KONSEP PENATAAN RUANG BERORIENTASI TRANSIT (TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT) DI KAWASAN DUKUH ATAS, JAKARTA
Delaneira Humaira, Wulan Dwi Purnamasari, Imma Widyawati Agustin Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886 Email: humaira.delaney@gmail.com
ABSTRAK
Perkembangan daerah terbangun Jakarta berurut dari tahun ke tahun menampakkan fenomena urban sprawl yang semakin tidak terarah ke berbagai penjuru pinggiran kota. Urban sprawl menyebabkan terbentuknya pusat- pusat distribusi yang terkoneksi satu sama lain sehingga mendorong perpindahan yang mengarah pada penggunaan kendaraan pribadi yang berakibat pada permasalahan perkotaan seperti kemacetan. RTRW DKI Jakarta 2010-2030 menyebutkan bahwa Kawasan Dukuh Atas merupakan pusat kegiatan primer pembentuk struktur ruang DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai kawasan strategis kebutuhan ekonomi untuk aktivitas perdagangan, jasa, dan campuran dengan intensitas tinggi untuk skala pelayanan nasional dan internasional.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana konsep TOD sudah diterapkan di Kawasan Dukuh Atas, serta berupaya merancang strategi pengembangan kawasan dengan konsep TOD yang didasari variabel-variabel studi yang digunakan, yaitu walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, dan shift. Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis, di antaranya yaitu analisis deskriptif, analisis data matriks, dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa Kawasan Dukuh Atas masih memerlukan pengembangan penataan ruang berorientasi transit yang sesuai dengan 8 prinsip-prinsip TOD yang digunakan. Dalam mencapai tujuan penataan ruang yang sesuai dengan variabel dan parameter TOD, kawasan ini memerlukan sebuah konsep besar yang menjadi konsep penataan ruang berorientasi transit, yaitu integrated; kawasan pengembangan yang terintegrasi dengan fasilitas transit.
Kata Kunci : Dukuh-Atas, Transit-Oriented-Development, Analytical-Hierarchy-Process.
ABSTRACT
The development of Jakarta's built areas in sequence from year to year shows the phenomenon of urban sprawl that is increasingly unfocused to various suburban. Urban sprawl causes the formation of connected nodes, thus leading to the use of private vehicles which results in urban problems such as congestion. The RTRW DKI Jakarta 2010-2030 states that the Dukuh Atas area is the primary activity center for forming the spatial structure of DKI Jakarta which is designated as a strategic area for economic needs for trade, services, and mixed activities with high intensity for national and international service scales. This research was carried out to identify the extent to which the TOD concept has been applied in the Dukuh Atas area, and seeks to design an area development strategy with the TOD concept based on the study variables used, namely walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, and shift. This study uses several methods of analysis, including descriptive analysis, matrix data analysis, and the Analytical Hierarchy Process (AHP). From the research results, it was concluded that the Dukuh Atas area still needed the development of a transit-oriented spatial arrangement following the 8 principles of TOD used. In achieving the goal of spatial planning that is under the variables and parameters of TOD, this area requires a big concept that becomes a transit-oriented spatial planning concept, namely integrated;
development area integrated with transit facilities.
Keywords: Dukuh-Atas, Transit-Oriented-Development, Analytical-Hierarchy-Process.
PENDAHULUAN
Perkembangan Perkembangan daerah terbangun Jakarta berurut dari tahun ke tahun menampakkan fenomena urban sprawl yang semakin tidak terarah ke berbagai penjuru pinggiran kota (Yudhistira, 2018). Akibat yang dihasilkan dari adanya sprawl yaitu terbentuknya pusat-pusat distribusi yang terkoneksi satu sama
lain sehingga mendorong perpindahan yang mengarah pada penggunaan kendaraan pribadi, sehingga berakibat pada durasi perjalanan dari rumah menuju ke tempat kerja menjadi sangat lama karena jarak yang jauh. Dari hal tersebut, lalu timbul persoalan transportasi perkotaan seperti kemacetan, deprisiasi lingkungan dan kualitas udara, kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas, hingga pemborosan energi (Curtis, 2009).
Pasal 19 Ayat 1 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2010-2030 menyebutkan bahwa Kawasan Dukuh Atas merupakan sistem pusat kegiatan primer pembentuk struktur ruang provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai pengembangan kawasan strategis kebutuhan ekonomi untuk aktivitas perdagangan, jasa, dan campuran dengan intensitas tinggi untuk skala pelayanan nasional dan internasional. Kawasan ini sebagai sentra primer mempunyai jumlah komuter yang paling tinggi di antara kawasan lainnya, yaitu sejumlah 460.069 jiwa/hari dari total jumlah pergerakan 2,42 juta jiwa/hari di DKI Jakarta. Sehingga Kawasan Dukuh Atas sudah ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta menjadi kawasan dengan simpul pertemuan lima moda transportasi, berupa MRT (Mass Rapid Transit), LRT (Light Rapid Transit), Kereta Api Jabodetabek (Commuter Line), Railink Bandara, serta Transjakarta.
Sebagai kawasan sentra kegiatan primer dan sentra transportasi publik, berbagai investasi publik harus bisa berfokus ke arah percepatan pembangunan dan penataan kawasan-kawasan yang ditargetkan mendukung kelangsungan kegiatan transit dalam suatu kawasan, di antaranya adalah pengembangan kawasan dengan konsep Transit-Oriented Development (TOD) (Florida TOD Guidebook, 2012). Hal ini juga disebutkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR- PZ), bahwa Dukuh Atas ditetapkan sebagai pusat perkantoran, perdagangan dan jasa, serta stasiun terpadu dan pusat perpindahan antar-moda transportasi dengan konsep TOD.
Transit-Oriented Development (TOD) merupakan sebuah konsep keterpaduan antara pemanfaatan lahan dengan sistem transportasi, sehingga konsep TOD dapat menjadi saran dalam peningkatan ruang perkotaan yang sustainable (Li
& Huang, 2020). Pemahaman konsep TOD terkadang menjadi keliru yaitu anggapan bahwa TOD hanya meliputi stasiun, halte, dan pengembangan transportasi (Batara, 2019).
Padahal, pembangunan berorientasi transit (TOD) tidak hanya mengenai pengembangan, pemadatan, dan perapatan kembali suatu kawasan dengan radius 350-700 meter dari sebuah titik transit, melainkan juga strukturisasi ulang sebuah ruang kota menjadi kota berorientasi transit (Lubis, 2018). Konsep TOD memberikan metode perencanaan dan
perancangan bermutu tinggi bagi struktur dan pola ruang untuk mendorong, menyediakan, serta mengutamakan pengguna angkutan umum dan pengguna non-motorized transportation seperti pesepeda dan pejalan kaki (Isa, 2014).
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana konsep TOD sudah diterapkan di Kawasan Dukuh Atas dan penelitian ini juga berupaya merancang strategi pengembangan kawasan dengan konsep TOD berdasarkan variabel-variabel studi yang digunakan, yaitu walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, dan shift. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menata kembali struktur ruang dan pola ruang Kawasan Dukuh Atas dengan mengintegrasikan pusat aktivitas dengan titik-titik transit untuk meningkatkan penggunaan layanan transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mengganti pola pergerakan masayarakat menjadi penggunaan transportasi berkelanjutan seperti angkutan umum, berjalan kaki, dan bersepeda, serta memaksimalkan fungsi budidaya ruang perkotaan dalam rangka mendorong peningkatan taraf hidup hidup masyarakat kota, khususnya di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian
Variabel penelitian melambangkan suatu nilai, objek, atau atribut,yang ditentukan dalam suatu penelitian, yang mampu menghasilkan informasi dari objek tersebut baik berupa kualitatif maupun kuantitatif (Noor, 2011).
Variabel yang peneliti gunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Variabel Penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator
Walk
Jalur Pejalan Kaki
Persentase jalur pejalan kaki lengkap 100%
Penyebrangan Pejalan Kaki
Persentase persimpangan memiliki jalur penyebrangan
lengkap 100%
Muka Bangunan yang Aktif
Persentase bagian jalur pejalan kaki dengan muka bangunan
yang aktif 90% atau lebih Muka Bangunan
yang Permeabel
Rata-rata jumlah jalan masuk per 100 m buka blok 5 atau
lebih
Peneduh dan Pelindung
Persentase semua jalur pejalan kaki yang memiliki fasilitas peneduh dan pelindung yang
cukup 75% atau lebih
Cycle
Jaringan Infrastruktur
Sepeda
100% segmen jalan dan jalan kecil terbuka dan aman untuk
bersepeda
Variabel Sub Variabel Indikator Parkir Sepeda di
Stasiun Angkutan
Umum
Rak sepeda disediakan dalam jarak 10 m dari semua stasiun
angkutan umum
Parkir Sepeda pada Bangunan
Persentase dari bangunan yang menyediakan tempat parkir sepeda yang terkualifikasi 95%
atau lebih Akses Sepeda
ke Dalam Gedung
Akses sepeda disediakan dengan aturan gedung atau hukum atau perjanjian jangka
panjang
Connect
Blok-blok Kecil
Semua blok di wilayah pembangunan lebih pendek
dari 110 m Memprioritaska
n Konektivitas
Rasio konektivitas prioritas 2 atau lebih
Transit
Jarak Berjalan Kaki menuju
Angkutan Umum
Jarak berjalan kaki terjauh menuju stasiun angkutan umum sejauh 1000 m atau kurang untuk angkutan cepat atau 500 m atau kurang untuk
pelayanan langsung
Mix
Tata Guna Lahan Komplementer
Pembangunan menyediakan campuran penggunaan komplementer secara internal
dan kontekstual
Akses Menuju Pelayanan Lokal
80% gedung atau lebih berada di dalam jarak yang ditentukan menuju 3 tipe pelayanan lokal
yang ditetapkan Akses Menuju
Taman dan Tempat Bermain
Persentase dari gedung dengan taman dan tempat yang dapat diakses publik dengan berjalan
kaki 80% atau lebih Perumahan
Terjangkau
Persentase perumahan yang terjangkau 50% atau lebih
Preservasi Perumahan
100% rumah hunian dipertahankan, direlokasi dalam lokasi proyek atau dalam jarak 250 m dari alamat
sebelumnya, atau diberikan kompensasi berdasarkan pilihan mereka, atau tidak ada
rumah hunian sebelumnya pada lokasi
Presevasi Bisnis dan Jasa
Semua bisnis dan jasa yang memenuhi syarat dipertahankan secara in situ atau direlokasi dalam jarak 500 m dari lokasi sebelumnya, atau
tidak ada bisnis dan jasa sebelumnya pada lokasi
Densify
Kepadatan Non- permukiman
Kepadatan non-permukiman lebih tinggi dari acuan dasar, dan berada dalam jarak 500 m
dari stasiun angkutan umum
Kepadatan Permukiman
Total jumlah unit rumah per hektar lebih tinggi dibanding acuan, dan proyek berada dalam jarak 500 m dari stasiun
angkutan umum
Compact
Area Perkotaan Jumlah sisi yang berdampingan dengan lahan terbangun = 4 Perjalanan di
dalam kota nyaman
Tambahan jalur angkutan umum berkapasitas tinggi dan
sistem bike share
Shift Parkir Off-Street
Area parkir yang tidak penting setara dengan 0% hingga 10%
dari luas lahan
Variabel Sub Variabel Indikator Tingkat
Kepadatan Akses Kendaraan
Bermotor (Driveway)
Rata-rata kepadatan driveway 2 atau lebih sedikit driveway
per 100 m muka blok
Luasan Daerah Milik Jalan
untuk Kendaraan
Bermotor
Area kendaraan bermotor seluas 15% atau kurang dari
luas lahan pembangunan
Sumber: Institute for Transportation and Development Policy, 2017
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan survei primer dan survei sekunder.
Survei primer dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara. Sedangkan survei sekunder dilakukan dengan memperoleh data dari instansi terkait dan studi literatur.
Metode Pengambilan Sampel
Pengumpulan Metode pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan sampel bangunan adalah Teknik Purposive Sampling yang digunakan untuk mengidentifikasi kepadatan kawasan yang termasuk kepadatan residential dan non residential pada setiap blok, serta nilai KDB dan KLB dari setiap jenis pemanfaatan lahan di masing-masing blok. Dalam penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, peneliti telah merumuskan kriteria dalam menentukan populasi dan sampel bangunan di masing-masing blok. Berikut merupakan jumlah populasi dan sampel bangunan per blok.
Tabel 2. Jumlah Populasi Bangunan per Blok (unit)
Blok R K KT C SPU Jumlah
I 51 113 77 235 36 512
II 760 1.369 38 913 723 3.803
III 1.089 259 73 34 173 1.628
IV 188 1.003 219 0 157 1.567
Tabel 3. Jumlah Sampel Bangunan (unit)
No Penggunaan Lahan
Sampel
Bangunan Sampel Total
1 Permukiman 14
37
2 Komersial 7
3 Perkantoran 8
4 Campuran 2
5 Fasilitas Umum 6
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis, di antaranya analisis deskriptif, analisis data matriks, dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berikut merupakan penjelasan dan kegunaan dari masing-masing metode analisis.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik Kawasan Dukuh Atas berdasarkan prinsip-prinsip TOD, yaitu walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, dan shift.
2. Analisis Data Matriks
Analisis Data Matriks digunakan untuk menilai serta membandingkan standar acuan TOD dengan kondisi eksistingnya dalam rangka mengetahui sejauh mana penerapan konsep TOD di kawasan ini.
3. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode AHP digunakan untuk menentukan prioritas pengembangan kawasan yang sesuai dengan prinsip-prinsip TOD, kemudian hasil kuesioner diolah dengan software Expert Choice 11.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Karakteristik Kawasan Dukuh Atas Berdasarkan Konsep TOD
Lingkup wilayah penelitian ini mendeskripsikan radius batas kawasan penelitian, yaitu 700 meter. Luas radius kawasan diukur dengan rumus lingkaran L=πr2, yaitu 1.538.600 m2 atau 153,86 ha. Sementara untuk luas kawasan dengan deliniasi batas fisik wilayah adalah 1.134.534 m2 atau 113,45 ha. Peneliti membagi Kawasan Dukuh Atas menjadi empat blok penelitian, yaitu Blok I (12,32 ha), Blok II (45,28 ha), Blok III (32,28 ha), dan Blok IV (23,57 ha). Variabel yang digunakan dalam mengidentifikasi sejauh mana konsep TOD telah diterapkan di Kawasan Dukuh Atas yaitu variabel walk, cycle, connect, transit, mix, densify, compact, dan shift.
Variabel Walk memiliki 5 sub variabel, yaitu jalur pejalan kaki, penyebrangan pejalan kaki, muka bangunan yang aktif, muka bangunan yang permeabel, serta peneduh dan pelindung.
Berdasarkan hasil identifikasi, jalur pejalan kaki dengan fasilitas lengkap berupa paving tactile dan PJU memiliki panjang 10.499 m atau 60% dari panjang jalur pejalan kaki yang ada.
Untuk penyebrangan pejalan kaki, diketahui bahwa fasilitas penyebrangan di kawasan ini masih belum sepenuhnya tersedia.
Sehingga masih memerlukan penambahan fasilitas penyebrangan hingga 100% pada setiap persimpangan.
Terkait muka bangunan yang aktif, diketahui bahwa seluruh blok di Kawasan Dukuh
Atas sudah memenuhi kualifikasi sub variabel muka bangunan yang aktif, yaitu minimal 20%
dari panjang jalur pejalan kaki. Untuk muka bangunan yang permeabel, diketahui bahwa masing-masing blok di Kawasan Dukuh Atas memiliki rata-rata jumlah bangunan yang permeabel berbeda.
Sementara untuk kondisi peneduh dan pelindung, hasil identifikasi memperlihatkan bahwa jalur pejalan kaki di kawasan ini dalam segi tatanan peneduh atau pelindung masih harus dikembangkan lebih baik guna meningkatkan kesejukan bagi pengguna jalur pejalan kaki saat melakukan perjalanan.
Gambar 1. Peta Jalur Pejalan Kaki
Gambar 2. Peta Penyebrangan Pejalan Kaki
Gambar 3. Peta Muka Bangunan yang Aktif
Gambar 4. Peta Muka Bangunan yang Permeabel
Gambar 5. Peta Peneduh dan Pelindung Pejalan Kaki
Variabel Cycle memiliki 4 sub variabel, yaitu jaringan infrastruktur sepeda, parkir sepeda di stasiun angkutan umum, parkir sepeda pada bangunan, dan akses sepeda ke dalam gedung.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa jalur sepeda yang terdapat di kawasan ini hanya sepanjang 1,169 meter. Jalur sepeda tersebut hanya tedapat di 2 blok saja, yaitu Jalan Imam Bonjol di Blok III dan Jalan Jenderal Sudirman di Blok IV. Dalam mendukung aksi transportasi berkelanjutan, jalur sepeda di kawasan ini masih memerlukan peningkatan di setiap blok dan seluruh badan jalan, sehingga mampu memfasilitasi para sepeda.
Terkait ketersediaan parkir sepeda di stasiun angkutan umum diketahui bahwa belum semua titik transit di Kawasan Dukuh Atas memenuhi kualifikasi ketersediaan parkir sepeda di stasiun angkutan umum, yaitu ketersediaan rak sepeda dalam jarak 10 m dari semua stasiun angkutan umum. Sementara untuk ketersediaan parkir sepeda di bangunan, diketahui bahwa semua blok di ini belum memenuhi kualifikasi ketersediaan parkir sepeda di bangunan atau gedung yang terkualifikasi.
Gambar 6. Peta Jaringan Infrastruktur Sepeda
Gambar 7. Peta Sebaran Parkir Sepeda di Stasiun Angkutan Umum
Gambar 8. Peta Sebaran Parkir Sepeda Sebaran Parkir Sepeda pada Bangunan
Variabel Connect memiliki 2 sub variabel, yaitu blok-blok kecil dan memprioritaskan konektivitas. Diketahui bahwa aksesibilitas di Kawasan Dukuh Atas terhadap rute berjalan kaki dan bersepeda yang pendek sudah cukup baik dalam mendukung kegiatan transit. Hal berikut dapat diketahui dari rata-rata panjang blok kecil di kawasan ini yaitu 110 meter ke setiap persimpangan pada masing-masing blok.
Sementara untuk mengetahui rasio konektivitas prioritas, diketahui bahwa rasio konektivitas prioritas di Kawasan Dukuh Atas
sudah mendukung aktivitas transit yang mampu mendorong masyarakat untuk berjalan kaki dan bersepeda dengan durasi maksimal 10 menit dari dan menuju titik transit.
Gambar 9. Peta Blok-blok Kecil
Gambar 10. Peta Konektivitas Prioritas Variabel Transit memiliki 1 sub variabel, yaitu jarak berjalan kaki menuju angkutan umum.
Diketahui bahwa seluruh blok dalam Kawasan Dukuh Atas sudah memenuhi persyaratan minimum TOD mengenai radius deliniasi kawasan dari titik transit, yaitu 500 – 1.000 meter dengan jarak berjalan kaki terjauh menuju stasiun angkutan umum adalah 1.000 m untuk angkutan cepat dan 500 meter atau kurang untuk pelayanan langsung.
Gambar 11. Peta Titik Transit
Variabel Mix memiliki 6 sub variabel, yaitu tata guna lahan komplementer, akses menuju pelayanan lokal, akses menuju taman dan tempat bermain, perumahan terjangkau, preservas perumahan, dan preservasi perdagangan dan jasa. Terkait tata guna lahan komplementer, diketahui rasio campuran komplementer di masing-masing blok, yaitu proporsi keseimbangan antara guna lahan permukiman dan non permukiman.
Untuk akses menuju pelayanan lokal, diketahui bahwa masing-masing blok sudah memiliki fasilitas pelayanan lokal. Sementara untuk akses menuju taman bermain, diketahui bahwa setiap blok dalam Kawasan Dukuh Atas sudah memiliki taman dengan persentase ketersediaan lebih dari 80%.
Untuk ketersediaan perumahan terjangkau, diketahui bahwa persentase ketersediaan perumahan terjangkau di masing- masing blok di Kawasan Dukuh Atas berbeda.
Blok dengan persentase ketersediaan perumahan terjangkau tertinggi adalah Blok II, yaitu 46%
dengan ketersediaan 350 unit bangunan perumahan terjangkau karena perumahan di blok ini didominasi oleh kampung kota.
Terkait dengan preservasi perumahan, diketahui bahwa mayoritas unit rumah hunian di Kawasan Dukuh Atas adalah mempertahankan 100% rumah hunian yang sudah ada. Hanya Blok II yang memiliki preservasi perumahan dengan 20% unit bangunan rumah hunian direlokasi dalam kawasan ini atau dalam jarak 250 m dari alamat sebelumnya, melalui program konsolidasi lahan di lingkungan kampung kota menjadi rumah susun dengan harga yang terjangkau.
Sementara untuk preservasi bisnis dan jasa, seluruh unit bangunan bisnis dan jasa di ini adalah mempertahankan 100% unit bangunan bisnis dan jasa yang sudah ada.
Gambar 12. Peta Tata Guna Lahan Komplementer
Gambar 13. Peta Akses Menuju Pelayanan Lokal
Gambar 14. Peta Akses Menuju Tempat dan Taman Bermain
Gambar 15. Peta Sebaran Perumahan Terjangkau
Variabel Densify memiliki 2 sub variabel, yaitu kepadatan non permukiman dan kepadatan permukiman. Kepadatan bangunan diukur dengan melihat jumlah unit bangunan landed dan juga jumlah unit pada bangunan vertical per hectar. Kepadatan bangunan non permukiman di Kawasan Dukuh Atas termasuk ke dalam kepadatan bangunan non permukiman sedang, yaitu sebesar 90 unit/ha. Sementara untuk kepadatan bangunan permukiman di Kawasan Dukuh Atas termasuk ke dalam kepadatan bangunan permukiman sedang, yaitu 85 unit/ha.
Gambar 16. Peta Kepadatan Non Permukiman
Gambar 17. Peta Kepadatan Permukiman
Variabel Compact memiliki 2 sub variabel, yaitu area perkotaan dan perjalanan di dalam kota nyaman. Untuk variabel perkotaan, diketahui bahwa masing-masing blok di Kawasan Dukuh Atas berdampingan dengan lahan terbangun. Sementara untuk sub variabel perjalanan di dalam kota yang nyaman, diketahui bahwa setiap blok di kawasan ini dilewati oleh 5 angkutan umum massal berkapasitas sedang sampai dengan tinggi, yaitu KRL Jabodetabek atau commuter line, kereta api bandara SHIA (Soekarno Hatta International Airport), MRT, LRT, dan Transjakarta.
Gambar 18. Peta Kerapatan Area Perkotaan
Variabel Shift memiliki 3 sub variabel, yaitu parkir off-street, tingkat kepadatan akses kendaraan bermotor (driveway), dan luasan daerah milik jalan untuk kendaraan bermotor.
Penggunaan parkir off-street di kawasan ini memiliki rata-rata persentase sebesar 10%
terhadap luas lahan.
Terkait dengan tingkat kepatan akses kendaraan bermotor dan luasan daerah milik jalan untuk kendaraan bermotor, diketahui bahwa setiap blok di kawasan ini memiliki kepadatan yang berbeda.
Gambar 19. Peta Sebaran Parkir Off-Street B. Penilaian Penerapan Konsep TOD di
Kawasan Dukuh Atas
Dalam mengetauhi sejauh mana penerapan konsep TOD di Kawasan Dukuh Atas, dibutuhkan parameter dan indikator yang mampu menunjukkan kondisi eksisting di wilayah penelitian. Jika blok memiliki skor 86 – 100 poin, maka blok tersebut dikategorikan sebagai Gold Standard, yaitu blok yang sudah menerapkan konsep TOD dengan baik. Untuk blok dengan skor 71 – 85 poin, maka blok tersebut dikategorikan sebagai Silver Standard, yaitu blok yang sudah cukup memfokuskan pengembangan ke arah TOD tetapi masih memerlukan peningkatan.
Sedangkan untuk blok yang memiliki skor 57 – 70 poin, maka blok tersebut dikategorikan sebagai Bronze Standard, yaitu blok yang belum memfokuskan pembangunannya ke arah TOD tetapi masih dapat diperbaiki. Berikut merupakan tabel klasifikasi TOD masing-masing blok.
Tabel 4. Klasifikasi TOD Masing-masing Blok
Blok Skor (Poin) Level Konsep TOD
I 61 Bronze Standard
II 77 Silver Standard
III 61 Bronze Standard
IV 59 Bronze Standard
Blok II memiliki nilai matriks paling tinggi sebesar 77 poin sehingga mendapatkan kategori
Silver Standard, yaitu blok-blok tersebut sudah cukup memfokuskan pengembangan penataan ruangnya sesuai dengan konsep Transit-Oriented Development (TOD) tetapi masih memerlukan peningkatan dalam pengembangan kawasan.
Sementara untuk Blok I, Blok III dan Blok IV mendapatkan kategori Bronze Standard dengan masing-masing skor sebesar 61 poin, 61 poin, dan 59 poin, yang mana berarti pembangunan pada blok-blok ini belum cukup memfokuskan pengembangannya ke arah konsep TOD. Untuk Blok I dan Blok IV masih memerlukan pengembangan agar sesuai dengan konsep TOD, sementara untuk Blok III karena mengacu pada regulasi mengenai Kawasan Cagar Budaya Menteng, yang mana mayoritas bangunan di blok ini masuk ke dalam bangunan cagar budaya tipe b dan c. Hal tersebut menjadikan aktivitas dan densitas di blok ini dibatasi.
Gambar 20. Grafik Persentase Penilaian Data Matriks terhadap Konsep TOD
C. Prioritas Pengembangan Konsep TOD di dengan Analytical Hierarchy Process Dalam menentukan prioritas pengembangan Kawasan Dukuh Atas, peneliti menggunakan hasil metode AHP yang didapat dari stakeholders yang menjadi responden penelitian. Berikut merupakan output dari hasil pembobotan kriteria TOD yang dipakai dalam menentukan prioritas pengembangan kawasan TOD Dukuh Atas yang didapatkan dari hasil analisis AHP yang telah diolah dengan menggunakan aplikasi Expert Choice 11.
Gambar 11. Struktur Hierarki Pemilihan Prioritas
Gambar 12. Grafik Hasil AHP (Bobot/Prioritas Global)
61
77
61 59
B L O K I B L O K I I B L O K I I I B L O K I V
Dalam melakukan penentuan prioritas pengembangan Kawasan Dukuh Atas berdasarkan konsep TOD, penentuan ranking prioritas dihitung berdasarkan hasil penilaian bobot kriteria tersebut yang kemudian dikalikan dengan hasil evaluasi, lalu diklasifikasikan ke dalam kelas interval dengan menggunakan rumus Sturges (Sturges, 1926), yang rentang nilainya atau interval diperoleh 2.
Tabel 5. Prioritas Pengembangan Variabel
Peringkat Tingkatan Variabel Waktu Rencana Pengembangan 7 - 8 Prioritas 1 Walk, Densify Tahun Pertama 5 - 6 Prioritas 2 Shift, Compact Tahun Kedua 3 - 4 Prioritas 3 Mix, Cycle Tahun Ketiga –
Tahap I 1 - 2 Prioritas 4 Transit, Connect Tahun Ketiga –
Tahap II
Berdasarkan peringkat dan tingkatan prioritas pengembangan yang didapat dari hasil akumulasi antara hasil evaluasi dan bobot AHP, diketahui bahwa variabel walk dan densify merupakan prioritas pengembangan paling penting dengan waktu rencana pengembangan di tahun pertama. Rencana pengembangan di tahun pertama direncanakan untuk menjadi kawasan yang ramah pejalan kaki dengan densitas kepadatan yang tinggi untuk memaksimalkan aktivitas di dalam kawasan.
Prioritas kedua yang didapat adalah pengembangan kawasan terhadap variabel shift dan compact. Karena tujuan konsep TOD adalah mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, makna dari konsep TOD adalah pemberhentian transportasi umum yang dikelilingi oleh kawasan hunian, bisnis, dan pusat belanja, serta hiburan.
Sehingga dengan beralihnya pengguna kendaraan pribadi ke kendaraan umum atau shift beserta kawasan yang rapat atau compact, diharapkan dapat memaksimalkan penerapan konsep TOD di kawasan ini.
Prioritas berikutnya adalah pengembangan kawasan terhadap variabel mix dan cyle. Dengan harapan pengembangan kawasan mampu mewujudkan konektivitas pendek menuju guna lahan residensial berdampingan dengan guna lahan bisnis dan perkantoran, lengkap dengan ketersediaan fasilitas pendukung lainnya seperti pusat perbelanjaan, sarana kesehatan, pusat pendidikan, fasilitas hiburan, fasilitas perbankan, hingga taman bermain, dengan kemudahan akses berupa penggunaan transportasi tidak bermotor seperti sepeda.
Variabel-variabel yang menjadi prioritas kelas ke-4 berdasarkan hasil perhitungan adalah
variabel transit dan connect. Berdasarkan bobot AHP, diketahui bahwa variabel transit merupakan prioritas pengembangan paling penting menurut para ahli. Sementara dalam hasil evaluasi, variabel transit di kawasan ini sudah memenuhi prinsip-prinsip TOD. Sehingga variabel transit merupakan variabel dengan prioritas terakhir, tetapi dalam hal ini dimaksudkan untuk dijaga dan ditingkatkan kinerjanya. Sementara untuk variabel connect di kawasan ini, dari hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa sudah cukup baik tetapi masih membutuhkan peningkatan kinerja.
D. Strategi Pengembangan Konsep TOD di Kawasan Dukuh Atas
Dalam mencapai tujuan dan sasaran penataan ruang yang sesuai dengan sub variabel dan indikator-indikator TOD yang telah dirumuskan, memerlukan sebuah konsep besar yang menjadi konsep penataan ruang berorientasi transit, yaitu integrated; kawasan pengembangan yang terintegrasi dengan fasilitas transit. Penataan ruang berorientasi transit akan optimal dalam aspek konektivitas, memiliki karakter kawasan yang berorientasi pada pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit, sehingga mampu menggerakkan pergerakan alami kawasan dalam meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use (Calthorpe, 1993).
Melalui integrasi tersebut, keaktivan kawasan akan meningkat bersama sinergisnya hubungan timbal balik antara intensitas, land use, dan transit. Dengan demikian, penataan ruang dan fasilitas transit benar-benar berperan sebagai sebuah kawasan Transit Oriented Development yang mensinergikan penataan ruang dengan kegiatan transit (Mungkasa, 2012).
Konsep tersebut dapat dilakukan melalui berbagai arahan, yaitu:
(1) Tahun Pertama diprioritaskan pembangunannya untuk menyediakan akses bagi pejalan kaki (walk) dan memaksimalkan densitas kawasan yang tinggi (densify).
Menyediakan jalur pejalan kaki di sepanjang jalan dengan ketersediaan fasilitas yang lengkap bagi kaum difabel. Jalur pejalan kaki dan bangunan menjadi aktif dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan komersial, bisnis, dan budaya. Dengan demikian, jalur pejalan kaki harus cukup lebar agar mampu mengakomodasi pergerakan dan aktivitas tersebut, serta harus memenuhi syarat
kegiatan transit, yakni memiliki jangkauan 5 menit dari satu titik transit ke titik transit lainnya;
(2) Tahun Kedua diprioritaskan pembangunannya untuk pembangunan terkait variabel shift dan compact. Dengan adanya pembangunan tahun pertama diasumsikan dapat terjadi penurunan volume kendaraan bermotor pada jalan, yang secara langsung akan menaikkan tingkat pelayanan (level of service) jalan dan mengurangi kebutuhan parkir (Tamin, 2000). Asumsi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan intensitas kawasan, yang mana kenaikan intensitas kawasan akan menaikkan besarnya bangkitan kawasan (trip attraction). Bangkitan kawasan akan berpengaruh terhadap pengguna kendaraan pribadi atau pengguna transit yang berdestinasi ke kawasan maupun yang hanya akan berkegiatan transit (Handayeni, 2014).
Asumsi ini akan meningkatkan vitalitas kawasan bagi kegiatan komersial, bisnis, dan budaya, khususnya pada jalur pejalan kaki dan bangunan.
(3) Tahun Ketiga Tahap I diprioritaskan pembangunannya untuk pembangunan terkait variabel mix dan cycle. Terpencarnya titik-titik transit dapat menjadi kondisi yang menghidupkan pergerakan di seluruh bagian kawasan, khususnya pada jalur pejalan kaki maupun pesepeda (Widyahari, 2014). Asumsi tersebut akan memodifikasi land use level tertentu pada bangunan tersebut menjadi peruntukan komersial, bisnis, dan budaya, yang akan mengaktifkan level tersebut.
Dengan asumsi tersebut kawasan akan memiliki banyak elemen tembusan yang meningkatkan aksesibilitas bagian-bagian kawasan. Dengan demikian, transit rider dapat berlalu lalang ke berbagai bagian kawasan dengan waktu yang singkat yang telah diciptakan oleh aktivitas dan desain (Wijaya, 2009).
(4) Tahun Ketiga Tahap II diprioritaskan pembangunannya untuk variabel transit dan connect dengan mempertahankan dan meningkatkan kinerja seluruh fasilitas transit intermoda yang melibatkan moda-moda transportasi massal dalam satu kawasan yang berjangkauan 5 menit berjalan kaki. Prioritas pengembangan fasilitas transit akan menjadi salah satu aspek yang dapat memprovokasi
perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum (Yuniasih, 2007).
KESIMPULAN
Kawasan Dukuh Atas adalah pusat bisnis dan sentra transportasi publik yang direncanakan dalam RTRW dan RDTR Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan primer dan pusat perpindahan antar-moda transportasi dengan konsep Transit-Oriented Development (TOD). Adapun penerapan dari konsep TOD bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan terhadap struktur dan pola ruang kota serta sosial-ekonomi dan perilaku warga kota, oleh karenanya kehadiran konsep TOD harus diarahkan agar dapat memanfaatkan sebesar- besarnya kepada semua golongan warga kota.
Namun, dalam penataan ruang di Kawasan Dukuh Atas masih ditemukan beberapa permasalahan seperti pemahaman konsep TOD yang kadang keliru, fenomena urban sprawl di Jakarta, hingga kemacetan lalu lintas. Bukan hanya dikarena tingginya penggunaan kendaraan pribadi saja, melainkan juga diakibatkan belum terintegrasinya penataan ruang di Kawasan Dukuh Atas dengan moda transportasi dan titik transit. Berikut merupakan hasil temuan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa Kawasan Dukuh Atas masih memerlukan pengembangan penataan ruang berorientasi transit yang sesuai dengan 8 prinsip-prinsip TOD yang digunakan. Blok II memiliki nilai matriks paling tinggi sebesar 77 poin sehingga mendapatkan kategori Silver Standard, yaitu blok-blok tersebut sudah cukup memfokuskan pengembangan penataan ruangnya sesuai dengan konsep Transit-Oriented Development (TOD) tetapi masih memerlukan peningkatan dalam pengembangan kawasan. Sementara untuk Blok I, Blok III dan Blok IV mendapatkan kategori Bronze Standard dengan masing-masing skor sebesar 61 poin, 61 poin, dan 59 poin, yang mana berarti pembangunan pada blok-blok ini belum cukup memfokuskan pengembangannya ke arah konsep TOD. Untuk Blok I dan Blok IV masih memerlukan pengembangan agar sesuai dengan konsep TOD, sementara untuk Blok III karena mengacu pada regulasi mengenai Kawasan Cagar Budaya Menteng, yang mana mayoritas bangunan di blok ini masuk ke dalam bangunan cagar budaya tipe b dan c. Hal tersebut
menjadikan aktivitas dan densitas di blok ini dibatasi.
Dalam menentukan prioritas pengembangan Kawasan Dukuh Atas, peneliti menggunakan hasil metode AHP yang didapat dari stakeholders. Setelah mengetahui hasil pembobotan AHP dengan aplikasi Expert Choice 11, peneliti menggabungkan penilaian AHP dengan skor evaluasi kesesuaian karakteristik kawasan dengan prinsip-prinsip TOD.
Berdasarkan peringkat dan tingkatan prioritas pengembangan yang didapat dari hasil akumulasi antara hasil evaluasi dan bobot AHP, diketahui bahwa variabel walk dan densify merupakan prioritas pengembangan paling penting dengan waktu rencana pengembangan di tahun pertama.
Prioritas kedua yang didapat adalah pengembangan kawasan terhadap variabel shift dan compact. Prioritas berikutnya adalah pengembangan kawasan terhadap variabel mix dan cycle. Sementara untuk variabel-variabel yang menjadi prioritas kelas ke-4 berdasarkan hasil perhitungan adalah variabel transit dan connect.
Dalam mencapai tujuan penataan ruang yang sesuai dengan variabel dan parameter TOD yang telah dirumuskan, memerlukan sebuah konsep besar yang menjadi konsep penataan ruang berorientasi transit, yaitu integrated;
kawasan pengembangan yang terintegrasi dengan fasilitas transit. Penataan ruang berorientasi transit akan optimal dalam aspek konektivitas, memiliki karakter kawasan yang berorientasi pada pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit, sehingga mampu menggerakkan pergerakan alami kawasan dalam meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use. Melalui integrasi tersebut, keaktivan kawasan akan meningkat bersama sinergisnya hubungan timbal balik antara intensitas, land use, dan transit.
Dengan demikian, penataan ruang dan fasilitas transit benar-benar berperan sebagai sebuah kawasan Transit-Oriented Development yang mensinergikan penataan ruang dengan kegiatan transit.
Pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui berbagai konsep, yaitu:
a. Mendukung ketersediaan sarana dan prasarana penunjang jalur pedestrian yang 100% lengkap serta tersebar di semua badan jalan,
b. Mengoptimalkan dimensi jalur pejalan kaki yang didasarkan pada jenis lahan,
c. Rencana pedestrian deck (skywalk),
d. Mengembangkan kembali penggunaan lahan residensial yang memiliki pola bangunan landed-house menjadi bangunan dengan pola bangunan vertikal,
e. Mengoptimalkan nilai intensitas bangunan untuk guna lahan non residensial, terkhusus bangunan komersial dan perkantoran, dengan menaikkan nilai minimum KLB rata- rata di masing-masing blok dan menerapkan disinsentif pelampauan nilai KLB untuk bangunan yang terletak di area inti atau core titik transit,
f. Meningkatkan mobilitas melalui penataan parkir dengan kebijakan penggunaan lahan, g. Merapatkan kawasan dengan blok perkotaan
sekitar atau sebaliknya dengan beralih menggunakan sistem transportasi massal, h. Meningkatkan keberagaman fungsi yang
dapat mendukung aktivitas bisnis dan komersial dengan mengintegrasikannya dengan kawasan permukiman,
i. Mengintegrasikan penggunaan dan pemanfaatan lahan di masing-masing blok dengan pemanfaatan bangunan bercampur (mixed-use building),
j. Pengembangan Kampung Kota dengan merevitalisasi perumahan rakyat di sekitar Waduk Melati dalam rangka meningkatkan kualitas fisik kampung kota dalam kawasan, k. Optimalisasi jalur sepeda,
l. Usulan halte bus dan transit plaza dengan opsi trek dan fitur pelayanan di area tunggu, dan
m. Meningkatkan aksesibilitas Kawasan Dukuh Atas sehingga seluruh lapisan Kawasan Dukuh Atas dapat terjangkau oleh pejalan kaki dan juga sepeda.
DAFTAR PUSTAKA
Batara, Tri Rachman. 2019. Focuss Group Discussion Urban Jakarta Propertindo dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Calgary. 2004. Land Use Planning and Policy.
Transit-Oriented Develoment Best Practice Handbook. Calgary: The City of Calgary.
Calthorpe, Peter. 1993. The Next American Metropolis: Ecology, Community,
and the American Dream. London, UK. Princeton Architectural Press.
Center for Transit-Oriented Development.
2009. Reconnecting America.
Oakland, USA. Center for Transit- Oriented Development.
Curtis, Carey. 2009. Transit-Oriented Development: Making It Happen.
Perth, Australia. GeoJournal: Curtin Univesity.
Florida TOD Guidebook. 2012. Framework for TOD in Florida. Florida, USA. Florida Transit-Oriented Development (TCRPC).
Handayeni, Ketut Dewi Martha Erli., Putu Gede Ariastita. 2014. Keberlanjutan Transportasi Di Kota Surabaya Melalui Pengembangan Kawasan Berbasis TOD (Transit-Oriented Development). Surabaya. Jurnal TATALOKA Volume 16 Nomor 2.
Institute for Transportation Development and Policy. 2017. TOD Standard 3.0. New York, USA. Despacio.
Isa, Muhammad Hidayat. 2014. Transit Oriented Develovment (TOD) Sebagai Solusi Alternatif Dalam Mengatasi Permasalahan Kemacetan Di Kota Surabaya. Jurusan Arsitektur Bidang Magister Manajemen Pembangunan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Li, Jianyi. Huang, Hao. 2020. Effects of Transit- Oriented Development (TOD) on Housing Prices: A Case Study in Wuhan, China. Chicago, USA.
Research in Transportation Economics: Elsevier.
Lubis, Harun Al-Rasyid. 2018. Transportation System Development and Challenge in Jakarta Metropolitan Area, Indonesia. International Journal of Sustainable Transportation Technology. Jakarta. Unujourn Publisher.
Mungkasa, Oswar. 2012. Pembangunan Perumahan pada penerapan model compact city di DKI Jakarta. Buletin
Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas Edisi 2012.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian:
Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta. Kharisma Putra Utama.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Tuang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta Tahun 2010-2030.
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi DKI Jakarta.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 67
Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun 2017 tentang
Pengembangan Kawasan
Berorientasi Transit.
Sturges. 1926. The Choice of A Class Interval.
Journal American Statistical Association. 21.65-66.
Widyahari, Ni Luh Asti. 2014. Potensi dan Peluang Pengembangan Transit- Oriented Development di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N2 | 353.
Wijaya, Alfred. 2009. Penataan Ruang Yang Ramah Lingkungan Melalui Perencanaan TOD (Transit-Oriented Development). Surabaya. Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS.
Yudhistira, Halley. 2018. Transportation Network and Changes in Urban Structure: Evidence from the Jakarta Metropolitan Area. Jakarta. Research in Transportation Economics:
Elsevier.
Yuniasih, Fahdiana. 2007. Perancangan kawasan Transit-Oriented Development Dukuh Atas Berdasarkan Optimalisasi Sirkulasi.
Program Studi Magister Rancang Kota. Institut Teknologi Bandung.