• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN

SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS

BERTEMPERATUR TINGGI

Mulya Juarsa

1

, Puradwi I.W

1

., Ari Satmoko

1

, Efrizon Umar

2

1

Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir, BATAN, Serpong

2

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN, Bandung, juars@batan.go.id

ABSTRAK

PENGAMATAN PERPINDAHAN PANAS PENDIDIHAN SELAMA PROSES PENDINGINAN PADA BATANG PEMANAS BERTEMPERATUR TINGGI. Pengamatan

perpindahan panas selama pendinginan pada batang pemanas bertemperatur tinggi merupakan langkah penting dalam menganalisis perpindahan panas pendidihan selama proses pendinginan pada peristiwa pasca LOCA (Kecelakaan Kehilangan Pendinginan). Perangkat eksperimen, berupa bagian uji QUEEN-II telah dikonstruksi dan diuji untuk dipergunakan pada eksperimen pendinginan pasca LOCA guna penelitian perpindahan panas pendidihan transien. Pengujian dilakukan dengan

memanaskan batang pemanas hingga mencapai temperatur 879oC, lalu didinginkan baik secara radiasi

maupun didinginkan dengan air bertemperatur 85oC. Eksperimen dilakukan pada tekanan atmosfer,

dimana hasil pengujian menunjukkan bahwa keadaan rejim didih film telah memperlambat laju aliran pendinginan. Kecepatan rata-rata rewetting yang diperoleh adalah 9,68 mm/detik pada laju aliran air

15,67 mm/detik. Fluks kalor kritis yang diperoleh berdasarkan kurva didihnya adalah 270 kW/m2.

Kata kunci: post-LOCA, pendinginan, fluks panas kritis

ABSTRACT

OBSERVATION ON BOILING HEAT TRANSFER DURING COOLING PROCESS IN HIGH TEMPERATURE HEATED ROD. An observation during cooling in high temperature heated rod is

an important step to analyze boiling heat transfer during cooling process in Post-LOCA (Loss of Coolant Accident) event. Experimental apparatus named QUEEN-II test section was constructed and tested for research on transient boiling heat transfer on cooling experiment during Post-LOCA. Testing

has been done by heating the rod until 879oC, and then cooling it down by radiation and by water with

temperature of 85oC. The experiments were performed at atmospheric pressure, where the results of

testing showed that boiling regimes reduced the water flow rate. It is found, rewetting average velocity

is 9.68 mm/s for water flow rate 15.67 mm/s. Critical Heat Flux based on boiling curve is 270 kW/m2.

Key word: post-LOCA, cooling, critical heat flux

1. PENDAHULUAN

Kejadian LOCA (LOCA= Loss of Coolant

Accident) merupakan kejadian dimana teras

mengalami kehilangan air pendingin akibat pecahnya salah satu dan atau kedua pipa pendingin primer. Kebocoran ini akan mengakibatkan naiknya temperatur permukaan

kelongsong (cladding) bahan bakar yang diakibatkan oleh panas peluruhan yang masih tinggi di dalam teras reaktor. Keadaan tersebut memicu sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling sistem, ECCS) yang bekerja secara otomatis [1]. Proses dari terjadi kebocoran hingga terendamnya kelongsong bahan bakar merupkan peristiwa post-LOCA

(2)

(pasca LOCA). Post-LOCA terdiri dari tahapan pengosongan (blowdown), pengisian kembali (refill) dan penggenangan kembali (reflooding). Peristiwa melelehnya teras termasuk kategori kecelakaan parah yang dapat dianggap sebagai akibat tidak berhasilnya penanganan selama

post-LOCA.

Pada reaktor air tekan (PWR=Pressurized

Water Reactor), proses pendinginan bahan bakar

di dalam teras dilakukan dengan menggenangi teras dari bagian bawahnya (bottom reflooding) dengan mengoperasikan pompa ECCS. Salah satu fenomena yang muncul selama periode pendinginan sesaat setelah kebocoran, adalah terlihatnya fluktuasi temperatur kelongsong bahan bakar. Mulai dari kebocoran pipa hingga tenggelamnya seluruh bahan bakar oleh air, berdasarkan analisis kepatutannya temperatur kelongsong akan mencapai maksimal 930oC [2].

Studi dan kegiatan yang mengarah terhadap pemahaman post-LOCA telah dilakukan sejak tahun 2000 di PTRKN BATAN. Penelitian tentang fenomena rewetting selama quenching [3,4] untuk menghitung kecepatan rewetting dengan menggunakan bagian uji QUEEN-I telah dilakukan sebagai langkah awal untuk penelitian perpindahan panas selama Post-LOCA. Hasil penelitian menggunakan bagian uji QUEEN-I menunjukkan terjadinya pembagian rejim pendidihan selama pendingin berlangsung. Namun, dalam uji coba tersebut, pencapaian temperatur maksimal dari bagian uji QUEEN-I hanya 600oC. Di samping itu, batang pemanas

yang merupakan simulasi kelongsong bahan bakar PWR masih masuk dalam kategori silinder pejal karena adanya komponen heater di dalamnya. Untuk lebih mendekati fenomena sebenarnya maka dikembangkanlah bagian uji QUEEN-II dengan pencapaian temperatur batang pemanas lebih tinggi sekitar 850oC.

Revisi desain pun dilakukan sedemikian rupa sehingga silinder berbentuk tidak pejal (hollow).

Hasil yang telah dicapai pada makalah ini hanya menggambarkan analisis awal berdasarkan perhitungan perpindahan panas pendidihannya, dimana fluks kalor diperoleh dari kurva pendidihan untuk temperatur batang pemanas bertemperatur tinggi.

2. TEORI

Pada perisitiwa pendinginan, perubahan rejim pendidihan dimulai dari rejim didih film kemudian rejim didih transisi dan berakhir dengan rejim didih inti. Pada rejim didih transisi, temperatur minimum didih film tercapai. Rejim

didih inti berlangsung sesaat setelah harga maksimum dari fluks kalor tercapai. Proses

reflooding dideskripsikan pada Gambar 1 yang

menunjukkan aliran dan rejim perpindahan panas yang diamati termasuk fenomena

rewetting. Arah aliran pada Gambar 1 adalah

menuju ke atas secara konveksi paksa. Rejim pendidihan pada proses pendinginan dimulai dari bagian atas, tersusun sebagai berikut: didih film merupakan daerah campuran uap dan udara yang kemudian diakhiri pada titik Minimum

Film Boiling (MFB) atau Onset of Film Boiling

(OFB) dan merupakan temperatur batas basah (wetting front) anatar rejim didih film dan didih transisi. Sedangkan CHF merupakan fluks kalor kritis (critical heat flux) yang merupakan batas antara rejim didih inti dan regim didih transisi. Rejim didih inti setelah CHF dimulai dari Onset

of Nucleat Boiling (ONB).

Gambar 1. Proses reflooding dari bawah [5]

Berbeda dengan pendidihan kolam (pool

boiling), rejim perpindahan panas pada

pendidihan aliran (flow boiling) ditentukan oleh berbagai variabel: laju alir massa, jenis fluida, geometri sistem, fluks panas dan distribusi aliran [6].

2.1 Konstruksi bagian uji QUEEN-II

Dibandingkan dengan bagian uji QUEEN-I, pada bagian uji QUEEN-II, rongga silinder tidak terisi oleh pemanas atau material lain sehingga tidak lagi pejal. Temperatur yang hendak dicapai berkisar antara 800oC hingga 900oC.

Titik-titik pengukuran diperbanyak menjadi 8 titik yang dipasang secara vertikal sepanjang batang pemanas (bagian uji QUEEN-I hanya memiliki 2 titik pengukuran saja). Hal ini akan

(3)

lebih menajamkan analisis pada perhitungan kecepatan rewetting yang akan menjadi parameter acuan pada analisis perpindahan panas pendidihannya. Konstruksi bagian uji QUEEN-II dapat dilihat pada Gambar 2 dan diagram untai uji BETA termodifikasi diperlihatkan pada Gambar 3.

2.2 Perhitungan perpindahan panas

Fluks kalor pada permukaan batang pemanas telah dievaluasi dengan menggunakan data perubahan temperatur terhadap waktu pada

satu titik pengukuran selama pendinginan, dengan memecahkan persamaan konduksi panas transien pada geometri silinder. Persamaan konduksi panas transien satu dimensi dan kondisi batas yang digunakan adalah:

2 2 1 T T T t α t r t ⎡ ⎤ ∂ =+ ∂ ⎢ ⎥ ∂ ∂ ∂ (1) 0 in T untuk r r t= = ∂ (2) m out T=T dengan r=r (3) Gelas kuarsa Inlet/outlet Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel Plenum atas OD=50 mm OD=9,8 mm Batang pemanas Gelas kuarsa Inlet/outlet Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel

Plenum atas

Gelas kuarsa

Inlet/outlet

Inlet/outlet

Batang pemanas & 8 termokopel Plenum atas OD=50 mm OD=9,8 mm OD=50 mm OD=9,8 mm OD=9,8 mm Batang pemanas

Gambar 2. Bagian uji QUEEN-II dan susunan 8 titik termokopelnya

GAMBAR.

DIAGRAM ALIR UNTAI UJI BETA - TS. QUEEN-II Rev-01 QUEEN-II PRE-HEATER KONDENSER TANKI RESERVOAR V-03 V-01 V-04 POMPA V-02 Drain (outlet) Plenum ATAS PlenumBAWAH Pemanas awal GAMBAR.

DIAGRAM ALIR UNTAI UJI BETA - TS. QUEEN-II Rev-01 QUEEN-II PRE-HEATER KONDENSER TANKI RESERVOAR V-03 V-01 V-04 POMPA V-02 Drain (outlet) Plenum ATAS PlenumBAWAH Pemanas awal

Gambar 3. Diagram alir untai uji BETA (modifikasi 1)

(4)

termal, rin dan rout masing-masing adalah

jari-jari dalam dan luar batang pemanas. Metode

Crank-Nicolson dan algoritma matriks

tri-diagonal (tdma) digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial tersebut. [6]

3. METODE PENELITIAN

Penelitan awal untuk memahami karakteristik temperatur transien selama pendinginan pada batang pemanas bertemperatur tinggi (T=850oC) dilakukan

dalam beberapa tahap. Tahapan tersebut dilakukan agar setiap tahap penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas tentang perpindahan panas radiasi dan konveksi. Tahapan metode penelitiannya, adalah :

1. Melakukan uji coba proses pendinginan batang pemanas bertemperatur tinggi (sekitar 850oC) dengan menggunakan air

bertemperatur sekitar 80oC dengan laju alir

tertentu. Pengamatan dititik beratkan pada kemampuan mekanik dan termal dari bagian uji QUEEN-II serta pemahaman fenomena perpindahan panas pendidihan. Pengamatan untuk melihat rejim didih film, didih transisi dan didih inti menjadi perhatian utama.

2. Menganalisis data hasil eksperimen dan menghitung fluks kalor selama pendinginan menggunakan air.

3. Melakukan perhitungan berdasarkan data-data perubahan temperatur batang pemanas selama pendinginan.

4. Membuat kurva pendidihan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Evolusi temperatur

Pendinginan secara bottom reflooding dengan air bertemperatur 85oC dilakukan sesaat

setelah temperatur awal batang pemanas dicapai. Dalam penelitian awal ini, temperatur tertinggi yang tercapai adalah 876oC. Kurva

pada Gambar 4 menunjukkan distribusi temperatur

searah posisi vertikal termokopel dengan bentuk sinusoidal. Bentuk sinusoidal dimungkinkan tercapai karena adanya aliran konveksi udara yang masuk melalui bagian bawah semi-silinder keramik heater dan keluar pada bagian atasnya. Proses ini merupakan fenomena umum di mana udara akan bergerak ke arah daerah yang lebih panas. Pada Gambar

4, jelas terlihat adanya perbedaan temperatur pada batang pemanas di bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas. Temperatur paling rendah berada pada bagian bawah karena adanya semburan aliran udara yang berasal dari udara lingkungan. Demikian pula dengan fluks kalor yang kurang rapat dibandingkan dengan bagian tengah. Bagian tengah memperjelas adanya kerapatan fluks kalor yang tinggi (memuncak pada T4 dan T5) selama proses pemanasan. Panas yang terkumpul pada bagian tengah terdorong oleh aliran konveksi udara membentuk kurva sinusoidal yang lonjong ke arah atas. Pada bagian atas, temperatur jauh lebih rendah dari bagian tengah, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan bagian bawah. 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 L=700 mm; T7=474 oC L=600 mm; T6=789 oC L=500 mm; T5=873 o C L=400 mm; T4=876 o C L=300 mm; T3=848 oC L=200 mm; T2=798 oC L=100 mm; T1=708 oC Po si si Termo ko pe l, L [mm] Temperatur Awal TC, To[o C] Temperatur Awal TC, To Kurva.

Distribusi Temperatur TC Rod pada posisi vertikal

L=0 mm; To=265 o C

Gambar 4. Kurva distribusi temperatur awal Batang pemanas pada posisis vertikal

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Rew. TC6 Rew. TC5 Rew. TC7 Rew. TC4 Rew. TC3 Rew. TC2 Rew. TC1 TC Temper at ur , T [ oC] Waktu, t [detik] TC No.1 TC No.2 TC No.3 TC No.4 TC No.5 TC No.6 TC No.7 TC No.8 Kurva. T-vs-t Parameter : Tair = 85 o C Trod=875 o C Rew. TC8 Proses pendinginan bottom reflooding

Gambar 5. Kurva pendinginan pada Tair = 85oC

(5)

terbentuk dapat dikatakan cukup mewakili keadaan fluks kalor pada reaktor nuklir. Dalam hal ini, batang pemanas merupakan simulasi dari kelongsong bahan bakar PWR dengan diameter luar 9,8 mm. Kelongsong bahan bakar dianggap sebagai silinder berlubang, karena bahan bakar sendiri tidak menyentuh dinding dalam kelongsong. Fungsi helium selain untuk memperlambat burnout, juga menahan agar bahan bakar tidak menyentuh dinding kelongsong.

Selama proses pendinginan dengan air, femonena pendidihan yang muncul sangat menarik. Gambar 5 menjelaskan kurva pola penurunan temperatur secara transien. Jika diperhatikan pada salah satu garis (misalnya TC4), nampak adanya beberapa slope penurunan temperatur. Slope tersebut diawali oleh radiasi dari detik ke-6 hingga detik ke-56. Kemudian slope yang menggambarkan rewetting, dari detik ke-56 sampai detik ke-64. Slope ini dikatakan sebagai area rejim didih

film. Kemudian disusul pada slope ketiga, area didih transisi dan didih inti, dari detik ke-64 hingga detik ke160.

Terbentuknya rejim didih film, didih transisi dan didih inti jelas terlihat selama eksperimen berlangsung. Kurva pada Gambar 5 menunjukkan temperatur transien selama proses pendinginan bottom reflooding pada temperatur awal batang pemanas 876oC.

Rewetting terjadi secara berturut-turut dari arah

bawah ke atas dan terjadi pada temperatur yang berbeda sepanjang arah vertikal batang pemanas. Rewetting pada TC8, terjadi pada detik ke-38 dan pada temperatur 250oC. Pada

TC1, rewetting terjadi pada temperatur 385oC

di detik ke-100. Kecepatan rata-rata rewetting dapat dihitung berdasarkan waktu ketika rewetting terjadi pada TC8 dan TC1, diperoleh nilai kecepatan rata-rata rewetting adalah 9,68 mm/detik. Jika dibandingkan dengan laju aliran air pada operasi dingin (tanpa pemanasan batang pemanas), yaitu 15,67 mm/detik, dengan kecepatan aliran selama proses pendinginan, maka terjadi hambatan akibat timbulnya didih film.

Hasil perhitungan perpindahan panas melalui kurva pendidihan (lihat Gambar 6) memperlihatkan fluks kalor berdasarkan data pengukuran perubahan temperatur (evolusi temperatur). Sumbu vertikal adalah fluks kalor,

q”[kW/m2] sedangkan sumbu horizontal adalah

selisih temperatur pengukuran (wall

temperature) dengan temperatur air pendingin,

ΔTw = Tw-Tsub [K]. Kurva pendidihan ini hanya

mengambil satu titik pengukuran saja, yaitu

pada titik TC4 dengan temperatur awal 876oC.

200 400 600 800 1000 200 400 600 800 1000 Tawal = 876 o C and Tair = 85 o C

TC No.4 Radiasi & Didih film

CHF Didih transisi Didih inti Fluks Kalor , q" [kW/m 2 ] ΔTsub = Tw - Tsub[K] v = 15,76 mm/detik Leidenfrost point

(Onset of Nucleat Boiling)

Gambar 6. Kurva pendidihan untuk To=876oC

dan Tair=85 o

C

Dari Gambar 6 terlihat bahwa, kurva pendidihan menunjukkan eksistensi perbedaan fluks kalor pada tiga rejim pendidihan. Rejim didih film diindikasikan oleh penurunan fluks kalor hingga MFB, sekitar 220 kW/m2.

Kemudian, didih transisi menaikkan fluks kalor hingga mencapai fluks kalor kritis (CHF) sekitar 270 kW/m2. Tahap akhir setelah CHF

tercapai adalah evolusi pendidihan inti, hingga temperatur dinding terus menurun.

5. KESIMPULAN

Perpindahan panas pendidihan yang dihitung berdasarkan data evolusi temperatur dari pengujian bagian uji QUEEN-II, menunjukkan keterlibatan didih film yang menghambat laju aliran pendinginan dan menurunkan fluks kalornya. CHF tercapai pada fluks kalor 270 kW/m2. Harga ini merupakan

harga tertinggi sebelum batang pemanas tenggelam dan didih inti dimulai.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih yang tak terhingga, disampaikan kepada Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan yang telah membimbing penulis selama melakukan desain hingga pengujian bagian uji QUEEN-II. Kepada rekan-rekan sub bidang termohidrolika BOFa PTRKN saya ucapkan beribu terimakasih atas bantuan dan dukungannya.

(6)

7. DAFTAR PUSTAKA

1. BROUGHTON, J.M. et al., A Scenario On The Three Mile Island Unit 2 Accident, Nuclear Technology, Vol. 87, No. 1, 1989. 2. AGENCY OF NATURAL RESOURCES

AND ENERGY, MITI-JAPAN, Hopes To

Make Safe More Secured, How the Safety of NPP is Secured in Policy Terms, Serial Publication of NPP Safety Demonstration /Analysis, Tokyo-Japan, 2001.

3. HANDONO, KHAIRUL dkk., Eksperimental Reflooding Pada Untai Uji Beta: Karakterisasi dan Eksperimen Awal,

Prosiding Presentasi Ilmiah Teknologi Keselamatan Nuklir VI, Serpong 2001.

4. JUARSA, MULYA dkk, Studi Eksperimental Rejim Pendidihan Selama Proses Quenching Pada Bundel Pemanas “QUEEN” (Prosiding Seminar ke-IX Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir), Jakarta, 2003.

5. CARBAJO, J.J., A Study On The Rewetting Temperature, Nuclear Engineering and Design, Vol, 84 page 21 – 52, 1984.

6. TODREAS, N.E. and M.S. KAZIMI, Nuclear Sistem I : Thermal Hydraulic Fundamentals, Hemisphere Publishing, 1st ed.,1990.

8. DISKUSI

Budi Rohman -BAPETEN:

Kira-kira seberapakah tingkat aplikasibilitas korelasi CHF yang diperoleh dari eksperimen ini untuk diterapkan pada LOCA di reaktor yang sesungguhnya, yang tekanannya mungkin masih jauh di atas atmosfir?

Mulya J :

• untuk berbicara aplikasi korelasi CHF pada full scale PLTN masih terlalu dini, mengingat apa yang akan dilakukan sebagai tahap dasar dalam penelitian fenomena local yang parameternya lebih kecil disbanding full scale.

• Namun riset dasar sangat diperlukan, agar kerangka acuan pada tiap titik pada suatu sistem yang full scale dapat diterapkan.

• Parameter tekanan, untuk eksperimen ini menjadi parameter yang diabadikan. • Perlu riset lanjutan Æ ke arah full scale

ƒ Computer code

ƒ Full scale experimental.

Gambar

Gambar 1. Proses reflooding dari bawah [5]
Gambar 2. Bagian uji QUEEN-II dan susunan 8 titik termokopelnya
Gambar 4. Kurva distribusi temperatur awal  Batang pemanas pada posisis vertikal
Gambar 6. Kurva pendidihan untuk T o =876 o C  dan T air =85 o C

Referensi

Dokumen terkait

Pustaka yang diacu pada Bagian Utama dan Bagian Akhir dituliskan dengan nomor urut pada Daftar Pustaka dan ditaruh di dalam tanda kurung siku. Contoh:

Hasil: Prosedur restrain yang diakukan di UPIP sebagian besar kurang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, diikat dalam waktu lebih dari 4 jam, Pelaksanaan

Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih

Disini terlihat bahwa kesadaran dari para mahasiswa di kelas Ekonomi Islam angkatan 2013 dan 2012, dengan ketua Ranti Suci Lestari yang dalam waktu dekat ini

Suatu asuransi atau pertanggungan yang memberikan jaminan atau proteksi atas kerugian/kerusakan/kehilangan atas kendaraan bermotor, yang disebabkan oleh risiko-risiko yang dijamin

Dengan melihat Gambar 2, saat terjadi permintaan dari customer offline maka pemenuhan permintaan menggunakan produk yang berada pada warehouse untuk area

Distribusi proporsi indikasi seksio sesarea dengan bayi lahir mati berdasarkan status rujukan pada persalinan seksio sesarea di RSU Dokter Soedarso Pontianak