
kasus ini.
17
Jumlah Saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh dalam PT HDTI
adalah sebanyak 1.500 lembar saham, sedangkan saham dengan hak suara sah
adalah hanya sebanyak 936 lembar saham, sebab sebanyak 564 saham adalah
saham dimiliki oleh orang yang telah meninggal dunia, saham mana belum
dilakukan pisah bagi diantara para ahli waris orang yang telah meninggal dunia
tersebut sampai saat penyelenggaraan RUPS LB PT HDTI dimaksud. RUPS LB
PT HDTI tersebut diselenggarakan sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 6 Juni 2008
dan tanggal 21 Juni 2008, dan kedua RUPS LB PT HDTI tersebut dihadiri oleh
702 saham dengan hak suara. Pengadilan Negeri dalam putusannya menyatakan
tidak sah dan batal demi hukum putusan yang diambil dalam kedua RUPS LB
tersebut, sedangkan Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 607 K/Pdt/2011
berpendapat sebaliknya, yaitu memutuskan bahwa kedua RUPS LB PT HDTI
tersebut telah memenuhi ketentuan kuorum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 UUPT. Disini terlihat adanya perbedaan pandangan terkait kuorum
kehadiran pada RUPS LB PT HDTI antara Pengadilan Negeri dengan Mahkamah
Agung.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dilakukanlah penelitian
dalam bentuk Tesis dengan judul "Tinjauan Yuridis Keabsahan Rapat Umum
Pemegang Saham berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 607
B. Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah penentuan keabsahan suatu Rapat Umum Pemegang Saham
dalam Perseroan?
2. Bagaimanakah kedudukan hak atas saham yang belum terbagikan diantara
ahli waris?
3. Bagaimanakah hak-hak para ahli waris atas saham yang belum terbagi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan
untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan
sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun
praktis18.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan meninjau penentuan keabsahan suatu Rapat Umum
Pemegang Saham dalam Perseroan.
2. Untuk mengetahui dan meninjau kedudukan hak atas saham yang belum
terbagikan diantara ahli waris.
3. Untuk mengetahui dan meninjau hak-hak para ahli waris atas saham yang
belum terbagi.
18
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis, sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk ilmu Hukum
Kenotariatan pada umumnya, dan Hukum Perusahaan khususnya serta
menambah pengetahuan dan wawasan juga sebagai referensi tambahan pada
program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan,
khususnya dalam hal meninjau keabsahan Rapat Umum Pemegang saham
suatu Perseroan Terbatas.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi
kalangan akademisi, praktisi serta para pelaku usaha yang bergerak di
bidang usaha yang berbadan hukum, khususnya pada Perseroan Terbatas
serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian di
bidang yang sama.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik di lingkungan Universitas
Sumatera Utara maupun Kepustakaan Universitas Sumatera Utara, belum ada
penelitian mengenai Tinjauan Yuridis atas Keabsahan RUPS sehinggapenelitian
mengenai "Tinjauan Yuridis Keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham
pernah diteliti sebelumnya, namun ada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh:
1. Saudari Laura Ginting, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan,
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul tesis
“Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham pada
Perseroan Terbatas dilihat dari Anggaran Dasar” Tahun 2008 dengan
rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan Rapat Umum Pemegang Saham di dalam
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas?
b. Bagaimana pengaturan serta kedudukan hukum Rapat Umum
Pemegang Saham di dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan
Terbatas?
2. Saudari Ervina, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul tesis “Tinjauan
Yuridis terhadap Sengketa mengenai Keabsahan Rapat Umum Pemegang
Saham yang Diselenggarakan berdasarkan Penetapan Izin Ketua
Pengadilan Negeri ” Tahun 2007 dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Faktor apa yang menyebabkan diajukannya gugatan oleh
pemegang saham yang keberatan terhadap Rapat Umum Pemegang
Saham yang telah dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin
b. Apabila suatu Rapat Umum Pemegang Saham yang telah
dilaksanakan melalui permohonan Penetapan Izin Pengadilan
Negeri berdasarkan permingtaan pemegang saham, ternyata adanya
perbuatan melawan hukum dalam mengajukan permohonan
penetapan tersebut. Bagaimana akibat hukum dalam keadaan di
atas?
c. Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam
menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang
putusan-putusan yang dihasilkan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan
Negeri?
Penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu,
maka baik judul, rumusan masalah maupun substansi pembahasan serta
pengkajian hukumnya sangat berbeda sama sekali. Dengan demikian penelitian ini
adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lepas dari teori hukum
sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan
nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang
hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum
sendiri.19
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi20, dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya.21
M.Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan:
"Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu
kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan
perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak
disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti".
Teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal-hal
sebagai berikut:22
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau
lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji
kebenarannya;
b. Teori sangat berguna didalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan
defenisi-defenisi;
19
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Hukum dan Masalah-Masalah Kontemporer, Susunan III), (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal.2
20
J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial-Asas-asas, (Penyunting: M.Hisyam), (Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal.203
21
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, CV Mandar Maju, 1994), hal.27
22
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang
diteliti;
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan
mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa
mendatang;
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan
pada pengetahuan peneliti.
Sebagai badan hukum, perseroan memenuhi unsur-unsur badan
hukum yang ditentukan dalam UUP. Unsur-unsur tersebut antara lain
adalah:
a. Organisasi yang terarur
Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ
perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Keteraturan organisasi
perusahaan dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran
Dasar, Perseroan, Keputusan RUPS, Keputusan Direksi, Keputusan
Dewan Komisaris dan peraturan-peraturan mengenai perusahaan
lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu.
b. Harta kekayaan sendiri
Dalam Pasal 31 ayat (1) juncto Pasal 34 ayat (4) UUPT dikatakan
yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang terdiri atas uang
tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain.
c. Melakukan hubungan hukum sendiri
Sebagai badan hukum, Perseroan melakukan sendiri hubungan
hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh Pengurus
Perseroan melalui Direksi Perseroan sebagai pelaksana kegiatan
operasional perusahaan sesuai Pasal 98 UUPT. Sesuai Pasal 92
UUPT, Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan
Perseroan untuk kepentingan serta tujuan Perseroan serta mewakili
Perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan.
Dalam melaksanakan kegiatannya serta tugasnya tersebut, Direksi
berada di dalam pengawasan dari Dewan Komisaris, yang
dalam hal-hal tertentu membantu Direksi dalam menjalankan
tugasnya tersebut.
d. Mempunyai tujuan hukum sendiri
Setiap Perseroan memiliki tujuan hukumnya sendiri, tujuan mana
ditentukan dalam Anggaran Dasar masing-masing Perseroan,
tujuan mana pada umumnya adalah untuk memperoleh profit
(keuntungan).
Ada beberapa teori penting mengenai badan hukum, diantaranya:23
1. Teori Fiksi menganggap bahwa kepribadian hukum atas
kesatuan-kesatuan lain daripada manusia adalah hasil
23
khayalan. Kepribadian “yang sebenarnya” hanya ada pada
manusia. Negara-negara korporasi, lembaga-lembaga, tidak
dapat menjadi subjek dari hak-hak dan kepribadian tetapi
diperlukan seolah-olah badan-badan itu manusia. Tokoh teori
ini adalah Savigny.24
2. Teori Konsesi menyatakan dengan tegas bahwa badan hukum
dalam negara tidak memiliki kepribadian hukum kecuali
kalau diperkenankan oleh “hukum”, dan ini berarti negara.
Teori ini didukung oleh Savigny, Salmond dan Dicey.25
3. Teori Zweckvermogen26 menyatakan bahwa hak milik
badan-badan hukum dapat diperuntukkan, dan mengikat secara sah
pada tujuan-tujuan tertentu, tetapi adalah milik tanpa subjek,
tanpa pemilik. Teori ini menganggap bahwa hanya manusia
yang dapat memiliki hak-hak.
4. Teori Inhering27 berpendapat bahwa subjek-subjek hak-hak
badan hukum adalah manusia-manusia yang secara nyata ada
di belakangnya, anggota-anggota badan hukum, dan mereka
yang mendapat keuntungan dari suatu yayasan (stiftung) yang
diberi kepribadian hukum dalam hampir semua hukum
Eropa, sedangkan dalam hukum Anglo-Saxon mereka,
24
Ibid., sebagaimana dikutip dari System des heutigen romischn Rechts, Vol.2, hal.232
25Ibid
., sebagaimana dikutip dari, Law of the Constitution (edisi ke-8), hal.87-88
26 Ibid
dengan adanya konsepsi tentang kepercayaan, diperlakukan
tidak sama.
5. Teori Realis atau Organik yang bertentangan dengan
semua teori yang disebut sebelumnya, sebab menekankan
pada pribadi-pribadi hukum yang nyata sebagai
sumber kepribadian hukumnya. Wadah badan hukum adalah
Reale Verband-Sperson, kepribadiannya tidak karena
diakui oleh negara, bukan ciptaan menurut hukum
yang tidak nyata, bukan pula kepribadian yang terletak
anggota-anggota yang merupakan unsur-unsurnya atau
orang-orang yang berkepentingan. Teori ini didukung oleh
Mitland.28
Teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diuraikan di
dalam tesis ini, adalah:
1. teori “Command Theory” dari John Austin, yang terdiri dari 4 (empat)
unsur, yaitu:
a. Command (perintah), yaitu bahwa Hukum adalah perintah.
b. Obligation (kewajiban), yaitu setiap orang tanpa terkecuali harus
menaati hukum.
c. Sanction (sanksi), yaitu setiap orang yang tidak menaati hukum
akan dikenakan hukuman.
28Ibid
d. Sovereignity (kedaulatan), dalam arti adanya kedaulatan dari pihak
pembuat Undang-Undang.
Dalam the Command Theory, menurut John Austin, dikatakan bahwa
“Law is the command of the sovereign, which is backed by threat of
sanction for noncompliance29 means to be ubiquitous in its application”
yang artinya bahwa hukum adalah perintah kedaulatan, yang
memberikan hukuman/sanksi bagi yang tidak menaati artinya merata
penerapannya.30
Negara melalui perangkatnya yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
membuat Undang-Undang umumnya dan Undang Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya untuk menjawab
permasalahan yang kerap timbul dalam Perseroan.
Beberapa Pasal-Pasal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
oleh PT HDTI adalah Pasal 88 UUPT, bahwa RUPS untuk merubah
Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam RUPS dihadiri atau
diwakili oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika disetujui paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum
kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.
RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS
29
dihadiri atau diwakili oleh paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara dan keputusan adalah sah jika jika
disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Demikian pula ketentuan Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) tentang penyelenggaraan RUPS kedua dan ketiga yang tidak
memenuhi kuorum, mutatis mutandis berlaku juga dalam RUPS untuk
mengubah Anggaran Dasar ini.
2. teori “kebendaan” berdasarkan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata), yaitu bahwa hak milik atas sesuatu kebendaan
tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan,
karena perlekatan, karena daluarsa, karena perwarisan, baik menurut
Undang-Undang maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan
atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan
hak milik dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap
kebendaan itu.
Dengan demikian, saham yang mana berdasarkan Pasal 60 UUPT
merupakan benda bergerak maka kepemilikan atas saham memberikan hak
kebendaan kepada pemiliknya, hak mana dapat dipertahankan kepada
setiap orang. Sesuai dengan konsep teori hak kebendaan, maka bezitter
2. Kerangka Konsepsi
Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan
dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.31
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan
defenisi operasional (operational definition).32 Pentingnya defenisi
operasiomal adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau
penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu,
kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau
pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoriti yang seringkali
bersifat abstrak, sehingga dengan demikian diperlukan defenisi-defenisi
operasional yang menjadi pegangan kongkrit dalam proses
penelitian. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja
yang telah selesai, maka konsepsi masih merupakan permulaan dari
sesuatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan
suatu teori.33
Agar terdapat persamaan persepsi dan pengertian dalam membaca
dan memahami penulisan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk
menguraikan beberapa konsepsi dan pengertian dari istilah yang digunakan
sebagaimana yang terdapat di bawah ini:
31
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, (Jakarta, LP3ES, 1989), hal.34 32
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 1998), hal.3 33
a. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta
peraturan pelaksanaannya.34
b. Anggaran Dasar Perseroan Terbatas merupakan bagian dari Akta
Pendirian Perseroan Terbatas yang memuat aturan main dalam
Perseroan yang menentukan setiap hak dan kewajiban dari
pihak-pihak dalam Anggaran Dasar, baik Perseroan itu sendiri, Pemegang
Saham maupun Pengurus.35
c. Rapat adalah pertemuan (kumpulan) untuk membicarakan sesuatu.36
d. Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan/atau
Anggaran Dasar.37
e. Pernyataan Keputusan Rapat adalah perubahan
Anggaran Dasar yang dibuat oleh Notaris yang merupakan
penegasan atas Rapat Umum Pemegang Saham yang dibuat dibawah
tangan.
34Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
, Loc.Cit., Pasal 1 angka (1) 35
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung, PT Alumni, 2004), hal.68
36
Diakses dari http://kamusbahasaindonesia.org/rapat pada tanggal 03 Oktober 2012 37
f. Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 juncto Pasal 15 ayat 2
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, antara lain: mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
g. Kuorum merupakan jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam
rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah
anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan.38
h. Kuorum RUPS merupakan syarat minimal kehadiran yang
harus dipenuhi bilamana suatu Perseroan Terbatas hendak
mengadakan suatu Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
i. Saham sebagaimana termuat dalam Penjelasan Pasal 53 ayat 3 UUPT
adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil
keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan
pengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang
dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
j. Saham yang belum Dibagi adalah saham yang belum dilakukan
pembagiannya kepada para ahli waris sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah serta usaha atau pekerjaan untuk
mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara
hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan
untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.39 Metodologis berarti sesuai
dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sitem, dan
konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka
tertentu.40
Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
adalah:41
a. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau
melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap;
39
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1997), hal.42
40
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.42
41
b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang
belum diketahui;
c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
interdisipliner;
d. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan
pengetahuan, mengenai masyarakat.
Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi.42
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah43 yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya juga diadakan pelaksanaan yang mendalam terhadap fakta
hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang
bersangkutan.44
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data
42
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Prenada Media Group, 2005), hal.35
43Ibid
sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan
sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan
pengadilan dan bahan hukum lainnya.45
Sifat penelitian penulisan ini adalah deskriptif analitis. Bersifat
deskriptif maksudnya penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara
rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimasukkan
berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat
bagaimana menjawab permasalahan.46
2. Jenis Data dan Bahan Hukum
Sumber data dapat diperoleh dari data Primer dan Sekunder. Data
primer dapat dicari dan diperoleh langsung dari responden ataupun dari
lapangan (kancah). Instrumen (alat) yang dapat digunakan adalah
wawancara, kuesioner dan observasi (pengamatan). Sementara data
sekunder dapat dicari dan diperoleh dari kepustakaan dengan menggunakan
instrumen studi dokumen.47 Data yang dipergunakan di dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:
45
Ibrahim Johni, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Bayu Media Publishing, 2005), hal.336
46
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, (Bandung, PT Alumni, 1994), hal.101
47
a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai
otoritas (autoritatif), 48 yang terdiri dari:
1.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
2. Putusan MARI Nomor 607 K/Pdt/2011;
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang
termuat dalam literatur, artikel, media cetak maupun media
elektronik, termasuk tesis dan jurnal hukum.49
c. Bahan Hukum Tersier terdiri dari kamus hukum, atau ensiklopedia
yang berhubungan dengan materi penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan
(library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin,
pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak
lain yang relevan dengan penelitian ini serta dengan meneliti
putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan diteliti.
Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh
melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
48
buku-buku, literatur dari para pakar yang relevan dengan objek
penelitian ini, artikel yang termuat dalam bentuk jurnal, makalah
ilmiah, ataupun yang termuat dalam data elektronik seperti pada
website dan sebagainya maupun dalam bentuk dokumen atau
putusan berkaitan dengan permasalahan penelitian ini.
4.Analisis Data
Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.50
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
analisis kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang
bersifat interaktif51, yaitu dengan melakukan analisis terhadap
peraturan-peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas dengan cara menginterprestasikan semua
peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan masalah yang
dibahas, menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas, mengevaluasi perundang-undangan yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas, sehingga akhirnya
dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan
50
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002), hal.101
51
logika berpikir secara deduktif yakni dari yang bersifat umum
ke yang bersifat khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk