• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENERAPAN GUGATAN BERSIFAT IN REM DALAM SISTEM HUKUM COMMON LAW A. Perkembangan gugatan bersifat in rem pada negara common law - Analisis Gugatan bersifat in rem terhadap hasil tindak pidana korupsi pada sistem hukum Common Law

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENERAPAN GUGATAN BERSIFAT IN REM DALAM SISTEM HUKUM COMMON LAW A. Perkembangan gugatan bersifat in rem pada negara common law - Analisis Gugatan bersifat in rem terhadap hasil tindak pidana korupsi pada sistem hukum Common Law"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENERAPAN GUGATAN BERSIFAT IN REM DALAM SISTEM HUKUM COMMON LAW

A. Perkembangan gugatan bersifat in rem pada negara common law

Selama abad pencerahan (renaissance), ilmu pengetahuan hukum di

Eropa dipengaruhi oleh kekuatan dan ketentuan hukum Romawi yang digali

kembali, dan hukum Romawi sangat mempengaruhi perkembangan gaya dan

muatan hukum di berbagai negara. Namun, bangsa Inggris tidak tergoda oleh

keagungan Roma melainkan tetap memegang erat tradisi aslinya. Memang dalam

kenyataannya, banyak pemikiran dan istilah dari hukum Romawi dan Eropa

Kontinental masuk ke sistem hukum Inggris, namun inti sistem hukumnya tetap

kokoh. Sistem yang lokal yang kuat ini disebut sistem hukum anglo amerika

(common law).54

Common law system atau Sistem common law dikenal dan berkembang di

negara-negara Anglo Saxon. Pelopor utamanya adalah Negara Inggris. Kemudian

sistem ini dikembangkan di Negara-negara commonwealth (Negara-negara

persemakmuran Inggris). Tahun 1066 dianggap sebagai tahun kelahiran tradisi

54

(2)

common law ketika bangsa Norman mengalahkan dan menaklukkan kaum asli

(Anglo Saxon) di Inggris.55

Ada beberapa ciri pokok yang penting dalam common law system, yaitu

antara lain:56

1. Pembangunan hukum tidak mengutamakan kodifikasi, nilai yang diangkat

dan diterapkan sebagai hukum diambil dari nilai yang hidup dalam

masyarakat, kebiasaan umum, maupun yang dianggap layak dan patut sesuai

dengan rasa keadilan masyarakat.

2. Kebanyakan ketentuan hukumnya tidak tertulis (unwritten law) yaitu dengan

kata lain disebut hukum kebiasaan.

3. Konkretisasi hukum melalui putusan pengadilan. Dengan adanya putusan

pengadilan, maka akan menjadi hukum yang digunakan sebagai pedoman

dan rujukan untuk menyesuaikan sengketa yang timbul dikemudian hari.

4. Menganut sistem preseden, yaitu apabila suatu nilai hukum telah

dikonkretkan melalui putusan pengadilan, maka semua pihak terikat untuk

mengikatnya.

Sistem hukum anglo Amerika (common law), tumbuh pertama kali dan

mempunyai pengaruh yang sangat kuat di Inggris pada abad ke-19, ketika

semangat romantisme historis, utilitarianisme, positivisme ilmiah dan

55

Bismar Nasution, Reformasi Pendidikan Hukum yang Menghasilkan Sarjana Hukum yang Kompeten dan Profesional, yang disampaikan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-51Fakultas Hukum USU, Harian Waspada, tanggal 27 Februari 2007.

56

(3)

materialisme ekonomi yang mempunyai pendekatan empiris, induktif dan

individualistis dalam melakukan upaya pemecahan pada setiap masalah-masalah

hukum.

Common law berbeda dan terus berbeda dalam banyak hal dengan tatanan

hukum di negara-negara Eropa lainnya. Satu hal yang penting, sistem hukum

Anglo Amerika (common law) menolak kodifikasi. Tidak pernah ada semacam

Undang-undang Napoleon di Inggris. Prinsip dasar hukumnya tidak ditemukan

dalam undang-undang yang dibuat di parlemen, dan hanya sebagian kecil

ditemukan melalui pernyataan hukum yang sistematis, rinci yang disahkan oleh

badan-badan legislatif atau diberlakukan melalui ketetapan.

Negara common law menganut sistem hukum yang menekankan kepada

putusan hakim, membuat perkuliahan difokuskan kepada pembahasan kasus

hukum dan putusan pengadilan sebagaimana pendapat Bismar Nasution, yang

menyatakan:57

Pada common law system, peraturan perundang-undangan bukan harga mati bagi sebuah keadilan, sehingga sering sekali putusan hakim dijadikan parameter untuk menilai apakah suatu peraturan dapat diterapkan di masyarakat. Putusan pengadilan itu juga bukan hal yang mutlak harus diikuti, apabila seorang hakim menganggap suatu putusan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat, dia dapat membuat putusan baru tentu dengan argumentasi yang kuat. Putusan ini akhirnya akan diuji oleh Mahkamah Agung apakah diterima atau ditolak, karena adanya doktrin kalau suatu putusan pengadilan tidak boleh bertentangan dengan putusan pengadilan diatasnya. Inilah yang membuat para Sarjana Hukum common law selalu melakukan analisis dan kritis terhadap hukum. Tidak jarang mereka melakukan perbandingan hukum untuk

57

(4)

menjustifikasi argumen mereka bahwa hukum yang berlaku tidak sesuai lagi diterapkan di masyarakat.

Negara Amerika Serikat muncul secara revolusi yang memandang

Konstitusi/UUD sebagai suatu kitab suci.58

Common law juga memiliki ciri yang khas dalam hal substansi, struktur

dan budaya, karena ada yang menonjol dan mendasar, ada yang kurang menonjol

dan kurang mendasar, misalnya, dewan juri adalah lembaga common law, begitu

juga perwalian (trust), yaitu seseorang atau bank sebagai wali (trustee) yang

menerima uang atau harta kekayaan untuk diinvestasikan dan dikelola untuk

kepentingan ahli waris tertentu.

Prinsipnya terdapat pada hukum

perkara (case law), yaitu dalam perangkat pendapat yang ditulis oleh hakim, dan

dikembangkan oleh hakim dalam memutuskan perkara tertentu. Doktrin preseden

(precendent) adalah doktrin common law yang kuat yaitu hakim terikat oleh apa

yang telah diputuskan.

59

Common law tidak lagi terkungkung di satu negara kecil. Bangsa Inggris

membawanya ke koloninya dan dalam kebanyakan, common law berakar dan

berkembang pesat. Semua negara yang menganut common law, dan karenanya

merupakan The Anglo American Legal Family, pernah menjadi koloni Britania

Raya (Kerajaan Inggris). Dengan kata lain, common law merajalela di negara

58

Eddy Purnama Negara Kedaulatan Rakyat, Analisis terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia dan Perbandingannya dengan Negara-negara lain, (Bandung: Nusamedia, 2007) Hal 112, sebagaimana dikutip dari Earl R. Kruschke, An Introduction to The Constitution of The United States,

American Book Company, New York, 1968, Hal 1.

59

(5)

mana saja yang berbahasa Inggris, antara lain: Amerika Serikat (kecuali

Lousiana), Kanada (kecuali Quebec), Australia, Selandia Baru, Jamaika,

Trinidad, Barbados dan Singapura.60

Gugatan bersifat in rem pada Negara Common law merupakan prosedur

penyitaan dan pengambilalihan suatu asset dalam rejim Civil forfeiture. Konsep

civil forfeiture didasarkan pada “taint doctrine” dimana sebuah tindak pidana

dianggap “taint” (menodai) sebuah asset yang dipakai atau merupakan hasil dari

tindak pidana tersebut.61 Walaupun mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk

menyita dan mengambilalih asset hasil kejahatan, civil forfeiture berbeda dengan

criminal forfeiture yang menggunakan gugatan in personam (gugatan terhadap

orang) untuk menyita dan mengambilalih suatu asset.62

Harta kekayaan yang dapat dirampas disesuaikan dengan jenis tindak

pidana yang terkait yaitu meliputi:63

1. Setiap harta kekayaan hasil tindak pidana atau yang diperoleh dari hasil

tindak pidana; dan atau

2. Harta kekayaan yang digunakan sebagai alat, sarana, atau prasarana untuk

melakukan tindak pidana atau mendukung organisasi kejahatan; dan atau

60

Ibid.

61

Ario Wandatama dan Detania Sukarja, “Implementasi Instrumen Civil Forfeiture di Indonesia untuk mendukung Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative”, Makalah dalam Seminar Pengkajian Hukum NAsinal, 2007, hal.22-23. sebagaimana dikutip dari David Scott Romantz, “Civil Forfeiture and The Constitution: A Legislative Abrogation of right and The Judicial Response: The Guilt of the Res”, 28 Suffolk University Law Review, 1994, Hal 390.

62 Ibid. hal 389. 63

(6)

3. Setiap harta kekayaan yang terkait dengan tindak pidana atau organisasi

kejahatan; dan atau

4. Harta kekayaan yang digunakan untuk membiayai tindak pidana atau

organisasi kejahatan; dan atau

5. Segala sesuatu yang menjadi hak milik pelaku tindak pidana atau organisasi

kejahatan;

Saat aset harta kekayaan pelaku digugat, si pelaku tindak pidana tidak

perlu ditahan guna ikut dalam proses pembuktian secara pidana, karena tradisi

pada Negara common law dan tort law yang mengharuskan semua yang bersalah

harus dihukum, walaupun hukuman yang termasuk pelayanan masyarakat, ganti

rugi dan bentuk lain dari hukuman penjara yang membiarkan terpidana untuk

tetap aktif dalam masyarakat.64

Berdasarkan Undang-Undang Asset Forfeiture di Amerika Serikat,

dikenal ada 3 jenis prosedur Asset Forfeiture, yaitu:65

1. Perampasan Harta Kekayaan secara Administratif (Administrative

Forfeiture

Perampasan harta kekayaan secara administratif dapat dilakukan jika

pemerintah menemukan dan menyita harta kekayaan di tempat kejadian

perkara. Penyitaan dilakukan dengan dasar pertimbangan bahwa harta )

64 O.C.Kaligis, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana,

(Bandung : PT.Alumni, 2006) Hal 125.

65

(7)

kekayaan tersebut berdasarkan undang-undang dapat dirampas dengan

diterbitkannya izin/persetujuan penyitaan oleh pengadilan.

Pejabat pemerintah yang melakukan penyitaan harta kekayaan harus

menyerahkan surat pemberitahuan kepada orang yang menguasai harta

kekayaan dan orang-orang yang memiliki kepentingan atau terkait dengan

harta kekayaan serta memberitahukan kepada masyarakat melalui surat

kabar dan papan pengumuman pengadilan bahwa penyidik telah menyita

harta kekayaan ini dan akan merampasnya untuk negara.

2. Perampasan Harta Kekayaan secara Pidana (Criminal Forfeiture

Perampasan harta kekayaan secara pidana merupakan bagian dari

pelaksanaan putusan hakim pidana dalam suatu perkara pidana. Oleh karena

itu, jenis perampasan harta kekayaan ini disebut juga sebagai tindakan )

in

personam terhadap terpidana, bukan tindakan in rem

Hakim dalam hal ini dapat menjatuhkan putusan kepada terpidana

untuk membayar biaya perkara, dan/atau membayar denda, dan/atau

membayar ganti rugi, dan/atau membayar uang pengganti, dan/atau menyita

harta kekayaan lain milik terpidana untuk mebayar uang pengganti jika harta

kekayaan yang terkait langsung dengan tindak pidana telah dialihkan atau

tidak ditemukan.

terhadap harta

kekayaan yang terkait dengan tidak pidana.

Sekalipun secara in personam sebenarnya harta kekayaan yang dapat

(8)

tidak sepenuhnya benar, sebab harta kekayaan hasil tindak pidana atau harta

kekayaan yang digunakan untuk membiayai, menjadi alat, sarana, atau

prasarana melakukan kejahatan, dapat juga dinyatakan dirampas jika

penuntut umum dapat membuktikan bahwa terdapat kaitan yang erat antara

harta kekayaan tersebut dengan tindak pidana yang didakwakan.

Untuk melindungi hak-hak masyarakat, maka harus ada suatu

prosedur yang menjamin agar perampasan harta kekayaan tersebut tidak

sampai merenggut hak-hak dari pihak ketiga yang beritikad baik atau jujur.

Prosedur ini di Amerika Serikat disebut dengan "ancillary proceeding"

3.

dan

dilaksanakan oleh pengadilan setelah pokok perkara pidana telah diputus.

Perampasan Harta Kekayaan secara Perdata (Civil Forfeiture

Perampasan harta kekayaan secara perdata bukan merupakan bagian

dari proses penanganan perkara pidana. Pada kasus )

civil forfeiture,

pemerintah melakukan gugatan perdata terpisah in rem

Penggunaan civil forfeiture sebagai instrumen untuk menyita dan

mengambil asset yang berasal, berkaitan atau merupakan hasil dari kejahatan

sudah lazim ditemui di negara-negara common law. Akar dari prinsip civil terhadap harta

kekayaan yang akan dirampas, dan harus dapat mengajukan bukti-bukti yang

lebih kuat bahwa harta kekayaan tersebut dihasilkan atau digunakan untuk

melakukan tindak pidana. Gugatan ini dapat diajukan sebelum putusan

pidana, sesudah putusan pidana, atau bahkan sekalipun tidak terdapat

(9)

forfeiture pertama kali ditemukan pada abad pertengahan di Inggris ketika

kerajaan Inggris menyita barang-barang yang dianggap sebagai instrument of

a death atau yang sering disebut sebagai Deodand.66 Munculnya era

industrialisasi di Inggris kemudian memaksa parlemen untuk menghapuskan

deodand setelah meningkatnya kecelakaan yang terjadi sehingga

menyebabkan banyaknya asset yang disita.67

Meskipun deodand telah dihapuskan di Inggris, prinsip dari civil

forfeiture ini kemudian berkembang di Amerika Serikat terutama dalam

bidang hukum perkapalan (admiralty law).68 Colonial Admiralty Courts

sering sekali mengadili persidangan terhadap sebuah kapal daripada pemilik

kapalnya.69

Walaupun seringkali dianggap praktek ini bersifat opresif dan tidak

adil, Kongres pertama dari Amerika Serikat tetap mempertahankan

penggunaan civil forfeiture di hukum perkapalan dengan mengeluarkan

peraturan yang memberi kewenangan kepada pemerintah federal untuk

menyita kapal. Supreme Court kemudian juga mendukung penggunaan civil

forfeiture di Amerika dalam kasus the Palmyra yang terjadi di tahun 1827

dimana pengadilan menolak argumen pengacara dari si pemilik kapal yang

mengatakan bahwa penyitaan dan pengambil alihan kapalnya adalah ilegal

66

Todd Barnet, “Legal Fiction and Forfeiture: A Historical Analysis of the Civil Asset Forfeiture Reform Act”, 40 Duquesne Law Review Fall 2001, hal 89.

67Ibid. hal 90. 68

Ario Wandatama dan Detania Sukarja, Op. Cit, sebagaimana dikutip dari Leonard W. Levy,

A license to Steal: The forfeiture of Property ,1996, hal 19.

69

(10)

karena tanpa adanya sebuah putusan yang menyatakan pemiliknya

bersalah.70

B. Prosedur Gugatan bersifat in rem

Langkah awal dalam berperkara di pengadilan adalah mengajukan

gugatan yang diajukan secara tertulis oleh para pihak. Setelah menemukan

pengadilan yang memiliki yurisdiksi atas perkara yang akan diajukan, penggugat

mengajukan tuntutan atau complaint. Selanjutnya panitera (clerk)

menindaklanjutinya dengan tuntutan atau summons untuk disampaikan kepada

terdakwa. Perumusan sebuah gugatan diformat dalam suatu bentuk yang simpel

dan langsung pada pokok persoalan atau to the point.71

Sebagaimana sifat gugatan perdata, gugatan bersifat in rem tidak

mengharuskan penuntut untuk membuktikan unsur-unsur dan kesalahan dari

orang yang melakukan tindak pidana tersebut (personal culpability). Penuntut

cukup membuktikan adanya probable cause atau adanya dugaan bahwa aset yang

digugat mempunyai hubungan dengan sebuah tindak pidana dan cukup

membuktikan dengan standar preponderance of evidence (pembuktian formil)

bahwa sebuah tindak pidana telah terjadi dan suatu asset telah dihasilkan,

digunakan atau terlibat dengan tindak pidana tersebut. Pemilik dari asset tersebut

kemudian harus membuktikan dengan standar yang sama bahwa asset yang

70

Todd Barnet, Op.Cit, hal 91. 71

(11)

digugat tidak merupakan hasil, digunakan atau berkaitan dengan tindak pidana

yang dituntut.72

Pada kasus United States v. $160.000 in US Currency atau United States

v. Account Number 12345 at XYZ Bank Held in the Name of Jones,73

Menurut Judge Virginia Covington

pemilik

dari asset yang dituntut bukan merupakan para pihak yang berperkara, melainkan

diajukan hanya sebagai pihak ketiga yaitu sebagai pihak turut tergugat dari

proses persidangannya.

74

mengenai menangani masalah asset

forfeiture (perampasan asset hasil kejahatan):75

Di Amerika untuk melakukan perampasan asset atau penggeledahan diperlukan Search Warrant (penggeledahan) yang dikeluarkan oleh pengadilan. Dengan Search Warrant ini, penegak hukum dapat mendapatkan banyak informasi mengenai individual yang bersangkutan seperti computer information, kekayaan, record bank, Pajak, Bisnis, buku cek dan banyak lagi. Elemen yang paling penting adalah harus mempunyai bukti bahwa penyitaan asset tersebut berhubungan dengan aktivitas illegal atau memberikan bukti dugaan bahwa asset tesebut berhubungan dengan aktivitas illegal. Terkadang informasi mengenai

72 Ario Wandatama dan Detania Sukarja, Op. Cit, Hal 5. 73

Kasus tersebut merupakan penelitian dari Stefan D. Cassella, seorang Deputy Chief for Legal Policy, Asset Forfeiture and Money Laundering Section pada U.S. Department of Justice yang disampaikan pada 25th Cambridge International Symposium on Economic Crime, 7 September

2007,

pada 16 Mei 2009;

74

Hakim Virginia Covington dengan qualifikasi Bachelor dan Master Degree dari Tampa Florida dan Law Degree dari Georgetown University, berpengalaman sebagai penuntut umum, Federal Attorney. Sebagai Federal Court bertanggung jawab atas Asset Forfeiture Courts, Pelatihan, Jaksa. Dipilih oleh Presiden Bush sebagai tele conference judge. Pada tahun 2004, dipilih oleh Presiden Bush sebagai US District Court Judge di Florida. Judge Virginia Covington telah mendapatkan banyak penghargaan di bidang Asset Forfeiture.

75 Minutes Meeting Tele Conference Asset Recovery, Kamis 26 April 2007

(12)

asset tesebut dapat diketahui sebelum search warrant dikeluarkan sehingga dapat lebih memudahkan para penegak hukum.

Salah satu contoh, dari data pengembaliian pajak (tax return) seseorang memperoleh pendapatan sebesar 10.000 US Dollar per tahun, tetapi orang tersebut memiliki harta kekayaan sekitar 500.000 US Dollar kemudian investigator harus mencari hubungan antara asset-aset tambahan dengan tindak pidana. Berdasarkan pengalaman saat saya bekerja sebagai jaksa penuntut umum di Tampa, Florida, terdapat seorang pengedar narkotika pada tahun 1990 dari Kolombia dan orang tersebut memiliki property yang disimpan dibeberapa negara misalnya negara Eropa. Hal yang penting bahwa pelaku kejahatan berupaya menyembunyikan asset kejahatannya dengan menyimpan di negara-negara lain.

Elemen lain yang penting adalah kerja sama antar negara. Dengan adanya kerja sama ini dapat membantu negara asal untuk melacak asset yang disembunyikan oleh pelaku kejahatan di luar negeri.

Manajemen terhadap pelaksanaan gugatan yang bersifat in rem di Negara

Amerika, ada dua badan manajemen yang mengelola keuangan dari Asset

Recovery yaitu Asset Management Fund dibawah Department of Justice dan

Asset Forfeiture Unit dibawah Department of Treasury dimana masing-masing

menggunakan perusahaan swasta dalam mengelola sebagian aset-aset hasil

rampasan. Misalnya, Kantor Pajak Amerika (Internal Revenue Service) IRS

dibawah Department of Treasury terbiasa menggunakan perusahaan swasta

dalam mengelola aset-aset hasil rampasannya. Penggunaan perusahaan swasta

untuk mengelola aset, harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan untuk

perusahaan swasta. Salah satu masalah adalah banyaknya uang yang akhirnya

(13)

perusahaan swasta memiliki sumber daya manusia yang berkualifikasi dalam

mengelola aset secara profesional daripada lembaga pemerintah.76

Pengaturan mengenai asset forfeiture di Negara Inggris tercantum dalam

77

1. Pertama adanya proses penyitaan, yang dapat mengikuti hukuman pidana.

2. Kedua, ada proses kehilangan berupa uang tunai, yang bertempat di Inggris

dan Wales pada

yang diajukan oleh salah pihak kepolisian maupun dari pihak Bea

Cukai.

3. Ketiga, adanya proses civil recovery yang diajukan oleh ARA

berdasarkan

dialihkan kepada

Negara Skotlandia menerapkan penyitaan asset (civil forfeiture) dimulai

dari kuasa fiskalnya yait

kepada pengadilan yaitmaupu Aset

yang berupa uang tunai digugat oleh pemerintah Skotlandia melalui bagian Civil

Recovery ke pengadilan dan dapat pula mengajukan upaya hukum banding ke

78

76Ibid.

77Asset forfeiture in the United Kingdom,

diakses 27 April 2009.

78

(14)

Berdasarkan Konstitusi Thailand yang diamandemen tahun 1997,

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Thailand telah menentukan pada

Mahkamah Agung (The Supreme Court) dibentuk The Criminal Division for

Holders of Political Positions yaitu divisi yang dibentuk untuk mengadili para

pemegang jabatan politik, seperti Perdana Menteri, Menteri, anggota House of

Representatives, Senator atau pemegang jabatan politik lainnya yang didakwa

melakukan tindak pidana. Misalnya, pelanggaran yang berkenaan dengan adanya

indikasi kekayaan yang tidak wajar, melanggar Criminal Code, melakukan

tindakan tidak terpuji/tidak jujur serta tindak pidana korupsi.79

C. Penerapan dan Penggunaan Gugatan Bersifat In Rem

Implementasi gugatan bersifat in rem menggunakan pola sistem

pembuktian terbalik dimana si pemilik dari aset yang di tuntut harus

membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau tidak tahu kalau aset yang dituntut

adalah hasil, digunakan atau berkaitan dengan suatu kejahatan (innocent owner).

Hal ini tentunya sedikit berbeda dengan gugatan perdata umumnya yang

mengharuskan si penuntut untuk membuktikan adanya suatu perbuatan melawan

hukum dan kerugian yang dialaminya.80

Perlu digarisbawahi bahwa pembuktian si pemilik aset dalam civil

forfeiture hanya berkaitan dengan hubungan antara sebuah tindak pidana dan aset

79

Lihat Bismar Nasution, Menjaga Demokrasi dengan Pemberantasan Korupsi, Ibid, Hal 4

80

(15)

yang dituntut atau dengan kata lain pemilik hanya perlu membuktikan bahwa

“aset tersebut tidak bersalah”. Jika si pemilik tidak dapat membuktikan bahwa

“aset tersebut tidak bersalah” maka aset tersebut dirampas untuk negara.

Sehingga dalam civil forfeiture si pemilik aset tidak harus membuktikan bahwa

dia tidak bersalah atau tidak terlibat dalam sebuah tindak pidana.81

Untuk mempermudah pemahaman tentang cara kerja civil forfeiture dapat

dilihat dari ilustrasi kasus berikut ini:82

Seorang pelaku tindak pidana menyewa sebuah mobil dari sebuah perusahaan penyewaan mobil dan melakukan perampokan pada sebuah bank. Pemerintah kemudian melakukan civil forfeiture terhadap mobil tersebut untuk disita dan diambilalih kepemilikannya untuk negara. Dalam persidangan, pemerintah cukup membuktikan adanya dugaan terhadap hubungan antara perampokan yang dilakukan dengan mobil tersebut sesuai dengan standar pembuktian perdata.

Apabila pemerintah berhasil membuktikan hal ini, maka pemerintah umumnya akan melakukan pengumuman di media massa dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, apabila dalam kurun waktu tersebut tidak ada pihak ketiga yang berkeberatan atas penyitaan dan pengambilalihan mobil tersebut, maka mobil tersebut secara otomatis dirampas untuk negara. Namun apabila si perusahaan mobil berkeberatan atas civil forfeiture yang dilakukan pemerintah, maka si perusahaan mobil kemudian melakukan pembelaan sebagai pihak ketiga.

Di dalam persidangan, perusahaan mobil tersebut harus membuktikan bahwa dia adalah pemilik tidak bersalah (innocent owner) dengan menunjukkan bukti bahwa dia tidak tahu atau tidak menduga kalau mobil yang dimilikinya bakal digunakan untuk merampok bank. Disini si perusahaan mobil tidak perlu membuktikan bahwa dia tidak terlibat atau tidak mempunyai hubungan dengan perampokan tersebut. Apabila si perusahaan mobil tersebut dapat membuktikan bahwa dia adalah innocent owner maka mobil tersebut akan dikembalikan kepadanya.

81

Ibid.

82

(16)

Pada contoh kasus di Amerika Serikat yaitu United States v. Buena Vista

Avenue, 113 S. Ct. 1126 (1993)83

Dalam perkara ini, pemerintah mengajukan satu gugatan in rem

(kelembagaan) terhadap sebidang tanah dimana rumah si terdakwa berlokasi,

dengan tuduhan bahwa dia telah membeli kekayaan tersebut dengan dana yang

diberikan kepadanya oleh Joseph Brenna sebagai “hasil yang dapat diketahui

asalnya” dari tindak pidana dan illegal. Kekayaan tersebut oleh karenanya dapat

dirampas dan disita berdasarkan Comprehensive Drug Abuse Prevention and

Control Act 1970, 21 U.S.C. Pasal 881(a)(6).

, dimana pemilik rumah dituduh telah membeli

rumah dengan dana yang harus diketahui berasal dari hasil kejahatan. Namun si

pemilik mengajukan keberatan, bahwa “tidak mengetahui” asal uang yang

digunakan untuk membeli rumah tersebut dan merasa sebagai innocent owne.

84

Pada tahun 1982, Joseph Brenna memberikan kepada tergugat sekitar $

240.000 untuk rumah di mana ia dan tiga anaknya sejak itu tinggal. Dari tahun

1981 sampai berpisahnya tahun 1987, ia tetap berhubungan pribadi dengan

Brenna. Ada kemungkinan yang dapat dipercaya bahwa uang yang digunakan

untuk membeli rumah adalah hasil dari tindak pidana, tetap tergugat bersumpah

83

Erman Rajagukguk, Rejim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering” Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 15 September 2005. Hal 12,

84

(17)

bahwa ia tidak mengetahui asal-usul dana tersebut. Tergugat dalam klaimnya

menyatakan ia adalah “innocent owner” berdasarkan Pasal 881 (a)(6). 85

Pengadilan distrik menolak pembelaan ini berdasarkan 2 alasan:

“First, it ruled that “innocent owner” defense may only be invoked by those who can demonstrate that they are bonafide purchasers for value” (emphasis in original); Second, the court read the statute to offer the innocent owner defense only to persons who acquired an interest in the property before the act giving rise to the forfeiture took place” Tergugat mengajukan banding. Pengadilan banding menolak argumen tergugat dengan mengatakan, “… respondent could not be an innocent owner unless she acquired the propery before the drug transaction occured.”

Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Hakim Agung Stevens, akhirnya

menetapkan bahwa:86

1. Perlindungan yang diperoleh oleh “para pemilik tak bersalah” berdasarkan

ketetapan dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act 1970

tidak terbatas pada para pembeli ‘bona fide’;

2. Doktrin yang didukung hubungan ‘common law’ tidak berarti kepemilikan

pemerintah atas kekayaan tersebut (perumahan real estate) yang dibeli

dengan uang hasil tindak pidana yang ilegal sebelum penyitaan telah

diputuskan;

3. Amendemen tahun 1984 terhadap ‘Comprehensive Drug Abuse Prevention

and Control Act 1970’, yang menentukan hasil dari transaksi obat terlarang

di AS setelah diberlakukannya amendemen, tersebut menyebabkan

85

Ibid.

86

(18)

penyitaan, tidak berarti kepemilikan pemerintah atas kekayaan tersebut telah

diputuskan.

D. Upaya Pemberantasan Korupsi oleh Negara-Negara di Dunia

Negara-negara di dunia dalam memberantas korupsi dinegaranya telah

mengeluarkan konvensi pemberantasan korupsi antara lain:

1. Inter-American Convention Againt Corruption yaitu konvensi

pemberantasan korupsi antar negara Amerika Serikat yang diterima oleh

organisasi negara-negara Amerika pada tanggal 29 Maret 1996;

2. The Convention on the Fight againt Corruption involving Officials of the

European Communities or Officials of Members State of European Union

yaitu konvensi yang melibatkan pejabat masyarakat Eropa atau pejabat

negara-negara anggota Uni Eropah yang diterima oleh Dewan Uni Eropah

pada tanggal 26 Mei 1997.

3. The Convention on Combatting Bribery of Foreign Public Officials in

International Bussines Transactions yaitu konvensi untuk membahass

penyuapan bagi pejabat publik asing dalam transaksi bisnis Internasional

yang diterima oleh Organisasi Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan pada

tanggal 12 November 1997.

4. The Criminal Law Convention on Corruption yaitu Konvensi Hukum Pidana

mengenai korupsi yang diterima oleh Komite Menteri-Menteri Dewan

(19)

5. The Civil Law Convention on Corruption yaitu Konvensi Hukum Sipil

mengenai Korupsi yang diterima oleh Komite Menteri-Menteri Dewan

Eropa pada tanggal 4 Nopember 1999.

6. The African Union Convention on Preventing and Combating Corruption

yaitu Konvensi Uni Afrika untuk Mencegah dan Memberantas Korupsi

yang diterima oleh Kepala Negara dan Pemerintah Uni Afrika pada tanggal

12 Juli 2003.

7. The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

yang kemudian diratifikasi menjadi Undang-Undang republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention

Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi)

E. Implementasi UNCAC dalam Gugatan In Rem

Sebagaimana diketahui bahwa perjuangan memberantas korupsi telah

dilakukan, bahkan secara global yang berujung dengan terbentuknya

konvensi-konvensi PBB. Pasal 2 huruf (a) United Nation Convention Against

Transnational Crime (UNCATC) Tahun 2000 memasukkan tipikor sebagai salah

satu kejahatan lintas batas yang dilakukan oleh organized criminal group.

Kesadaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan terbentuknya United Nation

Convention Against Corruption (UNCAC) Tahun 2003 yang menyatakan bahwa

(20)

mempengaruhi perekomian global sehingga diperlukan kerjasama internasional

untuk menanggulanginya. UNCAC telah diratifikasi oleh Indonesia melalui

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.

Dalam alinea keempat mukadimah United Nations Convention Against

Corruption 2003, dijelaskan "Convinced that corruption is no longer a local

matter but a transnasional phenomenon that affects all societies and economies,

making international cooperation to prevent and control it essential." yaitu

meyakini bahwa korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, melainkan suatu

fenomena transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi

yang mendorong kerja sama internasional untuk mencegah dan mengontrolnya

secara esensial;87

Dimitri Vlasis88

87

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi, Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005) Hal 315-316

mengungkapkan bahwa masyarakat dunia, baik di

Negara berkembang maupun negara maju, semakin frustasi dan menderita akibat

ketidakadilan dan kemiskinan yang diakibatkan tindak pidana korupsi.

Masyarakat dunia menjadi pasrah dan sinis ketika menemukan bahwa aset hasil

tindak pidana korupsi, termasuk yang dimiliki oleh para pejabat negara, tidak

dapat dikembalikan karena telah ditransfer dan ditempatkan di luar negeri

88

Dimitri Vlassis, The United Nations Convention Against Corruption,Overview of Its Contents and Future Action, Resource Material Series No. 66, hlm. 118. Sebagaimana dikutib dari Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama Internasional

(21)

melalui pencucian uang yang dalam praktik dilakukan dengan maksud untuk

menghilangkan jejak.

Melalui UNCAC diharapkan memberikan peluang untuk memudahkan

pengembalian asset hasil korupsi, misalnya asset hasil korupsi yang dihalangi

ketentuan kerahasian bank, dapat dibuka dengan syarat negara tempat asset itu

disimpan meratifikasi UNCAC. Bahkan Pasal 40 UNCAC menyatakan bahwa

setiap negara pihak wajib memastikan terdapatnya mekanisme yang layak dalam

sistem hukum nasionalnya untuk mengatasi halangan-halangan yang mungkin

timbul dari UU kerahasian bank atas penyidikan terhadap kasus-kasus pidana

yang ditentukan dalan UNCAC tersebut. Dalam hal upaya pembekuan, penyitaan

dan perampasan asset negara yang dicuri melalui tipikor yang ditentukan Pasal

31 UNCAC (juga pasal-pasal lainnya) sesungguhnya hanyalah ketentuan pasif

yang tidak dapat memaksa negara-negara safe haven untuk bekerjasama

mengembalikan asset korupsi yang tersimpan di negaranya. Dalam mengaktifkan

ketentuan tersebut memang masih diperlukan kerjasama internasional diantara

negara dunia. Hanya saja hal tersebut tentu menjadi kendala bagi

negara-negara berkembang yang tidak memiliki bargaining position yang kuat dalam

kancah politik internasional.89

89

Saldi Isra,Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Kerjasama Internasional”,

dalam

(22)

Langkah terbaru dalam upaya pengembalian asset curian adalah melalui

usaha kerjasama Bank Dunia dan United Nation Office of Drugs and Crime

(UNODC) yang memprakarsai Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative pada 17

September 2007. Ide StAR Initiative tersebut dilandasi kesadaran Bank Dunia

bahwa negara-negara berkembang memerlukan bantuan dalam mengembalikan

asset-asset curian yang diakibatkan tindak pidana. Program StAR Initiative

menumbuhkan optimisme yang luar biasa terhadap upaya pemberantasan

korupsi. Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick menyatakan dengan mantap

bahwa; “There should be no safe haven for those who steal from the poor“.

Bahkan lebih menarik apa yang dikemukakan oleh Antonio Maria Costa, The

Executive Director of the UNODC, yang menggambarkan bahwa peluncuran

StAR Initiative adalah "turning point in the global fight against

corruption…from now on it should be harder for kleptocrats to steal the public's

money, and easier for the public to get its money back."90

Namun, harus dipahami bahwa StAR Initiative bukanlah instrument

hukum yang langsung dapat diterapkan sebagaimana konvensi-konvensi PBB

yang lain dikarenakan bergantung kepada efektifnya kemitraan antara negara

maju dengan negara berkembang serta antara lembaga-lembaga bilateral dan

multilateral terkait. StAR

90

World Bank and UNODC to Pursue Stolen Asset Recovery United Nations, September 17, 2007

Initiative juga berkaitan dengan diratifikasi atau

pada Saldi Isra,Asset Recovery

(23)

tidaknya UNCAC oleh sebuah negara. Bayangkan kendala yang terjadi bahwa

kenyataannya setengah dari negara-negara G-8 (saat ini diketuai Jepang) dan

negara-negara OECD belum melakukan ratifikasi terhadap UNCAC. Kendala

kerjasama dan belum diratifikasinya UNCAC oleh banyak negara-negara besar

tersebut menjadi penghambat utama dalam mengembalikan asset-asset curian

dari tipikor. Padahal, asset kekayaan yang dicuri tersebut sangat membantu

pembangunan negara-negara dunia berkembang dan miskin.91

Berdasarkan pentingnya upaya pengembalian asset tersebut bagi negara

berkembang, maka perlu diketahui sejauhmana peran dari konvensi PBB dan

program inisiatif seperti StAR itu sendiri bagi pengembalian asset curian tipikor.

Romli Atmasasmita berpendapat bahwa upaya pengembalian asset melalui peran

Konvensi dan ratifikasi konvensi tersebut dengan UU tidak akan banyak berarti

apabila tidak diikuti langkah-langkah teknis dan strategi diplomasi yang baik

oleh Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, sehingga menurut Romli

untuk mengatasi hal tersebut harus diperhatikan bagaimana membatasi

prinsip-prinsip intervensi yang kaku dari kedaulatan negara yang dapat menghambat

kerjasama internasional dalam upaya pengembalian asset curian dari tipikor.92

91

Saldi Isra, Op.Cit

92

(24)

Dalam pertemuan Presiden RI dan Presiden Bank Dunia Robert B.

Zoellick di sela-sela Sidang ke-62 Majelis Umum PBB tanggal 25 September

2007 di New York, kedua pimpinan tersebut mendesak negara-negara maju yang

menjadi pusat-pusat keuangan dunia agar tidak menjadi tempat penyimpanan

dana hasil korupsi yang dilarikan dari negara-negara berkembang. Seruan itu

sesungguhnya diarahkan juga kepada negara-negara anggota World Bank itu

sendiri yang umumnya adalah negara-negara besar yang belum meratifikasi

UNCAC. Menurut Taufiequrahman Ruki salah satu kendala dalam upaya asset

recovery adalah masih lemahnya kerjasama internasional tersebut.93

Tingkat pengembalian asset yang dicuri melalui tipikor hanya akan dapat

maksimal terjadi apabila PBB, World Bank Group dan lembaga-lembaga dunia

lainnya mampu memberikan tekanan maksimal terhadap negara-negara besar

yang memberikan kesan melindungi koruptor di negara-negara berkembang.

Mestinya, tekanan maksimal tersebut setara dengan tekanan yang dilakukan

Dewan Keamanan PBB terhadap negara-negara yang tidak mematuhi resolusi

PBB. Jika tidak,

StAR Initiative

93

Saldi Isra, Op.Cit

maupun UNCAC akan menjadi produk yang

tidak bernyawa, bahkan bukan tidak mungkin yang terjadi justru sebaliknya,

akan merugikan negara-negara berkembang karena upaya pengembalian aset

yang rumit dan memakan waktu bertahun-tahun sehingga menimbulkan biaya

besar sedangkan asset yang dicari belum tentu mampu dikembalikan kepada kas

(25)

Presiden Filipina Ferdinand Marcos dan Presiden Nigeria Sani Abacha,

memerlukan waktu lima tahun telah menguras tenaga dan biaya besar pemerintah

kedua negara tersebut.94

Setiap negara berkembang tanpa adanya kerjasama yang baik, upaya

stolen asset recovery hanya akan menambah permasalahan dan kerugian

keuangan negara semata. Dalam pandangan Ban Ki-moon, Sekjen PBB, StAR

Initiative memang diperuntukan agar terciptanya kerjasama antara negara maju

dan negara berkembang. Ditambahkan Ban Ki-moon, StAR Initiative will foster

much needed cooperation between developed and developing countries and

between the public and private sectors to ensure that looted assets are returned

to their rightful owners.95

A

UNCAC merupakan terobosan baru dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi, khususnya dalam hal pengembalian aset di berbagai negara terutama

Indonesia. Namun sebagai suatu peraturan yang (relatif) baru dan Indonesia

sebagai salah satu negara yang sudah meratifikasi konvensi ini, terdapat pabila program StAR tersebut tidak disertai kemudahan akses

(tekhnologi dan aturan hukum negara maju) bagi negara-negara berkembang

mendapatkan informasi mengenai keberadaan asset curian tersebut akan sulit

sekali dan tetap saja memakan banyak waktu dan biaya.

94

Ibid.

95

(26)

permasalahan-permasalahan yang pada akhirnya menyebabkan Indonesia tidak

dapat memaksimalkan usaha pengembalian aset.

Salah satu tujuan utama UNCAC adalah memperkuat langkah-langkah

pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan lebih efisien dan efektif,

sehingga memerlukan kerjasama antar negara yang lebih erat karena dalam

kenyataannya hasil korupsi dari negara ketiga sering ditempatkan dan

diinvestasikan di negara lain berdasarkan kerahasiaan bank yang bersifat

konvensional.

Pasal 1 Konvensi tersebut menjelaskan sebagai berikut:96

1. Untuk mempromosikan dan memperkuat langkah-langkah guna mencegah

dan memerangi korupsi secara lebih efisien dan efektif.

2. Untuk mempromosikan bantuan dan dukungan kerjasama Internasional dan

bantuan teknis dalam pencegahan dan perang melawan korupsi termasuk

dalam pemulihan aset.

3. Untuk mempromosikan inttegritas, akuntabilitas dan manajemen urusan

publik dan properti publik dengan baik

Dalam melakukan proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi

ini, negara-negara di dunia saling melakukan kerja sama internasional dalam

rangka mempermudah proses pengembalian aset. Tetapi dalam pelaksanaanya

terdapat kendala-kendala yang disebabkan antara lain: sistem hukum yang

berbeda, sistem perbankan dan finansial yang ketat dari negara di mana asset

96

(27)

berada, praktek dalam menjalankan hukum, dan perlawanan dari pihak yang

hendak diambil asetnya oleh pemerintah Indonesia.

Prinsip-prinsip inti Konvensi PBB tersebut dapat diringkas sebagai upaya

mendorong negara-negara peserta untuk:97

1. Membentuk suatu lembaga independen antikorupsi yang ditugasi berperan

mencegahkorupsi dan juga peran investigasi kriminal;

2. Menciptakan suatu lingkaran efektif bagi penindakan korupsi dan penipuan

berkaitan dengan kejahatan sektor publikmaupun swasta;

3. Menyiapkan undang-undang untuk membantu dan mendukung mereka yang

melakukan investigasi dan menuntut kejahatan korupsi;

4. Menandatangani perjanjian-perjanjian internasional untuk melakukan kerja

sama bidang hukum dengan negara-negara peserta, dan;

5. Memberlakukan UU bagi pencucian uang, membasmi dan menyita

hasil-hasil kejahatan.

F. Upaya Indonesia Dalam Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi

Indonesia sudah melakukan upaya pemberantasan korupsi sejak lama dan

dalam sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan pemberantasan

korupsi terdapat beberapa ketentuan pengembalian dan mekanisme pengembalian

asset hasil tindak pidana korupsi. Namun, berbagai peraturan

perundang-97

(28)

undangan yang di dalamnya mengatur tentang pengembalian aset masih memiliki

kelemahan-kelemahan, yaitu :98

1. Fokus utama ketentuan tentang pengembalian aset hasil tindak pidana

korupsi masih terbatas pada pengembalian aset di dalam negeri dan tidak ada

ketentuan yang mengatur makanisme pengembalian aset hasil tindak pidana

korupsi yang ditempatkan di luar negeri.

2. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut belum diatur landasan hukum

serta wewenang untuk melaksanakan kerja sama internasional dalam

pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi.

3. Peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan tindak pidana korupsi saat ini, dibandingkan dengan

ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi, khususnya ketentuan tentang

pengembalian aset di dalam UNCAC.

Pendapat Fleming dalam bukunya "Asset Recovery and Its Impact on

Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Draft for Comments"99

98

Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama

Internasional ,5 Juni 2008

, melihat

pengembalian aset sebagai: pertama, pengembalian aset sebagai proses

pencabutan, perampasan, penghilangan; kedua, yang dicabut, dirampas,

dihilangkan adalah hasil atau keuntungan dari tindak pidana; ketiga, salah satu

99 Matthew H. Fleming, *Asset Recovery and Its Impact on Criminal Behavior, An Economic

(29)

tujuan pencabutan, perampasan, penghilangan adalah agar pelaku tindak pidana

tidak dapat menggunakan hasil serta keuntungan-keuntungan dari tindak pidana

sebagai alat atau sarana untuk melakukan tindak pidana lainnya.

Matthew H. Fleming100

Pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh

negara korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas,

menghilangkan hak atas aset hasil tindak pidana korupsi dari pelaku tindak

pidana korupsi melalui rangkaian proses dan mekanisme. Baik secara pidana

maupun perdata, aset yang berada di dalam maupun disimpan di luar negeri,

yang dilacak, dibekukan, dirampas, disita, dan dikembalikan kepada negara

korban hasil tindak pidana korupsi, sehingga dapat mengembalikan kerugian

keuangan akibat tindak pidana korupsi. Juga termasuk untuk memberikan efek

jera kepada pelaku dan/ atau calon pelaku tindak pidana korupsi.

dalam dunia internasional tidak ada definisi

pengembalian aset yang disepakati bersama. Fleming sendiri tidak

mengemukakan rumusan definisi, tetapi menjelaskan bahwa pengembalian asset

adalah proses pelaku-pelaku kejahatan yang dicabut, dirampas, dan dihilangkan

haknya dari hasil tindak pidana.

101

Mekanisme dalam melakukan proses pengembalian aset hasil tindak

pidana korupsi, yaitu: pertama dengan melakukan pelacakan, selanjutnya aset

yang sudah dilacak dan diketahui kemudian dibekukan, terakhir, aset yang

100

Ibid.

101

(30)

dibekukan lalu disita dan dirampas oleh badan berwenang dari negara di mana

aset tersebut berada, dan kemudian dikembalikan kepada negara tempat aset

tersebut diambil melalui mekanisme-mekanisme tertentu.102

Kesepakatan tentang pengembalian aset tercapai karena kebutuhan untuk

mendapatkan kembali aset-aset hasil tindak pidana korupsi sebagaimana harus

direkonsiliasikan dengan hukum dan prosedur dari negara-negara yang dimintai

bantuan. Pentingnya pengembalian aset, terutama bagi negara-negara

berkembang didasarkan pada kenyataan bahwa tindak pidana korupsi telah

merampas kekayaan negara-negara tersebut, sementara sumber daya sangat

dibutuhkan untuk merekonstruksi dan merehabilitasi masyarakat melalui

pembangunan berkelanjutan.103

102

Ibid.

103

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya kebijakan desentralisasi, menuntut tiap daerah untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki, tetapi juga memerlukan keberadaan daerah lain untuk dapat membantu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepositifan konsep diri siswa-siswi Kelas VII dan VIII SMP BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan membuat usulan program

memberi kamu kesempatan untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan orang memiliki budaya yang lain, apa yang kamu sukai atau tidak sukai mengenai kesempatan tersebut..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan kedelai dan air yaitu 1:10 yang dipakai dalam proses pengolahan susu kedelai dapat menghasilkan susu kedelai dengan mutu yang baik

Sehingga rasio panjang jari tangan kedua dan keempat (2D:4D) menjadi dimorfik seksual dengan perempuan memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Ibegbu et al.,

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memetakan model bisnis Aikori dengan menggunakan pendekatan business model canvas, kemudian model bisnis yang ada di evaluasi

(1999), siklus reproduksi teripang terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut. 1) Tahap I (gametogenesis), pada organisme jantan disebut spermatogenesis yang dicirikan oleh

Berikut merupakan perhitungan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pembuatan saluran drainase pada lahan bekas tambang, dimana saluran yang akan