• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN DAN EPISTEMOLOGI ILMU IBNU RUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMIKIRAN DAN EPISTEMOLOGI ILMU IBNU RUS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN DAN EPISTEMOLOGI ILMU IBNU RUSYD

Muchamad Coirun Nizar FAI Unissula Semarang choirun.nizar@unissula.ac.id

A. Pendahuluan

Andalusia, salah satu daerah di Eropa yang diabadikan sejarah sebagai

wilayah yang merasakan keindahan peradaban Islam. Andalusia yang

sekarang dikenal masyarakat dunia dengan sebutan Spanyol merupakan salah

satu wilayah kekuasaan Islam pada kekhalifahan Bani Umayyah.

Kecemerlangan peradaban salah satunya diwujudkan dengan sikap

penghargaan penguasa Andalusia terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Penguasa Andalusia mendirikan lembaga secara mandiri yang bertugas untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan keilmuan seperti penerjemahan literatur,

pengiriman cendekiawan ke pusat peradaban yakni Baghdad dan kota-kota

lain, serta pengembangan kajian-kajian berbagai cabang ilmu seperti ilmu

kalam, filsafat, tafsir, fikh dan bahasa.

Sejarah juga tidak akan melupakan bahwa Andalusia pernah

melahirkan salah seorang tokoh keilmuan yang menguasai beberapa cabang

ilmu dan pemikiran-pemikirannya banyak menjadi bahan kajian baik di Timur

maupun Barat. Ia adalah Ibnu Rusyd yang dikenal dengan nama latin

Averroes. Kemunculannya sebagai seorang ahli fikh hingga ahli filsafat

sekaligus ahli bidang kedokteran menjadi fenomena tersendiri. Belum lagi

sepak terjangnya yang „berani‟ mengkritik kemapanan teologi sunni Asy‟ariyah melalui karya-karyanya, juga membuatnya dikagumi oleh kalangan kaum filosof. Dan yang paling dicatat sejarah ialah, kritikannya

melalui „Tahafut at Tahafut‟ atas karya Ulama besar Al Ghazali yang berjudul

„Tahafut al Falasifah‟ menjadikan pemikirannya terus akan dikaji oleh

generasi setelahnya. Makalah ini akan terfokus pada bahasan tentang

(2)

1

B. Ringkasan Biografi Ibnu Rusyd

Dalam khazanah keilmuan Islam, salah seorang tokoh yang dicatatkan

oleh sejarah sebagai tokoh multi talenta dan sebagai pakar beberapa bidang

ilmu ialah Ibnu Rusyd dengan nama lengkap Abu al Walid Muhammad Ibn

Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ibnu Rusyd dilahirkan di kota Cordova

pada tahun pada tahun 520 H/ 1126 M.1 Jika dikaitkan dengan perjalanan hidup Imam Al Ghazali, maka Ibnu Rusyd lahir dengan jarak 15 tahun pasca

wafatnya Imam al Ghazali. Ibnu Rusyd merupakan tokoh ahli fiqh, ilmu

kalam sekaligus filsafat yang terlahir dari kalangan keluarga yang memiliki

kecenderungan besar terhadap ilmu fikh. Ayah dan kakek beliau berprofesi

sebagai hakim sekaligus ahli fiqh di Andalusia. Darah keahlian bidang fiqh

dan kepemimpinan sebagai hakim kemudian diwarisi oleh Ibnu Rusyd

sehingga beliau juga menjadi hakim di wilayah Sevilla dan Cordova.2

Rihlah keilmuan Ibnu Rusyd dimulai dengan mempelajari ilmu kalam,

fikh madzhab Maliki dan hadis dari ayahnya. Ia belajar kitab Al Muwaththa’

karya Imam Malik dengan metode menghafal melalui sang ayah. Pada awal

masa belajarnya, ia juga belajar dari Abu Marwan bin Masrah, Abu Bakar ibn

Samhun dan Abu Ja‟far ibn Abd al Aziz.3

Bidang ilmu lanjutan yang ia

pelajari ialah ilmu kedokteran. Abu Ja‟far Harun merupakan gurunya dalam

bidang kedokteran.4 Ibnu Rusyd mengawali petualangan keilmuan dalam bidang filsafat dengan mempelajari ilmu mantiq dari Ibnu Bajah. Ia juga

mengambil ilmu filsafat dari gurunya yang terdahulu yakni Abu Ja‟far

1

Terjadi ikhtilaf antara para peneliti biografi Ibnu Rusyd tentang tahun kelaihran beliau. Ada yang mengatakan tahun 514 H. Ada pula yang mengatakan 515 H. Pendapat yang rajih ialah tahun 520

H. Khumadi al „Abidi, Ibnu Rusyd al Hafid, Hayatuhu-Ilmuhu-Fiqhuhu, Tunis: ad Dar al Arabiyyah lil Kitab, 1984, h. 13

2

Keluarga Ibnu Rusyd berada dalam masa daulah Murabbithun dan Muwahhidun. Dr. Mahmud Qasim, Al Failusuf Al Muftara Alaih Ibnu Rusyd, Kairo : Jami‟ah Al Qahirah, h. 12

3

Ibid., h. 13 4

(3)

2 Harun.5 Guru filsafatnya yang terkenal ialah Ibnu Tufail.6 Dari beliaulah, Ibnu Rusyd mendapatkan pencerahan tentang bagaimana seharusnya terjadi

hubungan antara syariah dan hikmah, hingga lahirlah karya fenomenal Ibnu

Rusyd dengan judul Fashl al Maqal.

Atas permintaan Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd kemudian pergi ke Marakech

di tahun 1169 M. dan berkenalan dengan seorang khalifah bernama Abu

Ya‟kub Yusuf yang memiliki kegemaran terhadap dunia keilmuan. Dari hasil dialog antara keduanya, kemudian Ibnu Rusyd dibebani untuk melakukan

penelusuran dan melahirkan karya-karya penjelasan dan penafsiran dari

filsafat Aristoteles.7 Tidak hanya beban itu saja, kecenderungan Khalifah terhadap Ibnu Rusyd juga diwujudkan dengan memberikannya beberapa

jabatan penting. Abu Ya‟kub mengangkat Ibnu Rusyd sebagai dokter pribadi pada tahun 1182 sebagai pengganti Ibnu Tufail. Beberapa saat setelah itu,

Ibnu Rusyd juga memangku jabatan dalam istana kekhalifahan Al

Muwahhidun sebagai Qadhi atau Hakim di Cordoba.8

Setelah Khalifah Abu Ya'kub meninggal, kemudian digantikan oleh

putranya Abu Yusuf Ibnu Ya'kub al-Mansur (578-595 H/1184-1199 M). Pada

mulanya Ibnu Rusyd mendapat perlakuan yang baik dari Khalifah al-Mansur

sehingga pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua fikiran yang tidak

5

Terdapat perbedaan riwayat, ada yang mengatakan bahwa ilmu mantiq merupakan ilmu yang paling awal dipelajari Ibnu Rusyd sebelum ilmu-ilmu filsafat lain. Jika mengikuti riwayat ini, artinya ilmu kedokteran baru beliau pelajari pasca belajar filsafat. Muhammad Abid Al Jabiri, Ibnu Rusyd Sirah wa Fikr, Beirut: Markaz Dirasat al Wahdah al Arabiyah, 1998, h.36

6

Ada juga pendapat yang menolak bahwa Ibnu Rusyd pernah belajar filsafat kepada Ibnu Tufail. Sebab keduanya berada dalam masa yang hampir bersamaan. Barangkali yang tepat ialah keduanya adalah tokoh filsafat yang sering bertukar pikiran karena memiliki kecenderungan yang sama yakni

filsafat dan kedokteran. Dr. Khumadi al „Abidi, Ibnu Rusyd wa Ulum asy Syariah al Islamiyah, Beirut: Dar al Fikr, 1991, h. 10

7

Abu al Walid bin Rusyd, Fashl al-Maqal fi ma bainaal Hikmati wa as Syari’ati min al Ittishal, Lebanon: Dar al-Ma‟arif , h. 6.

8

Dr. Mahmud Qasim, Op. Cit., h. 17. Dalam riwayat lain, ada juga yang mengatakan bahwa Ibnu Rusyd menjadi Qadhi di Sevilla selama dua tahun sebelum menjadi Hakim agung di Cordoba.

(4)

3 ada pendapat selain pendapatnya dan tidak ada kata selain kata-katanya.

Namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka

mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan yang tidak

nyaman bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan dengan pemuka agama yang

memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi

tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya

Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatannya secara tidak

terhormat. Hingga pada akhirnya, setelah dicabut dari jabatannya di istana dan

di pengadilan, kemudian Ibnu Rusyd diasingkan oleh khalifah di suatu

perkampungan Yahudi bernama Alisanah sebagai akibat fitnah yang menimpa

dirinya. Semua karyanya dibakar kecuali buku-buku yang bersifat solutif

seperti buku tentang kedokteran, matematika dan ilmu astronomi (falaq).9 Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali

normal10, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikiran kreatif Ibn Rusyd, suatu sikap yamg

sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn

Rusyd dan memanggilnya kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat

perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember

1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia

wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordoba 11

9

Abu al Walid bin Rusyd, Op.Cit., h. 6-7 10

Dr. Mahmud Qasim memiliki pandangan menarik berkaitan dengan fitnah yang menimpa Ibnu Rusyd. Beliau berpendapat bahwa yang melatar belakangi kejadian itu ialah adanya kesenjangan antara ahli agama murni dan ahli filsafat. Menurutnya, kesenjangan tersebut setidaknya memiliki dua aspek, aspek politis dan aspek pemikiran. Aspek politislah yang paling tendensius dalam melatarbelakangi kejadian fitnah Ibnu Rusyd. Dr. Mahmud Qasim, Op. Cit., h. 26

(5)

4

C. Karya-Karya Ibnu Rusyd

Sebagai seorang pakar keilmuan yang menguasai beberapa cabang

keilmuan, Ibnu Rusyd melahirkan banyak karya yang dapat dinikmati hingga

generasi saat ini. Karya-karya tersebut antara lain:

1. Al Kulliyyat Fi at Tibb. Karya Ibnu Rusyd bidang kedokteran ini juga pernah

menjadi rujukan utama di dunia kedokteran Eropa meski belum mampu

menandingi kemasyhuran kitab Ibnu Sina. Kitab ini dicetak pertama kali

tahun 1939.

2. At Tahafut at Tahafut; Kitab yang berisi penolakan terhadap kita Tahafut al

Falasifah karya Al Ghazali. Dicetak tahun 1930.

3. Fashl al Maqal wa Taqriri Ma Baina al Hikmah Wa as Syariah min al

Ittishal; Kitab aliran filsafat karya Ibnu Rusyd ini dicetak pertama kali oleh

orientalis asal Jerman bernama Muller di Munich Jerman tahun 1895.

4. Al Kasyf ‘an Manahij al Adillah fi Aqaid al Millah; Kitab ini berisi

pandangan Ibnu Rusyd tentang ilmu kalam.

5. Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid; Kitab beraliran fikh ini

membahas tentang permasalahan-permasalahan fikh dengan metode

perbandingan antar madzhab.

6. Mukhtashar al Mustashfa fi al Ushul li al Ghazali; merupakan kitab

ringkasan dari kitab al Mustashfa karya al Ghazali.

7. Adh Dharuri fi an Nahwi; Kitab ini dalam bidang bahasa.

Jika dirinci, karya Ibnu Rusyd sebenarnya banyak sekali. Bahkan

menurut Ernest Reinan, karya Ibnu Rusyd mencapai 78 karya.12 Karya-karya yang dijabarkan di atas merupakan karya dalam bentuk kitab besar yang

terkenal hingga saat ini. Karya selain yang telah disebutkan kebanyakan

berupa risalah.

12Khumadi al „Abidi,

(6)

5 Sebagai ahli filsafat yang mengagumi pemikiran filosof Yunani, Ibu

Rusyd juga memiliki beberapa karya yang merupakan ringkasan pemikiran

filosof Yunani, antara lain sebagai berikut:

1. Talkhish Kitab al Jumhuriyyah li Aflathun.

2. Talkhis Kitab al Manthiq li Aristo

3. Talkhis Kitab al Burhan li Aristo

4. Talkhis Kitab as Sima’ ath Thabi’i.13

D. Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd

Sebagai salah seorang Ulama ahli fiqh sekaligus filsafat, Ibnu Rusyd

memiliki karakteristik yang unik yaitu mengedepankan akal. Ini yang

menjadikannya berpendapat bahwa syariat Islam memiliki hubungan dengan

filsafat. Hubungan dua hal yang banyak Ulama justru mempertentangkan

keduanya itulah yang menjadi salah satu pemikiran Ibnu Rusyd di samping

pemikiran lain dalam bidang filsafat. Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd antara

lain ialah:

1. Hubungan Agama dan Filsafat

Jika Al Farabi dan Ibnu Sina lebih memilih pendapat bahwa agama dan

filsafat memiliki kesesuaian hanya dalam beberapa hal saja, sedangkan Al

Ghazali memilih pertentangan antara agama dan filsafat, maka Ibnu Rusyd

sebagaimana al Kindi memiliki kecenderungan untuk melawan arus. Ibnu

Rusyd berpendapat bahwa antara agama dan filsafat memiliki hubungan.

a. Keharusan berfilsafat dalam beragama.

Menurut Ibnu Rusyd, ketika syariat merupakan perkara yang haqq,

sedangkan untuk memahami yang haqq tersebut tentunya dibutuhkan

pemikiran.14 Pemikiran tentang hal ini kemudian dijelaskan secara rinci oleh

13

Ibid., h. 78 14

(7)

6 Abid Al Jabiri. Menurut beliau, filsafat memiliki fungsi untuk mengadakan

penelitian terhadap segala sesuatu sebagai jalan untuk mengetahui Zat yang

membuatnya. Perintah penggunaan pemikiran bahkan banyak disebutkan di

dalam Alquran. I’tibar dan nazhar yang merupakan redaksi perintah Allah

dalam Alquran berarti pengambilan sesuatu hukum yang belum diketahui

(majhul) dari sesuatu yang telah diketahui (ma’lum). Ini berarti, penelitian

terhadap segala sesuatu tidak bisa tidak, mesti menggunakan qiyas aqli.

Karena itu, penyelidikan yang bersifat filosofi menjadi suatu kewajiban.15 b. Keharusan ta‟wil.

Perbedaan yang ada dalam hubungan antara agama dan filsafat,

menurut Ibnu Rusyd dapat didamaikan dengan pendalaman atas ayat berikut:

Ibnu Rusyd juga menyatakan bahwa muara terjadinya perbedaan antara ahli

filsafat dan ahli agama adalah pemahaman terhadap ayat-ayat mutasyabihat.

Kuncinya, mematuhi ketentuan interpretasi yang dianjurkan oleh Allah oleh

ahli-ahli fikh generasi awal. Sedangkan penafsiran ayat yang bermakna

ganda, maka itu adalah bagian para ahli filsafat untuk menguraikannya.

Berdasarkan ayat tersebut bahwa “... padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. ...”.

Sebagai contoh, semisal ayat bahwasanya Allah bersemayam di atas

„Arsy. Kaum awam memahaminya secara harfiyah. Sedangkan kaum

Asya‟irah lebih lumayan yakni dengan menerima kebenaran ayat tersebut

tanpa bertanya apa dan bagaimana (bila kayf). Ahli fikh generasi awal

bahkan membuat rambu-rambu bahwa membicarakan soal duduknya Allah

di atas singgasana ialah perbuatan bid‟ah. Maka untuk persoalan penakwilan

15

(8)

7 ayat tersebut, merupakan tugas dari para ahli filsafat. Karena filsafat bicara

tentang keberadaan entitas sejauh ia dicipta dan menunjuk kepada Sang

Khaliq.16

2. Keqadiman Alam

Sebagaimana pemikirn yang lain, pemikiran ini juga merupakan

penolakan terhadap pemikiran Al Ghazali tentang keqadiman alam. Menurut

Al-Ghazali, pendapat para filsuf bahwa alam kekal dalam arti tidak bermula

tidak dapat diterima kalangan teologi Islam, karena menurut konsep teologi

Islam, Tuhan adalah pencipta. Yang dimaksud pencipta ialah mengadakan

sesuatu dari tiada. Kalau alam dikatakan tidak bermula, berarti alam bukanlah

diciptakan, dengan demikian Tuhan bukanlah pencipta. Pendapat seperti ini

yang memunculkan bentuk kekafiran.

Ibnu Rusyd, dan para filosof lain, berpendapat bahwa mengadakan

sesuatu dari tiada adalah tidak mungkin terjadi. Dari yang tidak ada (al ‘adam), atau kekosongan, tidak mungkin berubah menjadi ada (al wujud). Menurut Ibnu Rusyd, yang mungkin ialah menciptakan “ada” yang berubah menjadi „ada‟ dalam bentuk lain. Landasan normatif Ibnu Rusyd adalah ayat:

Menurut Ibn Rusyd, ayat tersebut mengandung arti bahwa sebelum adanya

wujud langit-langit dan bumi telah ada wujud yang lain, yaitu wujud air yang

di atasnya terdapat tahta kekuasaan Tuhan, dan adanya masa sebelum masa

diciptakannya langit dan bumi. Tegasnya, sebelum langit dan bumi

diciptakan, telah ada air, tahta, dan masa.

Ibnu Rusyd juga menyatakan bahwa perselisihan antara dirinya dan Al

Ghazali tentang alam ini hanyalah perselisihan dari segi penamaan atau

16

(9)

8 semantik. Lebih lanjut dijelaskan, mereka sepakat bahwa segala yang ada ini

terbagi ke dalam tiga jenis:

a) Jenis Pertama, wujudnya karena sesuatu yang lain dan dari sesuatu, dengan

arti wujudnya ada Pencipta dan yang diciptakan dari benda serta didahului

dengan indera, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, dan lainnya. Wujud

jenis ini telah didahului waktu sebelumnya.

b) Jenis Kedua, wujudnya tidak karena sesuatu, tidak pula dari sesuatu dan

tidak didahului oleh zaman. Wujud ini sepakat mereka namakan dengan

Qadim. Ia hanya dapat diketahui dengan bukti pikiran. Ia yang menciptakan

segala yang ada dan memeliharanya. Wujud yang qadim inilah yang disebut

Allah.

c) Wujud yang ketiga ini adalah wujud di tengah-tengah antara kedua jenis di

atas, yaitu wujud yang tidak terjadi dari sesuatu, tidak didahului oleh zaman,

tetapi terjadinya karena sesuatu (diciptakan). Wujud jenis ini adalah alam

semesta. Wujud alam ini ada kemiripannya dengan wujud jenis pertama dan

yang kedua. Dikatakan mirip dengan jenis yang pertama karena wujudnya

dapat kita saksikan dengan indera, dan dikatakan wujudnya mirip dengan

jenis yang kedua karena wujudnya tidak didahului oleh zaman dan adanya

sejak azali.17

Baik yang pertama dan kedua tidak ada perbedaan antara umat,

perbedaan itu pada wujud ketiga yaitu, wujud yang tidak terjadi berasal dari

sesuatu serta tidak pula didahului oleh waktu, tetapi terwujud oleh sesuatu,

yakni oleh al Qadim. Inilah alam keseluruhan. Perselisihan berkaitan dengan

alam antara kaum teolog dengan kaum filosof tidaklah begitu mendasar.

Sebab kekekalan alam tidaklah sama dengan kekekalan Tuhan. Kekekalan

alam memiliki sebab sedang kekekalan Tuhan tanpa sebab.18

17

Abu al Walid bin Rusyd, Op.Cit., h. 40-41 18

(10)

9 3. Metode Penerimaan Kebenaran

Ibnu Rusyd berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu filsafat ialah

wajib dengan dasar bahwa filsafat dipergunakan untuk mempelajari hal-hal

yang wujud sebagai langkah untuk membuktikan adanya Tuhan yang

menciptakan segala yang wujud. Hal ini juga didasari banyaknya ayat-ayat

Alquran yang memerintahkan manusia untuk senantiasa menggunakan daya

nalarnya dalam mengarungi pengetahuan tentang ciptaan Tuhan.19

Akan tetapi, kenyataan dalam usaha mengenali yang wujud sebagai

wujud pembuktian adanya Tuhan adalah bahwa manusia memiliki kapasitas

keilmuan dan daya fikir yang bermacam-macam. Ibnu Rusyd mengungkapkan

dalam Fashl Maqal bahwa manusia memiliki tingkatan-tingkatan dalam

membenarkan sesuatu atau menerima kebenaran. Diilhami dari firman Allah:

Jika diklasifikan, maka setidaknya ada tiga tingkatan manusia dalam

menerima kebenaran:

a. Dengan metode khatabi;Metode Khatabi digunakan oleh mereka yang sama

sekali tidak termasuk ahli tawil , yaitu orang-orang yang berfikir retorik,

yang merupakan mayoritas manusia. Sebab tidak ada seorangpun yang

berakal sehat kecuali dari kelompok manusia dengan kriteria pembuktian

semacam ini (khatabi).

b. Dengan metode jadali; Metode Jadali dipergunakan oleh mereka yang

termasuk ahli dalam melakukan ta’wil dialektika. Mereka itu secara alamiah

atau tradisi mampu berfikir secara dialektik.

c. Dengan metode burhani; Metode Burhani dipergunakan oleh mereka yang

termasuk ahli dalam melakukan ta’wil yaqini. Mereka itu secara alamiah

mampu karena latihan, yakni latihan filsafat, sehingga mampu berfikir secara

19

(11)

10 demonstratif. Ta’wil yang dilakukan dengan metode Burhani sangat tidak

layak untuk diajarkan atau disebarkan kepada mereka yang berfikir dialektik

terlebih orang-orang yang berfikir retorik. Sebab jika metode ta‟wil burhani diberikan kepada mereka justru bisa menjerumuskan kepada kekafiran. 20

Pengklasifikasian manusia seperti ini juga merupakan salah satu

kesepahaman antara Al Ghazali dan Ibnu Rusyd. Dalam Tahafut at Tahafut,

Ibnu Rusyd mengungkapkan bahwa manusia terdiri dari tiga golongan.

Pertama, golongan awam yaitu kebanyakan orang yang terselamatkan.

Kedua, kelompok khawash yakni orang-orang dengan kemampuan kecerdasan

dan penelaahan yang tinggi. Ketiga, kelompok orang ahli retorika.21 4. Pengetahuan Allah

Dalam hal ini, ahli filsafat berpemikiran bahwa Tuhan tidak

mengetahui hal-hal (peristiwa-peristiwa) kecil, kecuali dengan cara yang

umum. Alasan mereka ialah bahwa yang baru ini dengan segala peristiwanya

selalu berubah, sedangkan ilmu selalu mengikuti apa yang diketahui. Dengan

perkataan lain, perubahan perkara yang diketahui menyebabkan perubahan

ilmu. Kalau ilmu ini berubah, yaitu dari tahu menjadi tidak tahu atau

sebaliknya, berarti Tuhan mengalami perubahan, sedangkan perubahan pada

zat Tuhan tidak mungkin terjadi (mustahil).

Menurut Ibnu Rusyd, para filosof tidak mempersoalkan apakah Tuhan

mengetahui hal-hal yang bersifat juz’i yang terdapat di alam semesta ini atau

tidak mengetahuinya. Persoalannya adalah bagaimana Tuhan mengetahui

yang juz’i tersebut. Cara Tuhan berbeda dalam mengetahui yang juziyat dari

cara manusia mengetahuinya, pengetahuan manusia kepada juziyat

merupakan efek dari objek yang telah diketahui, yang tercipta bersamaan

dengan terciptanya objek tersebut serta berubah bersama perubahannya.

20

Ibid., h. 30-31 21

(12)

11 Sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan kebalikannya, pengetahuan-Nya

merupakan sebab bagi obyek yang diketahui-Nya. Artinya, karena

pengetahuan Tuhan bersifat qadim yakni semenjak azali Tuhan mengetahui

yang juzi tersebut, bahkan sejak sebelum yang juzi berwujud seperti wujud

saat ini. Lebih dari itu, sebenarnya bukan hanya yang juzi, tetapi juga yang

kulliyat. Tuhan tidak mengetahuinya seperti pengetahuan manusia. Kulliyat

adalah juga efek dari sifat wujud ini, sedangkan pengetahuan Tuhan adalah

kebalikan dari itu. Maka secara burhani, ilmu Tuhan sesungguhnya mengatasi

kualifikasi yang kulliyat dan juziyat tersebut, sebab Tuhan yang

mengadakannya.22

5. Kebangkitan Manusia di Akhirat

Perbedaan mendasar terjadi antara kaum teolog dengan ahli filsafat

tentang kebangkitan manusia di Akhirat. Kaum teolog menyebutkan bahwa

kebangkitan (al ma’ad) tersebut merupakan kebangkitan jasmani. Sedangkan

kaum filosof menyatakan bahwa kebangkitan tersebut merupakan kebangkitan

spiritual (ma’ad ruhani). Penjelasan Alquran tentang cara pembangkitan

kembali dan pemberian pahala ataupun siksa pada hari kiamat digambarkan

dalam citra-citra indrawi. Hal ini merupakan kemudahan untuk dipahami oleh

orang awam. Sedangkan kaum filosof, memahaminya dengan cara berbeda

karena mereka mampu memahami bahasa abstrak dan spiritual.23

E. Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd, Sebuah Kerangka Epistemologi Ilmu

Meskipun sebagian kalangan lebih menyatakan dukungannya terhadap

pemikiran al Ghazali daripada para ahli filsafat, termasuk Ibnu Rusyd, namun

kemasyhuran pemikiran filsafat Ibnu Rusyd pada tataran realitas menjadikan

banyak pihak tertantang untuk mengkaji lebih lanjut dan mendalaminya. Hal

22

Abu al Walid bin Rusyd, Fashl Maqal ... , Op. Cit., h. 38-39 23

(13)

12 inilah yang kemudian menjadikan Ibnu Rusyd guru besar filsafat di Eropa

bahkan sampai muncul aliran Averroisme yang merupakan kumpulan para

pengikut pemikiran Ibnu Rusyd. Menurut mereka, pemikiran Ibnu Rusyd

sangat fenomenal terutama ketika mengemukakan adanya ta’wil, dan

pengetahuan burhani. hal ini menunjukkan bahwa pemikiran seorang tokoh

muslim jauh lebih maju dan unggul karena mengedepankan rasionalitas

dibandingkan paham keagamaan yang ada di Eropa yang cenderung

terbelakang, tertutup dan dogmatis.

Pemikiran Ibnu Rusyd mengenai hukum pembelajaran filsafat, teori

penerimaan terhadap kebenaran dan hubungan agama menjadi titik point yang

menarik karena dapat menjadi kerangka yang kuat terhadap kemajuan dunia

keilmuan. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu filsafat

ialah wajib dengan dasar bahwa filsafat dipergunakan untuk mempelajari

hal-hal yang wujud sebagai langkah untuk membuktikan adanya Tuhan yang

menciptakan segala yang wujud. Hal ini juga didasari banyaknya ayat-ayat

Alquran yang memerintahkan manusia untuk senantiasa menggunakan daya

nalarnya dalam mengarungi pengetahuan tentang ciptaan Tuhan.24 Ini artinya, tidak ada pembedaan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu filsafat karena

pada intinya, kedua ilmu tersebut memiliki tujuan yang sama yakni untuk

mengenal Tuhan sang pencipta. Pemikiran tersebut semakin diperjelas dengan

hubungan agama dan filsafat yakni ketika pemahaman terhadap agama,

diharuskan menggunakan pemikiran yang mendalam dan penelaahan yang

notabene merupakan ciri dari filsafat.

F. Penutup

Ibnu Rusyd memiliki nama lengkap Abu al Walid Muhammad Ibn

Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusyd. Ibnu Rusyd dilahirkan di kota Cordova

24

(14)

13 pada tahun pada tahun 520 H/ 1126 M. Menimba ilmu antara lain ilmu fikh

Maliki, hadis, filsafat, kedokteran dan lain sebagainya. Karirnya dimulai

ketika ia diperkenalkan dengan Abu Ya‟kub Yusuf, seorang khalifah dinasti Muwahhidun yang memiliki kegemaran terhadap dunia keilmuan. Ia sempat

menjadi Qadhi selama dua tahun di Sevilla dan menjadi Hakim Agung di

Cordoba. Karyanya yang hingga kini masih dapat dinikmati mencakup

beberapa bidang ilmu antara lain filsafat, kedokteran dan fikh. Pemikirannya

dalam bidang filsafat terstruktur dan berlandaskan pada metode pembuktian

dalil-dalil burhani (demonstratif) dan berasaskan pada kesadaran akan

universalitas dan historisitas pengetahuan. Pemikirannya antara lain tentang

hubungan filsafat dengan agama, keqadiman alam, metode penerimaan

kebenaran, pengetahuan Allah dan kebangkitan manusia.

Pemikiran filsafat Ibnu Rusyd pada tataran realitas menjadikan banyak

pihak tertantang untuk mengkaji lebih lanjut dan mendalaminya. Hal inilah

yang kemudian menjadikan Ibnu Rusyd guru besar filsafat di Eropa bahkan

sampai muncul aliran Averroisme yang merupakan kumpulan para pengikut

pemikiran Ibnu Rusyd. Pemikiran Ibnu Rusyd mengenai hukum pembelajaran

filsafat, teori penerimaan terhadap kebenaran dan hubungan agama menjadi

titik point yang menarik karena dapat menjadi kerangka yang kuat terhadap

kemajuan dunia keilmuan. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa hukum

mempelajari ilmu filsafat ialah wajib dengan dasar bahwa filsafat

dipergunakan untuk mempelajari hal-hal yang wujud sebagai langkah untuk

membuktikan adanya Tuhan yang menciptakan segala yang wujud.

(15)

14

DAFTAR PUSTAKA

Alquran Alkarim.

Abu al Walid bin Rusyd, Fashl al-Maqal fi ma bainaal Hikmati wa as Syari’ati min

al Ittishal, Lebanon: Dar al-Ma‟arif

__________________, Tahafut at Tahafut, Lebanon: Dar al Ma‟arif, 1963

Khumadi al „Abidi, Ibnu Rusyd al Hafid, Hayatuhu-Ilmuhu-Fiqhuhu, Tunis: ad Dar al Arabiyyah lil Kitab, 1984

Dr. Mahmud Qasim, Al Failusuf Al Muftara Alaih Ibnu Rusyd, Kairo : Jami‟ah Al Qahirah.

Muhammad Abid Al Jabiri, Ibnu Rusyd Sirah wa Fikr, Beirut: Markaz Dirasat al Wahdah al Arabiyah, 1998

Dr. Khumadi al „Abidi, Ibnu Rusyd wa Ulum asy Syariah al Islamiyah, Beirut: Dar al Fikr

Referensi

Dokumen terkait

This crescent of states sandrviched between the Philippines and Thailand is ideally sired for inclusion in a So'uih Easi Asia tour ,-- iust a hoo from Bangkok. many

javanica yang mendapatkan pretreatment di atas suhu perkecambahan, vigor semainya akan meningkat, yang tertinggi dicapai pada suhu optimum (35,2°C, kotak no 22) - (36,8°C, kotak no

Gambar 10 di atas menunjukkan bahwa rata-rata berat basah keseluruhan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yakni rata-rata 27,22 gram sedangkan yang terendah terdapat

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk merancang dan membuat antena Vivaldi tapered slot di frekuensi 1 - 5 GHz karena alat yang di gunakan untuk pendeteksian obyek yang

Hasil percobaan rumah kaca menunjukkan bahwa genotipe dan dosis pupuk N berpengaruh nyata pada semua karakter yang diamati kecuali jumlah malai pada faktor genotipe dan

Kedua lokasi ini menjadi menarik untuk disatukan pembahasannya karena memiliki karakter yang sama, yaitu bagaimana ruang bermukim yang terbentuk dipengaruhi oleh

Tabel 5. Pembenahan yang dilakukan pada siklus ini ialah guru menyampaikan hasil belajar yang harus dicapai sebelum menugasi siswa melakukan tahap Pilih,