PENETAPAN STATUS TERSANGKA OLEH POLISI NEGARA REPUBLIK
INDONESIA YANG DIAJUKAN SEBAGAI ALASAN PRAPERADILAN
DITINJAU DARI HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
(Studi Terhadap Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn-Praperadilan
Siwajiraja)
BAB I
Latar Belakang
KUHAP sebagai landasan hukum peradilan pidana, membawa konsekuensi bahwa alat negara penegak hukum dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk meninggalkan cara lama secara keseluruhan, baik dalam berfikir maupun bersikap tindak, harus sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, terutama terhadap mereka yang tersangkut dalam peradilan pidana. Untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang dinamakan Praperadilan.
Hakim yang mengadili perkara Praperadilan dalam pertimbangan hukumnya berpandangan bahwa pengaturan masalah sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam KUHAP dan peraturan perundang-undangan pidana lain belum atau tidak jelas, sehingga diperlukan interpretasi atau penafsiran terhadap ketentuan yang ada guna memperjelas apakah keabsahan penetapan tersangka termasuk dalam wewenang praperadilan yang diatur dalam hukum positif Indonesia. Alasan ini tentu sejalan dengan tujuan digunakannya interpretasi atau penafsiran dalam penemuan hukum, yaitu untuk menafsirkan perkataan dalam undang-undang dengan tetap berpegang pada kata-kata/bunyi peraturannya, manakala suatu peristiwa konkrit tidak secara jelas dan tegas dianut atau diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Atas hal tersebut, penetapan status tersangka yang diajukan sebagai alasan praperadilan menjadi sangat menarik untuk diteliti lebih dalam. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut menjadi sebuah skripsi yang berjudul:
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Praperadilan Menurut
Hukum Di Indonesia?
2. Bagaimana Mekanisme Penetapan Status Tersangka didalam
Tindak Pidana oleh Polisi Negara Republik Indonesia?
Metode Penelitian
BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG PRAPERADILAN
MENURUT HUKUM DI INDONESIA
A. Pengaturan Praperadilan Menurut Hukum Acara Pidana Di Indonesia
Praperadilan merupakan hal baru dalam dunia peradilan Indonesia. Praperadilan merupakan salah satu lembaga yang diperkenalkan KUHAP ditengah-tengah kehidupan penegakan hukum. Praperadilan dalam KUHAP, ditempatkan dalam BAB X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Jika melihat istilah yang dipergunakan oleh KUHAP “praperadilan” maka maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum atau mendahului, berarti “praperadilan” sama dengan sebelum pemeriksaan disidang pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 butir 10 j.o. Pasal 77 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, menjelaskan Praperadilan merupakan wewenang tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri.
Penyebab terjadinya upaya hukum Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia berdasarkan objek daripada Praperadilan menurut Pasal 77 KUHAP, yakni:
1. Adanya Suatu Penangkapan Yang Tidak Sah
Mengacu kepada ketentuan yang diatur didalam Pasal 1 ayat (20) KUHAP yang menjelaskan bahwa:
2. Adanya Suatu Penahanan Yang Tidak Sah
Mengenai penahanan yang tidak sah dilakukan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang sesuai syarat sahnya penahanan yakni:
a. Adanya dugaan keras sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup b. Penahanan harus dilakukan dengan surat perintah atau penetapan
c. Penahanan hanya dapat dilaksanakan terhadap pelaku yang disebut didalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP mengatur dan membuat perincian tindak pidana mana yang dibenarkan pelakunya dapat dikenakan penahanan, yakni: Tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberi bantuan yang ancaman hukumannya pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih & Melakukan atau percobaan maupun memberi bantuan terhadap tindak pidana.
d. Penahanan tidak melebihi masa penahanan, setiap aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan hanya berwenang melaksanakan penahanan sesuai dengan batas maksimal yang diberi undang-undang kepada instansi. Lewat batas maksimal penahanan yang telah diberikan undang-undang mengakibatkan tindakan penahanan batal demi hukum dan dianggap sebagai tindakan penahanan yang tidak sah karena bertentangan dengan undang-undang.
e. Penahanan tidak melampaui hukuman yang dijatuhkan, penahanan yang melampaui hukuman pemidanaan dianggap merupakan penahanan tanpa alasan yang tidak dibenarkan oleh undang-undang.
3. Ganti Rugi
Berdasarkan Pasal 95 ayat 1 KUHAP yang menjelaskan: “Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.
4. Rehabilitasi
B. Kewenangan Hakim dalam Melaksanakan Praperadilan
Wewenang kehakiman mulai terlihat pada saat pemeriksaan pendahuluan. untuk melaksanakan suatu pemeriksaan
dalam praperadilan yaitu seperti yang diatur pada Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP. Selain itu dari pada kedua
Pasal terebut Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP yang juga menyatakan kewenangan Praperadilan. Untuk lebih
jelasnya disini akan dijelaskan secara lebih rinci, yaitu:
a. Wewenang memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan
Adalah kewenangan yang utama yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan yaitu memeriksa dan
memutuskan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan.
b. Wewenang memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.
Kewenangan lain dalam lingkup praperadilan adalah memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang
dilakukan oleh penyidik atau penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum.
c. Wewenang memeriksa tuntutan ganti kerugian
Pengajuan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan, dapat dilakukan oleh pihak yang berhak sesuai dengan
Pasal 95 KUHAP dengan alasan karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah, atau penggeledahan atau
penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang
yang ditangkap, ditahan dan atau diperiksa.
d. Pemeriksaan tuntutan rehabilitasi
Sedangkan kewenangan hakim dalam melaksanakan Praperadilan pada Pasal 95 dan Pasal 97 KUHAP yang
juga menyatakan antara lain:
1. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Praperadilan
Mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan praperadilan, menurut Pasal 79 KUHAP, permintaan tentang sah
atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alsannya.
2.
Acara Pemeriksaan Praperadilan
Berdasarkan Pasal 78 ayat (2) KUHAP Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim untuk memimpin
sidang praperadilan dengan dibantu oleh seorang panitera. Dalam waktu tiga (3) hari setelah diterimanya
permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang (Pasal 82 ayat (1) huruf (a) KUHAP) dan para pihak
dipanggil untuk menghadap pada sidang praperadilan yang telah ditentukan itu. Kemudian dilanjutkan dengan
agenda Hakim mendengarkan alasan permohonan praperadilan oleh Pemohon, dilanjutkan dengan pengajuan
jawaban oleh Termohon, balasan jawaban Pemohon terhadap Termohon (Replik), pemeriksaan saksi-saksi
beserta barang bukti yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon dan masuklah pada agenda terakhir yakni
agenda putusan sidang praperadilan.
Sifat pemeriksaan praperadilan tercantum dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP menyebutkan bahwa acara
praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh (7) hari hakim sudah harus menjatuhkan
putusannya. Selanjutnya Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah
dimulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan
belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
3. Isi Putusan Praperadilan
Bahwa didalam Pasal 82 ayat (2) KUHAP disebutkan putusan adalah acara pemeriksaan
praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, amar putusan
penetapan praperadilan dapat berupa pernyataan yang berisi:
a. Sah atau tidaknya Penangkapan atau Penahanan
b. Sah atau tidaknya Penghentian Penyidikan atau Penuntutan
c. Diterima atau ditolaknya Permintaan Ganti Kerugian Atau Rehabilitasi
d. Perintah Pembebasan dari Tahanan
e. Perintah Melanjutkan Penyidikan atau Penuntutan
f. Besarnya Ganti Kerugian
C. Penetapan Status Tersangka Sebagai Alasan Pengajuan Praperadilan Berdasarkan
KUHAP Dan Peraturan MK
Dari ketentuan Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP tersebut, jelas bahwa dalam Praperadilan ini,
pengadilan negeri hanya berwenang untuk memeriksa tentang apakah penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan sah atau tidak, memeriksa dan atau
memutuskan tentang perkara tuntutan ganti kerugian. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang KUHAP, perihal sah tidaknya penetapan status tersangka tidak diatur didalamnya.
Hingga pada akhirnya pada tanggal 17 Februari Bachtiar Abdul Fatah mengajukan permohonan
pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar
ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014, menambahkan tentang
objek praperadilan, yakni:
1. Penetapan Tersangka
2. Penggeledahan
3. Penyitaan
BAB III
MEKANISME PENETAPAN STATUS TERSANGKA DIDALAM
TINDAK PIDANA OLEH POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. Tugas Dan Wewenang Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI)
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. Tugas pokok Polri dalam Pasal 13 dimaksud diklasifikasikan
menjadi tiga yakni: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan
memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Didalam menjalankan tugas pokok
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri memiliki tanggung jawab terciptanya
dan terbinanya suatu kondisi yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat.
B. Mekanisme POLRI Didalam Melakukan Penetapan Status Tersangka Pada Tindak Pidana
Suatu peristiwa meliputi soal apakah benar telah terjadi peristiwa pidana dan siapa pelakunya (deder) maksud pemeriksaan itu pertama-tama supaya penyidik dapat mempertimbangkan benar tidaknya terjadi tindak pidana tersebut. Dalam hal ini di dunia ilmu pengetahuan hukum memiliki beberapa sistem penyidikan yaitu:
a. Sistem penyidikan inquisitor (arti kata penyidikan)
Sistem ini menganggap si terdakwa itu sebagai suatu objek.
b. Sistem penyidikan accusatoir (arti kata : menuduh)
Sistem ini menganggap seorang tersangka/terdakwa sebagai suatu subjek.
Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana mekanisme dalam Proses Penyidikan sampai dengan Penahanan Oleh Polisi Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 1-10, yaitu:
1. Menerima Laporan/Pengaduan
2. Mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dimana berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHK) 3. Surat Perintah Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP)
4. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi 5. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Tersangka 6. Mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan 7. Mengeluarkan Surat Perintah Penahanan 8. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan
9. Mengeluarkan Surat Permintaan Persetujuan Penyitaan Barang Bukti
BAB IV
ANALISIS YURIDIS PENETAPAN STATUS TERSANGKA SEBAGAI
ALASAN PENGAJUAN PRAPERADILAN
(Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn Praperadilan-Siwajiraja)
Pemohon:
SIWAJIRAJA, S.T
Termohon:
Alasan Pemohon Mengajukan Praperadilan berdasarkan fakta-fakta hukum:
• Termohon langsung menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, padahal belum memiliki 2 (dua) alat bukti yang sah sebagai alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.
• Pemohon melihat dalam perkara ini Termohon mencoba membuat seolah-olah ada 2 (dua) alat bukti yang sah sebagai alat bukti permulaan untuk membuktikan keterlibatan Pemohon dalam kasus penembakan perkara aquo.
• Pemohon banyak merasakan kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan Termohon terhadap pemohon pada perkara aquo.
Putusan:
Dalam Eksepsi:
Menolak Eksepsi Termohon untuk seluruhnya.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon Sebagian
2. Menyatakan Penetapan Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp. Sidik/190/l/2017/Reskrim Tanggal 18 Januari 2017 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp. Sidik/199/l/2017/Reskrim Tanggal 21 Januari 2017 dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/23/l/2017/Reskrim Tanggal 24 Januari 2017 TIDAK SAH dan tidak benar berdasar atas hukum dan oleh karenanya Penetapan, Penangkapan dan Penahanan Aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat
3. Menyatakan Penetapan Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp. Sidik/190/l/2017/Reskrim Tanggal 18 Januari 2017 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp. Sidik/199/l/2017/Reskrim Tanggal 21 Januari 2017 dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/23/l/2017/Reskrim Tanggal 24 Januari 2017 adalah BATAL DAN ATAU TIDAK SAH dan oleh karenanya Penetapan, Penangkapan dan Penahanan Aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat
4. Memerintahkan TERMOHON untuk segera mengeluarkan PEMOHON dari Ruang Tahanan Polrestabes Medan segera setelah Putusan ini diucapkan 5. Menghukum TERMOHON membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
6. Memerintahkan TERMOHON untuk merehabilitasi nama baik PEMOHON dalam 1 (satu) Media Cetak Nasional dan 1 (satu) Media Televisi Swasta Nasional
Analisis Kasus (Putusan Praperadilan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn
Praperadilan-Siwajiraja):
1. Alasan Pengajuan Praperadilan
Putusan Praperadilan bernomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn atau yang dikenal dengan Praperadilan
Siwajiraja, dijatuhkan pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2017 oleh hakim tunggal Erintuah
Damanik,SH.,MH. Putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Hakim
tersebut dengan dibantu oleh Nikson Hutasoit,SH.,MH selaku panitera pengganti.
2. Jawaban Termohon
Termohon didalam jawabannya tentang penangkapan terhadap Pemohon menyatakan telah menemukan bukti yang cukup yang dimaknai minimal 2 (dua) alat bukti sesuai putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014 sebelum dilakukannya penangkapan terhadap Pemohon, berdasarkan kutipan pendapat Yahya Harahap yang menyatakan Hakim tidak memiliki wewenang untuk menguji pembuktian dari alat bukti. Hal ini tidak dapat diuji di Praperadilan lantaran sudah masuk kepada arah substansial, Hakim Praperadilan hanya menguji persyaratan mengenai alat bukti dimana persyaratan yang dimaksud yakni mengenai syarat formil dan materil karena merupakan kewenangan hakim pada acara biasa.
3. Putusan Praperadilan
Menurut Pasal 82 ayat (1) huruf (c) KUHAP ditegaskan bahwa pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat (acara pemeriksaan cepat) dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim yang memeriksa perkara praperadilan harus sudah menjatuhkan putusannya.
Dalam Putusan Nomor: 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn dengan kasus Siwajiraja, Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tentang penunjukan Hakim tertanggal 14 Februari 2017, sementara putusan dijatuhkan pada hari Senin, tanggal 13 Maret 2017. Maka dapat diketahui bahwa pada kasus ini, acara pemeriksaan cepat tidak terwujud, karena putusan dijatuhkan lebih dari 7 (tujuh) hari atau 27 hari lamanya. Pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dibantu oleh seorang panitera.
Bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yakni: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Praperadilan adalah lembaga baru yang lahir bersamaan dengan kelahiran KUHAP
(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981). Praperadilan bukan lembaga peradilan yang
mandiri atau berdiri sendiri selepas pengadilan negeri, karena dari perumusan Pasal 1 butir
10 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa praperadilan hanyalah wewenang
tambahan yang diberikan kepada pengadilan negeri. Praperadilan merupakan salah satu
lembaga baru yang diperkenalkan KUHAP ditengah-tengah kehidupan penegakan hukum.
Menurut Pasal 77 KUHAP, pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: