PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 483
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INDUSTRI PENGOLAHAN GARAM
Yusmar Ardhi Hidayat1 dan Noor Suroija2
1,2 Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Semarang, Jl. Prof.
Soedharto SH. Semarang 50275.
Email: 1 yusmardhi@gmail.com dan 2 noorsuroija@yahoo.com
Abstract
Sustainability of salt production depends on variation of season that causes supply of salt is surplus in dry season and also scarcity of salt in rainy period. Price of salt increases in rainy season but price of salt decreases in dry season. To solve different stock of salt, buffer stock can adjust to stock surplus of salt in dry season and allocate the surplus to salt industries in rainy season. Purposes of this research are 1). To analyze economic order quantity in supply of salt at salt industries in dry and wet season. 2). To investigate policy of Government of Pati Regency to support performance of buffer stock. 3). To propose role model of buffer stock and trading rule of salt.Tools of analysis used in this research are Economic Order Quantity, Focus on Group Discussion, and Descriptive Statistic. Respondents used in this research were salt small industries located in Pati Regency. Sample used in this research were 55 owners of salt industries. Next, participant in Focus on Group Discussion were 7 government officers such as Trade and Industries Department, Ocean and Fishery Department, Regional Developing Planning Department, Research and Development Unit and members of research team. Results were 1). Salt industries tend to stock raw materials of salt that exceed than quantity store of production if they do not have land area for producing salt. Then they decide to buy salt from salt farmer. Policies used to support performance in buffer stock were setting logistic distribution and salt allocation. National logistic system should be coordinated by National Salt Company by supporting village unit cooperation to manage buffer stock. Government of Pati Regency should made regional company to produce industrial salt. Next, Government should encourage industry of snack to buy consumed salt from salt small industries. Besides Government should create role model of salt warehouse in order to reduce evaporation of salt.
Keywords : Salt, Buffer Stock, EOQ, Production, and Policy Abstrak
Keberlangsungan produksi garam sangat tergantung kondisi musim, produksi garam kristal melimpah saat musim kemarau menyebabkan harga jual garam rendah sedangkan jumlah pasokan garam akan berkurang saat musim hujan menyebabkan harga jual garam tinggi tetapi garam kristal sulit diperoleh. Pembentukan buffer stock diperlukan guna menyerap kelebihan
produksi saat musim kemarau dan menyalurkan kelebihan stok garam di musim hujan.Tujuan penelitian ini adalah 1). Menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan bahan baku garam industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau. 2). Menganalisis alternatif kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock garam yang optimal
bagi industri pengolahan garam. 3). Merumuskan model sistem buffer stock dan tata niaga
garam guna mendukung swasembada produksi garam nasional.Alat analisis yang digunakan adalah Economic Order Quantity (EOQ), Depth Interview dengan model Focus on Group
Discussion (FGD), dan Statistik Deskriptif. Sampel yang digunakan adalah industri pengolahan garam yang berlokasi di Kabupaten Pati dengan metode penentuan sampel
Multistage Cluster Random Sampling. Jumlah sampel yang diperoleh 55 orang pengusaha
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 484 pengendalian persediaan industri pengolahan garam yaitu dengan : Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayaan KUD untuk mengelola persediaan Garam. Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung Industri Makanan Ringan untuk membeli Garam Konsumsi dari petani dan Industri Pengolahan Garam. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam.
Kata Kunci : Salt, Buffer Stock, EOQ, Production, and Kebijakan
PENDAHULUAN
Kabupaten Pati merupakan salah satu pusat produksi garam nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Pati memiliki pusat produksi garam yang terdiri atas petani garam dan industri pebuatan garam yang tersebar di seluruh wilayah pesisir pantai terutama di Kecamatan Batangan dan Juwanan. Terdapat 98 industri pengolah garam yang berlokasi di Kabupaten Pati. Berdasarkan sampel penelitian sebelumnya, potensi produksi garam konsumsi 202.200 kg sehari berupa garam briket dan halus dengan kebutuhan bahan baku garam kristal 303.300 kg sehari yang dipasok oleh industri 608 petani garam. Tenaga kerja yang digunakan 1334 orang dan kebutuhan solar diperlukan 3725 solar/hari untuk memasak garam konsumsi. Efisiensi produksi garam dipengaruhi oleh tenaga kerja dan bahan bakar dan jaringan pemasok bahan baku garam (Yusmar Ardhi Hidayat dan Suroija, 2013).
Selama 6 bulan musim kemarau, simulasi produksi garam konsumsi mencapai 10.110 ton/bulan dengan kebutuhan bahan baku garam 13.143 ton garam kristal/bulan sedangkan petani garam mampu memproduksi 15.000 ton garam kristal tiap bulan. Maka terdapat kelebihan stok produksi garam 1.857 ton garam kristal/bulan. Jika kelebihan stok garam kristal ditampung di gudang selama 6 bulan, maka hanya terdapat stok garam 11.142 ton yang hanya cukup untuk produksi 1 bulan saja saat musim hujan sisanya 5 bulan di musim hujan, industri pengolahan garam tidak akan berproduksi karena garam kristal tidak ada dan akan meningkatkan harga garam kristal saat musim hujan. Tetapi, petani garam tidak bisa menghasilkan garam karena hujan padahal harga garam kristal akan meningkat mendekati HET Rp. 750/kg. Hal berbeda justru terjadi saat 6 bulan musim kemarau, harga jual garam kristal justru turun mencapai Rp. 400/kg padahal petani garam memproduksi garam kristal maksimal (Suroija, dkk., 2013).
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 485 satu tahun. Rekomendasi penelitian sebelumnya, Buffer Stock garam sangat diperlukan
untuk menampung kelebihan produksi garam kristal dari petani garam dan menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri pengolahan garam saat musim hujan.
Bufferstock merupakan sebuah mekanisme untuk menyimpan sejumlah komoditi tertentu saat musim panen ketika harga rendah, dan menjual komoditi yang disimpan saat produksi sulit ketika harga tinggi. Pengaturan harga dan kebijakan pemerintah menjadi kunci penting pelaksaaan buffer stock (Anathasiou et.al, 2006). Penerapan buffer stock
bahkan lebih efektif untuk mengatur kestabilan harga produk agroindustri daripada kebijakan intervensi pasar secara langsung (Wahyudi Sutopo et.al, 2012). Perbedaan stok saat panen raya dan saat musim panen menjadi masalah utama dalam sistem distribusi komoditas agroindustri. Dalam era perdagangan bebas, stok produksi berbeda akan menyebabkan ketidakstabilan harga dan kelangkaan sehingga jaminan pasokan komoditas nasional akan terganggu sedangkan permintaan tinggi sehingga impor dilakukan (Wahyudi Sutopo, et. al 2008b).
Penelitian ini merujuk penelitian Wahyudi Sutopo (2008a) dengan perbedaan objek komoditas garam dan penggabungan analisis kuantitatif, metode optimasi, analisis kualitatif dan jalinan kerjasama industri pengolahan garam dalam membentuk sistem
buffer stock.
Keberlangsungan produksi garam sangat tergantung kondisi musim, produksi garam kristal melimpah saat musim kemarau menyebabkan harga jual garam rendah sedangkan jumlah pasokan garam akan berkurang saat musim hujan menyebabkan harga jual garam tinggi tetapi garam kristal sulit diperoleh. Hal tersebut menyebabkan kesejahteraan petani garam tidak berubah dan industri pengolahan garam kesulitan menetapkan harga jual garam konsumsi karena perbedaan harga bahan baku pada tahun yang sama.
Pembentukan buffer stock diperlukan guna menyerap kelebihan produksi saat
musim kemarau dan menyalurkan kelebihan stok garam di musim hujan. Tetapi lembaga
buffer stock ini belum terbentuk, sehingga industri pengolahan garam diperlukan sebagai
unit pelaksana sistem buffer stock. Peran industri pengolahan garam sebagai buffer stock
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 486 kebutuhan stok bahan baku. Hal lain yang penting diperhatikan adalah diperlukan modal yang besar guna membiayai kegiatan buffer stock garam di Kabupaten Pati. Oleh karena
itu, pengelolaan buffer stock memerlukan industri pengolah garam yang memiliki kinerja
pengelolaan persediaan bahan baku garam sebagai perwujudan lembaga penyangga garam. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan penelitian yang muncul yaitu :
a. Bagaimana bentuk pelaksanaan sistem persediaan gudang industri pengolahan garam dalam pembentukan buffer stock garam?
b. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem persediaan garam?
Bagaimana model pengelolaan buffer stock garam guna mengatur tata niaga dan
menjamin ketahanan produksi garam?
Tujuan penelitian yaitu 1). Menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan bahan baku garam industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau, 2). Menganalisis alternatif kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock garam
yang optimal bagi industri pengolahan garam, dan 3). Merumuskan model sistem buffer stock dan tata niaga garam guna mendukung swasembada produksi garam nasional.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yangn memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh persediaan garam kristal yang dimiliki oleh industri pengolahan garam pada satu periode tahun. Pengambilan sampel dilakukan guna memperoleh gambatan populasi secara keseluruhan.
Lokasi populasi jumlah garam dimiliki industri pengolahan garam ini berlokasi di Kabupaten Pati dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 1
Jumlah Populasi Industri Pengolahan Garam di Pati dan Sampel Kecamatan Desa Populasi (Unit)
Wedarijaksa Tlogoarum 10
Kepoh 7
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 487 Bajomulyo 2
Bumirejo 2 Doropayung 2 Batangan Bumimulyo 8 Ketitangwetan 4 Lengkong 7 Gajahkumpul 2
Total 104
Sumber : Disperindag, 2013.
Rencana Sampel yang digunakan adalah 70 unit industri pengolahan garam yang berlokasi di Kabupaten Pati dengan pertimbangan tingkat keberhasilan pengembalian kuesioner di tahun lalu hanya 60 persen. Penentuan sampel 70 Industri Pengolahan Garam dengan penentuan sampel multistage cluster random dengan uraian sebagai berikut :
Tahap 1 : Memilih IKM pengolahan garam Kecamatan Wedarijaksa, Trangkil, Batangan dan Juwana di Kabupaten Pati.
Tahap 2 : IKM yang dipilih berada di Desa Tlogoarum, Kepoh, Tluwuk, Asemparan, Agungmulyo, Genengmulyo, Margomulyo, Bajomulyo, Bumirejo, Doropayung, Bumimulyo, Ketitang Wetan, Lengkong, Gajahkumpul.
Membuat daftar kerangka sampel dan menentukan sampel secara random desa-desa tersebut di atas.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa : a. Data Primer,
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan di catat untuk pertama kalinya. Dalam penelitian ini, data yang didapat langsung dari industri pengolahan garam.
b. Data Sekunder, data sekunder diperoleh dari pihak industri pengolehan garam, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi Industri Pengolah Garam Beryodium (APROGAKOB), dan LSM Micro Nutrient yang berlokasi di Pati berupa dokumen-dokumen produksi industri pengolahan garam.
Teknik Pengumpulan Data
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 488 memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan terpercaya. Metode pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara sebagai tehnik pencarian dan pengumpulan informasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung kepada industri pengolahan garam untuk dimintai keterangan mengenai data stok persediaan garam dan persediaan.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis dipandu dengan kuesioner guna mencari data persediaan garam dimiliki industri pengolahan garam selama satu siklus produksi selama masa produksi.
Alat Analisis
Analisis EOQ (Economic Order Quantity)
Alat analisis EOQ digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau.
Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode EOQ. Untuk mempermudah pengolahan data dilakukan dengan 2 tahap.
1. Pengolahan Data Tahap I:
Mengelompokkan data berdasarkan konsep Rank Month Movement. Tahap-tahap yang
dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan Rank Month Movement : a. Membuat daftar semua persediaan garam yang akan diklasifikasikan dan harga
beli masing-masing garam kristal.
b. Menentukan jumlah pemakaian rata-rata bahan baku garam kristal per tahun. c. Menentukan nilai pemakaian garam kristal per tahun dengan cara mengalikan
jumlah pemakaian rata-rata per tahun dengan harga belinya.
d. Menjumlahkan nilai pemakaian tahunan semua item untuk memperoleh nilai pemakaian total
e. Menghitung persentase pemakaian setiap item dari hasil bagi antara nilai pemakaian per tahun setiap item dengan total nilai pemakaian per tahun.
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 489 2. Menghitung nilai rata-rata persediaan
a) Menghitung Safety Stock dengan rencana service level yaitu 95% sehingga z = 1. 65. Dengan menggunakan persamaan.
SS = Z . σ . √L.T ………(1) σ = s/√n ...(2) Keterangan :
SS = Safety Stock Z = Service Level σ = Standar Deviasi LT= Lead Time s = standart n = jumlah sampel b) Menghitung Reorder Point
ROP = D L + SS ……….…(3) Dimana :
D = Permintaan L = Lead Time SS= Safety Stock
c) Menghitung Jumlah Persediaan Maksimum Persediaan maksimal merupakan jumlah persediaan yang paling banyak yang boleh ada di gudang. Penentuan persediaan maksimal ini diperlukan agar jumlah persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan,sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk penyimpanan persediaan tersebut. Besarnya persediaan maksimal atau maximum inventory yang ada di gudang dapat dicari dengan ROP dikali 2.
Maksimal 1 = 2 x ROP ………...………...(4) d) Menentukan Nilai Rata-Rata Persediaan
Persediaan Rata-Rata = (ROP + Maksimal) / 2...……….(5) Nila Persediaan Rata-Rata = (Persediaan Rata-Rata/2) x Harga/kg...(6) e) Menghitung tingkat persediaan Inventory Turn Lebih Banyak (ITO)
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 490 Rasio layanan merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat efektivitas dari persediaan barang. Artinya semakin tinggi rasio layanan, maka persediaan semakin mampu utuk memenuhi permintaan yang datang berarti pengelolaan persediaan semakin efektif.
Rasio Layanan = Jumlah Transaksi Terpenuhi/Jumlah Seluruh Transaksi.(8) 2. Pengelompokan Data Tahap II:
a) Menghitung biaya persediaan dengan system interval pemesanan tetap atau Economic Order Interval (EOI).
EOI = EOQ/Rata-Rata Pemakaian per tahun ..……….(9) Menghitung total biaya persediaan dengan system jumlah pemesanan tetap atau Economic Order Quantity (EOQ).
EOQ = √(2DS/H) ………(10) Dimana:
D = Permintaan S = Biaya Pemesanan H = Biaya Penyimpanan
Wawancara Mendalam diperkuat Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil analisis EOQ akan digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kebijakan dan langkah perbaikan manajemen persediaan untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock
garam yang optimal bagi industri pengolahan garam. Tahapan selanjutnya adalah melakukan wawancara dengan model panel untuk merumuskan pondasi dasar pembentukan buffer stock berbasis kerjasama antara industri pengolahan garam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 491 Tabel 2
Profil Responden
Keterangan Mean Minimum Maksimum Std. Deviation
Umur 43.18 23 62 10.456
Lama usaha 12.42 2 30 7.556
Jumlah keluarga ditanggung 4.31 2 7 1.069
Anggota keluarga bekerja 2.22 0 5 1.049
Anggota keluarga bersekolah 1.35 0 5 1.109
Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55
Responden berusia rata-rata 43 tahun dengan usia termuda 23 tahun dan tertua 62 tahun. Usaha garam yang dijalani rata-rata 12 tahun dengan rentang usaha dijalani 2 sampai 30 tahun. Responden menanggung jumlah anggota keluarga rata-rata berjumlah 4 orang dengan rincian rata-rata 2 orang anggota keluarga sudah bekerja dan rata-rata 1 anggota keluarga masih bersekolah.
Tabel 3 Tingkat pendidikan Tingkat
Pendidikan Frekuensi Persentase
SMA 22 40.0
Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55
Sejumlah 22 orang (40 persen) pengusaha garam konsumsi berpendidikan SMA. Sebanyak 12 orang responden (21.8 persen) berijasah SD dengan jumlah yang hampir sama dengan responden yang berpendidikan SMP sejumlah 11 orang (20 persen). Sisanya berturut-turut, pengusaha garam yang berpendidikan S1 sebanyak 8 orang (14.5 persen) dan berpendidikan D3 hanya 1 orang.
Tabel 4
Sumber Pendapatan Utama Sumber Pendapatan Jumlah Persentase
Ya 46 83.6
Tidak 9 16.4
Total 55 100.0
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 492 Usaha pembuatan garam merupakan sumber pendapatan utama keluarga bagi responden dengan rincian sejumlah 83,6 persen dan sisanya 16,4 persen responden menyatakan tidak. Selain usaha pengolahan garam konsumsi, responden juga memiliki sumber pendapatan tambahan dari berbagai macam seperti dirinci senbagai berikut ini.
Tabel 5
Jenis Pendapatan Tambahan
Jenis Usaha Tambahan Jumlah Persentase
Tidak Ada 24 43.7
Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55
Sebagian besar responden sejumlah 24 orang (43,7 persen) menyatakan tidak memiliki usaha sampingan. Tetapi, sebanyak 20 orang (34,5 persen) memilih membudidayakan bandeng di tambak yang dimiliki. Hal tersebut dilakukan pada musim hujan, responden memanfaatkan lahan garam sebagai tambak bandeng karena usaha pembuatan garam tidak dilakukan selama musim hujan. Sisa responden menjalani berbagai usaha tambahan seperti usaha toko, pedagang, selep padi, sablon plastik, bengkel dan transportasi.
Responden memiliki alasan untuk masih tetap eksis dalam usaha pembuatan garam dengan rincian berikut.
Tabel 6
Alasan Eksis Pembuatan Garam
Alasan Pembuatan Garam Jumlah Persentase Sumber Pendapatan
Keluarga 34 61.8
Permintaan garam tinggi 10 18.1 Pendapatan Tambahan 5 9.1 Membuka Lapangan Kerja 4 7.3 Usaha Keluarga diteruskan 2 3.6
Total 55 100.0
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 493 Alasan utama responden masih eksis melakukan usaha pembuatan garam karena merupakan sumber pendapatan utama sejumlah 34 orang (61,8 prersen), permintaan garam tinggi dinyatakan oleh 10 orang (18,1 persen), dan sisanya berturut-turut karena alasan sumber pendapatan tambahan (9,1 persen), membuka lapangan kerja (7,3 persen) dan usaha turun temurun keluarga (3,6 persen).
Kinerja Sistem Pengendalian
Responden memproduksi garam konsumsi dalam bentuk garam halus, briket, dan krosok. Secara rinci disajikan tabel sebagi berikut.
Tabel 7
Jumlah Produksi Garam Konsumsi Per Hari Jenis Garam
Konsumsi Jumlah (Kg) Persentase
Briket 159250 53,50
Halus 110450 37,10
Krosok 28000 9,40
Total 297700 100,00
Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55
Jenis produksi garam briket yang diproduksi sebanyak 159.250 Kg/hari (53,50 persen), sedangkan garam konsumsi jenis halus sejumlah 110.450 Kg/hari (37,10 persen), sedangkan, dan sisanya garam krosok 28.000 Kg/hari (9,40 persen).
Tabel 8
Tenaga Kerja Digunakan
Jenis Tenaga Kerja Rata-Rata Minimum Maksimum Total (orang) Std. Deviation
Tenaga Cetak 9.98 2 35 549 6.835
Tenaga Pengemasan 8.44 3 16 464 3.563
Tenaga Cuci dan Giling 5.71 2 15 314 2.370
Tenaga Memanggang 1.78 1 5 98 .956
Total 1425
Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 494
Analisis EOQ
Persediaan (inventory) adalah salah satu aset yang sangat mahal dalam suatu
perusahaan. Industri pengolahan garam harus menjaga agar persediaan tidak habis dan mengganggu proses produksi dengan pertimbangan biaya penyimpanan yang minimal. Industri pengolahan garam harus mengatur titik optimal dengan biaya simpan minimal. Persediaan industri garam ini meliputi kebutuhan bahan baku garam kristal, garam yang sudah dicuci bersih, dan garam konsumsi yang sudah jadi.
Industri pengolahan garam konsumsi harus memiliki perencanaan dan sistem pengendalian peersediaan yang spesifik. Hal utama dalam pengelolaan persediaan adalah berapa banyak harus disediakan yang diukur dengan Economic Order Quantity dan waktu penyediaan dilakukan. Kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan optimal untuk menjamin ketersediaan bahan baku produksi. Hasil analisis EOQ diperoleh sebagai berikut
Tabel 9
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 495
Sumber : Data Primer diolah, September 2014.
Industri pengolahan garam cenderung meyimpan bahan baku garam melebihi jumlah produksi jika tidak memiliki tambak sendiri dan membeli dari Petani dengan harga yang tinggi.
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 496 Konsekuensinya, industri pengolahan garam yang memiliki tambak sendiri akan membutuhkan gudang guna menampung bahan baku garam. Selain itu, petani garam juga memiliki gudang garam yang digunakan sebagai simpanan/tabungan.
Tabel 10
Persediaan Stok Garam Keterangan Rata-Rata
EOQ 4095 Kg
Buffer Stock 472.5Ton
Sumber : Data Primer diolah, September 2014.
Alternatif Kebijakan Pengendalian Persediaan.
Hasil FGD diperoleh Kebijakan untuk pengendalian persediaan garan yaitu :
1. Penyuluhan dan pengetesan kadar garam sesuai standar SNI bagi industri pembuatan garam dengan kandungan >30 ppm (TES),
2. Penegakan hukum dan Sidak kepada Industri Pengolahan Garam untuk pelaksanaan Perda SNI Garam Beryodium di Kabupaten Pati (HUKUM),
3. Penetapan harga dasar jual garam oleh Pemerintah Kabuapaten Pati agar segera dilaksanakan untuk mendorong petani dan industri garam meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi garam (HARGA),
4. Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayaan KUD untuk mengelola persediaan Garam (LOGISTIK).
5. Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung Industri Makanan Ringan yang berlokasi di Kabupaten Pati untuk mengambil dari Garam Konsumsi Industri Pengolahan Garam (HULU).
6. Pembuatan Badan Usaha Milik Derah Pengolahan Garam Industri yang menampung produksi garam dari Petani (BUMD).
7. Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP (PERDA).
8. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam, rapat delapisi isolator, dan tidak bocor (GUDANG).
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 497 1. Industri pengolahan garam berdaya untuk memiliki askses pembelian bahan baku
dari petani untuk mendukung kontinuitas produksi garam sepanjang tahun. 2. Industri garam mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, sehingga
termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas garam SNI dan produktivitasnya. 3. Peningkatan daya saing garam konsumsi sesuai standar SNI untuk menghadapi
persaingan garam impor.
4. Sinkronisasai dan koordinasi Pemerintah Kabupaten, Industri Pengolahan, Perbankan, Akademisi, dan Tokoh Masyarakat guna mendukung daya saing garam lokal.
Model Buffer stock dan tata niaga garam guna mendukung swasembada produksi garam
nasional.
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 498 Pemberdayaan Industri Pengolahan Garam
Sumber : Susilowati (2004), Sudantoko (2010), Poniman dkk (2011), Yusmar (2011, 2012), Soraija (2013) disesuaikan dengan kajian ini.
LOGISTI
Persedian Bahan
Baku:
EOQ Gudang
Jaringan P t i
Produksi Garam
Konsumsi
PENGENDALIAN PERSEDIAAN
Industri Garam
SWASEMBADA GARAM KONSUMSI
HULU TES
PERDA
HUKU HARGA GUDANGINDUSTRI
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 499 Penjelasan
1. Penyuluhan dan pengetesan kadar garam sesuai standar SNI bagi industri pembuatan garam dengan kandungan >30 ppm (TES). Kebijakan ini sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Pati melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang selalu mengadakan pengetesan kandungan yodium garam bekerjasama dengan MI. Dampaknya, industri pengolahan garam akan mematuhi aturan tersebut. Guna mendukung kegiatan tersebut, kebijakan selanjutnya sangat mendukung aktivitas tersebut.
2. Penegakan hukum dan Sidak kepada Industri Pengolahan Garam untuk pelaksanaan Perda SNI Garam Beryodium di Kabupaten Pati (HUKUM). Penegakan hukum dan sangsinya sangat diperlukan untuk menegakkan aturan SNI garam beryodium. Sangsi penghentian produksi garam bisa dilakukan untuk sebagai hukuman pelanggaran sangsi.
3. Penetapan harga dasar jual garam oleh Pemerintah Kabuapaten Pati agar segera dilaksanakan untuk mendorong petani dan industri garam meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi garam (HARGA). Penetapan harga dasar garam untuk masing-masing jenis kualitas I, II, dan III belum optimal. Tengkulak masih menguasai pasar garam. Petani garam yang terdesak kebutuhan hidup sehari-hari akan menjual murah garamnya kepada tengkulak sehingga kualitas garam yang dihasilkan tidak optimal.
4. Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayakan KUD untuk mengelola persediaan Garam (LOGISTIK). Lembaga buffer stock secara nasional ini sudah dilaksanakan oleh PT Garam untuk menyerap garam dari Petani. Karena keterbatasan modal, PT Garam tidak bisa menyerap persediaan garam di Kabupaten Pati. Sehingga guna menyerap kelebihan persediaan garam maka kebijakan berikut ini sangat berkaitan.
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 500 garam memproduksi garam konsumsi yang sesuai dengan standar kebutuhan industri makanan. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan langkah beikut ini. 6. Pembuatan Badan Usaha Milik Derah Pengolahan Garam Industri yang
menampung produksi garam dari Petani (BUMD). Kebijakan ini bertujuan untuk menyerap produksi garam petani dan mendorong industri pengolahan garam untuk memproduksi garam industri yang berkualitas.
7. Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP (PERDA).
8. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam, rapat delapisi isolator, dan tidak bocor (GUDANG).
SIMPULAN
a. Industri pengolahan garam cenderung meyimpan bahan baku garam melebihi jumlah produksi jika tidak memiliki tambak sendiri dan membeli dari Petani dengan harga yang tinggi.
b. Industri penolahan garam cenderung untuk menyimpan bahan baku optimal (dan atau lebih sedikit) jika memiliki tambak sendiri yang berdekatan dengan lokasi pabrik pengolaan. Industri pengolahan garam membeli garam dari petani dengan harga yang relatif lebih murah.
c. Konsekuensinya, industri pengolahan garam yang memiliki tambak sendiri akan membutuhkan gudang guna menampung bahan baku garam. Selain itu, petani garam juga memiliki gudang garam yang digunakan sebagai simpanan/tabungan..
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 501 Petani, 7). Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP, 8). Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam
Kelemahan Penelitian
a. Model yang dirumuskan masih berupa konsep untuk bisa diterapkan sehingga perlu adanya penyampaian konsep model peningkatan pengendalian persediaan garam kepada Pemerintah Daerah.
b. Perlunya kajian hubungan biaya pengangkutan, biaya pergudangan, dan produksi garam untuk diteliti pada rancana penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ristono.(2008). Manajemen Persediaan Edisi 1. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Athanasiou, George., Iasson Karafyllis, and Stelios Kotsios, 2006. Price Stabilization Using Buffer Stocks. Dept. of Economics, University of Athens, 8 Pesmazoglou
Str., 10559, Athens, Greece
Ballou, Ronald H. (2003). Business Logistics/Supply Chain Management and Logware
.Pearson. Prentice Hall. USA.
Donald J. Bowersox, David J. Closs, M. Bixby Cooper. (2002). Supply Chain Logistics Management Fourth Edition. McGraw-Hill. USA
Freddy Rangkuti, (1996). Manajemen Persediaan. Rajawali. Jakarta.
Ferdinand, Augusty, (2002). Structural Equation Modelling Dalam Penelitian
Manajemen : Aplikasi Model-Model Rumit dalam penelitian untuk Tesis magister dan Disertasi Doktor. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hair et all, (2006). Analysis of Multivariate. Sixth Edition. Singapore. Pearson
International.
Hani Handoko. (2000). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi I.
Henry Simamora. (2000). Akuntansi Bisnis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid 1.
Salemba Empat: Jakarta.
Imam Ghozali, (2006). Analisis Multivariate Aplikasi Program SPSS. Semarang. Badan
Penerbit UNDIP Semarang.
Lalu Sumayang. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi . Salemba
empat. Jakarta.
Mudrajad Muncoro, (2009). Metode Riset Bisnis dan Ekonomi Edisi ke-3. Jakarta.
Penerbit Erlangga.
PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 502 Produksi Nasional Berbasis C-E-L (Efficiency Production, Entrepeneurship, Linkage). Laporan RUPT. Polines Semarang.
Siti Wardah, Tiena G. Amran, Parwadi Moengin. (2013). Rancang Bangun Model Persediaan Dan PemilihanPemasok Bahan Baku Kelapa Parut Kering Di PT. X.
Jurnal Teknik Industri. Diunduh 24 Desember 2013.
Sofyan Assauri. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Revisi. LP-FEUI:
Jakarta:
Supriyono. (2001). Akuntasi Biaya Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta pembuatan Keputusan. BPFE :Yogyakarta.
Turban, E, Rainer Jr, R.K, Porter, R. (2004). Introduction to Information Technology.
John. Willey & Sons Inc. USA.
Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, and TMA. Ari Samadhi. (2008a). Proceedings of the 9th Asia Pasific Industrial Engineering &
Management Systems Conference. Nusa Dua, Bali – INDONESIA December 3rd – 5th, 2008 : A Buffer Stocks Model for Stabilizing Price of Commodity under Limited Time of Supply and Continuous Consumption. APIEMS 2008.
Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, and TMA. Ari Samadhi. 2008b. The 20th National Conference of Australian Society for Operations Research & the 5th International Intelligent Logistics System Conference. : A Buffer Stock Model For Stabilizing Price With Considering The Expectation Stakeholders In The Staple-Food Distribution System.
Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia & T.M.A. Arisamadhi, 2012. A Buffer Stock Model to Ensure Price Stabilization and Availability of Seasonal Staple Food under Free Trade Considerations. ITB J. Eng. Sci., Vol. 44, No. 2, 2012, p : 128-147.
Yusmar Ardhi Hidayat dan Noor Suroija, 2013. Prosiding Seminar Nasional: Analisis Efisiensi Produksi Garam Konsumsi. UP2M Polines 2013. Penerbit Polines.