Pengembangan Infrastruktur Transportasi yang Hemat Energi untuk Mengurangi Efek
Urban Heat Island di Kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)
Evlina Noviyanti (3214205001)
Pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota, Jurusan Arsitektur, ITS Jalan arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: evelyna.noviyanti@gmail.com
Abstrak
UP. Tunjungan merupakan kawasan CBD di Kota Surabaya dominan pembangunan berupa kawasan perdagangan dan jasa, permukiman, industri dan fasilitas lainnya, dengan dominan bangunan high rise building serta tingginya aktivitas karena merupakan kawasan strategis ekonomi yang berada di kawasan Segi Empat Emas Tunjungan dan sekitarnya. Berdasarkan inventarisasi emisi Kota Surbaya tahun 2013 penyumbang emisi CO2 (polutan dan penyumbang panas di kawasan perkotaan) terbesar adalah dari kegiatan transportasi on-road yaitu sebesar 70.85% dari sumber-sumber lainnya, dimana konsentrasi terbesarnya berada di kawasan pusat Kota, yaitu UP. Tunjungan, yang mengindikasikan pula semakin besar suhu di kawasan CBD, sehingga diperukan upaya dalam hal pengembangan infastruktur transportasi yang hemat energi yang mampu mengurangi UHI dengan konsep-konsep TDM, TOD dalam pengembangnnya yang berkelanjutan serta fasilitas pendukungnya di dalam konsep tersebut.
Kata Kunci: UHI, Transportasi, energi, TDM, TOD
1. LATAR BELAKANG
Meningkatnya urbanisasi, perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia mengambil bagian besar untuk kota membutuhkan energi sangat besar (Madlener & sunak, 2011). Bagian dari energi ini hilang dalam bentuk panas dan panas ini terakumulasi karena terperangkap oleh struktur perkotaan (bangunan tinggi , bahan bangunan, struktur perkotaan, ukuran kota, efek rumah kaca perkotaan). Energi yang hilang dalam bentuk panas ini terakumulasi seperti tingginya tingkat emisi (pencemar udara dari hasil pembakaran) yang menghasilkan panas dalam bentuk CO2, dan terserapnya panas dalam material bangunan perkotaan. Lahan terbangun perkotaan, bangunan tinggi, bahan bangunan seperti aspal, bangunan dengan bahan beton, atap berwarna gelap, serta material-material yang kedap air yang secara umum akan mengakibatkan penyerapan kapasitas panas dan konduktivitas panas yang tinggi kondisinya. Hal di atas menyebabkan urban heat island yaitu kondisi suhu udara di perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di sekitarnya, kondisi ini dapat dirasakan terutama pada kawasan CBD Kota Surabaya, (Tursilawati, 2005).
Sektor transportasi memegang peran yang penting dalam perekonomian setiap negara. Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai transportasi yang berkelanjutan seperti konsumsi energi dan pencemaran lingkungan. Sektor
transportasi mengkonsumsi 21 energi primer dan bertanggung jawab atas 20% emisi gas rumah kaca seluruh dunia (IEA, 2006 dalam Westerdahl et al, 2009). Beberapa tahun belakangan ini, studi di Amerika Serikat, Eopa, dan Asia melaporkan bahwa paparan polutan udara yang berasal dari transportasi terhadap manusia berhubungan dengan cakupan efek kesehatan yang merugikan kesehatan respiratori (Brauer et al., 2002; Garshick et al., 2003; Oosterlee et al.,1996; Peters et al., 1999a,b; Heinrich and Wichmann, 2004 dalam Westerdahl et al,2009).
Perbedaan suhu antara satu bagian wilayah kota dengan bagian lain seperti kecenderungan terjadinya kutub panas di beberapa lokasi seperti jalan di depan Plasa Tunjungan, Kawasan Pasar Turi dan Jl. Pahlawan suhu siang hari dapat mencapai 41 °C sedangkan suhu terendah mencapai 26 °C yang cenderung berada di pusat kota dan mengalami penurunan suhu semakin menjauhi pusat kota (www.ecoton.or.id, 2009). Meningkatnya suhu udara di daerah perkotaan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi masyarakat (Gilangrupaka, 2012). Hal ini dibuktikan oleh Tursilowati (2003) menyatakan bahwa terlihat ketidak nyamanan temperatur udara kota Surabaya mempunyai Temperature Relative Humidity (THI) > 26 dimana lebih dari 20 adalah zona ketidak nyamanan di Surabaya.
transportasi yang ramah lingkungan, sesuai dengan karakteristik kawasan UP. Tunjungan yang menjadi kawasan penelitian
Peta 1. Konsentrasi Emisi CO2 di Pusat Kota CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan)
2. METODOLOGI
Dalam menganalisis upaya pembangunan infrastruktur transportasi yang hemat energi untuk mengurangi dampak Urban Heat Island ini dilakukan dengan metode analisa data deskriptif kualitatif. Menurut Bungin (2010), metode ini lebih menekankan pada proses deskriptif, sehingga lebih banyak menganalisis permukaan data, hanya memerhatikan proses-proses kejadian suatu fenomena, bukan kedalam data ataupun makna data. Terdapat 3 tahapan yang dilakukan dalam metode deskriptif kualitatif, yaitu:
1. Reduksi Data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dengan kata lain proses reduksi data ini dilakukan oleh peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk menghasilkan data sebanyak mungkin.
2. Penyajian Data, yaitu penyusunan informasi yang kompleks ke dalam suatu bentuk yang sistematis, sehingga menjadi lebih selektif dan sederhana serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan data dan pengambilan tindakan.
3. Kesimpulan, yaitu merupakan tahap akhir dalam proses analisa data. Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh.
Metoda analisa ini dianggap metode yang paling sesuai dikarenakan data-data yang telah diperoleh sebelumnya berupa data-data kualitatif dan teori-teori yang menunjang terkait upaya pembangunan infrastruktur transportasi yang hemat energi untuk mengurangi dampak Urban Heat Island.
Metode yang akan digunakan ini merupakan upaya best practice yang telah digunakan daam sebuah kawasan ataupun berupa teori yang mendukung dalam bentuk upaya-upaya pembangunan infrastruktur transportasi yang hemat energi untuk mengurangi dampak Urban Heat Island, yang akan dideskripsikan secara kualitatif dengan kondisi yang ada di UP. Tunjungan, sehingga akan menjadi output.
3. TEORI
3.1 Transportasi yang Berkelanjutan
Litman dan Burwell (2006) menyatakan bahwa transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. Dalam interaksi tersebut, transportasi memegang peran penting di mana perencanaan dan penyediaan sistem transportasi harus memperhatikan segi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Interaksi antara Elemen dalam Sistem yang Berkelanjutan
polusi juga merupakan isu di sektor sosial.
Sustainability is “the capacity for continuance into the long term future”. Anything that can go on being done on an indefinite basis is sustainable. Anything that cannot go on being done indefinitely is unsustainable (Center forSustainability, 2004)
“… sustainability is not about threat analysis; sustainability is about systems analysis. Specifically, it is about how environmental, economic, and social systems interact to their mutual advantage or disadvantage at various space-based scales of operation.” (Transportation Research Board, 1997)
Istilah transportasi berkelanjutan sendiri berkembang sejalan dengan munculnya terminologi pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987 (World Commission on Environment and Development, United Nation). Secara khusus transportasi berkelanjutan diartikan sebagai “upaya untuk memenuhi kebutuhan mobilitas transportasi generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya”. OECD (1994) juga mengeluarkan definisi yang sedikit berbeda yaitu: “Transportasi berkelanjutan merupakan suatu transportasi yang tidak menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi kebutuhan mobilitas yang ada secara konsisten dengan memperhatikan: (a) penggunaan sumberdaya terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari tingkat pengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan.”
3.2 Konsep TOD Sebagai Saah Satu Upaya Pengembangan Transportasi Yang Hemat Energi
Menurut (Widianto, 2009) Sebuah kawasan TOD umumnya memiliki pusat kawasan berupa stasiun kereta, metro, trem atau stasiun bus yang dikelilingi oleh blok-blok hunian, perkantoran atau komersial berkepadatan tinggi yang makin berkurang kepadatannya ke arah luar. Kawasan TOD umumnya memiliki radius 400-800m dari pusat terminal, yaitu dalam jarak yang masih dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Selain sifatnya yang mixed used, kawasan TDM umumnya dicirikan oleh fasilitas pejalan kaki yang sangat nyaman, penyeberangan, jalan yang tidak terlalu lebar, gradasi kepadatan bangunan ke arah luar. Kawasan ini juga umumnya
membatasi jumlah lahan parkir untuk kendaraan pribadi. Transport Demand Management (TDM) dilakukan melalui penerapan kebijakan dan strategi transportasi untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mendistribusikan beban transportasi yang ada ke dalam moda transport, lokasi dan waktu berbeda. Upaya ini dianggap merupakan penanganan transportasi yang relatif murah untuk meningkatkan tingkat pelayanan jaringan transportasi. Dengan demikian penerapan TDM juga diharapkan dapat menghasilkan kondisi lingkungan yang lebih baik, meningkatkan kesehatan publik, yang pada akhirnya dapat mendorong kesejahteraan masyarakat dan tingkat kelayakan huni suatu kota
Menurut Sjafruddin, Ade, dijelaskan bahwa terdapat sistem transportasi yang berkelanjutan yaitu
Gambar 2. Sistem Transportasi Berkelanjutan (Sjafruddin)
3.2 Environmental Sustainable Transport (EST)
Kedua belas elemen EST tersebut sebenarnya dapat dibagi-bagi menjadi 5 elemen mitigasi atau pengurangan dampak perubahan iklim (Climate Change) dan pencemaran udara. Kelima elemen tersebut adalah:
1. Pengaturan tata ruang untuk mengakomodasi pengurangan pergerakan, pengurangan pergerakan kendaraan bermotor dan mengakomodasi Non Motorised Transport (NMT)
2. Pengembangan Transportasi Massal dan strategi pendukungnya
3. Bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil
4. Pengembangan Teknologi kendaraan yang lebih ramah lingkungan
bermotor
4. HASIL DAN DISKUSI
Pada pembahasa ini dilakukan komparasi dari penerapan konsep transportasi yang ramah terhadap penggunaan energi dari best practice di beberapa Negara serta studi-studi yang mengacu pada 5 elemen mitigasi atau pengurangan dampak perubahan iklim (Climate Change) dan pencemaran udara dari Environmental Sustainable Transport (EST), serta rencana pengembangan transportasi di kawasan CBD Kota Surabaya (UP. Tunjungan) yang tertuang dalam Draft RDTR UP. Tunjungan 2015, sehingga ha tersebut akan dijadikan pokok pembahasan yang akan menjadi input dalam memperoleh output hasil dari tuisan ini.
Tabel 1. Penerapan Konsep Transportasi Ramah Energi di beberapa Negara
Negara Konsep Transportasi Ramah Energi Korea
Selatan
1. Merancang BMS (The Bus Management System) dan TOPIS (The Transport Operation and Information)
2. Menerapkan sistem BRT (Bus Raid Transit)
3. Terdapat 3 jenis bus, pertama bus dengan lantai rendah untuk kaum difabe, kedua bus gabungan dan bis ramah lingkungan (CNG), ketiga bus tersebut dilengkapi sistem raha lingkungan dengan mengatur sistem penggunaan bahan bakar sehingga mencegah pemborosan
Curitiba 1. Membangun jalan-jalan penghubung dari tempat tinggal penduduk langsung menuju pusat kota
2. Menerapkan Trinary Road System yaitu model jalanan yang menggunakan dua
Negara Konsep Transportasi Ramah Energi jalur jalan besar yang berlawanan arah, serta ada dua jalur sekunder di tengah yang dimanfaatkan sebagai jalur ekslusif untuk busway
3. Menciptakan Master Plan perkotaan yang akan memberikan prioritas kepada pelayanan publik seperti sanitasi, mengurangi kemacetan lalu lintas dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan sosial dan ekonomi
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat Brazil untuk mau menggunakan transportasi publik, seperti metro dan BRT
Belanda 1. Solaroad adalah jalanan yang
mengumpulkan energi dari sinar matahari dan merubahnya menjadi listrik
2. Menumbuhakan budaya untuk bersepeda. 3. Van Gogh Roosegaarde Bicycle Path
merupakan jalur khusus bersepeda dimana mempunyai desain unik yang terinspirasi dari Vincent van Gogh. Di jalur sepanjang satu kilometer ini telah dilapisi cat khusus yang dapat menyimpan cahaya di siang hari dan mengeluarkannya di malam hari. Selain itu, ditambahkan juga solar panel agar jalanan tetap mengeluarkan cahaya di kala cuaca berkabut.
Sumber: Hasil Kompilasi, 2015
Tabel 2. Best Practice Dari Berbagai Studi dan Dokumen
Angkutan Umum+ Manajemen Lalu
Lintas
Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak
Bumi atau Bahan Bakar Fosil
Perencanaan Tata Ruang
Pengembangan Teknologi Kendaraan yang
Menghasilkan
Penerapan sistem angkutan umum
yang handal, yang terintegrasi
serta didukung dengan Road
Pricing serta parking poicy
Penggunaan biomass dan CNG/PG untuk jangka pendek, dan teknoogi (solar, wind,
thermal energy) untuk jangka panjang
Menerapkan TOD untuk mengurangi pergerakan
Pengembangan kendaraan listrik
hybrid dan fuelcell untuk jangka panjang
NMT untuk mendukung konsep TOD dan TDM
Angkutan Umum+ Manajemen Lalu
Lintas
Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak
Bumi atau Bahan Bakar Fosil
Perencanaan Tata Ruang
Pengembangan Teknologi Kendaraan yang
Menghasilkan Tahun 2012
dan reformasi angkutan umum
inventarisasi emisi gas buang
dari berbagai sumber beserta
rekomendasi
Asian Institute of Technology
(2004)
- Electricity Car,
Methane, Fuel Cell
- Teknologi
Hybrid, Teknologi Fuel Cell dan Mobil
Listrik
Jalur sepeda dan dan Perubahan
Iklim dalam Mendukung
penggunaan energy yang terbarukan
Regulasi dan kelembagaan
dalam pengembangan
sistem transportasi yang andal dan
berkelanjutan, terutama dalam
kaitannya terhadap pengembangan
wilayah dan perubahan iklim
- - - pengenaan tarif
parkir yang tinggi pada kawasan- kawasan CBD, pembatasan plat nomor kendaraan
yang dapat dioperasikan pada kawasan
atau waktu tertentu serta penggeseran waktu kerja (staggering work
hours) dan pemisahan waktu kerja dan sekolah
untuk mengurangi beban lalulintas
Kendaraan berbahan bakar alternatif. Beberapa teknologi bahan bakar alternatif
seperti biodiesel, ethanol, hydrogen
atau kendaraan dengan teknologi
yang dapat menggunakan 2 jenis
bahan bakar secara bergantian (flexible
fuel vehicle)
Penerapan (TDM- Transport
Demand Management)
dan Transit Oriented Development
(TOD)
Sepeda listrik, kendaraan
hybrid, kendaraan
hypercar
Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan
sarana angkutan tak
bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantunga
n kepada kendaraan
Angkutan Umum+ Manajemen Lalu
Lintas
Bahan Bakar Alternatif untuk Mengganti Minyak
Bumi atau Bahan Bakar Fosil
Perencanaan Tata Ruang
Pengembangan Teknologi Kendaraan yang
Menghasilkan Minim CO2
Mengakomoda si Non- Motorised-
Transport
Inspeksi dan Pemelihara
an Kendaraan pada jam puncak
Sumber: Hasil Kompilasi, 2015
Selain dari best practice dari beberapa Negara dan studi terkait pengembangan infrastruktur transportasi yang ramah, juga diakukan review terkait dokumen Rencana Detail Tata Ruang UP. Tunjungan Tahun 2014 (CBD Kota Surabaya)
dalam upaya pengembangan infrastruktur yang mampu mendukung konsep yang telah dilakukan sebelumnya (best practice dari beberapa Negara dan studi terkait pengembangan infrastruktur transportasi yang ramah).
1. Jaur Pedestrian
2. Pengembangan Angkutan Umum
Pengembangan angkutan umum di CBD Kota Surabaya yaitu dengan upaya mengembangkan BRT, Mikrolet, dan AMC, dimana Konsep Angkutan Masal Cepat (AMC) ini merupakan bagian dari konsep TOD yang akan diterapkan pada Kota Surabaya. AMC disini berupa tram yang melewati median jalan yang melewati CBD Surabaya yaitu
UP. Tunjungan. Angkutan ini berangkat dari stasiun di Terminal Joyoboyo (UP Wonokromo), melewati UP Tunjungan, UP Tanjung Perak, kemudian kembali lagi ke Terminal Joyoboyo melewati UP Tunjungan. Keberadaan AMC ini juga ditunjang oleh feeder dari segala penjuru Kota Surabaya, kendaraan feeder yang dimaksud dapat berupa lyn atau bus.
Ket: Pengembangan jalur pedestrian prioritas di CBD Kota
Surabaya yang mengikuti jalur AMC (angkutan Massal Cepat)
Gambar 1.: Ilustrasi Tram dan Feeder yang dapat digunakan (a), ilustrasi tram di Jalan Basuki Rahmat
Sumber: diolah dari World Bank, 2014
Berdasarkan pembahasan diatas, pengembangan infrastruktur yang dapat dikembangkan sebagai upaya pengembangan transportasi yang ramah terhadap energi sehingga mampu mampu menurunkan suhu udara perkotaan dari efek UHI adalah
1.
Melakukan manajemen kebutuhantransportasi dengan TDM, Mencegah terjadinya perjalanan yang tidak perlu (unnecessary mobility) atau dengan penggunaan teknologi angkutan yang dapat mengurangi dampak lingkungan akibat kendaraan bermotor. Bentuk-bentuk yang terkait dengan upaya pencegahan atau pengurangan jumlah perjalanan yang tidak perlu dapat berupa pengembangan kawasan terpadu yang masuk kategori compact city seperti kawasan super-block, kawasan mix-used zone, maupun transit-oriented development. Selain itu, pengurangan jumlah perjalanan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen kebutuhan transport (TDM- Transport Demand Management) 2. Penerapan Transit Oriented Development
(TOD). Transit Oriented Development dan pengembangan infrastruktur pendukungnya pada kawasan-kawasan terpadu di CBD Kota Surabaya yang berlokasi pada jalur-jalur transportasi utama seperti jalur KA, AMC, Dengan akses yang mudah terhadap aktivitas hunian, komersial dan perkantoran serta jaringan transportasi umum yang terpadu. dengan fasilitas infrastruktur yang memadai, konsep kawasan TOD diharapkan dapat mengurangi kebutuhan pergerakan transportasi antar kawasan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Berikut salah satu pendetailan pengembagan infrastruktur untuk mendukung adanya konsep TOD.
a. Pengembangan angkutan umum, AMC (angkutan Massal Cepat), dimana jika
diihat konsep AMC yang melewati UP. Tunjungan adalah AMC trem.
b. Pengembangan feeder berupa bus dan lyn, Sebagai kawasan pusat kota, UP Tunjungan merupakan persimpangan jalur berbagai macam lyn dan bus yang ada di Kota Surabaya, sehingga dapat menunjang keberadaan konsep AMC tersebut.
c. Pengembangan jalur pedestrian sebagai upaya mendukung adanya konsep TOD, yang mengikuti jalur AMC di kawasan UP. Tunjungan yaitu pada jalan Jalan Darmo – Jalan Urip Sumoharjo – Jalan Basuki Rahmat – Jalan Embong Malang – Jalan Praban – Jalan Bubutan – Jalan Pahlawan – Jalan Baliwerti – Jalan Tunjungan – Jalan Gubernur Suryo – Jalan Panglima Sudirman.
d. Fasilitas pendukung berupa jembatan penyebrangan, jalur sepeda, kawasan yang nyaman dan rindang (dalam hal ini dibutukan beberapa jenis pepohonan yang rimbun) serta yang mampu menyerap CO2 ataupun pousi udara menjadi oksigen yang baru serta menurunkan suhu pada kawasan CBD Kota Surabaya.
yang mempunyai desain unik yang terinspirasi dari Vincent van Gogh. Di jalur sepanjang satu kilometer ini telah dilapisi cat khusus yang dapat menyimpan cahaya di siang hari dan mengeluarkannya di malam hari. Selain itu, ditambahkan juga solar panel agar jalanan tetap mengeluarkan cahaya di kala cuaca berkabut.
4. Menyediakan fasilitas untuk mendorong penggunaan sarana angkutan tak bermotor seperti jalur sepeda, jalur pejalan kaki yang dapat mengurangi ketergantungan kepada kendaraan bermotor, dimana penyediaan sarana dan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan kendaraan pribadi. Jarak optimum yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki umumnya adalah sekitar 400-500 meter, serta membudayakan masyarakat dalam hal penggunaan NMT (Non- Motorised- Transport) untuk mendukung ha tersebut diperlukan perbaikan sarana transportasi tidak bermotor, yaitu pedestrian way dan jaur sepeda
5. Pengendalian emisi kendaraan bermotor dengan inspeksi kondisi mesin dan gas buang kendaraan bermotor.
5. KESIMPULAN
Dari beberapa studi kasus dan best practice konsep pengembangan transportasi yang bertujuan untuk memindahkan orang dan barang dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, aman, dan nyaman serta terpenuhi tanpa memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan yaitu pengembangan transportasi yang ramah dan berkelanjutan dari pemaparan di atas, dapat di simpulkan bahwa transportasi ramah lingkungan adalah upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada sebuah perkotaan atau suatu wilayah terhadap penggunaan kendaraan bermotor, yang membutuhkan banyak bahan bakar yang dapat menghasilkan polusi dan meningkatkan suhu perkotaan, sehingga sebagai upaya tersebut dapat
dilakukan dengan mengembangkan kawasan-kawasan terpadu, yang lokasinya berdekatan ataupun yang akan direncanakan berdekatan dengan jalur angkutan umum masal,
sehingga mampu mengurangi kebutuhan perjaanan antar kawasan, penerapan prinsip TDM dan TOD untuk meningkatkan efisiensi,
.
pengembangan prasarana jalan, pengembangan energi alternatif yang yang ramah terhadap lingkungan dan mampu mengurangi adanya pousi udara dari pembakaran, serta yang tidak kaah pentingnya adalah upaya masyarakat untuk mendukung dan turut berpartisipasi dalam upaya penerapan sistem dan kebijakan yang dihasikan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menerapkan sistem transportasi yang berkelanjutan.Serta jika sistem TOD dapat terealisasi secara menyeluruh, maka akan menciptakan lingkungan yang bebas polusi. Serta mengurangi ketergantungan terhadap BBM, karena TOD dapat menekan angka penggunaan kendaraan bermotor.
DAFTAR PUSTAKA
1) Draft Rencana Detail Tata Ruang Up. Tunjungan
2015
2) Widianto. J Doni. 2009. Green Transport:
Upaya Mewujudkan Transportasi Yang Ramah
Lingkungan. Dalam buletin pentaanruang. http://penataanruang.pu.go.id/bull
etin/upload/data_artikel/Topik%20Lain%20Gree n%20Transport%20edited%201.160509.pdf . diunduh 13 Mei 2015 Pukul 10:47 WIB
3) https://annisamuawanah.wordpress.com/2013/08
/22/transportasi-berkelanjutan-sustainable-transp ortation/
4) http://teknopreneur.com/it/teknopreneur-model-t
ransportasi-umum-ramah-lingkungan-korea-sela tan
5) http://www.menlh.go.id/evaluasi-kualitas-perkot