• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BIOLOGIS 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BIOLOGIS 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BIOLOGIS

1

Oleh: Jongkers Tampubolon

2

Pengantar

Dalam 20 tahun terakhir, perhatian terhadap bencana mendapatkan pendekatan yang lebih komprehensip dengan mengurai keterkaitan antara bencana dan pembangunan sebagaimana ditandai dengan the United Nations International Decade for Natural Disaster Reduction, 1990-1999

(IDNDR). Sebagai kelanjutan IDNDR, pada tahun 2000 PBB membentuk the UN International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) untuk mendorong mempertajam perhatian terhadap bencana melalui pembangkitan kesadaran (awareness), assesmen dan pengelolaan risiko bencana. Agenda penanggulangan dampak bencana ditandai dengan penerbitan Living with Risk: A Global Review of Disaster Reduction oleh ISDR tahun 2004.

Karena bencana telah menjadi faktor penting dalam pembangunan berkelanjutan, World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg telah mengadopsi pengurangan risiko dan kerentanan bencana sebagai target utama untuk tahun 2015. Pada dasarnya keterkaitan antara bencana dan pembangunan dapat berwujud dalam tiga bentuk; (i) bencana menjadi penghambat pembangunan karena timbulnya kerusakan sarana dan prasarana ekonomi ataupun terganggunya kesehatan, sarana pendidikan dan tercerabutnya komunitas karena terpaksa harus mengungsi yang menjadi penghambat pembangunan sosial, (ii) pembangunan menjadi penyebab bencana, dapat terjadi karena penerapan pembangunan yang mengabaikan keberlanjutan dan merusak lingkungan, (iii) pembangunan dapat mengurangi risiko bencana. Teknologi dapat mengurangi kerentanan dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan akan mempertinggi daya tahan masyarakat menghadapi ancaman bencana.

Dampak Bencana

(2)

Gambar 1. Dampak Ekonomis dan Kemanusiaan Bencana*, 1973

– 2002.

Klasifikasi Sumber Bencana

Pada dasarnya, bencana dapat bersumber dari alam (bencana alam) dan hasil perbuatan manusia. Kerusakan/kerugian akibat bencana alam umumnya berakar dari kemerosotan kualitas lingkungan dan penerapan teknologi yang tidak tepat (gempa bumi sangat jarang membunuh manusia, tetapi bangunan yang tidak tahan gempa yang membunuh ketika terjadi gempa).

(3)
(4)
(5)

Sejauh ini, perhatian terhadap bencana alam lebih banyak difokuskan pada bencana hidro-meteorologis dan bencana geologis karena efek merusak serta kerugian besar yang ditimbulkan terjadi dalam tempo yang singkat dan menimpa komunitas sehingga meninggalkan suasana dramatis yang menggugah untuk mengundang aksi penanggulangannya. Sebaliknya bencana biologis berlangsung melalui proses yang membutuhkan waktu dan lebih terkesan menjadi ‘urusan individu/keluarga’ (bandingkan banjir bandang yang memporak-porandakan satu desa dan menewaskan puluhan penduduk desa itu hanya dalam satu malam dengan HIV/AIDS yang membutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk mendapat perhatian setelah mengambil jutaan korban jiwa).

Agaknya, dampak kematian manusia dalam jumlah besar dan dalam tempo singkat menjadi faktor penentu, sebuah bencana biologis mendapat perhatian. Atas dasar kriteria itu literatur mencatat bencana biologis berikut: Flu Spanyol (1918 – 1919) yang membunuh 40 juta jiwa (sekitar 2 % dari populasi dunia di masa itu), Flu Asia 1957 dengan satu juta lebih korban jiwa, Flu Hong Kong 1968 dengan satu juta korban jiwa dan HIV/AIDS sejak 1980 telah menewaskan 30 juta orang (dengan demikian menjadi virus yang tersulit untuk diatasi). Sementara itu serangan hama wereng maupun virus koi yang memusnahkan matapencaharian petani sawah di Sumatera Utara dan nelayan di Danau Toba hanya akan menjadi pergumulan masyarakat setempat di tahun 2004.

Mengikuti perkembangan flu sejak Flu Spanyol 1918 yang diikuti dengan Flu Asia (1957) dan Flu Hong Kong (1968) serta sejak tahun 1997 Flu Burung (H5N1 dan H7N7), SARS (2003) dan Flu Mexiko (H1N1) tahun 2009 terlihat bahwa bencana biologis yang disebarkan oleh virus dalam bentuk berbagai jenis flu menunjukkan tingginya frekuensi kemunculan jenis-jenis virus baru dengan rentang waktu yang semakin pendek. Atas dasar data ini, Osterhaus (2005) mengingatkan pentingnya memberi perhatian serius akan tingginya risiko munculnya pandemik virus baru, dengan seruan “pandemic flu is on our doorstep”. Artinya, kita tidak perlu mempertanyakan apakah virus/flu tertentu sudah terkendalikan atau sudah teratasi tetapi tetap pada kesadaran bahwa virus/flu baru pasti akan muncul, hanya waktunya saja yang tidak dapat diperkirakan.

Mengurangi Risiko Bencana

(6)
(7)

Dalam pengelolaan risiko bencana biologis, beberapa aspek dari disaster risk reduction management diatas perlu mendapat perhatian khusus.

(i) Peningkatan kesadaran masyarakat. Bencana biologis dapat menyebar dengan cepat karena perilaku masyarakat yang tidak mendukung pada pengurangan risiko bencana. Hal ini dapat muncul dalam bentuk perilaku hidup tidak bersih misalnya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah bekerja, berjalan jauh atau sebelum makan serta keengganan untuk segera memusnahkan hewan ternak yang terserang penyakit berasal dari virus atau bakteri. Sementara virus/bakteri menyebar melalui udara atau air. Oleh karena itu, pemusnahan sesegera mungkin akan meredam penyebarannya.

(ii) Pengelolaan informasi. Sering pemerintah/lembaga otoritas berusaha menutup-nutupi merebaknya sebuah serangan biologis dengan maksud untuk melindungi masyarakat dari kepanikan. Tetapi langkah menyembunyikan informasi seperti itu justru membuat masyarakat tidak siaga dan menjadi korban ketika bencana membesar (pemerintah Mexiko menutup-nutupi merebaknya epidemi sejak Maret 2009 dan baru mengumumkannya ke publik 18 April 2009 setelah kunjungan Barack Obama ke Mexiko – tindakan ini harus dibayar dengan 128 korban jiwa yang menjadikan Mexiko sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi bahkan harus ‘menutup’ Mexiko City selama seminggu). Memberikan informasi kepada publik merupakan bagian dari kesiagaan masyarakat menghadapi hal buruk, selama informasi yang disampaikan akurat dan mencakup risiko yang mungkin dihadapi serta langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menyikapi bencana yang mungkin timbul (misalnya langkah-langkah mitigasi atau adaptasi yang harus dilakukan untuk mereduksi resiko bencana). Sebaliknya, langkah pemerintah beberapa daerah dengan memusnahkan ternak babi untuk menyikapi merebaknya H1N1 di Mexiko merupakan langkah yang sangat ceroboh. Karena Flu Babi berbeda dari Flu Burung yang ditandai dengan matinya unggas secara tiba-tiba. Sejauh ini belum ditemukan pasien yang terjangkit Flu H1N1 setelah kontak dengan babi.

(8)

selanjutnya secara massal diproduksi oleh industri farmasi untuk memenuhi kebutuhan mayoritas manusia di muka bumi. Kerjasama internasional dibawah WHO ini menjadi keharusan karena pandemic H1N1 tahun 2009 menyebar secara internasional dengan kecepatan yang belum pernah terjadi. Di masa lalu, pandemic flu membutuhkan waktu enam bulan lebih untuk dapat menyebar ke wilayah seluas penyebaran yang dapat dijangkau H1N1 hanya dalam waktu kurang dari enam minggu.

(iv) Aplikasi dan langkah-langkah mengelola risiko bencana. Jika bencana hidro-meteorologis dan bencana geologis lebih mengandalkan penerapan teknologi fisik yang tepat untuk mencegah terjadinya bencana (misal pembangunan bendungan untuk mengendalikan banjir dan penerapan green belt hutan bakau di pantai untuk meredam tsunami), maka pengelolaan risiko bencana biologis lebih mengutamakan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam (menjaga lingkungan sawah/ladang/kandang agar tidak menjadi sarang vektor/inang bakteri/virus yang dapat matapencaharian sebagai sumber pendapatan untuk membiayai konsumsi, khususnya makanan yang bergizi dan rumah yang sehat dengan suplai air bersih yang terjamin. Karena tubuh yang tidak sehat akan lebih rentan terhadap serangan berbagai penyakit yang bersumber dari berbagai micro organisme (untuk kasus Indonesia, korban meninggal flu babi adalah anak-anak yang sebelumnya telah mengidap penyakit tertentu, para turis yang baru kembali dari luar negeri umumnya sembuh setelah menjalani perawatan 3 atau 5 hari atau bahkan tanpa perawatan dapat sembuh setelah seminggu).

(9)

penumpang pesawat yang sama terindikasi terjangkit H1N1 merupakan contoh tatakelola yang buruk.

Referensi

1. Osterhaus, A. 2005. Emerging virus infections in a changing world: combating nature, the most dangerous bio-terorist in Know Risk. Geneva: Tudor Rose on behalf of the United Nations.

2. UN/ISDR, 2004: Living With Risk – A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. New York & Geneva: United Nations.

3. UNDP, 2004: Reducing Disaster Risk – A Challenge for Development. New York: John S. Swift Co.

4. WHO, 2009: Pandemic (H1N1) 2009 briefing note 3 (revised) - Changes in reporting requirements for pandemic (H1N1) 2009 virus infection. http://www.

who.int/csr/disease/swineflu/notes/h1n1_surveillance_20090710/en/ind ex.html (situs dikunjungi 24 Juli 2009).

5. WHO, 2009: Pandemic (H1N1) 2009 briefing note 4 - Preliminary information important for understanding the evolving situation. http://www.who.int/csr/disease/swineflu/notes/h1n1_situation_2009072 4/en/print.html (situs dikunjungi 28 Juli 2009).

Gambar

Gambar 1.  Dampak Ekonomis dan Kemanusiaan Bencana*, 1973– 2002.
Gambar 3. Kerangka Pengurangan Risiko Bencana.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian umun yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan tentang lagu “Sintren” aransemen Yus Wiradiredja yang berhubungan dengan

Riana, M., (2010).Pengaruh Pemberian Ekstrak Alkohol 70% Kulit Buah Labu Siam (Sechium edule) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Kelinci Jantan New Zealand yang

[r]

Lampiran 2 Pemeriksaan KGD Mencit, pengambilan sampel darah dan organ pancreas... Lampiran 3 Pengambilan Sampel darah dan

Objektif : Untuk mengetahui angka prevalensi kejadian asma dan faktor risiko yang mempengaruhinya dengan menggunakan pertanyaan ISAAC pada anak usia 13– 14 tahun di SMP

Dalam penanganan tindak pidana Fidusia tersebut di Sat Reskrim Polres Demak yang menangani adalah Unit II Tipidter Sat Reskrim Polres Demak.Dalam melakukan penelitian ini

Tujuan pengembangan desain ini adalah mengembangkan desain Batik Makassar yang berfokus pada pengolahan visual (motif) dengan memanfaatkan potensi visual warisan

Pertama , Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi