BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1 MATERIAL BAJA
II.1.1 SIFAT BAHAN BAJA
Material baja unggul jika ditinjau dari segi kekuatan, kekakuan dan
daktilitasnya. Jadi tidak mengherankan jika di setiap proyek-proyek konstruksi
bangunan (jembatan atau gedung) maka baja selalu ditemukan, meskipun tentu saja
volumenya tidak harus mendominasi.
Tinjauan dari segi kekuatan, kekakuan dan daktilitas sangat cocok dipakai
mengevaluasi struktur yang diberi pembebanan. Tetapi perlu diingat bahwa selain
kondisi tadi akan ada pengaruh lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup
struktur bangunannya. Jadi pada suatu kondisi tertentu, suatu bangunan bahkan dapat
mengalami kerusakan meskipun tanpa diberikan beban sekalipun (belum berfungsi).
Jadi ketahanan bahan material konstruksi terhadap lingkungan sekitarnya adalah
penting untuk diketahui agar dapat diantisipasi baik.
Baja merupakan bahan campuran besi (fe), 1.7% zat arang karbon (C), 1.65%
mangan (Mn), 0.6% silicon (Si), 0.6% tembaga (Cu). Baja di hasilkan dengan
menghluskan biji besi dan logam besi tua bersam adengan bahan-bahan tambahan
pencampur yang sesuai, dalam tunggku bertemperatur tinggi untuk menghasilkan
massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan
Berdasrkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a) Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni lebih kecil
dari 0.15%
b) Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni 0.15% -
0.29%
c) Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) yakni 0.3% -
0.59%
d) Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yahni 0.6% -
1.7%
Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja dengan persentase zat arang ringan
(mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalmnya,
maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling
penting dari baja adalah sebagai berikut:
a) Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000 Mpa.
Nilai untuk desain lazimnya diambil 210000 Mpa.
b) Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan:
G = E/2(1+µ)
Dimanaa: µ = Angka perbandingan poisson
Dengan mengambil µ = 0.30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 81000
Mpa
c) Koefisien ekspansi (α),diperhitungkan sebesar : α = 11,25 × 106 per oC
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan seperti gambar 2.1
dibawah ini :
Gambar 2.1 . Hubungan tegangan untuk uji tarik pada baja lunak
(sumber : Carles G. Salmon, 1986)
Keterangan gambar :
σ = tegangan baja
ε = regangan baja
A = titik proporsional
A’ = titik batas elastic
M = titik runtuh
C = titik putus
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan
dengan regangan masih linier atau keadan masih mengikuti hokum hooke.
Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. diagram regangan
untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyudan
daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh ats ini, A’ tidaklah terlalu berarti
sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik
batas elastic (elasticity limit). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada
batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu
dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak
mengalami deformasi permanen.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan
tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut
sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi
sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.
Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan
regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan regangan. Disamping itu
hubungan tegangan dengan regangan tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis
setelah titik B ini didefinisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara
20% dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut
sebagai tegangan tarik batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat mulai meleleh.
Sehingga dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh,
sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.
II.1.2 JENIS BAJA
Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasrkan kekuatannya menjadi
beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50 dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh
(fy) dan tegangan ultimate (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 2002,
disajikan dalam table dibawah ini :
Tabel 2.1 Kuat tarik batas dan tegangan leleh
Sumber : SNI 2002
Jenis Baja Kuat Leleh (fy)
Mpa
Tegangan Tarik Batas (fu)
Mpa
BJ 34 210 340
BJ 37 240 370
BJ 41 250 410
BJ 50 290 500
II.1.3 PROFIL BAJA
Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran. Semua
bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Beberapa
jenis profil baja menurut ASTM bagian I diantaranya adalah profil IWF, O,C, profil
siku (L), tiang tumpu (HP) dan profil T structural.
Gambar 2.2 Profil Baja
Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom.
Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi profil M
mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan
juga memiliki aplikasi yang sama.
Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang
miring, dan web yang relatif lebih tebal. Profil ini jarang di gunakan dalam
konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar
Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang mempunyai
karakteristik penampang agak bujur sangkar dengan flens dan web yang hampir sama
tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang. Bisa juga digunakan
sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien.
Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai
kemiringan permukaan dalam sekitar 1:6. Biasnya diaplikasikan sebagai penampang
tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukaan rangka (frame opening).
Profil siku atau profil L adalah profil ayang sangat cocok untuk digunakan
sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasanya digunakan secara gabungan,
yang lebih di kenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan
pada struktur truss.
II.2 BALOK
II.2.1 TEORI BALOK
Balok atau juga sering dianggap sebagai batang lentur adalah salah satu
diantara elemen-elemen structural yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur.
Balok adalah elemen struktur yang memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan
sumbu longitudinalnya. Hal ini menyebabkan balok melentur.
Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen struktur lain) untuk
melakukan analisisatau desain, akan lebih mudah bila memandang elemen struktur
tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat mempresentasikan
dapat memberikan keuntungan secara matematis. Sebagai contoh pada gambar 2.3a
sebuah balok ditumpu sederhana, tumpuan tersebut adalah sendi di ujung kiri dan rol
di ujung kanan akan menghasilkan suatu kondisi yang dapat diperlakukan dengan
mudah secara matematis, misalnya untuk mencari reaksi, momen, geser lintang dan
defleksi. Sedangkan pada gambar 2.3b diperlihatkan balok kantilever yang
mempunyai tumpuan jepit di ujung kiri. Jenis tumpuan demikian memberikan reaksi
vertikal dan horizontal, juga tahanan rotasi. Tumpuan jepit seperti ini cukup untuk
mempertahankan keseimbangan statis balok. Meskipun kondisi ideal pada umumnya
tidak ada pada struktur aktual, kondisi aktual dapat mendekati kondisi ideal dan
harus cukup dekat untuk digunakan dalam analisis atau desain.
Gambar 2.3 Batang Lentur
II.2.2 PERILAKU LENTUR BALOK
Suatu balok yang telah dilenturkan pada radius p dengan momen M, segmen yang
ada dijadikan sebagai lentur murni. Berdasarkan dua potongan melintang AB dan CD
terdapat suatu jarak yang terpisah, bagian yang sama 0ab dan bcd memberikan
є
=
𝑦Dimana y adalah jarak yang diukur dari garis rotasi (garis netral). Tetapi,
regangannya adalah jarak yang cocok dari garis netral. Variasi pada tegangan pada
potongan melintang itu diberikan pada diagram bahan tegangan dan regangan,
berputar 90o dari orientasi konvensional, menyediakan garis regangan ϵ di skalakan
melalui persamaan (a) dengan jarak y pada gambar 2.3 momen lentur M diberikan
dengan :
𝑀 =∫ 𝑦𝑓𝑑𝐴𝐴 (2.2)
Dimana dA adalah suatu elemen dari suatu luasan pada jarak y (gambar 2.4c) akan
tetapi, momen M dapat ditentukan jika berhubungan antara regangan dan tegangan
diketahui. Jika tegangan searah dengan regangan maka f =Eϵ, persamaan (a) dan (b)
menjadi :
𝑀 = 𝐸𝑃∫ 𝑌𝐴 2𝑑𝐴= 𝐸𝐼𝑃 (2.3a)
Atau mengeliminasi P pada persamaan (a) :
𝑀 = 𝐸𝐼𝜖
𝑦 = 𝑓𝐼
𝑦 (2.3b)
Perilaku lentur dari suatu balok dengan penampang melintang persegi panjang
menghasilkan suatu diagram leleh baja. Pada persamaan (d) membuat suatu garis
tegangan yang panjang jika f ≤ Fy. Ketika regangan mencapai puncak yaitu pada
nilai ϵy, distribusi tegangan dan distribusi regangan di tampilkan pada gambar
2.4 b dan c, momen di atas disebut momen leleh yaitu
Gambar 2.4 (a) penampang balok, (b) kurva tegangan regangan, (c) penampang melintang balok
Di mana b adalah lebar dan d adalah tinggi pada penampang melintang (gambar
2.5a). Untuk M ≤ My, momen yang cocok untuk tegangan dan regangan puncak. Jika
regangan maksimum adalah 2ϵy pada gambar 2.5d, maka distribusi tegangan
ditunjukkan pada gambar 2.5e. Maka momen yang dihasilkan adalah
𝑀 = 11
48𝐹𝑦𝑏𝑑2 (2.5)
Momen ini hanya 37.5% dari momen leleh yang ada walaupun regangan maksimum
yang dua kali lebih besar. Masih jauh deformasi yang ditunjukkan pada gambar 2.5f,
dimana sudah 90o persen dari penampang sudah mencapai leleh. Momen yang
dihasilkan yaitu
Pada gambar 2.5h di tunjukkan bahwa momen telah mencapai plastis dimana momen
yang ada lebih besar 0.4% dari momen pada regangan 10ϵy.
𝑀
=
𝐹
𝑦𝑏𝑑2 𝑑 2
=
𝐹𝑦𝑏𝑑2
4
(2.7)
Gambar 2.5 kurva tegangan-regangan pada balok baja
Momen pada persamaan (h) itu dinamakan ketahanan pada momen plastis. Yang
disimbolkan dengan Mp. Ini biasanya diambil nilai batasan. Rasio antara momen
plastis dan momen leleh untuk penampang di atas yaitu :
𝑀𝑝
𝑀𝑦=
𝑍
𝑆 = ξ (2.8)
II.2.3 Perilaku Lentur Balok Dengan Metode LFRD
Dua filosofi yang sering digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah
perencanaan berdasarkan tegangan kerja / working stress design (Allowable Stress
Design / ASD) dan perencanaan kondisi batas / limit state design (Load and
Resistance FaktorDesign / LFRD) . Metode ASD dalam perencanaan strutkur baja
telah digunakan dalam kurun waktu kurang lebih 100 tahun . Dan dalam 20 tahun
terakhir prinsip perencanaan struktur baja mulai beralih ke konsep LRFD yang jauh
lebih rasional dengan berdasarkan pada konsep probabilitas . Berbeda dengan metode
ASD yang kontrol utamanya adalah pada tegangan yang terjadi pada suatu elemen ,
metode LFRD yang diperkenalkan oleh AISC menggunakan faktorkelebihan beban
dan koefisien reduksi kekuatan yang memungkinkan menghasilkan dimensi yang
lebih rasional . Gaya – gaya ataupun momen – momen yang terjadi tidak boleh
melebihi kekuatan nominal dari penampang . Koefisien reduksi kekuatan bervariasi
untuk berbagai jenis keadaan , misalkan batang tarik , batang tekan , batang terlentur
.
II.2.3.1 Desain LRFD Struktur Baja
Secara umum , suatu struktur dikatakan aman apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
∅𝑅𝑛 ≥ ∑ 𝛾𝑖 𝑥 𝑄𝑖 (2.9)
Bagian kiri dari persamaan 2.9 merepresentasikan tahanan atau kekuatan dari sebuah
komponen atau system struktur . Dan bagian kanan persamaan menyatakan beban
faktortahanan maka akan diperoleh tahanan rencana . Namun demikian , berbagai
macam beban (beban mati , beban hidup , gempa dan lain – lain ) pada bagian kanan
persamaan 2.9 dikalikan suatu factor 𝛾𝑖 untuk mendapatkan jumlah beban terfaktor
∑ 𝛾𝑖 𝑥 𝑄𝑖
II.2.4 Tahanan Nominal
Tahanan nominal adalah tahanan minimum yang mampu dipikul oleh suatu elemen
pada struktur. Pada tugas ini akan dibahas mengenai tahanan nominal untuk lentur
balok . Perencanaan untuk lentur terhadap suatu komponen yang mendukung beban
transversal seperti beban mati dan beban hidup .
II.2.4.1.Hubungan Antara Pengaruh Beban Luar
Berdasarkan peraturan standar nasional untuk struktur baja SNI
03-1729-2002 , untuk masing – masing sumbu kuat dan sumbu lemah dalam perencanaan
tahanan nominal untuk lentur pada suatu balok terlentur maka harus dipenuhi syarat
– syarat berikut :
Untuk sumbu kuat (sb x) harus memenuhi
𝑀𝑢𝑥≤ Ø𝑀𝑛𝑥. (2.10a)
Untuk sumbu lemah (sb y) harus memenuhi
𝑀𝑢𝑦 ≤ Ø𝑀𝑛𝑦. (2.10b)
dimana :
𝑀𝑢𝑥, 𝑀𝑢𝑦 = Momen lentur terfaktor arah sumbu x dan y menurut
𝑀𝑛𝑦 = Kuat nominal dari momen lentur memotong arah y
menurut butir 7.4, N.mm.
Ø = Faktor reduksi (0,9).
𝑀𝑛𝑥 = Kuat nominal dari momen lentur penampang. 𝑀𝑛
diambil nilai yang lebih kecil dari kuat nominal penampang, untuk momen lentur
terhadap sumbu x yang ditentukan oleh butir 8.2, atau kuat nominal komponen
struktur untuk momen lentur terhadap sumbu x yang ditentukan oleh 8.3 pada balok
baja, atau butir 8.4 khusus untuk balok pelat berdinding penuh, N-mm.
II.2.4.2 Tegangan Lentur dan Momen Plastis
Distribusi tegangan pada sebuah penampang akibat momen lentur, diperlihatkan
dalam Gambar 2.6 Pada daerah beban layan, penampang masih elastik (Gambar
2.6.1), kondisi elastik berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat
lelehnya (𝑓𝑦). Setelah mencapai tegangan leleh (εy), tegangan akan terus naik tanpa
diikuti kenaikan tegangan.
Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (Gambar 2.6.2), tahanan momen nominal
sama dengan momen leleh Myx, dan besarnya adalah :
𝑀𝑛𝑦 = 𝑀𝑦𝑥 = 𝑆𝑥.𝑓𝑦 (2.11)
Dan pada saat kondisi pada Gambar 2.6.4 tercapai, semua serat dalam penampang
melampaui regangan lelehnya, dan dinamakan kondisi plastis. Tahanan momen
nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis Mp, dan besarnya :
Gambar 2.6
Mekanisme Struktur Baja Luluh.
II.2.4.3 Tahanan Nominal Pada Keadaan Stabilitas
Jika balok dapat dihitung pada keadaan stabil dalam kondisi plastis penuh maka
kekuatan momen nominal dapat diambil sebagai kapasitas momen plastis.
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑀𝑛 < 𝑀𝑝 (2.13)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam stabilitas :
LTB = Lateral Torsional Buckling
FLB = Flange Local Buckling
a. Kuat Nominal Lentur Penampang dengan Pengaruh Tekuk Lokal
(FLB)
1) Batasan Momen
Momen leleh My adalah momen lentur yang menyebabkan penampang mulai
mengalami tegangan leleh yaitu diambil sama dengan fy.S dengan S adalah modulus
penampang elastisitas.
Kuat lentur plastis Mp adalah momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang
mengalami tegangan leleh harus diambil yang lebih kecil dari fy.Z atau 1,5.My dan Z
adalah modulus penampang plastis.
𝑍𝑥 = 𝐴2 .𝑎 (2.14)
Dengan :
A = Luas penampang, cm2
a = Tinggi efektif, mm
(a = H – (2 . Cx))
Gambar 2.7
Pusat berat arah sumbu x (Cx) dan sumbu y (Cy).
b. Kuat Lentur Nominal dengan Pengaruh Tekuk Lateral (LTB)
Kuat momen pada tipe kompak merupakan fungsi panjang tanpa pertambatan,
𝐿𝑏. Yang didefinisikan sebagai jarak antara titik-titik pada dukung lateral atau
pertambatan.
Gambar 2.8
Pertambatan Lateral.
Persamaan untuk teori elastis kuat tekuk lateral dapat diperoleh dalam teori stabilitas
elastis.
𝑀𝑛 = 𝐿𝜋𝑏 .�𝐸.𝐼𝑦.𝐺.𝐽+�𝜋𝐿.𝑏𝐸� 2
.𝐼𝑦.𝐼𝑤 (2.15)
Keterangan :
Cx
𝐿𝑏 = Panjang tanpa pertambatan.
G = Modulus geser baja, 80.000 Mpa.
J = Konstanta puntir (momen inersia puntir), mm4.
Iw = Konstanta warping atau puntir lengkung, mm6.
E = Modulus elastisitas, 200.000 Mpa.
Iy =Momen inersia pengaku terhadap muka pelat badan,mm4.
Kuat momen nominal pada balok kompak untuk kondisi batas atas Mp untuk
inelastik maka momen kritis untuk tekuk lateral (tabel 8.31) pada SNI 03-1729-2002.
Profil I dan kanal ganda.
𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏 .𝜋𝐿 .�𝐸.𝐼𝑦.𝐺.𝐽+ �𝜋𝐿 .𝐸� 2
.𝐼𝑦.𝐼𝑤 (2.16)
Profil Kotak Pejal dan Berongga atau Masif.
𝑀𝑐𝑟 = 2 .𝐶𝑏 .𝐸 .�𝐿 𝑟𝑦𝐽�.𝐴 (2.17)
𝐶𝑏 =
12,5 . 𝑀𝑚𝑎𝑥
2,5 .𝑀𝑚𝑎𝑥. + 3𝑀𝐴+ 4𝑀𝐵+ 3𝑀𝐶 ≤ 2,3
𝐿𝑝 = 1,76 .𝑟𝑦 .�𝑓𝐸
Mmax = Momen maksimum pada bentang yang ditinjau.
MA = Momen pada ¼ bentang.
MB = Momen pada ½ bentang.
MC = Momen pada ¾ bentang.
Mcr = Momen kritis terhadap tekuk torsi lateral, N.mm.
Cb = Koefisien pengali momen tekuk torsi lateral.
L = Panjang bentang antara 2 pengekang yang berdekatan, mm.
𝑟𝑦 = Jari-jari girasi terhadap sumbu tengah, mm.
A = Luas penampang, mm2.
Untuk balok kompak
1) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿 ≤ 𝐿𝑝 kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 (2.18)
2) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿𝑝 ≤ 𝐿 ≤ 𝐿𝑟 kuat
nominal komponen struktur terhadap momen lentur adalah
𝑀𝑛 = 𝑐𝑏�𝑀𝑟+ �𝑀𝑝− 𝑀𝑟��𝐿(𝐿𝑟𝑟−−𝐿𝐿𝑝)�� (2.19)
3) Untuk komponen struktur yang memenuhi 𝐿𝑟 ≤ 𝐿 kuat nominal
komponen struktur terhadap momen lentur adalah
𝑀𝑛 = 𝑀𝑐𝑟 ≤ 𝑀𝑝 ( 2.20)
II.2.5 Momen Plastis Penampang
Distribusi tegangan normanl pada suatu profil I akibat momen lentur yang berbeda
intensitasnya diperlihatkan pada Gambar 2.9. Pada beban kerja penampang masih
elastis (Gambar 2.9a) , dan mencapai maksimum pada saat serat terluar mencapai
tegangan leleh Fy (Gambar 2.9b) . Bila tegangan telah mencapai Fy , maka momen
nominal atau momen leleh dinyatakan sebagai :
Gambar 2.9
Distribusi tegangan normal untuk intensitas beban berbeda
Bila seluruh penampang telah mencapai tegangan leleh , maka momen nominal yang
disebut sebagai momen plastis dihitung dengan rumus :
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 =𝑍𝑥𝐹𝑦 (2.22)
Dimana 𝑍𝑥 disebut modulus plastis penampang arah sumbu kuat
Perbandingan momen plastis dan momen leleh disebut sebagai faktor bentuk yang
dirumuskan sebagai berikut ;
𝜉
=
𝑀𝑝𝑀𝑦
=
𝐹𝑦𝑍 𝐹𝑦𝑆=
𝑍
II.2.6 Komponen Struktur Lentur
Komponen struktur yang mengalami lentur banyak dijumpai sebagai
gelagar (girder), balok lantai (floor beam), balok anak (joist), gording dan masih
banyak lagi komponen lentur yang lainnya ). Gelagar (girder), yaitu balok utama
yang berpenampang tinggi dan biasanya sebagai tumpuan balok-balok lain. Sebagai
contoh struktur yang mengalami lentur adalah balok sederhana (simple beam) yang
menerima beban transversal terdistribusi merata (Gambar 2.10a). Akibat beban
tersebut pada balok bekerja momen (Gambar 2.10b) dan gaya geser (Gambar 2.10c).
Balok adalah komponen struktur yang memikul beban – beban gravitasi ,
seperti beban mati dan beban hidup . Komponen struktur balok merupakan
kombinasi dari elemen tekan dan elemen tarik , sehingga konsep dari komponen
struktur tarik dan tekan yang telah dijelaskan sebelumnya akan dikombinasikan pada
pembahasan bagian ini . Diasumsikan bahwa balok tak akan tertekuk , karena bagian
elemen yang mengalami tekan , sepenuhnya terkekang baik dalam arah sumbu kuat
ataupun sumbu lemahnya . Asumsi ini mendekati kenyataan , sebab dalam banyak
kasus balok cukup terkekang secara lateral , sehingga masalah stabilitas tidak perlu
Gambar 2.10
Balok sederhana yang menerima beban terdistribusi merata
Akibat momen, penampang balok mengalami tegangan lentur (bending stress),
akibat gaya geser penampang balok mengalami tegangan geser. Dalam keadaan
penampang balok masih elastis distribusi tegangan lentur masih linier (gambar
2.10e). Tegangan maksimum terjadi pada serat terluar yang letaknya y dari garis
netral adalah :
𝑓
𝑏= ±
𝑀𝑦𝐼 (2.24)
dengan M adalah momen pada penampang yang ditinjau dan I adalam momen
inersia. Tanda positif menunjukan tegangan tarik, dan tanda negatif menunjukan
Jika S = I/y, dengan S adalah modulus potongan (section modulus) maka persamaan
(2.24) tersebut didapat
𝑓
𝑏= ±
𝑀𝑆 (2.25)
Karena pada balok terlentur mengalami tarik dan tekan, maka balok dapat dipandang
sebagai gabungan komponen tarik dan komponen tekan. Pada bagian tekan balok
akan mengalami lateral-torsional buckling (tekuk lateral-puntir) seperti yang dapat
dilihat pada (Gambar 2.11)
Gambar 2.11
Tiga posisi potongan profil yang mengalami laterat-torsional buckling
Disamping itu dapat juga mengalami local buckling (tekuk lokal) pada badan profil,
seperti yang terlihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12
Lokal buckling pada balok (a) sayap tertekan (b) badan tertekan.
(a) (b) (c)
∆
δ θ
II.2.6.1 Lentur Sederhana Profil Simetris
Rumus umum perhitungan tegangan akibat momen lentur
�
𝜎
=
𝑀𝑐𝐿
�
dapatdigunakan dalam kondisi yang umum . Tegangan lentur pada penampang profil yang
mempunyai minimal satu sumbu simetri , dan dibebani pada pusat gesernya , dapat
Gambar 2.13
Modulus penampang berbagai tipe profil simetri
II.2.6.2 Perilaku Balok Terkekang Lateral Penuh
Distribusi tegangan pada sebuah penampang WF akibat momen lentur ,
diperlihatkan dalam Gambar 2.14 . Pada daerah layan , penampang masih dalam
keadaan elastis (Gambar 2.14a) , kondisi elastis berlangsung hingga tegangan pada
serat terluar mencapai kuat lelehnya (𝑓𝑦) . Setelah mencapai regangan leleh (
𝜀
𝑦) ,regangan akan terus naik tanpa diikuti kenaikan tegangan (Gambar 2.14)
ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (Gambar 2.14b) , tahanan momen
nominal sama dengan momen leleh Myx , dan besarnya adalah :
𝑀
𝑛=
𝑀
𝑦𝑥=
𝑆
𝑥.
𝑓
𝑦(
2.28)dan pada saat kondisi pada Gambar 2.14d tercapai ,semua serat dalam penampang
melampaui regangan lelehnya , dan dinamakan kondisi plastis . Tahanan momen
𝑀
𝑝=
𝑓
𝑦∫ 𝑦
𝐴𝑑𝐴
=
𝑓
𝑦𝑍
(
2.29)dengan Z dikenal sebagai modulus plastis
Gambar 2.14
Distribusi tegangan pada level beban berbeda
Gambar 2.15
Diagram tegangan – regangan material baja
Selanjutnya diperkenalkan istilah factor bentuk (shape factor , SF) yang merupakan
𝑆𝐹
=
𝜉
=
𝑀𝑝𝑀𝑦
=
𝑍𝑆
(
2.30)Untuk profil WF dalam lentur arah sumbu kuat (sumbu x ) , faktor bentuk
berkisar antara 1,09 sampai 1,18 (umumnya 1,12) . Dalam arah sumbu lemah (sumbu
y) nilai faktor bentuk bisa mencapai 1,5. Pada saat tahanan momen plastis Mp
tercapai , penampang balok akan terus berdeformasi dengan tahanan lentur konstan
Mp , kondisi ini dinamakan sendi plastis . Pada suatu balok tertumpu sederhana
(sendi – rol) , munculnya sendi plastis didaerah tengah bentang akan menimbulkan
situasi ketidakstabilan , yang dinamakan mekanisme keruntuhan . Secara umum ,
kombinasi antara 3 sendi (sendi sebenarnya dan sendi plastis) akan mengakibatkan
mekanisme keruntuhan ) . Dalam Gambar 2.16 sudut rotasi 𝜃 elastis dalam daerah
beban layan M , hingga sera terluar mencapi kuat leleh fy pada saat Myx. Sudut rotasi
kemudian menjadi inelastis parsial hingga momen plastis Mp bertambah . Dan pada
tengah bentang timbul rotasi 𝜃𝑢, yang mengakibatkan lendutan balok tak lagi kontinu
.Agar penampang mampu mencapai 𝜃𝑢 tanpa menimbulkan keruntuhan akibat
ketidakstabilan ini , maka harus dipenuhi ketiga macam syarat yakni kekangan lateral
, perbandingan lebar dan tebal flens 𝑏𝑓
𝑡𝑓
,
perbandingan tinggi dan tebal web ℎ 𝑡𝑤II.3 Balok I Nonprismatis ( Balok Tapered )
Dasar pemikirannya sederhana bahwa ukuran (tinggi) balok disesuaikan
dengan besarnya momen yang terjadi. Seperti diketahui bahwa untuk balok / portal
sederhana, akibat beban merata maka momen maksimum hanya di tempat-tempat
tertentu, jika simple-beam maka di lapangan, sedangkan untuk portal ada di
sudut-portal. Dengan demikian jika dipakai ukuran profil yang sama di semua bentang pasti
ada bagian yang tidak optimal. Oleh karena itu dengan memanfaatkan teknologi las,
profil diubah sedemikian rupa menjadi bentuk tapered.
Strategi ini tentu akan cocok jika digabung dengan keunggulan baja jika
digunakan dalam bentuk modul seragam, berulang dan berkuantitas besar seperti
yang diterapkan pada Preengineered Steel Building. Biaya yang dikeluarkan untuk
mengubah profil standar menjadi profil tapered jika dilakukan berulang-ulang
akhirnya biaya produksinya dapat ditekan, dan dalam sisi lain diperoleh keuntungan
dari penghematan (optimalisasi) material bajanya.
Jika digunakan teknologi pengelasan submerged-arc weld di bengkel
fabrikasi maka tidak perlu bevel atau pekerjaan persiapan khusus pada bagian web
yang dilas tersebut. Adapun formulasi geometri untuk pemotongan profil
konvensional untuk dibuat profil tapered sbb.
Untuk desain penampang, prisipnya adalah memastikan bahwa di setiap titik,
tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan ijin atau dalam format LRFD adalah
Mu < Mn. Masalahnya, pada pembebanan merata momennya berbentuk parabola
sedangkan perubahan tinggi profil tapered adalah linier. Sehingga perlu dicari lokasi
tinggi kritis / critical depth (Blodget 1976) yaitu tinggi profil minimum batang
tapered yang diperlukan untuk menahan momen aktual.
Gambar 2.18 Lokasi tinggi kritis batang tapered terhadap momen aktual
Dari penelitian Blodget (1976) untuk balok tumpuan sederhana terhadap
pembebanan merata maka lokasi tinggi kritis akan terletak pada ¼ bentangnya, dan
Berbagai jenis balok taper secara umum banyak digunakan dalam industri
konstruksi baja, karena keefisiensian structural yang dimilikinya, dimana dapat
meminimalisir pemakaian material, kemampuan arsitekturalnya, dan tentu fungsi
yang diinginkan serta dengan harga produksi yang lebih ekonomis. Namun demikian
seorang perencana hanya dapat mendapatkan keseluruhan manfaat yang dimiiki
balok taper jika dapat menganalisis dengan metode yang tepat, dimana dapat
memperkirakan dengan tepat perilaku structural balok tersebut.
Perilaku structural kebanyakan balok tanpa pengekang lateral baik itu
prismatis atau balok taper sanagat bergantung terhadap tekuk lateral torsinya, pada
fenomena yang lebih kompleks dapat berupa kombinasi sumbu tekuk dan juga
torsinya. Namun itu dapat dicerna secara logika, pada keseragaman dan kemudahan
penggunaan, satu perilaku metode perencanaan dapat digunakan baik untuk balok
perismatis juga taper. Untuk mencapai maksud tersebut pendekan paling umum
adalah mencoba memodifikasi aturan dan prosedur dalam balok prismatic dengan
maksud untuk melihat kemampuan lateralnya.
Tujuan sentral dari berbagai teori balok, dimana memiliki sejarah structural
yang panjang salah satunya mencapai karakteristik dari berbagai perilaku balok.
Dalam bidang teknik, teori balok secara tipikal diperoleh dari penggabungan dari
asumsi dasar kedalam model tiga dimensi, dimana dapat memperlihatkan level hasil
yang berbeda-beda. Asumsi ini kebanyakan dikenal seperti bentuk yang belum
diketahui seperti perpindahan atau komponen tegangan, mungkin lebih kurang jauh
lebih realistis dengan membentuk sebuah penyederhanaan yang lebih kecil,
model satu dimensi seringkali dikembangkan dan diimplementasikan secara
numerical dimana dimaksudkan dalam karakteristik perilaku elastic tekuk lateral
torsi dari balok taper simetris dengan badan terbuka.
Sebagai catatan balok berdinding tipis memiliki geometri tambahan, mengingat
hubungan antara dua dimensi perpotongan sumbu, ketebalan dinding adalah
magnitude yang lebih kecil dari panjang sumbu tengahnya.
II.4 Bentuk Dan Jenis Balok I Nonprismatis
Dalam prakteknya sendiri terdapat berbagai macam bentuk balok taper yang
dapat dijumpai dilapangan maupun yang tidak sengaja dijadikan model untuk analisa
perilaku balok. Dibawah ini merupakan gambaran berbagai bentuk balok taper atau
balok I nonprismatis yang dapat kita jumpai di lapangan :
Gambar 2.20 Bentuk-bentuk balok I nonprismatis
Dengan memperlakukan balok I prismatic dan balok I nonprismatis sama, maka akan
didapat besaran momen seperti dibawah ini :
.
Gambar 2.21 Balok taper dan balok prismatic (Polyzois and Raftoyiannis 1998)
Pembuatan balok I taper secara normal diproduksi dengan pengelasan pelat datar
secara bersamaan seperti yang terjadi pada balok prismatic biasa. Saat pelat girder
prismatic itu biasanya digunakan pada konstruksi jembatan, balok I taper biasanya
tersedia dari balok taper itu, menyebabkan industry bangunan baja dapat
menyesuaikan harga pabrikasi dengan harga materialnya untuk mendapatkan struktur
yang ekonomis dari bagian portal yang diinginkan. Bangunan baja bertingkat rendah,
pada kolom maupun kasau biasanya dibuat sebagai balok taper untuk menempatkan
dimana material structural yang diinginkan.
Perencanaan balok I taper diatur dalam pasal tambahan pada AISC ( American
Institute of Steel Construction) LRFD (Load and Resistance Factor Design). Kendati
demikian, lampiran F melarang perencana pada balok taper memiliki area flens yang
sama dan balok bukan balok langsing ( ). Menariknya pada prakteknya bangunan
baja bertingkat rendah memerlukan area flens yang tidak sama dan balok yang
langsing, untuk mencapainya spesifikasi pada ketetapan untuk balok taper itu,
dengan rasio kelangsingan ( h/tw) dari tabel B5.1 pada spesifikasi jangan melebihi λr
dimana dirumuskan pada tegangan lentur dibawah ini :
𝜆𝑟 = 5.70 �𝐸
𝐹𝑦 (2.31)
II.5 Teori Metode Elemen Hingga (FEM)
Balok I nonprismatis yang merupakan material baja yang nonlinear dapat di
analisis melalui rumus pendekatan yang berdasarkan metode elemen hingga. FEM
merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya dalam
yang terjadi dalam suatu komponen struktur. Finite element methode juga dapat
dipakai untuk perhitungan struktur, fluida, elektrik, static, dinamik, dan lain-lain.
didapat terlebih dahulu dari perhitungan adalah perpindahan baru kemudian mencari
gaya batang.
Dikarenakan perhitungan matematis yang kompleks, FEM secara utama
dikembangkan untuk deformasi linear yang kecil dimana matriks kekakuan konstan.
Pada kasus deformasi yang besar, matriks kekakuan dan gaya dalam menjadi fungsi
dari perpindahan. Nonlinear FEM digunakan untuk memperbaiki parameter material
dari pandangan pelat elastis yang tinggi. Dalam bab ini, dikembangkan model FEM
nonlinear untuk deformasi geometri yang besar. dalam hal ini akan digunakan suatu
model untuk memperbaiki deformasi yang ada pada struktur balok.
Suatu balok merupakan suatu batang, yang berarti satu dimensi lebih besar
dari dua elemen struktur yang dapat menahan gaya transversal pada perletakan yang
ada. Balok yang umum dapat digunakan sebagai struktur tersendiri atau
dikombinasikan untuk membentuk struktur portal bangunan yang umum digunakan
pada bangunan dan dapat digunakan pada varisai beban secara luas dengan berbagai
arah. Karena kita bekerja pada gambaran struktur 2D , maka digunakan suatu balok
sederhana yang membentuk suatu balok 3D di bawah pengaruh gaya yang dipakai
pada balok .
II.6 Program Abaqus
Analisa tekuk lateral pada balok I nonprismatis dengan menggunakan
program Abaqus 6.10, maka dalam hal ini akan dijelaskan lebih dalam mengenai
program Abaqus itu sendiri. Abaqus adalah paket program simulasi rekayasa yang
mulai dari analisis linier relatif sederhana sampai simulasi nonlinier yang paling
menantang. Abaqus berisi perpustakaan yang luas dari unsur-unsur yang dapat
memodelkan hampir semua geometri apapun. Program ini memiliki daftar yang
sangat luas dari model material yang dapat mensimulasikan perilaku sebagian besar
bahan rekayasa, termasuk logam, karet, polimer, komposit, beton bertulang, busa
yang lentur dan kuat, dan bahan geoteknik seperti tanah dan batuan.
Gambar 2.22 Tampilan Program Abaqus/CAE 6.10
Dirancang sebagai alat simulasi untuk keperluan umum, Abaqus dapat digunakan
untuk mempelajari lebih dari sekedar masalah struktural (stres / perpindahan).
Program ini dapat mensimulasikan masalah di berbagai bidang seperti perpindahan
panas, difusi massal, manajemen termal dari komponen listrik (ditambah
termal-listrik analisis), akustik, mekanika tanah (ditambah cairan pori-stres analisis), analisis
piezoelektrik, dan dinamika fluida.
Abaqus menawarkan berbagai kemampuan untuk simulasi aplikasi linier dan
geometri mendefinisikan masing-masing komponen dengan model bahan yang sesuai
dan menentukan interaksi komponen. Dalam Abaqus, analisis nonlinier otomatis
memilih penambahan beban yang tepat dan toleransi konvergensi dan terus
menyesuaikan mereka selama analisis untuk memastikan bahwa solusi yang akurat
dan efisien diperoleh.
Semua analisis dibahas sejauh ini telah linear: ada hubungan linier antara
beban diterapkan dan respon dari sistem. Sebagai contoh, jika sebuah pegas nonlinier
meluas statis oleh 1 m di bawah beban 10 N, maka akan memperpanjang oleh 2 m
ketika beban 20 N diterapkan. Ini berarti bahwa dalam fleksibilitas Abaqus / Standar
analisis linier dari struktur hanya perlu dihitung sekali (dengan merakit matriks
kekakuan dan pembalik itu).
Tanggapan linier dari struktur untuk kasus beban lainnya dapat ditemukan
dengan mengalikan vektor baru beban oleh matriks kekakuan terbalik. Selain itu,
respon struktur terhadap kasus berbagai beban dapat ditingkatkan oleh konstanta dan
/ atau ditumpangkan pada satu sama lain untuk menentukan responnya terhadap
kasus beban yang sama sekali baru, dengan ketentuan bahwa kasus beban baru
adalah jumlah (atau beberapa) dari yang sebelumnya. Ini prinsip superposisi kasus
beban mengasumsikan bahwa kondisi batas yang sama digunakan untuk semua kasus
beban
II.6.1 Komponen Dari Model Analisis Abaqus
Model ABAQUS terdiri dari beberapa komponen yang berbeda yang bersama-sama
menggambarkan fisik masalah yang akan dianalisis dan hasil yang akan diperoleh.
II.6.1.1 Geometri diskrit
Elemen hingga dan node menentukan geometri dasar struktur fisik yang
dimodelkan dalam ABAQUS. Setiap elemen dalam model merupakan bagian diskrit
struktur fisik yang diwakili oleh unsure yang saling berhubungan satu sama lain oleh
node. Koordinat dari node terhubung dengan elemen yang mana setiap node
terhubung satu samalain dengan node yang terdiri dari model geometri. Gabungan
dari keseluruhan elemen dan node pada model di sebut mesh.biasanya mesh hanya
perkiraan dari struktur geometri yang sebenarnya.
Jenis elemen, lokasi, bentuk serta jumlah elemen yang saling bertautan
mempengaruhi hasil dari simulasi. Semakin besar kerapatan mesh dengan semakin
besarnya jumlah elemen pada mesh akan semakin akurat hasil yang di
peroleh.dengan kerapatan yang meningkat pada mesh maka waktu yang dibutuhkan
untuk menganalisis dan mengumpulkan hasil juga meningkat. Hasil yang diperoleh
biasanya pendekatan untuk solusi fisik yang ditinjau . besarnya perkiraan yang di
buat dalam model geometri, perilaku material dan kondisi batas serta beban yang di
berikan menentukan seberapa sesuai hasil simulasi yang dilakukan.
II.6.1.2 Properti Elemen
ABAQUS memiliki berbagai macam elemen, banyak elemen geometri tidak
didefinisikan sepenuhnya oleh koordinat node, seperti lapisan shell komposit atau
dimensi bagian I-beam tidak didefinisikan oleh node elemen. Data geometris
tambahan yang mendefinisikan sifat fisik elemen diperlukan untuk menentukan
Sifat dari material yang di gunakan harus di tentukan, data dari bahan berkualitas
tinggi dengan modelmateri yang kompleks sehinnga ketepatan dari hasil ABAQUS
terbatas dengan data material yang di berikan.
II.6.2 Beban dan Kondisi Batas
Bentuk paling umum dari pembebanan adalah:
• Beban titik
• Beban tekanan pada permukaan
• Distribusi traksi pada permukaan
• Beban terdistribusi dan momen di tepi shell
• Kekuatan tubuh, seperti gaya gravitasi,
• Beban termal
Kondisi batas untuk membatasi model dalam kondisi tetap, atau bergerak seperti
yang di tentukan. Hal ini lah yang memberikan kekakuan pada model.
II.6.3 Analisis Nonlinier
Masalah struktur nonlinier adalah dimana perubahan kekakuan struktur sebagai
deformasi. Semua struktur fisik nonlinier. Analisis linier adalah pendekatan nyaman
yang sering memadai untuk keperluan desain. Hal ini jelas tidak memadai untuk
simulasi struktural, termasuk proses manufaktur, seperti tempa, analisis kecelakaan,
dan analisis komponen karet, seperti ban atau mesin tunggangan.
Karena kekakuan kini bergantung pada perpindahan, fleksibilitas awal tidak bisa lagi
apapun. Dalam analisis implisit nonlinear matriks kekakuan struktur harus dirakit
dan dibolak-balik berkali-kali selama analisis, sehingga jauh lebih mahal untuk
memecahkan daripada analisis implisit linear. Dalam analisis eksplisit biaya
meningkat dari analisis nonlinier adalah karena penurunan dalam interval waktu
yang stabil.
Karena respon dari sistem nonlinier bukan fungsi linear dari besarnya beban yang
diterapkan, tidak mungkin untuk menciptakan solusi untuk kasus beban yang berbeda
oleh superposisi. Setiap kasus beban harus didefinisikan dan dipecahkan sebagai
analisis terpisah.
Ada tiga sumber non-linear dalam simulasi mekanika struktural:
Nonlinier Bahan
Nonlinier Batas
Nonlinier Geometri
II.6.3.1 Nonlinier Bahan
Kebanyakan logam memiliki hubungan stress / strain cukup linear pada nilai
regangan rendah "Bahan.", Tetapi pada strain tinggi materi, di mana titik respon
menjadi nonlinier dan ireversibel.
Nonlinieritas material mungkin berkaitan dengan faktor-faktor lain selain kekakuan.
Data nilai regangan dan kegagalan material keduanya bentuk nonlinieritas material.
Gambar 2.23 Stres-regangan kurva untuk bahan elastis-plastik di bawah ketegangan
uniaksial
Grafik 2.24 Tegangan-regangan kurva untuk bahan karet
II.6.3.2 Nonlinier Batas
balok kantilever, yang ditunjukkan pada Gambar 2.25, yang mengalihkan bawah
beban yang diterapkan sampai berhenti.
P
Gambar 2.25 Balok kantilever dibebani sampai berhenti di tumpuan
Defleksi vertikal ujung berhubungan linier dengan beban (jika defleksi
kecil) sampai kontak berhenti. Maka ada perubahan mendadak dalam kondisi batas
pada ujung balok, mencegah defleksi vertikal lanjut, sehingga respon dari balok tidak
lagi linear. Nonlinearities Boundary sangat terputus: bila kontak terjadi selama
simulasi, ada perubahan besar dan seketika dalam respon struktur.
Contoh lain dari nonlinier batas adalah memasukkan bahan ke dalam cetakan, relatif
mudah di bawah tekanan diterapkan sampai mulai memasuki cetakan. Sejak saat itu
tekanan harus ditingkatkan untuk terus membentuk ke dalam cetakan karena
perubahan kondisi batas.
II.6.3.3 Nonlinier Geometri
Sumber ketiga nonlinier berhubungan dengan perubahan geometri struktur selama
analisis. Nonlinier geometrik terjadi setiap kali besarnya perpindahan mempengaruhi
respon struktur. Hal ini bisa disebabkan oleh:
• Besar defleksi atau rotasi.
Sebagai contoh, balok kantilever dimuat secara vertikal di ujung
Gambar 2.26 Defleksi besar balok kantilever
Jika defleksi ujung kecil, analisis dapat dianggap sebagai kurang linier.
Namun, jika defleksi ujung besar, bentuk struktur berubah, karena adanya perubahan
kekakuan. Selain itu, jika beban tidak tetap tegak lurus balok, aksi beban pada
struktur terjadi perubahan signifikan. Sebagai mengalihkan kantilever balok, beban
dapat dianggap menjadi tegak lurus komponen balok dan komponen bertindak
sepanjang balok. Kedua efek ini berkontribusi pada respon nonlinier dari balok
kantilever (yaitu, perubahan kekakuan balok sebagai beban yang dibawanya
meningkat).
Orang akan berharap defleksi besar dan rotasi untuk memiliki dampak yang
signifikan terhadap cara struktur membawa beban. Akan tetapi, perpindahan tidak
perlu harus relatif besar untuk dimensi struktur untuk nonlinier geometri untuk
menjadi penting.
Dalam contoh ini ada perubahan dramatis dalam kekakuan panel seperti
deformasi. Dengan demikian, meskipun besarnya perpindahan, relatif terhadap
dimensi panel, cukup kecil, ada nonlinier geometrik yang signifikan dalam simulasi,
Sebuah perbedaan penting antara produk analisis harus dicatat di sini:
secara default, Abaqus / Standar mengasumsikan deformasi kecil, sementara Abaqus
/ eksplisit mengasumsikan deformasi yang besar.
II.6.4 Solusi Permasalahan Nonlinier
ABAQUS menggunakan metode Newton-Raphson dalam mendapatkan
solusi dari masalah non linier. Dalam analisa nonlinier tidak dengan memcahkan satu
persamaan seperti pada analisa linier, solusi diperoleh dengan menerapkan
bebantertentu secara bertahap sehinnga di peroleh solusi akhir. Seringkali abaqus
harus malakukan beberapa kali proses iterasi, jumlah tanggapan incremental adalah
perkiraan solusi untuk masalah non linier. Dengan demikian ABQUS melakukan
incremental dan iterasi untuk mendapatkan solusi nonlinier.
II.6.4.1 Metode Newton-Raphson
Metode newton raphson adalah metode pendekatan yang menggunakan satu titik
awal dan mendekatinya dengan memperhatikan slope atau gradient pada titik
tersebut.
Titik pendekatan ke n+1 dituliskan sebagai berikut
Metode ini tidak dapat digunakan ketika pendekatannya berada pada titik ekstrim
atau puncak, karena pada titik ini nilai F1(x)=0 sehingga nilai penyebut dari 𝐹(𝑥)
𝐹1(𝑥)= 0
Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut
Gambar 2.27 Grafik pendekatan newton-raphson dengan titik pendekatan berada di
puncak
Bila titik pendekatan berada pada titik puncak, maka titik selanjutnya akan berada di
tak berhingga.
Metode ini menjadi sulit atau lama mendapatkan penyelesaian ketika titik
pendekatannya berada di antara dua titik stasioner.
Bila titik pendekatan berada diantara dua titik puncak akan dapat mengakibatkan
Hal ini disebabkan titik selanjutnya berada pada salah satu titik puncak atau arah
pendekatannya berbeda
Gambar 2.28 Grafik pendekatan newton-raphson dengan titik pendekatan berada
diantara 2 titik puncak
Untuk dapat menyelesaikan kedua permasalahan pada metode newton raphson ini,
maka metode newton raphson perlu di modifikasi dengan :
1. Bila titik pendekatan berada pada titik puncak maka titik pendekatan tersebut
harus di geser sedikit, x1=x1±δ dimana δ adalah konstanta yang ditentukan
2. Untuk menghindari titik–titik pendekatan yang berada jauh, sebaliknya
pemakaian metode newton raphson ini di dahului oleh metode tabel, sehingga
dapat di jamin konvergensi dari metode newton raphson.
Gambar 2.29 Langkah pertama iterasi (Iterasi Kesetimbangan dan Konvergen dalam
Abaqus)
Pada gambar menunjukkan respon nonlinier struktur pada penambahan beban kecil.
Kekakuan awal di tunjukkan adalah K0, yang di dasari pada u0 dan ∆P untuk menghitung koreksi perpindahan ca pada struktur.konfigurasi berubah menjadi ua.
Kekakuan baru dari struktur menjadi Ka berdasarkan ua dan Ia sehingga perbedaan P
dan Ia dapat di hitung
𝑅𝑎 = 𝑃 − 𝐼𝑎 (2.33)
Dimana Ra adalah kekuatan sisa dari iterasi
Jika Ra adalah 0 dalam derajat kebebasan model maka titik akan berada pada kurva
nonlinier cukup mustahil untuk mendapatkan nilai nol sehingga abaqus
membandingkannya dengan nilai toleransi kekuatan sisa, abaqus menerima
pembaruan konfigurasi solusi keseimbangan. Secara umum diatur pada 0,5% dari
nilai rata-rata kekuatan struktur dari waktu ke waktu. Abaqus secara otomatis
melakukan hal ini.
Jika nilai toleransi kurang, maka P dan Ia akan seimbang sehingga ua akan berada
pada konfigurasi kesetimbangan struktur pada dengan beban yang di tetapkan.
Namun sebelumya abaqus akan melakukan koreksi perpindahan ca lebih kecil
relative terhadap perpindahan total. ∆𝑢𝑎 = 𝑢𝑎− 𝑢0 jika ca lebih besar dari
perpindahan incremental abaqus akan melakukan iterasi lain, keduanya harus sudah
dirasa cukup untuk mendapatkan hasil sebelum dilakukan penambahan beban.
Jika solusi dari iterasi belum juga diperoleh maka abaqus akan melakukan iterasi lain
agar keseimbangan tercapai. Dalam lanjutan iterasi ini kekakuan yang dipakai adalah
Ka yang di peroleh dari hasil iterasi sebelumnya bersama dengan Ra untuk menetukan
Gambar 2.30 Langkah kedua iterasi
Abaqus menghitung kekuatan sisa yang baru Rb dengan menggunakan kekuatan dari
konfigurasi yang baru pada struktur, ub. kemudian kekuatan sisa terbesar pada derajat
kebebasan Rb akan di bandingkan terhadap toleran si kekuatan sisa dan koreksi
perpindahan untuk iterasi yang ke dua, cb. dibandingkan dengan peningkatan
perpindahan sehingga ∆𝑢𝑏 = 𝑢𝑏− 𝑢0, jika di perlukan abaqus akan melakukan