• Tidak ada hasil yang ditemukan

54596115 Jenis Dan Layanan Bimb Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "54596115 Jenis Dan Layanan Bimb Konseling"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

R E S U M E

BAB VII

JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN

BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh :

ST. MARDIAH

Nim. 0732006

Jurusan : Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD

(2)
(3)

JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Ini membahas jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. Layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling perorangan, bimbingan dan konseling kelompok, serta kegiatan penunjang, dibicarakan secara khusus. Pembahasan dan jenis-jenis layanan dan kegiatan itu baru menyangkut pokok-pokok saja, mengingat, pertama bahwa uraian dalam buku ini pada umumnya dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang mendasari pemahaman awal tentang masing-masing jenis layanan dan kegiatan yang dimaksudkan. Kedua, pembahasan yang lebih rinci sampai dengan pengembangan keterampilan dalam masing layanan dan kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing layanan dan kegiatan terdapat dalam buku yang khusus ditulis untuk masing-masing layanan dan kegiatan itu. Dalam pendidikan konselor, materi masing-masing-masing-masing layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling itu bahkan diajarkan dalam mata kuliah tersendiri, di luar mata kuliah “Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling”.

Tujuan

Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan dapat memahami dan memiliki wawasan tentang :

1. Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konseling perorangan, serta bimbingan dan konseling kelompok.

2. Pengertian, tujuan, pokok-pokok dan kemungkinan pelaksanaan kegiatan penunjang bimbingan dan konseling, yaitu pemakaian instrumen, penyelenggaraan himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan.

Konsep-konsep Pokok

(4)

 Layanan orientasi

 Layanan informasi : - Informasi pendidikan - Informasi jabatan/pekerjaan - Informasi sosial-budaya

 Layanan penempatan dan penyaluran - Penempatan dalam kelas

- Penempatan dalam kelompok belajar - Penempatan dalam jurusan/program studi - Penempatan dan penyaluran lulusan.

 Layanan bimbingan belajar - Keterlambatan akademik - Ketercepatan belajar

- Sangat lambat belajar kurang motivasi belajar - Sikap dan kebiasaan belajar

- Tes hasil belajar - Tes kemampuan dasar - Tes diagnostik

- Analisis hasil belajar - Pengajaran perbaikan - Kegiatan pengayaan

 Layanan konseling perorangan : - Konseling sebagai “jantung hati” - Bimbingan

- Konseling sebagai layanan ”resmi” - Keefektifan konseling

(5)

 Layanan bimbingan kelompok

 Layanan konseling kelompok

 Instrumentasi bimbingan dan konseling - Teknis tes

- Teknik non-tes

 Himpunan data - Data pribadi - Data umum - Data kelompok

 Konferensi kasus

 Kunjungan rumah

 Alih tangan

A. Layanan Orientasi

Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat seseorang yang baru pertama kali datang ke sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba “buta”, buta tentang arah yang hendak dituju, buta tentang jalan-jalan dan buta tentang itu dan ini. Akibat dari kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dab tidak mencapai apa yang hendak ditujunya. Demikian juga bagi siswa baru di sekolah dan atau bagi orang-orang yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka belum banyak mengenal tentang lingkungan yang baru dimasukinya.

1. Layanan Orientasi di Sekolah

(6)

tiga atau empat bulan. Dalam kaitan itu, penelitian Allan & McKean menunjukkan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

a. Program orientasi yang efektif mempercepat proses adaptasi; dan memberikan kemudahan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

b. Murid-murid yang mengalami masalah penyesuaian ternyata kurang berhasil di sekolah.

c. Anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang rendah memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri daripada anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang lebih tinggi.

Untuk lingkungan sekolah misalnya, materi orientasi yang mendapat penekanan adalah :

a. Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umumnya; b. Kurikulum yang ada;

c. Penyelenggaraan pengajaran;

d. Kegiatan belajar siswa yang diharapkan; e. Sistem penilaian, ujian dan kenaikan kelas;

f. Fasilitas dan sumber belajar yang ada (seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang praktek);

g. Fasilitas penunjang (sarana olahraga dan rekreasi, pelayanan kesehatan, pelayanan bimbingan dan konseling, kafetaria, dan tata usaha);

h. Staf pengajar dan tata usaha; i. Hak dan kewajiban siswa j. Organisasi siswa;

k. Organisasi orang tua siswa;

l. Organisasi sekolah secara menyeluruh.

2. Metode Layanan Orientasi Sekolah

(7)

perkembangan anak. Untuk anak-anak yang baru memasuki kelas satu SD, tentulah materi-materi tersebut tidak perlu (dan tidak dapat) disampaikan kepada anak-anak yang masih sangat muda itu. Pokok-pokok materi itu sebaiknya disampaikan kepada orang tua murid. Pemahaman orang tua terhadap berbagai materi itu akan membantu mereka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada anak-anak mereka untuk dapat mengikuti pendidikan di SD dengan sebaik-baiknya.

a. Kunjungan ke SD pemasok

Petugas dari SLTP (misalnya konselor sekolah bersama guru-guru lain yang ditugaskan) mengunjungi SD-SD yang para lulusannya akan memasuki SLTP tersebut. Di sana, para petugas itu menjelaskan berbagai hal-ihwal SLTP itu kepada murid-murid SD kelas tinggi yang diharapkan akan memasuki SLTP yang dimaksudkan. Alangkah baiknya kalau penjelasan itu dilengkapi dengan penyajian gambar, film, poster, dan lain-lain sebagainya. Tanya jawab dengan murid-murid SD itu juga dibuka seluas-luasnya.

b. Kunjungan ke SLTP pemesan

Murid-murid SD kelas tinggi mengunjungi SLTP yang akan mereka masuki. Di sana mereka melihat lingkungan dan kelengkapan sekolah, menerima penjelasan lengkap dengan gambar, film, poster dan tanya jawab. c. “Malam” pertemuan dengan orang tua

Orang tua murid baru diundang menghadiri suatu pertemuan (boleh siang atau malam) untuk beramah-tamah dengan staf sekolah dan menerima penjelasan tentang hal-ikhwal sekolah tempat anak-anak mereka belajar. d. Staf konselor bertemu dengan guru membicarakan siswa-siswa baru

(8)

e. Mengunjungi kelas

Konselor berkeliling mengunjungi kelas-kelas murid baru. Konselor menjelaskan dengan berbagai alat bantu dan prosedur tanya jawab tentang berbagai materi tersebut di atas.

f. Memanfaatkan siswa-senior

Tabel

Waktu yang Diperlukan untuk Menyesuaikan Diri bagi Mahasiswa Baru

Waktu Frekuensi %

Demikian juga individu-individu yang memasuki lingkungan baru di luar (seperti pegawai baru, anggota baru suatu organisasi, bekas narapidana yang kembali ke masyarakat setelah sekian lama menjalani masa hukumannya, dan tidak terkecuali pengantin baru) memerlukan orientasi tentang lingkungan barunya itu. Dengan orientasi itu proses penyesuaian diri atau penyesuaian diri kembali akan memperoleh sokongan yang amat berarti.

B. Layanan Informasi

(9)

pemahaman pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih jauh, layanan orientasi dan informasi akan dapat menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi dan informasi itu dengan permasalahan individu.

Ada tiga alasan utama mengapa pemberian informasi perlu diselenggarakan.

Pertama, membekali individu dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar, pendidikan, jabatan, maupun sosial-budaya. Dalam masyarakat yang serba majemuk dan semakin kompleks, pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagian besar terletak di tangan individu itu sendiri. Dalam hal ini, layanan informasi berusaha merangsang individu untuk dapat secara kritis mempelajari berbagai informasi berkaitan dengan hajat hidup dan perkembangannya.

Kedua, memungkinkan individu dapat menentukan arah hidupnya “ke mana dia ingin pergi”. Syarat dasar untuk dapat menentukan arah hidup adalah apabila ia mengetahui apa (informasi) yang harus dilakukan serta bagaimana bertindak secara kreatif dan dinamis berdasarkan atas informasi-informasi yang ada itu. dengan kata lain, berdasarkan atas informasi yang diberikan itu individu diharapkan dapat membuat rencana-rencana dan keputusan tentang masa depannya serta bertanggung jawab atas rencana dan keputusan yang dibuatnya itu. Dan ketiga setiap individu adalah unik. Keunikan itu akan membawakan pola-pola pengambilan keputusan dan bertindak yang berbeda-beda.

Dengan ketiga alasan itu, layanan informasi merupakan kebutuhan yang amat tinggi tingkatannya. Lebih-lebih apabila diingat bahwa “masa depan adalah abad informasi”, maka barang siapa tidak memperoleh informasi, maka ia akan tertinggal dan akan tertinggal dan akan kehilangan masa depan.

1. Jenis-Jenis Informasi a. Informasi Pendidikan

(10)

pemilihan program studi, (b) pemilihan sekolah, fakultas dan jurusannya, (c) penyesuaian diri dengan program studi, (d) penyesuaian diri terhadap suasana belajar, dan (e) putus sekolah. Mereka membutuhkan adanya keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan secara bijaksana.

Jenis-jenis informasi pada setiap tingkat itu adalah sebagai berikut :

Pertama kali masuk sekolah :

1) Jam-jam belajar

2) Disiplin dan peraturan sekolah lainnya

3) Kegiatan belajar dan kegiatan anak lainnya di sekolah 4) Buku-buku/alat pelajaran

5) Fasilitas, makanan, kesehatan, tempat bermain

6) Fasilitas transportasi (khususnya bagi mereka yang rumahnya jauh dari sekolah).

7) Peraturan tentang kunjungan orang tua ke sekolah.

Memasuki SLTP :

1) Jadwal kegiatan sekolah

2) Mata pelajaran yang ada (berikut nama-nama gurunya) 3) Kegiatan ko-kurikuler

4) Fasilitas sumber belajar (seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja).

5) Sarana penunjang (seperti pelayanan kesehatan, bimbingan dan konseling).

6) Peraturan sekolah, serta hak dan kewajiban siswa dan orang tua 7) Keadaan fisik sekolah (gedung-gedung, pekarangan sekolah, alamat) 8) Prosedur penerimaan.

Memasuki SLTA :

1) Mata pelajaran dan pembidangannya, seperti mata pelajaran umum, persiapan ke perguruan tinggi, keterampilan.

(11)

3) Hubungan antara satu jurusan atau program dengan pekerjaan atau kegiatan di masyarakat yang lebih luas.

4) Tersedianya latihan-latihan khusus, seperti mengetik, komputer, perbengkelan, dan lain-lain.

5) Jadwal kegiatan belajar dan latihan

6) Kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang disediakan. 7) Tuntutan pengembangan sikap dan kebiasaan belajar 8) Peraturan sekolah, hak dan kewajiban siswa.

9) Fasilitas sumber belajar (seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel, dan sebagainya).

10) Pelayanan bimbingan dan konseling

11) Fasilitas penunjang (pelayanan kesehatan, makanan, bursa buku/alat-alat pelajaran, transportasi, sarana).

12) Kemungkinan bea siswa

13) Kemungkinan melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi

14) Keadaan fisik sekolah (gedung-gedung, pekarangan sekolah, alamat, lingkungan sekolah).

15) Prosedur penerimaan

Memasuki Perguruan Tinggi :

Secara garis besar informasi pendidikan yang diperlukan para (calon) lulusan SLTA adalah :

1) Lembaga pendidikan yang menyajikan program-program yang lebih spesifik (dengan berbagai butir pokok informasi sebagaimana disebutkan terdahulu);

2) Beasiswa dan berbagai kemungkinan tunjangan yang dapat diperoleh beserta syarat-syarat dan cara-cara melamarnya (mengajukan permohonan);

(12)

4) Kemungkinan lain yang dapat dimasuki oleh lulusan SLTA, seperti memasuki jajaran ABRI, dan sebagainya.

b. Informasi Jabatan

Informasi jabatan/pekerjaan yang baik sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

1) Struktur dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama 2) Uraian tugas masing-masing jabatan/pekerjaan

3) Kualifikasi tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan 4) Cara-cara atau prosedur penerimaan

5) Kondisi kerja

6) Kesempatan-kesempatan untuk pengembangan karier

7) Fasilitas penunjang untuk kesejahteraan pekerjaan, seperti kesehatan, olahraga dan rekreasi, kesempatan pendidikan bagi anak-anak, dan sebagainya.

Pemberian informasi kepada para siswa di sekolah sifatnya sangat strategis, baik dipandang dari segi tahap-tahap perkembangan mereka maupun keadaan masyarakat yang selalu berubah dan menuntut adanya tenaga kerja yang dapat mendukung kesejahteraan warga masyarakat dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Di sinilah letaknya “tugas rangkap” pendidikan yaitu memperkembangkan individu-individu secara optimal dan menyiapkan mereka menjadi warga masyarakat yang bekerja dalam arti seluas-luasnya.

Tingkat SD

Tingkat ini merupakan tingkatan yang paling awal dan mendasar. Informasi yang diberikan pada tingkat ini bersifat umum dan tidak mengarah pada jenis-jenis jabatan/pekerjaan tertentu. Pemberian untuk anak-anak SD pada umumnya dimaksudkan untuk :

(13)

tindakan, menunjukkan prasangka ataupun kecenderungan positif/negatif terhadap jenis pekerjaan tertentu.

2. Membawa anak-anak untuk menyadari betapa luasnya dunia kerja yang ada, terentang dari pekerjaan yang dijabat orang tua anak-anak itu sampai ke segala macam pekerjaan di masyarakat luas.

3. Menjawab berbagai pertanyaan anak-anak tentang pekerjaan. Dorongan ingin tahu anak-anak akan membawa mereka menanyakan segala sesuatu tentang pekerjaan. Dalam hal ini jawaban atau informasi yang tepat dan benar (tidak dibuat-buat atau disamarkan) harus segera diberikan kepada anak setiap waktu mereka bertanya.

4. Menekankan jasa dari masing-masing jenis pekerjaan kepada kesejahteraan hidup rumah tangga dan masyarakat (tidak hanya mengemukakan gaji atau penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan itu). Perlunya bakat atau kemampuan atau keterampilan khusus untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, terutama yang bermanfaat bagi pemberian bantuan kepada sesama manusia, perlu disampaikan dan ditonjolkan kepada anak-anak.

5. Pekerjaan ada dimana-mana, di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan bahkan dunia. Pada tingkat perkembangan itu, anak-anak mulai membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang ada di desa dan di kota, di daerahnya sendiri dan di daerah lain, bahkan di negaranya sendiri dan di negara lain. Anak dirangsang untuk mulai menyadari bahwa ada seribu satu macam cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencari penghidupan dan memenuhi kebutuhan hidupnya melalui berbagai jenis pekerjaan.

(14)

7. Baik kemampuan khusus maupun ciri-ciri kepribadian tertentu, diperlukan untuk keberhasilan (kesuksesan) bagi sebagian besar jenis pekerjaan.

8. Untuk memilih suatu pekerjaan diperlukan informasi yang tepat (yaitu tentang hakikat pekerjaan itu sendiri, latihan yang diperlukan, kondisi kerja, dan sebagainya).

9. Ada berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh orang-orang yang menginginkan pekerjaan tertentu (seperti peralatan yang diperlukan untuk pekerjaan itu mahal, biaya untuk program pendidikan dan latihan mahal dan waktunya lama, kondisi kerja dalam pekerjaan itu kurang menyenangkan, dan sebagainya).

10. Untuk memilih pekerjaan atau karier di masa depan perlu kehati-hatian dan pertimbangan yang matang.

Tingkat SLTP

Informasi jabatan/pekerjaan di SLTP menyajikan bahwa informasi dengan tujuan agar para siswa mampu merencanakan secara umum masa depannya dan tidak merencanakan pekerjaan tertentu secara khusus. Pada tingkat ini diharapkan para siswa mulai :

1. Mempelajari bidang pekerjaan secara lebih luas seperti bidang perdagangan, permesinan, administrasi, perkantoran, dan lain-lain.

2. Melihat hubungan antara bidang-bidang pekerjaan itu dengan mata-mata pelajaran yang ada di sekolah. Pada kelas tertinggi SLTP siswa hendaknya telah mendekati pilihan program pendidikan yang ingin diikutinya sesuai dengan arah pengembangan kariernya. Di SLTA nantinya anak-anak akan segera memasuki jurusan-jurusan tertentu yang secara lebih khusus mengarahkan mereka ke karier yang mereka pilih. 3. Lebih mendalami informasi tentang pekerjaan tertentu. Pada tahap

(15)

sebagian lagi terpaksa berhenti sekolah. Bahkan diantara mereka mungkin ada yang terpaksa sekolah sambil bekerja, baik dengan alasan ingin “mencoba” pekerjaan itu atau mencari penghasilan untuk biaya sekolah.

4. Memahami cara-cara memperoleh informasi yang tepat dan mutakhir dengan jumlah yang cukup tentang dunia kerja. Cara-cara itu meliputi studi kepustakaan, mempelajari dokumentasi tentang pekerjaan dan mengikuti berbagai penyajian tentang informasi pekerjaan melalui ceramah dan atau media cetak/elektronik. Mengamati langsung beroperasinya pekerjaan yang dimaksud dan wawancara dengan para pekerjanya oleh para siswa sendiri sangat dianjurkan.

5. Memahami pentingnya dan ruang lingkup perencanaan pekerjaan/karier. Pada tahap ini para siswa hendaknya menyadari bahwa memilih suatu pekerjaan pada dasarnya adalah memilih cara hidup tertentu.

6. Memahami bahwa dunia kerja itu tidak pernah dalam keadaan tetap (statis), tetapi terus berubah dan berkembang. Para siswa hendaknya menyadari bahwa ketika mereka menamatkan SLTA atau bahkan sesudah itu, pekerjaan yang diinginkan semula pada waktu itu sudah tidak ada lagi atau sudah berubah (tidak lagi seperti dibayangkan, diinformasikan dahulu), sementara itu jenis-jenis pekerjaan baru muncul dan keterampilan-keterampilan baru dituntut dari para pekerja.

Tingkat SLTA

Lebih jauh, informasi pekerjaan SLTA hendaklah meliputi, cakupan yang memungkinkan siswa :

1. Mempergunakan berbagai cara untuk memperdalam dan memperluas pemahaman tentang dunia kerja pada umumnya dan bidang pekerjaan tertentu pada khususnya.

(16)

3. Memiliki pengetahuan tentang ataupun mempunyai hubungan dengan pekerjaan tertentu apabila siswa memang menghendaki untuk memegang jabatan itu (baik ataupun sementara) setamat dari SLTA. Informasi dan bantuan khusus untuk “mendekati” pekerjaan itu perlu diberikan kepada siswa yang menghendakinya.

Pasca SLTA

Selepas SLTA para remaja/pemuda pada umumnya memasuki dunia kerja atau melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi. Karena dunia kerja itu selalu berubah, mereka memerlukan informasi tentang pekerjaan-pekerjaan baru dengan berbagai kondisi dan syarat-syaratnya. Informasi baru tersebut berguna bagi penyesuaian pilihan pekerjaan dan sekaligus pilihan program-program pendidikan dan latihan yang relevan.

c. Informasi Sosial-Budaya

Masyarakat Indonesia dikatakan juga masyarakat yang majemuk, karena berasal dari berbagai suku bangsa, agama dan adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini sering pula membawa perbedaan dalam pola dan sikap hidup sehari-hari. Namun demikian, perbedaan-perbedaan itu tetap dalam kesatuan sebagaimana tertera dalam Lambang Negara Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika”. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki itu hendaknya tidak mengakibatkan masyarakatnya bercerai-berai, tetapi justru menjadi sumber inspirasi dalam hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, yang dapat hidup berdampingan antara yang satu dengan yang lain.

Untuk memungkinkan sikap warga negara Indonesia dapat hidup seperti yang dimaksud di atas, sejak dini mereka perlu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman isi informasi tentang keadaan sosial-budaya berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui penyajian informasi sosial-budaya yang meliputi :

(17)

2) Adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan 3) Agama dan kepercayaan-kepercayaan

4) Bahasa, terutama istilah-istilah yang dapat menimbulkan kesalah-pahaman suku bangsa lainnya.

5) Potensi-potensi daerah

6) Kekhususan masyarakat atau daerah tertentu

Informasi itu perlu diperluas sampai menjangkau informasi tentang bangsa-bangsa lain, khususnya untuk melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa lain itu. Dengan informasi seperti itu, diharapkan masyarakat kita, terutama generasi mudanya, terangsang untuk maju lebih cepat lagi mengejar budaya yang telah lebih maju itu, terutama dalam bidang ilmu dan teknologinya.

2. Metode Layanan Informasi di Sekolah

Pemberian informasi kepada siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti metode ceramah, diskusi panel, wawancara, karyawisata, alat-alat peraga dan alat-alat bantu lainnya, buku panduan, kegiatan sanggar karier, sosiodrama. a. Ceramah

Ceramah merupakan metode pemberian informasi yang paling sederhana, mudah dan murah, dalam arti bahwa metode ini dapat dilakukan hampir oleh setiap petugas bimbingan di sekolah. Di samping itu, teknik ini juga tidak memerlukan prosedur dan biaya yang banyak. Penyajian informasi dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah, konselor, guru-guru dan staf sekolah lainnya. Atau dapat juga dengan mendatangkan narasumber, misalnya dari lembaga-lembaga pendidikan, Departemen Tenaga Kerja, badan-badan usaha, dan lain-lain.

b. Diskusi panel

(18)

dilakukan disajikannya itu, dan dengan yang lebih mengetahuinya. Konselor, guru bertindak sebagai pengamat dan sedapat-dapatnya memberikan pengarahan ataupun melengkapi informasi-informasi yang dibahas di dalam diskusi tersebut. Selanjutnya, untuk menarik perhatian para peserta dapat ditampilkan berbagai contoh dan peragaan lainnya.

c. Karyawisata

Karyawisata merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar mengajar yang telah dikenal secara meluas, baik oleh masyarakat sekolah maupun masyarakat umum. Dalam bidang bimbingan dan konseling, karyawisata mempunyai dua sumbangan pokok. Pertama, membantu siswa belajar dengan menggunakan berbagai sumber yang ada dalam masyarakat yang dapat menunjang perkembangan mereka. Kedua, memungkinkan diperolehnya informasi yang dapat membantu pengembangan sikap-sikap terhadap pendidikan, pekerjaan, dan berbagai masalah dalam masyarakat.

Penggunaan karyawisata untuk maksud membantu siswa mengumpulkan informasi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif, menghendaki siswa berpartisipasi secara penuh baik dalam persiapan maupun pelaksanaan berbagai kegiatan terhadap objek yang dikunjungi. Kegiatan karyawisata dapat dilakukan di berbagai lapangan lapangan. Untuk itu, perlu dibuat variasi objek-objek yang akan dikunjungi dari waktu ke waktu. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa-siswa mempunyai kesempatan mengenal banyak objek yang berbeda. Kunjungan yang bervariasi itu merupakan salah satu cara untuk memperluas minat dan mengembangkan sikap-sikap yang konstruktif.

d. Buku panduan

(19)

media cetak lainnya. Pembuatan “buku-buku di bawah bimbingan langsung konselor. Versi lain dari “buku karier” itu menempelkan potongan atau guntingan rubric yang mengandung nilai informasi pendidikan jabatan dari koran/majalah pada “papan bimbingan”.

e. Konferensi karier

Konferensi karier dilakukan dengan mengikuti salah satu pola di bawah ini :

Pola pertama, menyisihkan waktu selama satu jam atau lebih di luar hari-hari sekolah setiap semester. Selama waktu ini siswa dibagi atas beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mengadakan diskusi dengan narasumber yang ditentukan sebelumnya.

Pola kedua, menyediakan waktu sehari penuh atau lebih setiap semester untuk mengadakan konferensi. Pelaksanaan konferensi diawali dengan pertemuan umum, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan kelompok. Dalam kesempatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengikuti sejumlah pertemuan yang berbeda.

Pola ketiga, menyediakan jadwal konferensi dengan mengadakan pertemuan sekali setiap minggu. Siswa dapat mengikuti diskusi sesuai dengan bidang-bidang yang diminatinya. Pola seperti ini tidak saja menguntungkan bagi siswa untuk berperan serta dalam berbagai kelompok diskusi yang diminatinya, tetapi juga prosedur administrasinya tidak terlalu merepotkan.

Pola keempat, mengadakan pekan bimbingan karier selama satu minggu terus menerus.

3. Layanan Informasi di Luar Sekolah

(20)

perikehidupan beragama, berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, dan bernegara dapat merupakan kebutuhan banyak warga masyarakat. Rincian berbagai informasi itu agaknya tidak terbatas, selalu dapat berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan masyarakat.

C. Layanan Penempatan dan Penyaluran

Individu sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit individu yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Individu seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal. Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa, terutama konselor, dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.

1. Penempatan dan Penyaluran Siswa di Sekolah

Penempatan dan penyaluran siswa di sekolah dapat berupa (a) penempatan siswa di dalam kelas, (b) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, (c) ke dalam kegiatan ko/ekstra kurikuler, dan (d) ke dalam jurusan/program studi yang sesuai.

a. Layanan Penempatan di dalam Kelas

Layanan penempatan di dalam kelas itu merupakan jenis layanan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan layanan penempatan penyaluran lainnya. Namun demikian, penyelenggaraannya tidak boleh diabaikan. Penempatan masing-masing anak secara tepat akan membawa keuntungan :

1) Bagi siswa yang bersangkutan, yaitu memberikan penyesuaian dan pemeliharaan terhadap kondisi individu siswa (kondisi fisik, mental, sosial).

(21)

Kedua keuntungan di atas pada akhirnya bermuara pada pemberian kemudahan bagi pengembangan anak secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing.

b. Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Kelompok Belajar

Pembentukan kelompok belajar mempunyai dua tujuan pokok.

Pertama, untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Tujuan ini biasanya diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar yang menggunakan sistem maju berkelanjutan. Dalam sistem ini setiap siswa mempunyai kesempatan untuk maju sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa harus menunggu atau didesak oleh siswa lain. Pada dasarnya dalam sistem ini masing-masing siswa dapat maju setiap ada kesempatan, ibarat pengikut perlombaan balap sepeda, balap mobil, dan sebagainya.

Kedua, untuk wadah belajar bersama. Berbeda dengan cara pengelompokan pertama, dalam pengelompokan ini dilakukan tidak menurut kemampuan siswa, melainkan dilakukan sedemikian rupa sehingga di dalam suatu kelompok belajar akan terdapat siswa-siswa yang kemampuannya pandai, sedang and kurang. Atau dapat juga dilakukan berdasarkan atas pilihan siswa. Dalam hal ini, para siswa bebas memilih teman-teman sekelas yang paling disukainya untuk dijadikan teman belajar. Pembentukan kelompok seperti ini bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa siswa dapat belajar bersama, saling memberi dan menerima, saling tukar pengetahuan dan keterampilan. Karena dalam kelompok itu ada siswa yang pandai, dan ada siswa yang kurang pandai, maka siswa yang pandai dapat menularkan apa yang ia miliki kepada siswa lain yang kurang pandai. Sedangkan siswa yang pandai itu sendiri dapat semakin memantapkan pengetahuan dan keterampilannya.

c. Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Kegiatan Ko/Ekstra Kurikuler

(22)

dapat menjadi wadah belajar bagi siswa. Ia menempati tingkat kepentingan yang setara dengan kegiatan-kegiatan akademik lainnya walaupun sifatnya berlainan. Tetapi sangat disayangkan, kegiatan-kegiatan ini masih dipandang sebagai “hiasan” tambahan, sebagai kegiatan yang tidak begitu menentukan perkembangan siswa.

Salah satu ciri yang menonjol dari kegiatan ko/ekstrakurikuler adalah keanekaragamannya, mulai dari memasak sampai musik, dari pengumpulan perangko sampai dengan permainan hoki. Hampir semua minat remaja dapat digunakan sebagai bagian dari kegiatan ko/ekstrakurikuler. Banyak kebutuhan siswa yang dapat dilayani melalui kegiatan ko/ekstrakurikuler. Misalnya, dalam menyesuaikan diri dengan teman-teman di lingkungannya yang baru atau dalam usaha mendapatkan teman-teman baru.

d. Penempatan dan Penyaluran ke Jurusan/Program Studi

Setiap awal tahun ajaran, banyak siswa SMA yang menghadapi masalah “jurusan/program apa yang sebaiknya saya ikuti?” Sebagian siswa dapat merencanakan atau menentukan sendiri jurusan/program studi apa yang akan diambilnya. Mereka menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya, namun disamping itu, banyak juga siswa yang tidak dapat membuat rencananya secara realistis. Mereka membuat rencana hanya berdasarkan atas kemauan dan keinginan, tidak menyesuaikannya dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya, atau bahkan ada siswa-siswa yang tidak mampu membuat rencana sama sekali. Terhadap siswa-siswa yang seperti ini perlu diberikan bantuan agar mereka dapat membuat rencana-rencana dan mengambil keputusan secara bijaksana.

2. Penempatan dan Penyaluran Lulusan

(23)

tinggi. Atau bagi yang memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan, mereka mendambakan untuk dapat diterima pada lapangan kerja yang sesuai.

Saat seperti itu merupakan saat yang kritis bagi kebanyakan para lulusan, baik tamatan pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Mereka berada dalam masa transisi dari satu tingkat pendidikan ke tingkat pendidikan lainnya atau dari dunia pendidikan ke dunia kerja. Dalam suasana ini, mereka dihinggapi oleh berbagai perasaan, seperti cemas, binging, tidak menentu, dan sebagainya. Perasaan-perasaan seperti ini terutama sekali dialami oleh lulusan yang sebelumnya kurang mempersiapkan dirinya dengan baik. a. Penempatan dan Penyaluran ke dalam Pendidikan Lanjutan

Penempatan dan penyaluran siswa pada pendidikan lanjutan tidak dapat dilakukan secara acak, tetapi memerlukan perencanaan yang matang sebelum siswa tamat dari bangku sekolah yang sedang didudukinya. Karena hal ini, baik langsung maupun tidak langsung, juga akan menyangkut citra sekolah secara keseluruhan, maka sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menyelenggarakan pelayanan penempatan dan penyaluran para siswanya setelah mereka tamat nantinya. Masalah-masalah sebagaimana dikemukakan di atas tidak perlu terjadi atau setidak-tidaknya dapat dikurangi bilamana sekolah memberikan bantuan dalam pengembangan dan penyusunan rencana pendidikan lanjutan bagi para siswanya. Rencana yang baik ialah rencana yang disusun berdasarkan atas pertimbangan tentang kekuatan dan kelemahan siswa dari segi-segi yang amat menentukan keberhasilan studi pada program pendidikan lanjutan itu, terutama segi kemampuan dasar, bakat dan minat, serta kemampuan keuangan. Oleh sebab itu sangat penting diungkapkan bakat, minat, kemampuan dan ciri-ciri kepribadian lainnya yang dimiliki siswa, serta keadaan sosial ekonomi orang tua/wali siswa.

b. Penempatan dan Penyaluran ke Dalam Jabatan/Pekerjaan

(24)

siswa tersedia berbagai lapangan kerja, tetapi tidak semua lapangan kerja itu dapat dengan mudah atau cocok untuk dimasuki. Sebagaimana halnya dengan dunia pendidikan, maka masing-masing bidang pekerjaan itu memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri. Kondisi, sifat dan ciri pekerjaan tercantum pada informasi pekerjaan sebagaimana telah diutarakan. Selanjutnya, untuk keperluan praktis informasi tersebut dituangkan ke dalam kriteria penerimaan tenaga kerja. Kriteria ini pada umumnya tidak dimiliki oleh setiap orang, karena individu itu berbeda antara yang satu dengan yang lain, baik bakat, minat, kemampuan, dan sifat-sifat kepribadian lainnya. Prinsip lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa bagi setiap lapangan kerja penambahan tenaga kerja berarti peningkatan produktivitas pada lapangan kerja yang dimaksud. Penambahan jumlah tenaga kerja tanpa diikuti dengan peningkatan produktivitas sama dengan pemborosan. Sedangkan peningkatan produktivitas hanya mungkin dicapai apabila tenaga kerja yang bersangkutan mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mempunyai kemauan untuk bekerja keras, mencintai dan menyenangi pekerjaannya, di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya itu.

(25)

D. Layanan Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.

Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap : (a) pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, (b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan (c) pemberian bantuan pengentasan masalah belajar. 1. Pengenalan Siswa yang Mengalami Masalah Belajar

Di sekolah, di samping banyaknya siswa yang berhasil secara gemilang dalam belajar, sering pula dijumpai adanya siswa yang gagal, seperti angka-angka rapor rendah, tidak naik kelas, tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya. Secara umum, siswa-siswa yang seperti itu dapat dipandang sebagai siswa-siswa yang mengalami masalah belajar. Secara lebih luas, masalah belajar tidak hanya terbatas pada contoh-contoh yang disebutkan itu. Masalah belajar memiliki bentuk yang banyak ragamnya, yang pada umumnya dapat digolongkan atas : a. Keterlambatan akademik, yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki

inteligensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.

b. Ketercepatan dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat, akademik yang cukup tinggi atau memiliki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk menentukan kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi itu.

c. Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memiliki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapat pendidikan atau pengajaran khusus.

(26)

e. Bersikap dan berkebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya, dan sebagainya.

Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar adalah suatu alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya. Siswa-siswa dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Ketentuan ini merupakan penerapan dari konsep belajar tuntas (mastery learning) yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap siswa dapat mencapai hasil belajar sebagai yang diharapkan jika dia diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk mempelajari bahan yang disajikan. Ketuntasan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan, yaitu persentase minimal yang harus dicapai oleh siswa. Siswa yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan-tujuan pengajaran. Siswa yang seperti ini digolongkan sebagai siswa yang mengalami masalah dalam belajar dan memerlukan bantuan khusus. Sedangkan siswa yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut mendapat tugas-tugas tambahan sebagai pengayaan.

(27)

Lambat sekali Lambat Sedang Pandai Pandai sekali

Gambar 9 Kurva Hasil Belajar

Tingkat keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan dengan melihat kedudukan nilai siswa yang bersangkutan pada kurva. Nilai yang terletak di tengah kurva menandakan bahwa siswa yang mencapai nilai itu tergolong sedang, yang di sebelah kanan kurva tergolong pandai, dan yang berada di ujung kurva sebelah kanan tergolong amat pandai. Sebaliknya yang berada di sebelah kiri tergolong lambat, dan yang di ujung kiri termasuk lambat sekali. Dengan penggolongan itu dapatlah diketahui siapa-siapa yang memerlukan bantuan khusus, dan siapa-siapa yang memerlukan materi pengayaan.

Tes Kemampuan Dasar

Setiap siswa memiliki kemampuan dasar atau intelegensi tertentu. Tingkat kemampuan dasar ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan mengadministrasikan tes intelegensi yang sudah baku. Beberapa tes yang terkenal dalam bidang ini antara lain adalah Progressive Matrices (PM), Wechles

(28)

I.Q. 140 ke atas 120 – 139 110 – 129 90 – 109 80 – 89 70 – 79 Di bawah 70

- Sangat cerdas

- Cerdas

- Di atas rata-rata

- Normal atau

rata-rata

- Di bawah

rata-rata

- Bodoh

- Sangat bodoh

Hasil belajar yang dicapai siswa seyogyanya dapat mencerminkan tingkat kemampuan dasar yang dimilikinya. Siswa yang kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil belajar tinggi pula. Bilamana seorang siswa mencapai hasil belajar lebih rendah dari teraan inteligensi yang dimilikinya, maka siswa yang bersangkutan digolongkan sebagai siswa yang mengalami masalah dalam belajar.

Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar

Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Sebagian dari hari belajar ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan siswa dalam belajar. Dari berbagai penelitian yang pernah diadakan di tanah air terdapat hubungan yang berarti antara sikap dan kebiasaan belajar dengan hasil belajar.

Sebagian dari sikap dan kebiasaan siswa belajar itu dapat diketahui dengan mengadakan pengamatan dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca buku, membuat catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar siswa. Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang dapat diterima oleh alat indra.

(29)

Tes diagnostik merupakan instrumen untuk mengungkapkan adanya kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam bidang pelajaran tertentu. Misalnya untuk mata pelajaran berhitung/matematika apakah dijumpai kesalahan-kesalahan dalam operasi berhitung, atau pemakaian rumus-rumus; untuk pelajaran bahasa dijumpai kesalahan-kesalahan dalam penerapan tata bahasa dan pemakaian ejaan. Untuk semua mata pelajaran diharapkan dapat disusun dan dibuatkan tes diagnostiknya masing-masing.

Dengan tes diagnostik sebenarnya sekaligus dapat diketahui kekuatan dan kelemahan siswa. Makin sedikit siswa membuat kesalahan pada tes diagnostik, makin kuatlah siswa pada materi pelajaran yang bersangkutan; dan sebaliknya. Siswa-siswa yang ternyata sudah cukup kuat dalam mata pelajaran yang dimaksud dianjurkan untuk terus memupuk kekuatan mereka itu, sedangkan siswa yang masih mengalami banyak kesalahan berarti memerlukan bantuan khusus.

Analisis Hasil Belajar atau Karya

Analisis hasil belajar atau karya merupakan bentuk lain dari tes diagnostik. Tujuannya sama, yaitu mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang dialami oleh siswa dalam mata pelajaran tertentu. Apabila tes diagnostik disusun, dibakukan, dsn diselenggarakan dalam bentuk tes (sebagian besar tertulis), analisis hasil belajar merupakan prosedur yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan memeriksa secara langsung materi hasil belajar yang ditampilkan siswa, baik melalui tulisan, bentuk grafik atau gambar, bentuk tiga dimensi yang berupa model, maket dan bentuk-bentuk tiga dimensi hasil kerajinan dan keterampilan tangan lainnya, serta gerak dan suara. Bentuk hasil belajar yang lain dapat berupa foto, film, ataupun rekaman video.

2. Upaya Membantu Siswa yang Mengalami Masalah Belajar

(30)

dilakukan adalah dengan (a) pengajaran perbaikan, (b) kegiatan pengayaan, (c) peningkatan motivasi belajar, dan (c) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.

a. Pengajaran Perbaikan

Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam hal ini bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahpengertian, dan tidak menguasai konsep-konsep dasar. Apabila kesalahan-kesalahan itu diperbaiki, maka siswa mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

b. Kegiatan Pengayaan

Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa yang sangat cepat dalam belajar. Mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang terencana untuk menambah memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya. Siswa-siswa seperti ini sering muncul dalam kegiatan pelajaran dengan menggunakan sistem pengajaran yang terencana secara baik. Misalnya, sistem pengajaran dengan modul, paket belajar, dan pengajaran yang berprogram lainnya. Siswa yang amat cepat belajar hampir selalu dapat mengerjakan tugas-tugas lebih cepat dari rekan-rekan mereka dalam waktu yang ditetapkan.

c. Peningkatan Motivasi Belajar

Apabila kepada siswa ditanyakan mengapa mereka belajar, maka akan diperoleh berbagai jawaban. Si Ani mungkin mengatakan ia belajar karena ingin pandai. Si Badrun mungkin mengatakan ia belajar karena ingin lulus dalam ujian.

(31)

1) Memperjelas tujuan-tujuan belajar. Siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar apabila ia mengetahui tujuan-tujuan atau sasaran yang hendak dicapai.

2) Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa 3) Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang dan

menyenangkan.

4) Memberikan hadiah (penguatan) dan hukuman bilamana perlu*)

5) Menciptakan suasana hubungan yang hangat dan dinamis antara guru dan murid, serta antara murid dan murid.

6) Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu (seperti suasana yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan, menjengkelkan).

d. Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Efektif

Setiap siswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif. Tetapi tidak tertutup kemungkinan ada siswa yang mengamalkan sikap dan kebiasaan yang tidak diharapkan dan tidak efektif. Apabila siswa memiliki sikap dan kebiasaan seperti itu, maka dikhawatirkan siswa yang bersangkutan tidak akan mencapai hasil belajar yang baik, karena hasil belajar yang baik itu diperoleh melalui usaha atau bahkan perjuangan yang keras.

Prinsip-prinsip belajar, antara lain :

1) Belajar berarti melibatkan diri secara penuh, lebih dari sekedar membaca bahan-bahan yang tercetak dalam buku-buku teks.

2) Efisiensi belajar akan meningkat apabila perbuatan belajar itu didasarkan atas rencana atau tujuan yang nyata dan hasil dapat diukur.

3) Kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan kalimat-kalimat yang ada dalam bahan yang dipelajari baru dibaca dengan penuh pengertian.

(32)

5) Belajar dalam suasana terpaksa tidak memberikan harapan besar untuk berhasil dengan baik.

6) Untuk dapat melaksanakan kegiatan dan mencapai hasil belajar yang baik diperlukan adanya suasana hati yang aman, kesehatan yang baik, tidur teratur, dan rekreasi yang memadai.

Lebih jauh, sikap dan kebiasaan belajar yang baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan sering kali perlu ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru konselor, dan orang tua siswa. Untuk itu siswa hendaklah dibantu dalam hal :

1) Menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar 2) Memelihara kondisi kesehatan yang baik

3) Mengatur waktu belajar, baik di sekolah maupun di rumah 4) Memilih tempat belajar yang baik

5) Belajar dengan menggunakan sumber belajar yang kaya, seperti buku-buku teks dan referensi lainnya.

6) Membaca secara baik dan sesuai dengan kebutuhan, misalnya kapan membaca secara garis besar, kapan secara terinci, dan sebagainya.

7) Tidak segan-segan bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui kepada guru, teman atau siapapun juga.

(33)

konselor. Keadaan yang lebih dikehendaki ialah apabila kedua pihak selalu bahu-membahu meningkatkan kemampuan siswa belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

E. Layanan Konseling Perorangan

Pada bagian-bagian terdahulu konseling telah banyak disebut. Pada bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan “jantung hatinya” pelayanan bimbingan secara menyeluruh.

Implikasi lain pengertian “jantung hati” itu ialah, apabila seorang konselor telah menguasai dengan sebaik-baiknya apa, mengapa dan bagaimana pelayanan konseling itu (dalam arti memahami, menghayati, dan menerapkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dengan berbagai teknik dan teknologinya), maka dapat diharapkan ia akan dapat menyelenggarakan layanan-layanan bimbingan lainnya dengan tidak mengalami banyak kesulitan. Hal itu dapat dimengerti karena, layanan konseling yang tuntas telah mencakup sebagian fungsi-fungsi pemahaman. Di samping itu, perlu dipahami pula bahwa “konseling multidimensional”, sebagaimana telah disebut terdahulu, menjangkau aspek-aspek yang lebih luas dari pada apa yang muncul pada saat wawancara konseling. Isi konseling menyangkut berbagai segi kehidupan dan perkembangan klien yang mungkin perlu dikaitkan pada layanan-layanan orientasi dan informasi, penempatan dan penyaluran, serta bimbingan belajar.

1. Layanan Konseling Diselenggarakan Secara “Resmi”

(34)

layanan konseling, Munro dkk. (1979) mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu (a) kerahasiaan, (b) keterbukaan, dan (c) tanggung jawab pribadi klien.

Di atas landasan sebagaimana telah diutarakan itu, sifat “resmi” layanan konseling ditandai dengan adanya ciri-ciri yang melekat pada pelaksanaan layanan itu, yaitu bahwa :

a. Layanan itu merupakan usaha yang disengaja

b. Tujuan layanan tidak boleh lain dari pada untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.

c. Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yang telah ditetapkan d. Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yang telah teruji. e. Hasil layanan dinilai dan diberi tindak lanjut.

Sebagaimana telah dikemukakan di depan, tujuan konseling umum bimbingan dan konseling adalah pemeliharaan dan pengembangan diri klien seutuhnya. Kepentingan dan kebahagiaan klien yang menjadi arah layanan konseling secara langsung mengacu kepada pemeliharaan dan pengembangan klien itu. Apa pun yang muncul dalam layanan bimbingan dan konseling harus diarahkan pada tujuan tersebut; dan apa pun yang menjadi persepsi, sikap dan tindakan konselor harus berorientasi pada tujuan positif bagi klien itu. Lebih jauh, sebuah kondisi yang terbangun selama hubungan konseling berlangsung dan berbagai kemungkinan implikasinya, baik ditinjau dari sisi klien, konselor, maupun kondisi hubungan itu sendiri, tidak lain adalah untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.

Format apa pun yang terbentuk, standar atau hasil modifikasi efek yang diharapkan dari terbentuknya format itu adalah :

(35)

b. Klien benar-benar melihat dan merasakan bahwa konselor dalam “sikap sempurna” selalu memperhatikan (dalam arti positif) diri klien dan permasalahannya.

c. Suara, mimik dan gerak-gerik klien dan konselor jelas ditangkap oleh pihak lainnya.

d. Klien dan konselor mudah bergerak

e. Klien dan konselor merasa dekat satu sama lain, sambil tetap menjaga jarak. Format hubungan konseling yang diterapkan oleh seorang konselor boleh jadi tidak sama untuk semua kliennya. Format standar dan berbagai modifikasinya dipakai secara bervariasi sesuai dengan kondisi klien, kondisi sosial budaya, kondisi ruang dan peralatan yang ada, dan kondisi konselor sendiri.

2. Pengentasan Masalah Melalui Konseling

Melalui konseling klien mengharapkan agar masalah yang dideritanya dapat dientaskan. Langkah-langkah umum upaya pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya adalah :

a. Pemahaman masalah;

b. Analisis sebab-sebab timbulnya masalah; c. Aplikasi metode khusus;

d. Evaluasi; e. Tindak lanjut.

(36)

dalam cumulative record, keterangan dari klien sendiri dalam proses konseling. Konselor tidak seyogyanya meyakini kebenaran suatu pendapat konselor sendiri, apalagi pendapat atau keterangan dari pihak ketiga, tentang klien dan permasalahannya, sebelum dicetak terlebih dahulu kepada klien yang bersangkutan.

Hubungan konseling adalah hubungan pribadi yang terbuka dan dinamis antara klien dan konselor. Hubungan ini ditandai oleh adanya kehangatan, kebebasan dan suasana yang memperkenalkan klien menampilkan diri sebagaimana adanya. Dalam proses konseling tidak ada kata-kata seperti “Anda salah”, “harus begini atau begitu”, “tidak boleh begini atau begitu”, “kok sampai begitu”, atau kata-kata yang mencemooh, merendahkan atau menyesalkan, menilai negatif atau menyalahkan, atau kata-kata yang mencela dan bermakna negatif lainnya. Sebaliknya, juga tidak ada kata-kata seperti “semua terserah Anda”, yang akan menanggung risiko kan Anda sendiri”, “saya tidak mau mencampuri urusan Anda” atau kata-kata yang sebenarnya palsu, seperti “Anda sebenarnya memang hebat”, “Anda dapat menyelesaikan semua urusan sendiri”, “anda sebenarnya tidak memerlukan bantuan”, “Anda tidak berdosa”, “Anda tidak perlu menyesali diri sendiri” dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut sengaja dikemukakan untuk menekankan betapa pentingnya isi dan suasana wawancara konseling itu. Setiap kata yang dilancarkan dan diluncurkan oleh konselor hendaknya benar-benar tepat dan benar-benar mengenai permasalahannya, dapat menggugah hati serta pikiran klien, tanpa menimbulkan reaksi-reaksi negatif pada diri klien (seperti ragu-ragu, cemas, perasaan tersinggung, bangga yang berlebihan atau sombong, sikap mempertahankan diri, masa bodoh, dan lain sebagainya). Wawancara konseling bukanlah pembicaraan biasa, melainkan dialog teraputik untuk membantu klien.

(37)

penyebabnya. Metode-metode khusus bervariasi dari pengembangan penalaran dan kata hati, peneguhan hasrat untuk mencapai tujuan tertentu (dalam rangka pemecahan masalah), latihan merencana suatu kegiatan, pemberian contoh, latihan bersikap dan bertindak, desensitisasi, sampai dengan penerapan program-program komputer dalam konseling (Brammer & Shostrom, 1982). Penerapan metode khusus ini menjadikan proses konseling tidak semata-mata berdimensi verbal melainkan berkembang menjadi proses multi-dimensional sebagaimana pernah disinggung pada bab terdahulu.

Upaya evaluasi dalam proses diakhiri dengan “evaluasi akhir proses” Konselor dapat meminta klien menyampaikan kesan-kesan dan perasaannya terhadap proses konseling yang baru saja dijalaninya, hal-hal apa yang sudah dan belum ia peroleh, dan harapan-harapannya, khususnya dengan masalah yang dihadapinya. Hasil evaluasi akhir ini dapat pula dikaitkan dengan rencana lebih lanjut klien, termasuk di dalamnya kemungkinan penerapan hasil-hasil konseling (seperti beberapa alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, latihan-latihan bertingkah laku) dalam kehidupan* sehari-hari, dan konseling lebih lanjut.

(38)

pertemuan terjadwal dengan masing-masing klien, maupun bagi penyusutan program-program pelayanan periode-periode berikutnya.

3. Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah Melalui Konseling

Sangat diinginkan oleh semua pihak bahwa proses tahap konseling dapat memberikan hasil yang sebesar-besarnya untuk menunjang perkembangan dan kehidupan klien pada umumnya, dan khususnya untuk mengentaskan masalah klien. Keefektifan pengentasan masalah melalui konseling sebenarnya dapat dideteksi sejak awal klien mengalami masalah. Dari keadaan yang paling awal itu sampai konseling yang paling efektif akhir nantinya pada waktu masalah klien terentaskan, dapat diidentifikasi lima tahap. Dengan memperhatikan tahap-tahap tersebut akan terlihat apakah klien sejak awalnya sampai dengan akhirnya memang menjalani tahap-tahap yang mengarahkan dirinya untuk mencapai keadaan terentaskan masalahnya. Atau sebaliknya, ia berhenti pada suatu tahap dan tidak melanjutkannya ke tahap berikutnya, sehingga keefektifan pengentasan masalah tidak meningkatkan kepada taraf keefektifan yang lebih tinggi.

Namun keefektifan konseling tidak dapat begitu saja. Klien dituntut untuk aktif dalam proses konseling. Keaktifan klien inilah yang justru menentukan tahap keempat keefektifan konseling, dan partisipasi aktif klien itulah yang merupakan keefektifan konseling. Partisipasi aktif klien itu diharapkan dapat terselenggara dari awal proses konseling sampai konseling itu dinyatakan berakhir. Setelah berakhirnya proses konseling, pertanyaan yang masih tersisa ialah, apakah konseling itu telah memberikan hasil yang benar-benar efektif? Pertanyaan itu mengacu pada tahap keefektifan konseling yang

(39)

Kelima tahap keefektifan konseling itu dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut (Diagram 1).

5

4

3

2

1

Diagram 2

Lima Tahap Keefektifan Konseling

Catatan : Sering kali individu datang kepada konselor tanpa memahami masalah yang sebenarnya ada pada dirinya. Pemahaman masalah baru terjadi dalam proses konseling.

4. Pendekatan dan Teori Konseling

Pada Bab V telah disinggung sedikit tentang adanya sejumlah teori konseling. Apabila dititik lebih lanjut teori-teori tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan konseling direktif, konseling non-direktif dan konseling elektrik. Pendekatan-pendekatan itu terutama pendekatan direktif dan non-direktif, masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, bahkan di sana-sini bertolak belakang, terutama tentang hakikat tingkah laku individu dan timbulnya masalah.

Perbedaan-Pa Konseling

Partisipasi aktif dalam proses bantuan konseling

Usaha mencari bantuan

Kesadaran akan perlunya bantuan orang lain

Kesadaran dan pemahaman masalah

(40)

perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam teknik-teknik konseling yang secara langsung diterapkan terhadap klien.

a. Konseling Direktif

Konseling direktif berlangsung menurut langkah-langkah umum sebagai berikut :

1) Analisis data tentang klien

2) Pensintesisan data untuk mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan klien.

3) Diagnosis masalah

4) Prognosis atau prediksi tentang perkembangan masalah selanjutnya 5) Pemecahan masalah

6) Tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling

Upaya pemecahan masalah didasarkan pada hasil diagnosis yang pada umumnya berbentuk kegiatan yang langsung ditujukan pada pengubahan tingkah laku klien.

b. Konseling Non-Direktif

(41)

dan peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang hangat dan permisif. Suasana seperti itu akan memungkinkan klien mampu memecahkan sendiri masalahnya. Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen pembangun” yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut. Menurut Rogers, adalah menjadi tanggung jawab klien untuk membantu dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang penting dalam konseling non-direktif adalah mengupayakan agar klien mencapai kematangannya, produktif, merdeka dan dapat menyesuaikan diri dengan baik.

c. Konseling Elektrik

Pendekatan dan teori-teori konseling itu telah ditempa dan dikembangkan oleh pencetus dan ahlinya, dan telah dipelajari oleh berbagai kalangan dalam bidang bimbingan dan konseling. Disadari bahwa setiap pendekatan atau teori itu mengandung kekuatan dan kelemahan, namum semuanya telah menyumbang secara positif pada dunia bimbingan dan konseling, baik secara teoritis maupun secara praktis. Disadari pula bahwa dalam kenyataan praktek konseling menunjukkan bahwa tidak semua masalah dapat dientaskan secara baik hanya dengan satu pendekatan atau teori saja. Ada masalah yang lebih cocok diatasi dengan pendekatan direktif, dan ada pula yang lebih cocok dengan pendekatan non-direktif atau dengan teori khusus tertentu. Dengan pendekatan lain, tidaklah dapat ditetapkan bahwa setiap masalah harus diatasi dengan salah satu pendekatan atau teori saja. Pendekatan atau teori mana yang cocok digunakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :

(42)

2) Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling. 3) Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun keterampilan

dalam menggunakan masing-masing pendekatan atau teori konseling. Mereka yang mempelajari pendekatan dan teori-teori itu mungkin ada yang tertarik dan merasa dirinya lebih cocok untuk mendalami dan mempraktekkan satu pendekatan atau teori konseling tertentu saja, dan mungkin ada pula yang berusaha “menggabungkan” dan-tiga teori yang berdekatan dalam wilayah garis kontinum yang dimaksudkan di atas. Kebanyakan diantara mereka bersikap elektrik yang mengambil berbagai kebaikan dari kedua pendekatan ataupun dari berbagai teori konseling yang ada itu, mengembangkan dan menerapkannya dalam praktek sesuai dengan permasalahan klien. Sikap elektrik ini telah ada sejak lama dan bahkan dianggap lebih tepat dan sesuai dengan filsafat atau tujuan bimbingan dan konseling daripada sikap yang hanya mengandalkan satu pendekatan atau satu-dua teori tertentu saja (Tolbert, 1959; Hansen, dkk., 1977; dan Brammer & Shostrom, 1982).

5. Konseling di Lingkungan Kerja yang Berbeda a. Konseling di Sekolah Dasar

(43)

konseling khususnya tetap sangat diperlukan bagi mereka yang masih sangat muda sekalipun.

Aspek-aspek lain juga muncul dalam layanan konseling di SD. Karena anak-anak SD menurut kenyataannya masih amat tergantung pada orang tua dan guru, maka peningkatan keterampilan berkomunikasi, sikap dan perilaku orang tua dan guru terhadap anak-anak merupakan layanan pokok yang justru lebih mendasar dari pada layanan konseling dalam arti konsultasi dalam bentuk hubungan tatap muka antara konselor dan klien (Dinkmeyer, Frust, Linduquist dan Chamley dalam Nugent, 1981). Dibanding dengan layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok agaknya lebih mungkin dilaksanakan dengan anak-anak SD.

Hal lain lagi yang perlu mendapat perhatian konselor ialah bagaimana mendorong anak-anak untuk datang kepada konselor untuk memperoleh layanan bimbingan. Nogent (1981) melihat empat sumber yang memungkinkan alih tangan anak-anak kepada konselor, yaitu guru, kepala sekolah, anak-anak itu sendiri, dan konselor sendiri. Guru-guru adalah orang-orang yang paling banyak bergaul dan memperhatikan segenap tingkah laku anak-anak sehari-hari di sekolah. Sikap dan kebiasaan masing-masing anak belajar, hubungan sosial mereka satu sama lain, sampai dengan tingkah laku yang menyimpang, seperti nakal, mencuri dan sebagainya teramati oleh guru. Kekuatan dan kelemahan anak-anak dapat diketahui secara langsung oleh guru. Anak-anak yang memerlukan bantuan konselor, oleh guru dapat secara langsung diahlihtangankan kepada konselor.

(44)

pemahaman yang cukup baik dari anak-anak tentang fungsi dan peranan konselor yang dapat diberikan kepada mereka, akan banyak menentukan frekuensi dan intensitas pemanfaatan jasa konseling oleh anak-anak di SD.

b. Konseling di Sekolah Menengah

Siswa sekolah menengah berbeda dari murid SD. Mereka berada pada tahap perkembangan remaja yang merupakan transisi dari masa anak-anak ke dewasa. Banyak gejolak menandai masa perkembangan remaja itu. Konselor di sekolah menengah dituntut untuk memahami berbagai gejolak yang secara potensial sering muncul itu dan cara-cara penanganannya. Bentuk-bentuk permasalahan khusus seperti masalah hubungan muda-mudi, masalah perkembangan seksual, masalah sosial dan ekonomi, masalah masa depan banyak muncul di antara para remaja itu.

Pendekatan dan teknik-teknik konseling dalam berbagai bentuknya dapat dipakai terhadap para pemuda yang sudah lebih berkembang dari pada anak-anak SD itu. Aplikasi pendekatan dan teknik konseling serta penyesuaiannya banyak tergantung pada keunikan klien dan masalahnya, serta spesialisasi keahlian konselor sendiri. Tentang sumber alih tangan klien, sama dengan yang telah diuraikan terdahulu, yaitu sangat mengandalkan pada peranan guru, kepala sekolah, siswa dan konselor sendiri, serta orang tua. Kehadiran konselor langsung dihadapan para siswa (di muka kelas dan pada kesempatan-kesempatan lain), disertai dengan informasi yang tepat dan mantap tentang fungsi konselor dan pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, akan sangat membantu peningkatan pemanfaatan layanan konseling oleh para siswa.

c. Konseling di Perguruan Tinggi

(45)

dituntut untuk bekerja atau terjun di masyarakat, maka para mahasiswa sudah berada pada batas antara “hidup tergantung pada orang tua” dan “hidup bebas dan mandiri”. Disamping itu, para siswa di sekolah menengah mengalami proses pembelajaran yang secara relatif lebih terbimbing dari pada para mahasiswa di perguruan tinggi; proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih bervariasi dan menuntut kemandirian mahasiswa.

Praktek pelaksanaan konseling di perguruan tinggi tidak banyak berada dari pada pelaksanaannya di sekolah menengah. Penekanan pada kondisi akademik dan kemandirian mewarnai pelaksanaan konseling. Sumber alih tangan klien lebih banyak ditekankan pada keadaan mahasiswa sendiri. Oleh karena itu permasyarakatan pelayanan bimbingan dan konseling dan peranan konselor lebih perlu diperluas melalui berbagai media yang ada di kampus. Unit pelayanan bimbingan dan konseling yang ada perlu bekerja sama dengan unit-unit yang langsung berhubungan dengan mahasiswa; pertama, untuk ikut serta memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling, dan kedua, untuk menjadi “agen alih tangan”.

d. Konseling di Masyarakat

Dipandang dari segi masalah klien serta pendekatan dan teknik konseling, layanan konseling di masyarakat (di luar satuan pendidikan formal) tidak berbeda dari layanan di satuan pendidikan. Jika terdapat perbedaan, maka hal itu terletak pada kondisi lembaga tempat konselor bekerja. Layanan konseling dapat diselenggarakan di lembaga tertentu, seperti lembaga kerja (perusahaan, kantor, pabrik), lembaga kemasyarakatan, Lembaga Bantuan Hukum, Puskesmas, “Badan Penasihat Perkawinan”, “Lembaga Kesehatan Masyarakat”, “Biro Konsultasi” dan berbagai lembaga swadaya masyarakat lainnya. Tidak dilupakan, konselor yang membuka “praktek pribadi”. Semua “lembaga” tempat konselor berpraktek layanan konseling menerapkan nilai-nilai sendiri yang harus diikuti oleh konselor.

(46)

Apabila konseling perorangan menunjukkan layanan kepada individu atau klien orang-perorangan, maka bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang. Kemanfaatan yang lebih meluas inilah yang paling menjadi perhatian semua pihak berkenaan dengan layanan kelompok itu. Apalagi pada zaman perlunya efisiensi, perlunya perluasan pelayanan jasa yang mampu menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat dan cepat, layanan kelompok semakin menarik. Bahkan Larrabee & Terres (1984) meramalkan bahwa pada tahun 2004 layanan konseling kelompok mendominasi segenap upaya pelayanan bimbingan dan konseling. Pada waktu itu dunia dan masyarakat sudah sangat terbuka, lembaga-lembaga kemasyarakatan, sekolah dan keluarga juga sangat terbuka; arus informasi dan mobilitas penduduk semakin deras; segala macam kebutuhan semakin meningkat baik jenis maupun intensitasnya—hal itu semua mengakibatkan semakin banyak orang memerlukan bimbingan dan konseling yang tepat dalam waktu yang relatif cepat. Jawaban terhadap tantangan itu ialah konseling kelompok.

1. Ciri-ciri Kelompok

Meskipun suatu kelompok terdiri dari sejumlah orang, tetapi kelompok bukan sekedar kumpulan sejumlah orang. Sejumlah orang yang berkumpul itu baru merupakan “lahan” bagi terbentuknya kelompok. Beberapa unsur perlu ditambahkan apabila kumpulan sejumlah orang itu hendak menjadi sebuah kelompok. Unsur-unsur tersebut yang paling pokok menyangkut tujuan, keanggotaan dan kepemimpinan, serta aturan yang diikuti.

(47)

yang memungkinkan seluruh anggota bertindak dan mengarahkan diri bagi pencapaian tujuan-tujuan yang mereka kehendaki.

Keempat unsur terbentuknya kelompok tersebut berlaku untuk semua jenis kelompok, baik ditinjau dari sejumlah anggota maupun sifat dan tujuan terbentuknya kelompok. Menurut jumlah anggotanya dikenal adanya kelompok dua (yang terdiri dari dua orang), kelompok tiga dan seterusnya; kelompok kecil (beranggotakan 2-5 orang), kelompok sedang (6-15 orang), dan seterusnya sampai dengan kelompok “raksasa” yang jumlah anggotanya ratusan ribu orang. Menurut sifat pembentukannya dikenal adanya kelompok primer (misalnya satuan keluarga) dan kelompok sekunder, yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu (misalnya kelompok belajar, kelompok murid dalam satu kelas), kelompok organisasi pemuda, dan lain-lain.). kombinasi karakteristik kelompok itu (jumlah, sifat, dan tujuan pembentukannya) dapat terpadu dalam satu kelompok. Kelompok apapun yang terbentuk menurut adanya unsur-unsur tujuan bersama, keanggotaan dan kepemimpinan, serta aturan.

2. Bimbingan Kelompok

(48)

Dari gambaran di atas tampak adanya beberapa hal yang menunjukkan homogenitas dalam kelompok. Pertama, bimbingan kelompok para anggota kelompok homogen (yaitu siswa-siswa satu kelas atau satu tingkat kelas yang sama). Kedua, “masalah” yang dialami oleh semua anggota kelompok adalah sama, yaitu memerlukan informasi yang akan disajikan itu. Ketiga, Tindak lanjut dari diterimanya informasi itu juga sama, yaitu untuk menyusun rencana dan membuat keputusan. Dan keempat, reaksi atau kegiatan yang dilakukan oleh para anggota dalam proses pemberian informasi (dan tindak lanjutnya) secara relatif sama (seperti mendengarkan, mencatat, bertanya). Ciri homogenitas inilah yang ikut menandai layanan bimbingan kelompok dan membedakannya dari konseling kelompok.

3. Konseling Kelompok

Gambar

Gambar 9Kurva Hasil Belajar

Referensi

Dokumen terkait

Keempat bahasa tersebut dipilih untuk dikaji karena merupakan bahasa deskripsi perangkat keras tingkat aliran data Hasil kajian menunjukkan bahwa ke empat bahasa tersebut

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu “Analisis Employee Stock Ownership Plans (ESOP) Terhadap Earning Per Share (EPS) dan dampaknya Terhadap Harga Saham,”

Aminah Soleman dalam penelitiannya adalah menilai beban kerja fisik dan mengklasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi terhadap tenaga kerja

Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasanya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai

Permainan peran atau role playing dapat digunakan sebagai : (a) alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya sewaktu bermain peran; (b)

HyPARE combines all available spatial reference information with a number of image registration approaches to improve the accuracy, performance, and automation of tie point

Sistem Informasi Geografis adalah salah satu cara untuk memetakan dan mendata Bangunan dan Jaringan Irigasi tersebut, tapi penentuan koordinat Bangunan dan