• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan J

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan J"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Citra Satelit Penginderaan Jauh

Untuk Pengelolaan Sumber Daya Air

Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai Dodokan, Prov. NTB

Sukentyas Estuti Siwi dan Wawan K. Harsanugraha

Kedeputian Penginderaan Jauh

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Telp. (021) 8710786; HP. +62-813-20-577877; Faks. (021) 8717715 Email: sukentyas nugraha@yahoo.co.id ; wawan.nugraha@yahoo.co.id

Ringkasan

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan kawasan yang dikelola dalam upaya menjaga kon-tinuitas ketersediaan air. Keberhasilan pengelolaan suatu DAS diharapkan dapat mencegah terjadinya banjir pada saat musim hujan dan menghindarkan kekeringan pada musim ke-marau. Data penginderaann jauh dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengelolaan DAS melalui ekstraksi beberapa jenis informasi tematik yang memberikan gambaran karakteris-tik DAS. Dalam penelitian ini data satelit penginderaan jauh digunakan untuk mendukung pengelolaan DAS Dodokan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tujuan penelitian adalah me-nyusun data dan informasi karakteristik DAS berbasis data penginderaan jauh sebagai bahan untuk mendukung pengelolaan DAS. Data satelit penginderaan jauh yang digunakan adalah data Landsat-7 (tahun 2001) dan data ALOS AVNIR-2 (tahun 2006). Analisis dan interp-retasi citra dilakukan dengan pendekatan multispektral, dan multitemporal yang didukung DEM SRTM Arc30, peta tematik dan data hasil survei lapangan. Data satelit penginderaan jauh digunakan untuk memperoleh informasi penutup/penggunaan lahan, indeks penutup lahan (IPL) dan bentuk lahan. Kajian diarahkan pula untuk memperoleh informasi tentang kondisi DAS. Berdasarkan hasil pengolahan DEM SRTM Arc30 diperoleh batas DAS Do-dokan sehingga diperoleh luas DAS, yaitu 560,02 Km2 dan keliling DAS 179,10 Km. DAS Dodokan yang berbentuk lonjong mengindikasikan waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet relatif lama sehingga fluktuasi banjir juga relatif rendah. Hasil perhitungan nisbah percabangan sungai pada parameter jaringan sungai mendekati nilai 3 (tiga) yang berarti bahwa kenaikan muka air di alur sungai tersebut dapat terjadi dengan cepat dan menimbulkan banjir, sedangkan penurunannya berjalan lambat. Selain itu, DAS Dodokan memiliki kerapatan aliran 2,07 Km/Km? yang berarti termasuk dalam kriteria kerapatan sedang dan pola alirannya yang dentritik rektangular. Elevasi DAS Dodokan berkisar anta-ra 0150 meter di atas permukaan laut dan memiliki 5 macam bentuk wilayah, yakni datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-25%), curam (25-40%), dan sangat curam (>40%). Secara teoritis dan praktis, faktor kelerengan lahan yang sangat curam (>40%) tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian maupun nonpertanian, kecuali diperun-tukkan sebagai kawasan konservasi tanah dan air (hutan). Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat-7 dan ALOS AVNIR2 diperoleh informasi penutup lahan dan perubahannya dalam periode 5 tahun (2001-2006). Penutup lahan didominasi oleh sawah yang mencapai luas 33.527 Ha (=59,87%) pada tahun 2001 dan 33.789 Ha (= 60,34%) pada tahun 2006, sehingga dalam kurun waktu 5 tahun luas sawah bertambah 262 Ha. Penutup lahan hutan berkurang 2 Ha dari 1.646 Ha (tahun 2001) menjadi 1.644 Ha (tahun 2006). Penurunan luas penutup lahan diakibatkan adanya alih fungsi lahan hutan menjadi semak/belukar, te-galan/ladang menjadi sawah dan/atau semak/belukar menjadi tete-galan/ladang/sawah. Hasil perhitungan indeks penutupan lahan (IPL) untuk DAS Dodokan diperoleh nilai 0,029. IPL merupakan rasio luas lahan yang memiliki vegetasi permanen dengan luas daerah aliran su-ngai. Nilai IPL yang rendah (0,029) menunjukkan bahwa DAS Dodokan termasuk dalam kriteria DAS yang kritis. Bentuklahan yang teridentifikasi di DAS Dodokan adalah dataran aluvial, lereng kaki, dan pegunungan denudasional. Informasi geologi memberikan gambar-an bahwa DAS Dodokgambar-an merupakgambar-an satugambar-an perbukitgambar-an menggelombgambar-ang dgambar-an dibentuk oleh

(2)

berbagai jenis batuan sedimen dan gunungapi yang didominasi oleh perselingan breksi gam-pingan dan lava penyusun Formasi Kalipalung dan perselingan breksi dan lava penyusun Formasi Kalibabak. Sementara itu, untuk jenis tanah didominasi oleh Komplek Mediteran Coklat

& Mediteran Coklat Kemerahan yang memiliki tekstur liat dengan drainase permukaan se-dang. Kondisi ini menyebabkan air hujan untuk sementara waktu tinggal di permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah secara lambat, kandungan air optimal bagi pertumbuh-an tpertumbuh-anampertumbuh-an, lereng melpertumbuh-andai, dpertumbuh-an peresappertumbuh-an tpertumbuh-anah baik. Berdasarkpertumbuh-an hasil pertumbuh-analisis dpertumbuh-an interpretasi citra dengan dukungan informasi non penginderaan jauh, menunjukkan bahwa penggunaan citra penginderaan jauh sangat bermanfaat dalam kajian pengelolaan sumber daya air khususnya untuk mendukung pengelolaan suatu DAS. Hasil yang diperoleh memper-lihatkan bahwa DAS Dodokan merupakan DAS dengan kriteria kritis, sehingga diperlukan penanganan dalam pengelolaannya dengan cara perlindungan (proteksi), perbaikan, dan re-habilitasi. Tindakan perlindungan dilakukan untuk menjaga kondisi yang ada (status quo). Teknik perbaikan digunakan untuk memperoleh keuntungan hasil air, sedangkan rehabilita-si DAS diimplemantarehabilita-sikan melalui penggunaan lahan yang sesuai dan tindakan konservarehabilita-si untuk memperkecil erosi dan secara simultan meningkatkan produktivitas lahan dan penda-patan petani.

Kata kunci : Daerah Aliran Sungai (DAS), Karakteristik DAS, Penginderaan Jauh

1

Pendahuluan

Pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia diarahkan pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam hutan, tanah dan air bagi kepentingan masa sekarang serta menjamin kelang-sungan pemanfaatannya di masa yang akan datang. Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan sumber daya alam tersebut seringkali hanya dipandang dalam lingkup batas-batas wilayah administratif, padahal proses-proses alam seperti banjir, tanah longsor dan degradasi lingkungan, seperti erosi dan sedimentasi tidak mengenal batas wilayah administrasi melaink-an mengikuti batas-batas Daerah Alirmelaink-an Sungai (DAS). Kerusakmelaink-an DAS dapat mengakibatkmelaink-an hilangnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau, meningkatnya frekuensi banjir tahunan, tidak memadai lagi akses pasokan air bersih untuk masyarakat dan tingginya sedimentasi yang semuanya itu menunjukkan bahwa proses daur hidrologi sudah mengalami kerusakan.

DAS (watershed atau drainage basin) adalah suatu area di permukaan bumi yang di dalamnya terdapat sistem pengaliran sumber daya air yang terdiri dari satu sungai utama (main stream) dan beberapa anak cabangya (tributaries), yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan mengalirkan air melalui satu outlet [Ritter, 2003]. Pada Gambar 1 dapat dilihat visualisasi suatu DAS secara umum.

Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat mengikuti perkembangan kebu-tuhan masyarakat akan data yang spasial, faktual dan aktual. Kemampuan penyediaan data dan informasi kebumian yang bersifat dinamik bermanfaat dalam pembangunan di era Otono-mi Daerah. Ketersediaan data dan informasi yang diimbangi dengan pengolahan data menjadi informasi wilayah dapat dilakukan dengan sistem informasi geografis (SIG).

SIG merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan hardware, software dan brainware untuk pe-ngumpulan, pengolahan dan penyajian data yang bereferensi keruangan (spasial). Kemampuan untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber, mengolah dan menganalisis serta menya-jikan hasil dalam waktu yang relatif singkat merupakan kelebihan dari SIG sehingga banyak diaplikasikan dalam berbagai pemodelan sumber daya secara keruangan.

(3)

Gambar 1: Daerah Aliran Sungai (watershed atau drainage basin)

kajian adalah DAS Dodokan di Provinsi Nusa Tenggara Baratt (NTB).

2

Metodologi

Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satelit penginderaan jauh Landsat-7 (tahun 2001) dan data ALOS AVNIR-2 (tahun 2006). Analisis dan interpretasi citra dilakukan dengan pendekatan multispektral dan multitemporal yang didukung DEM SRTM Arc30, peta tematik dan data hasil survei lapangan. Adapun langkah-langkah pengolahan data penginderaan jauh adalah:

2.1 Pengolahan Data DEM SRTM Arc 30

Pengolahan data DEM SRTM Arc30 dilakukan untuk memperoleh informasi batas DAS, kele-rengan, ketinggian, dan jaringan sungai. Informasi batas DAS diperoleh secara digital delinea-tion dengan menggunakan modul ArcHydro pada perangkat lunak ArcGIS 9.2.

Informasi lereng diperoleh secara otomatis menggunakan modul slope yang ada dalam perangkat lunak ER Mapper 7.0. Secara teknis, tahap-tahap yang dilakukan dalam pembuatan peta lereng secara digital adalah, melakukan proses pemfilteran arah horisontal dengan filter df/dx dan pemfilteran arah vertikal dengan filter df/dy, sehingga menghasilkan dua buah peta raster df/dx dan df/dy. Tahap selanjutnya adalah melakukan proses kalkulasi dengan menerapkan formula:

q

(dxdf)2+ (df dy)2

ukuran piksel DEM×100% (1)

(4)

2.2 Analisis Morfometri DAS

Beberapa karakteristik DAS yang penting dapat dikaji berdasarkan hasil analisis morfometri. Karakteristik DAS tersebut adalah:

2.2.1 Luas dan Keliling DAS

Luas dan keliling DAS diperoleh dari hasil penghitungan otomatis batas DAS dengan menggu-nakan ekstensions Xtools pada perangkat lunak Arcview 3.2.

2.2.2 Bentuk DAS

Koefisien corak/bentuk DAS merupakan perbandingan antara luas DAS dengan panjang sunga-inya. Beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan bentuk DAS antara lain:

a. Menurut Schum (1956) dalam Seyhan (1977), faktor bentuk DAS dapat ditentukan dengan menggunakan elongation ratio dengan rumus sebagai berikut:

Re= 1,129

a. Menurut Miller (1953) dalam Seyhan (1977), penentuan bentuk DAS dapat menggunakan rumus circularity ratio sebagai berikut:

Metode kuantitatif untuk mengklasifikasikan sungai dalam DAS adalah pemberian orde sungai maupun cabang-cabangnya secara sistematis. Metode pengklasifikasian sungai menggunakan metode Strahler (Gambar 3.)

Selanjutnya jumlah alur sungai untuk suatu orde dapat ditentukan angka indeknya yang me-nyatakan tingkat percabangan sungai (bifurcation ratio), dengan persamaan 4 berikut:

Rb= Nu

Nu+1

(4)

dimana : Rb : Indeks tingkat percabangan sungai;Nu : Jumlah alur sungai untuk orde ke u ; Nu+1 : jumlah alur sungai untuk orde ke u+1

2.2.4 Kerapatan Aliran

Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat diperoleh dengan persamaan 6 sebagai berikut:

Dd= L

(5)

Gambar 2: Sistem Orde Sungai Menurut Strahler

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Arthur Newell Strahler (1:08 wib, 2008)

dimana : Dd : indeks kerapatan sungai (km/km2); L : jumlah panjang sungai termasuk panjang

anak-anak sungai (km) A : luas DAS (km2)

Adapun klasifikasi indeks kerapatan sungai tersebut adalah: *Dd:<0,25km/km2 : rendah

*Dd: 0,25−10km/km2 : sedang

*Dd: 10−25km/km2: tinggi

*Dd:>25km/km2 : sangat tinggi

Berdasarkan indeks tersebut di atas, dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan dengan aliran sungai, yaitu:

- Jika nilai Dd rendah, maka alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama.

- Jika nilai Dd sangat tinggi, maka alur sungainya melewati batuan yang kedap air. Ke-adaan ini akan menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang bermeabelitasnya besar.

2.2.5 Pola Aliran Sungai

Sungai dalam suatu DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk pola tertentu. Pola tersebut tergantung dari pada kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan. Secara keseluruhan kondisi tersebut menentukan karakteristik sungai dalam bentuk polanya.

(6)

terdapat di daerah batuan kapur. d) Trellis, biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan.

2.3 Pengolahan Data Penginderaan Jauh

Data penginderaan jauh yang digunakan, yaitu data Landsat-7 (tahun 2001), data ALOS AVNIR-2 (tahun 2006), dan data Landsat-7 Orthorectified Pansharpen (Tahun 2000). Pengolah-an awal data penginderaPengolah-an jauh adalah koreksi geometrik, yPengolah-ang merupakPengolah-an proses penempatPengolah-an kembali posisi piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra yang tertransformasi dapat dilihat gambaran obyek dipermukaan bumi yang terekam sensor. Selanjutnya dilakukan pemotongan data (cropping) sesuai dengan batas DAS dan penajaman data (enhancement) agar data lebih representatif untuk diidentifikasi dan diinterpretasi. Data penginderaan jauh yang diidentifikasi dan diintepretasi adalah penutup lahannya, seperti hutan, semak/belukar, perkebunan, sawah, tegalan/ladang, lahan terbuka, permukiman, tambak dan tubuh air. Metode digitasi yang di-gunakan adalah digitasi on-screen pada layar monitor komputer dengan skala digitasi 1:50.000.

2.4 Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial menggunakan metode digitasi, dimana data spasial berupa data ras-ter. Sehingga proses yang dilakukan adalah mengubah data raster menjadi vektor dengan cara digitasi, setelah data spasial tersebut telah berkoordinat. Adapun data spasial yang didigitasi adalah informasi geologi, jenis tanah, dan bentuklahan.

3

Diagram alir penelitian

Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

4

Hasil dan pembahasan

DAS yang dikaji dalam penelitian ini adalah DAS Dodokan yang merupakan sub-DAS dari sa-tuan wilayah pengelolaan (SWP) DAS Dodokan. Berdasarkan letak geografisnya DAS Dodokan terletak pada koordinat 116348.97 - 1162142.75 BT dan 8359,3 - 84210.61 LS. Berdasarkan letak administrasi DAS Dodokan terletak di Kabupaten Lombok Tengah dengan luas 476,56 Km? dan di Kabupaten Lombok Barat dengan luas 83,47 Km?. Total luas DAS Dodokan adalah 560,03 Km? dan keliling DAS 179,10 Km (Lampiran Peta 1.).

Parameter morfometri DAS perlu diidentifikasi sebagai karakteristik DAS terutama dalam ka-itannya dengan proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS tersebut. Faktor bentuk DAS dikuantifikasikan menggunakan dua metode yaitu nilai nisbah kebulatan (circularity ratio/Rc) dan nisbah memanjang (Elongation Ratio/RE). Kedua nilai ini sangat terkait dengan waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet.

Tabel 1: Nilai parameter untuk bentuk DAS

NAMA DAS LUAS (km2) KELILING (km.) PANJANG SUNGAI UTAMA (km.) RC RE

DAS DODOKAN 560,02 179,10 63,85 0,22 0,42

Sumber : Analisis GIS

(7)

Gambar 3: Diagram penelitian

konsentrasi air hujan yang mengalir menuju outlet relatif lama sehingga fluktuasi banjir juga relatif rendah.

Parameter jaringan sungai dikuantifikasikan dengan menentukan orde (urutan) dari masing-masing alur sungai dengan menggunakan metode Strahler (Lampiran Peta 2 dan 3.). Nisbah percabangan (Bifurcation Ratio/RB) merupakan perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat diatasnya.

Tabel 2: Perhitungan nisbah percabangan (RB) sungai berdasarkan orde sungai

NAMA DAS ORDE SUNGAI RB 1 - 2 RB 2 - 3 RB 3 - 4 RB 4 - 5

DAS DODOKAN I - V 1,87 2,08 1,88 2,34

Sumber: analisis GIS dan perhitungan

(8)

meng-akibatkan luapan air sungai dan penggenangan.

Menurut Lynsley (1949) dalam Anonimous (2003), jika nilai kerapatan aliran sungai lebih kecil dari 1 mile/mile2 (0,62 km/km2) maka DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika ni-lai kerapatan aliran sungai lebih besar dari 5 mile/mile2 (3,10 km/km2), maka DAS akan sering mengalami kekeringan. Kerapatan aliran diperoleh dari jumlah panjang sungai termasuk pan-jang anak-anak sungai dibagi dengan luas DAS. Berdasarkan perhitungan diperoleh kerapatan aliran DAS Dodokan 2,07 Km/Km? termasuk dalam kriteria kerapatan sedang.

Selain itu, kerapatan aliran dapat dihitung dengan cara mengoverlay (tumpang-susun) peta jaringan sungai dengan peta grid bujursangkar dengan ukuran tertentu. Dalam studi ini digu-nakan peta grid ukuran 1 km x 1 km. Kemudian dihitung panjang aliran dalam setiap grid sehingga diperoleh hasil panjang aliran per km2. Nilai kerapatan aliran yang diperoleh dalam tiap grid kemudian dikelaskan dan grid dengan kelas kerapatan yang sama digabungkan. De-ngan cara ini maka akan dapat diperoleh peta kelas kerapatan aliran seperti yang tersaji pada Lampiran Peta 4.

Pola aliran (drainage pattern) berpengaruh pada efisiensi sistem drainase dan karakteristik hi-drografis. Dari hasil identifikasi DAS dodokan memiliki pola aliran dendritik dan dentritik rektangular. Pola tersebut umumnya terdapat di daerah dengan batuan sejenis dan penyeba-rannya luas, misalnya suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal di daerah dataran rendah.

Elevasi DAS Dodokan berkisar antara 0150 meter di atas permukaan laut dan memiliki 5 macam bentuk wilayah, yakni datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-25%), curam (25-40%), dan sangat curam (>40%). Secara teoritis dan praktis, faktor kelerengan lahan yang sangat curam (>40%) tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian maupun nonpertanian, kecuali diperuntukkan sebagai kawasan konservasi tanah dan air (hutan) (Lampiran Peta 5 dan 6).

Bentuklahan yang teridentifikasi di DAS Dodokan adalah dataran aluvial, lereng kaki, dan pegunungan denudasional. Informasi geologi memberikan gambaran bahwa DAS Dodokan me-rupakan satuan perbukitan menggelombang dan dibentuk oleh berbagai jenis batuan sedimen dan gunungapi yang didominasi oleh perselingan breksi gampingan dan lava penyusun Formasi Kalipalung dan perselingan breksi dan lava penyusun Formasi Kalibabak. Sementara itu, untuk jenis tanah didominasi oleh Komplek Mediteran Coklat & Mediteran Coklat Kemerahan yang memiliki tekstur liat dengan drainase permukaan sedang. Kondisi ini menyebabkan air hujan untuk sementara waktu tinggal di permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah secara lambat, kandungan air optimal bagi pertumbuhan tanaman, lereng melandai, dan peresapan tanah baik (Lampiran Peta 7, 8 dan 9).

Data penginderaan jauh yang digunakan telah terkoreksi radiometriknya secara sistematik. Pro-ses selanjutnya adalah koreksi geometrik, yakni penempatan kembali posisi piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra yang tertransformasi dapat dilihat gambaran obyek dipermukaan bumi yang terekam sensor. Adapun data yang dikoreksi geometriknya adalah data Landsat-7 ETM tahun 2001 dan data ALOS AVNIR2 tahun 2006. Sedangkan data yang menjadi acuan un-tuk koreksi adalah data Landsat-7 Orthorectified Pansharpen. Metode koreksi yang digunakan adalah triangulasi dengan jumlah titik GCP sebanyak 40 titik dan resampling menggunakan neaerest neighbour.

(9)

dalam bentuk nilai standar deviasi (Rate Mean Square Error = RMSE) per unit piksel pada citra.

Gambar 4: Persebaran titik GPS pada data ALOS AVNIR-2 Tahun 2006

Koreksi geometrik pada data ALOS AVNIR2 tahun 2006 menggunakan 40 titik kontrol, dimana rata-rata RMS error menunjukkan nilai 0,25 yang menyebabkan pergeseran luas sebesar 0,25 x 0,01 Ha = 2,50 x 10-3 Ha atau 25 m2. Nilai 0,01 Ha merupakan luas dari 1 piksel data ALOS AVNIR2. Menurut Jensen (1996), RMS error yang masih diperbolehkan adalah 0.5 x Resolusi data (0.5 x 10m = 5m), sehingga untuk pergeseran luas yang masih diperbolehkan sebesar 0,0025 Ha atau 25 m2.

Setelah data dikoreksi, proses selanjutnya adalah mosaik yakni penggabungan beberapa scene citra menjadi satu. Sedangkan pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk memotong citra Landsat 7 dan ALOS AVNIR2 berdasarkan batas DAS yang telah diperoleh dan sesuai dengan daerah kajian (Gambar 5.).

Gambar 5: Mosaik dan Pemotongan Citra sesuai dengan batas DAS

Hasilnya diperoleh kenampakan citra dua dimensi yang selanjutnya dilakukan proses pembu-atan peta citra satelit, dimana citra dilayout seperti peta yang dapat dilihat pada Lampiran Peta 10 dan 11. Overlay data ALOS AVNIR2 dengan DEM SRTM Arc30 dapat menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang dapat dilihat pada Lampiran Peta 12. Dimana kenampakan tiga dimensi sangat membantu dalam pengenalan morfologi suatu daerah.

(10)

pada bulan Juni tahun 2008. Sebaran spasial penutup lahan dapat dilihat pada (Lampiran Peta 13 dan 14)

Tabel 3: Luas Perubahan Penutup Lahan DAS Dodokan

NO PENUTUP LAHAN TAHUN 2001 TAHUN 2006 PERUBAHAN 2006 - 2001 % 2001 % 2006

1 Perm. Air Bendungan Batujai 633,80 663,12 29,31 1,13 1,18

2 Perm. Air Bendungan Penggak 410,52 417,84 7,32 0,73 0,75

3 Hutan 1.646,02 1.644,12 -1,90 2,94 2,94

4 Lahan Terbuka 158,02 655,25 497,23 0,28 1,17

5 Perkebunan 34,29 30,28 -4,01 0,06 0,05

6 Permukiman 4.234,05 4.234,05 0,00 7,56 7,56

7 Sawah 33.526,79 33.788,99 262,20 59,87 60,34

8 Semak/Belukar 577,72 246,82 -330,90 1,03 0,44

9 Setu 82,90 72,90 -10,00 0,15 0,13

10 Tambak 56,68 53,65 -3,03 0,10 0,10

11 Tanaman Air 143,03 0,00 -143,03 0,26 0,00

12 Tegalan/Ladang 14.366,46 14.063,26 -303,19 25,65 25,11

13 Dan Lain-Lain 131,73 131,73 0,00 0,24 0,24

TOTAL 56.002,00 56.002,00 100,00 100,00

Sumber: analisis GIS

Berdasarkan hasil interpretasi citra diperoleh perubahan penutup lahan, seperti yang diperli-hatkan Tabel 3 terlihat adanya penurunan dan kenaikan luas dari beberapa obyek. Penambahan luas terjadi pada penutup lahan lahan terbuka yakni sebesar 497,23 Ha. Hal ini disebabkan pa-da tahun 2006 terjadi pembukaan lahan untuk dijadikan Banpa-dara Internasional NTB. Sehingga dicitra diidentifikasi dan diinterpretasi sebagai lahan terbuka. Sedangkan penambahan luas pa-da permukaan air bendungan dikarenakan papa-da tahun 2005 dilakukan program pembersihan bendungan dari tanaman air (eceng gondok). Penurunan luas penutup lahan diakibatkan alih fungsi lahan tegalan/ladang menjadi sawah atau semak/belukar menjadi tegalan/ladang.

Tabel 4: Tingkat Kekritisan DAS Dodokan Berdasarkan IPL Tahun 2006

NAMA DAS LUAS (km2) LVP (Ha) IPL Kriteria Kekritisan Standar Evaluasi *)

DAS DODOKAN 56.002 1.644,12 0,029 Jelek ( Kritis ) IPL 0,75 (Baik atau Tidak Kritis)

IPL 0,30 0,75 (Sedang atau Agak Kritis IPL 0,30 (Jelek atau Kritis)

Sumber: analisis GIS

Keterangan: LVP : Luas Vegetasi Permanen IPL : Indeks Penutupan Lahan *) Departemen Kehutanan (2000)

(11)

5

Kesimpulan

◦ Data satelit penginderaan jauh Landsat-TM dan AVNIR-2 ALOS dapat dimanfaatkan

untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, khususnya pengelolaan DAS.

◦ Beberapa jenis parameter yang berkaitan dengan karakteristik DAS dapat diekstraksi

me-lalui pengolehan dan analisis data satelit penginderaan jauh, seperti penutup lahan, bentuk DAS, batas dan luas DAS, IPL, orde sungai, kerapatan aliran, pola aliran sungai.

◦ Berdasarkan hasil pengolahan citra Landsat-7 dan ALOS AVNIR2 diperoleh informasi

penutup lahan dan perubahannya dalam periode 5 tahun (2001-2006). Penutup lahan didominasi oleh sawah yang mencapai luas 33.527 Ha (=59,87%) pada tahun 2001 dan 33.789 Ha (= 60,34%) pada tahun 2006, sehingga dalam kurun waktu 5 tahun luas sawah bertambah 262 Ha. Sementara itu penutup lahan hutan berkurang 2 Ha dari 1.646 Ha (tahun 2001) menjadi 1.644 Ha (tahun 2006).

◦ DAS Dodokan berbentuk lonjong dengan luas 560,02 km2 dan kelilingnya 176,10 km. DAS

Dodokan memiliki nilai IPL rendah (0,029) sehingga termasuk ke dalam kriteria DAS yang kritis.

◦ Kerapatan aliran DAS Dodokan diperoleh 2,07 Km/Km? sehingga DAS Dodokan

terma-suk ke dalam kriteria kerapatan sedang.

Daftar pustaka

Anonimous, 1993. Sistem Informasi Geografis. Diktat Kuliah. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Anonimous, 1998. Sistem Informasi Geografi. LAPAN.Jakarta.

Anonimous, 2003. Penyusunan Karakteristik DAS Kampar. BPDAS Provinsi Riau

Chay Asdak, 2004, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran Sungai, Gadjah Mana University Press, Yogyakarta

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Diktat Kuliah. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Lillesand and Kiefer. 1987. Remote Sensing and Image Interpretation. second edition. John willey and Sons. New York.

Prahasta, 2002, Sistem Informasi Geografis : Tutorial Arcview, CV. Informatika, Bandung

Purwadhi, F. S. H.,2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Grasindo. Jakarta

Ritter, Michael, 2003, The Physical Environment, Akses Internet diperoleh dari: http://www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter

Sabins, F.F.Jr. 1996. Remote Sensing Principales and Interpretation. third edition. W.H. Freeman and Company. New York.

Seyhan E., 1990, Dasar-Dasar Hidrologi, Gadjah Mana University Press, Yogyakarta

Sutanto, 1984, Penginderaan Jauh Dasar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(12)

Morfometri, Procceding Pertemuan Ilmiah Tahunan III T. Geomatika ITS, Surabaya

Tim Pembimbing KKL II, 1998, Identifikasi Proses dan Pengukuran Hasil Proses Fisis, Sosial

Gambar

Gambar 1: Daerah Aliran Sungai (watershed atau drainage basin)
Gambar 2: Sistem Orde Sungai Menurut Strahler
Gambar 3: Diagram penelitian
Gambar 4: Persebaran titik GPS pada data ALOS AVNIR-2 Tahun 2006
+2

Referensi

Dokumen terkait

Koreksi yang dilakukan yaitu koreksi citra (meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik) dan dilanjutkan dengan klasifikasi visual untuk parameter bentuk lahan

Koreksi yang dilakukan yaitu koreksi citra (meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik) dan dilanjutkan dengan klasifikasi visual untuk parameter bentuk lahan

Hasil dari pengolahan citra penginderaan jauh tidak terlepas dari adanya kesalahan. Kesalahan tersebut dapat terjadi akibat beberapa hal. Hal-hal yang dapat mempengaruhi

Pengolahan data diawali dengan koreksi geometrik untuk mempersamakan posisi pada citra dengan posisi pada peta, selanjutnya dilakukan koreksi radiometrik untuk merubah nilai

◦ Beberapa jenis parameter yang berkaitan dengan karakteristik DAS dapat diekstraksi me- lalui pengolehan dan analisis data satelit penginderaan jauh, seperti penutup lahan, bentuk

Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk memperbaiki distorsi geometrik dengan meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya, sehingga citra

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGKAJI KESEHATAN HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS KABUPATEN PADANG PARIAMAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA

Koreksi geometri bertujuan untuk melakukan transformasi data dari suatu sistem grid dengan menggunakan suatu transformasi geometrik sehingga citra penginderaan jauh mempunyai sifat peta