Kristianitas & Politik Global
Suatu Tinjauan atas Konstruksi Teologi-Politik Tokoh-tokoh Kristen di Jerman dan Lebanon:1
Abraham Silo Wilar2
Pengantar
Materi ini hendak mengangkat dua contoh kasus sebagai titik-tolak di dalam
mendiskusikan Teologi Politik di dalam dunia Kristianitas terkini. Dua contoh kasus
diangkat untuk menunjukan bagaimana orang-orang Kristen terlibat di arena politik di
negara mereka masing-masing. Kedua, materi ingin menunjukan bagaimana
nilai-nilai Kristiani di-formulasikan ke dalam perjuangan politik. Ketiga, contoh kasus
mengajak kita untuk merefleksikan bagaimana teologi-politik terbentuk melalui
perjuangan-perjuangan yang ada.
Contoh kasus pertama yang diangkat adalah partai politik Die Christlich
Demokratische Union Deutschlands (the Christian Democratic Union atau CDU) di
Germany. Kedua, partai the Free Patriot Movement yang mana pendiri partai Michel
Aoun menjadi Presiden Libanon saat ini. Masing-masing contoh kasus memiliki
sejumlah perbedaan signifikan, yaitu: 1. Jerman adalah lokasi di mana Kristianitas
(baik Die Katholische Kirche atau Die protestantischen Kirchen) menjadi
elemen-penting yang menyusun realitas sosial di negara tersebut; 2. Lebanon adalah lokasi di
mana Kristianitas hanya salah-satu elemen dari realitas sosial di negara tersebut tetapi
Kristianitas dihitung secara politik; 3. Presiden Lebanon adalah seorang Kristen
Maronit dan 4. Presiden Jerman bukan seorang Muslim. Bertolak dari realitas
tersebut, pertanyaan berikut bisa diajukan, yaitu: apakah masyarakat Jerman siap
menerima Presiden Jerman adalah seorang Muslim? Pertanyaan serupa bisa diajukan
untuk konteks Indonesia: apakah masyarakat Indonesia siap menerima Presiden
Indonesia adalah seorang Kristen?
1 Materi disampaikan pada Kuliah Umum bertajuk “Agama dan Politik Global” di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, pada tanggal 19
November 2016.
Contoh Kasus Pertama: Germany dan Pembahasan
A. Germany: Christian Union Party, Kejayaan Jerman dan Imigran Suriah
Alternative für Deutschland, or AfD, defeated the Christian Democratic Union -- Merkel's party -- in local elections in the state of Mecklenburg-Vorpommern, coming in second behind the Social Democratic Party, according to exit polls.3 In an interview with CNN Monday, AfD party leader Frauke Petry interpreted the party's success in Mecklenburg-Vorpommern as a personal defeat for Merkel. Petry suggested that with her party gaining across the country, the Christian Democratic Union (Die Christlich Demokratische Union Deutschlands) is "falling apart" and said it's time for Germany to close its borders.
A.1. Pengantar
Kutipan di atas menunjukkan bahwa isu Kristianitas di Politik Kontemporer
adalah suatu hal yang menarik untuk dicermati. Dan, mengangkat CDU sebagai suatu
kasus adalah suatu hal yang relevan untuk didiskusikan lebih-lanjut. Dari kutipan di
atas, kita bisa melihat bahwa CDU mengalami kekalahan oleh Alternative für
Deutschland di sejumlah pemilihan lokal. Dan kekalahan CDU tersebut berkaitan-erat
dengan kebijakan Angela Merkel untuk membuka perbatasan Jerman guna menerima
para pengungsi dari Siria. Pertanyaannya: mengapa Angela Merkel membuka
perbatasan Jerman dan menerima para pengungsi? Apakah pilihan politis Merkel
tersebut memiliki landasan teologi? Pertanyaan-pertanyaan ini menarik untuk
ditelusuri.
A.2. Kristianitas di CDU
Dari sekian banyak tokoh penting dari CDU, Konrad Hermann Josef Adenauer
(lahir 5 Januari 1876) adalah tokoh yang signifikan untuk Jerman.4 Beliau adalah
Kanselir pertama dari Federal Republic of Germany dari tahun 1949-1963; pernah
menjadi mayor Cologne dan presiden dari Dewan Negara Prusia; dan lainnya.5 CDU
berdiri pada tahun 1945 dilokomotifi oleh beliau. Beliau berusaha menggabungkan
Protestan dan Katolik di dalam CDU. Sebelumnya beliau pada tahun 1906 bergabung
dengan Zentrum Partei, suatu Partai Politik Katolik.
3 http://edition.cnn.com/2016/09/04/europe/germany‐alternative‐fur‐ deutschland‐afd‐angela‐merkel/#. Diakses 7 November 2016.
4 www.hdg.de/lemo/biografie/konrad‐adenauer.html. Diakses 16 November 2016.
Era Konrad Adenauer adalah era paska PD II. Beliau berjuang untuk
pembentukan masyarakat Jerman demokratis dan sejahtera. Dan karena itu, pada era
beliau memimpin Jerman ungkapan “Wirtschaftswunder” (Economic miracle) muncul
sebagai bentuk penamaan atas keberhasilan kepemimpinan beliau membentuk
masyarakat sejahtera tersebut. Beliau juga dikenang sebagai sosok penting di dalam
pembentukan European Union.
Keberhasilan membentuk masyarakat sejahtera tersebut tidak dapat dilepaskan
dari peran Ludwig Wilhelm Erhard, Menteri Ekonomi di era Kanselir Konrad
Adenauer (1949-1963). Selanjutnya Erhard menggantikan Kanselir Konrad Adenauer.
Erhard adalah tokoh dari CDU dan beliau dikenal sebagai Bapa Sosialisme di Jerman
karena keberhasilan beliau di dalam “Wirtschaftreform” (Economic Reform).6
CDU, menurut catatan Phan Dieu Linh, adalah suatu koalisi antara Die
Christlich-Soziale Union in Bayern (CSU) dan Die Christlich Demokratische Union
Deutschlands (CDU).7 Di dalam Grundsatzprogramm (Fundamental Program) dari
Partai CDU, partai ini secara tegas mengusung Persaudaraan, Solidaritas dan
Kesetaraan sebagai ruakh dari partai ini.8 Dengan memiliki ruakh tersebut, partai
CDU berusaha menerjemahkan iman Kristen dalam konteks antropologi, sosiologi
dan politik. Artinya, partai ini memahami bahwa iman Kristen terlihat atau mewujud
di dalam manusia-manusia yang terikat dalam persaudaraan, solidaritas, dan
kesetaraan, masyarakat yang menjadikan persaudaraan, solidaritas dan kesetaraan
sebagai arête, dan realpolitik.
Lebih lanjut, dalam konteks politik kontemporer, tokoh CDU penting adalah
Angela Dorothea Merkel (lahir 17 Juli 1954). Angela Merkel adalah seorang
Protestan; dan ayahnya adalah seorang pendeta Lutheran. Beliau adalah Kanselir
Jerman sejak 22 November 2005 dan perempuan pertama yang menduduki posisi
tersebut. Sudah tiga periode beliau menduduki posisi tersebut.
Kebijakan beliau yang kontroversial adalah menerima pengungsi Suriah.
Kebijakan tersebut yang membuat CDU dan Merkel menjadi obyek serangan dari
kelompok oposisi seperti AfD seperti yang terlihat pada kutipan di atas. Di samping
6 www.dw.com/de/ludwig‐erhard‐vater‐der‐sozialen‐marktwirtschaft‐ a4280813. Diakses 16 November 2016.
7 Phan Dieu Linh, Die Deutsche Politik Nach der Wiedervereinigung. Hanoi: University of Hanoi: 2014, 3.
kebijakan tersebut, Merkel juga berperan aktif di dalam menopang Yunani ketika
negara ini masuk ke dalam krisis ekonomi dan terancam akan keluar dari EU
Sebelum bergabung ke dalam CDU, Angela Merkel bergabung pada tahun
1989 ke dalam Partai Democratic Awakening.9 Partai beliau bergabung dengan CDU,
dan pada 10 April 2000, beliau terpilih menjadi presiden CDU; suatu peristiwa
monumental karena beliau adalah seorang perempuan pertama dan seorang Protestan
pertama yang memimpin Partai ini.10
A.3. Theology of Responsibility: Teologi Politik postwar di Jerman
Jürgen Hartmann melakukan riset tentang agama di dalam politik dengan
mengambil sampel agama Yahudi, Kristen dan Islam sebagai lokus riset beliau. Riset
tersebut telah dibukukan dengan judul Religion in der Politik. Di dalam bukunya
tersebut Hartmann memberi sedikit ulasan mengenai ketiga agama tersebut di dalam
politik dengan membandingkan ketiga agama tersebut dengan Buddhisme dan Politik
di sejumlah negara Asia. Contoh, Yudaisme, Kristianitas dan Islam memiliki
kesamaan seperti: agama-kitab, Allah memiliki gambaran manusia, dan lainnya.
Tetapi, ada juga perbedaan di antara mereka. Sementara itu, menurut Hartmann,
Buddhisme atau Hindu memiliki gambaran Allah yang tersembunyi di alam atau
kehidupan.11 Istilah seperti samsara, nirvana, meditasi, yoga, dan seterusnya adalah
identity marker yang menjelaskan perbedaan penghayatan atas Yang Transenden di
antara Abrahamic Religions dengan Hindu-Buddhisme. Perbedaan-perbedaan itu
memiliki hubungan dengan bagaimana setiap agama berhubungan dengan politik.
Dan, saya mendapatkan kesan dari ulasan Hartmann bahwa ketiga agama Abraham
lebih politis dibandingkan dengan Hindu dan Budha walaupun agama Budha
misalnya memiliki variasi-variasi kelompok yang cukup mewarnai realitas sosial
beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Singkatnya, ada urutan lebih
politis mana dari ketiga agama tersebut dengan Hindu dan Budha.
Hartmann mencantumkan sejumlah nama teolog –dengan diskursus teologinya
masing-masing-- yang turut membentuk bagaimana berjalannya diskursus Politik di
Jerman, misalnya, Karl Barth, Rudolf Bultmann, Jürgen Moltmann. Contoh,
bagaimana diskursus teologi memahami gereja dapat memberi pengaruh kepada relasi
gereja dan masyarakat. Atau, bagaimana diskursus teologi tentang bagaimana gereja
memahami Tuhan memanggil gereja juga memberi pengaruh kepada relasi gereja dan
masyarakat. Di samping itu, diskursus teologi tidak dapat dipisahkan dari konteks
masyarakat, misalnya, modernitas. Dengan perjumpaan seperti ini, Hartmann
mencatat, beberapa pandangan anti-modernitas dari tokoh-tokoh Katolik;12 tetapi ada
juga pandangan yang menerima modernitas.
Dengan melihat realpolitik di Jerman yang sedikit tergambarkan di uraian di
atas, saya melihat ada kata kunci yang dapat menggambarkan interaksi teologi dan
politik yang dilakukan oleh sejumlah tokoh kunci di CDU, baik era Konrad Adenauer,
Ludwig Erhard ataupun era Angela Merkel. Menurut saya, kata kunci itu adalah
Responsibility: kapasitas untuk merespon. Dengan kata-kunci itu, seluruh hal yang
dilakukan oleh ketiga nama di atas, yang masing-masing nama tersebut memiliki
latar-belakang historis-sosiologis di era mereka seperti kehancuran ekonomi Jerman
paska PD II, krisis ekonomi di Eropa, dan krisis kemanusiaan di Suriah, adalah suatu
ungkapan kapasitas untuk merespon.
Kapasitas untuk merespon memiliki aspek teologis dan politis. Di sini
“merespon” bukan suatu mekanisme otomatis-terberi seperti suatu format “ada
tanya-ada jawab”; tetapi, suatu statemen teologis dan politis. Contoh, keberanian Angela
Merkel untuk merespon para pengungsi yang kehilangan tempat tinggal karena
peperangan antara ISIS/Daesh dengan Rusia. Hal serupa juga ditunjukan oleh beliau
ketika Yunani dilanda krisis ekonomi yang mengancam negara tersebut dari EU.
Melihat apa yang dilakukan oleh Angela Merkel, tindakan itu adalah suatu
langkah terobosan yang besar sebab tindakan itu dibayang-bayangi oleh kekhawatiran
publik Jerman tentang penyusupan ISIS/Daesh di antara para pengungsi.
Bayang-bayang kekhawatiran tersebut menjadi suatu kenyataan ketika Jerman mengalami
sejumlah serangan bom di Ansbach ketika Festival Musik sedang berlangsung.13
Dengan melihat bayang-bayang kekhawatiran yang menjadi latar-belakang dari
tindakan Angela Merkel tersebut, saya melihat di tindakan itu ada suatu etika politik
yang sedang disampaikan oleh beliau. Etika politik tersebut mengungkapkan dirinya
sebagai berikut: “apa arti kejayaan Jerman di hadapan krisis kemanusiaan di Suriah?”
12 Ibid., 82.
Karena itu, lebih lanjut, saya menginterpresi tindakan Angela Merkel tersebut sebagai
suatu usaha menegaskan bahwa kejayaan Jerman –yang mulai dibangun pada era
Konrad Adenauer dan Ludwig Erhard dan Merkel adalah penerus mereka—adalah
suatu kapasitas untuk merespon krisis kemanusiaan.
Bahkan, lebih jauh, saya melihat di tindakan Angela Merkel yang
menyuratkan etika-politik beliau suatu bentuk individual morality-nya Reinhold
Neibuhr.14 Dengan kata lain, tindakan Merkel tersebut berakar di individual morality
yang beliau miliki baik sebagai seorang Kanselir, Perempuan, Protestan dan anggota
partai CDU. Sesungguhnya, bila mengikuti rasionalitas ekonomis yang dihadirkan
oleh bayang-bayang kekhawatiran, maka sikap rasional yang harus ditempuh adalah
menolak para pengungsi; sebab itu adalah sangat rasional. Para pengungsi itu disusupi
oleh ISIS/Daesh dan dengan demikian sangat rasional juga kekhawatiran itu;
sehingga, dengan demikian, maka Angela Merkel tidak akan melakukan tindakan
open-border. Sebaliknya, beliau mengambil tindakan open-border dan tindakan itu
menyingkapkan inability dari rasionalitas ekonomis di atas di dalam menyelesaikan
krisis kemanusiaan yang ada di hadapan kejayaan Jerman. Di sini, trialog antara krisis
kemanusiaan, rasionalitas ekonomis, dan kejayaan Jerman terjadi di dalam diri beliau.
Dan keputusan Merkel untuk membuka perbatasan adalah suatu teologi politik
beliau yang di satu sisi meneruskan individual morality dari Konrad Adenauer, dan di
sisi yang lain, menggemakan ruakh dari Partai CDU. Apapun resiko yang harus
ditanggung, resiko-resiko itu tidak membatasi pelaksanaan etika politik yang
disampaikan oleh Merkel melalui keputusan open-border itu.
Contoh Kasus Kedua: Libanon dan Pembahasan
B. Libanon: Michel Aoun, the Free Patriot Movement dan Fragmentasi Masyarakat Libanon
Lebanon’s parliament ended a more than two-year leadership vacuum Monday, electing as president a former general supported by Hezbollah in a move that gives the powerful Iranian-backed militia even wider clout in Lebanese affairs.15
14 Reinhold Niebuhr, Moral Man and Immoral Society – Study in Ethics and Politics. Louisville: Westminster John Knox Press, 2001.
15 https://www.washingtonpost.com/world/middle_east/lebanese‐lawmakers‐ pick‐hezbollah‐ally‐michel‐aoun‐to‐end‐presidential‐
Naiknya Michel Aoun menjadi PM di Libanon adalah suatu usaha mengakhiri kebuntuan politik di negeri itu sesudah berakhirnya kepemimpinan Michel Suleiman pada Mei 2014.
A.1. Pengantar
Lebanon adalah negara yang menderita karena sejumlah perang: perang 1841,
1842, 1845, pemberontakan 1858, perang saudara 1860, perang saudara 1976-1982,
dan perang 1983-1990.16 Di samping itu, Lebanon juga menjadi negara yang
ter-fragmentasi ke dalam sejumlah kubu, seperti kubu Hizbullah pro Iran-Shi’a, kubu
Islamisme pro Saudi-Wahabi, pro Suriah, dan seterusnya. Sehingga, dengan
demikian, Islamisme sebagai tantangan di negara ini,17 di samping
tantangan-tantangan lainnya. CRU Report of the Netherlands Institute of International Relations
Clingendael (the Conflict Research Unit of the NIIRC) yang ditulis oleh Erwin van
Veen memberi gambaran fragmentasi tersebut sebagai berikut: 1. Komunitas Kristen
terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: the Lebanese Forces (dipimpin oleh Samir
Geagea), the Kataeb Party (dipimpin oleh Amine Gemayel), dan the Free Patriotic
Movement (Michel Aoun); 2. Komunitas Suni terbagi ke dalam kelompok the Sunni
Future Movement (dipimpin oleh Saad Hariri) dan beberapa kelompok Sunni radikal;
3. Kelompok Shi’a terbagi ke dalam kelompok Hezbollah (dipimpin oleh Hasan
Nasrallah) dan Amal (dipimpin oleh Nabil Berri); dan 4. Kelompok Druze diwakili
oleh the Progressive Socialist Party (dipimpin oleh Walid Jumblatt).18
Keterbelahan masyarakat Libanon secara sektarian sesungguhnya diperkuat
oleh the National Pact 1943 yang menyatakan pembagian pos kepemimpinan di
negeri ini, yaitu: Presiden dipangku oleh Kristen Maronite, Perdana Menteri diduduki
oleh Sunni, dan Ketua Parlemen untuk Shia. Karena the National Pact 1943
dipandang sebagai perjanjian tidak-tertulis, maka Perjanjian tersebut diperkuat lagi
dengan Perjanjian Taif 1989 dan Perjanjian Doha 2008.19 Perjanjian Taif memberikan
sejumlah penjelasan detil yang mengatur kelompok-kelompok Muslim-Kristen,
16 Charles Winslow, Lebanon: War and Politics in a fragmented society. London & New York: Routledge, 1996.
17 Robert G. Rabil, Religion, National Identity and Confessional Politics in Lebanon – The Challenge of Islamism. New York: Palgrave Macmillan, 2011.
18 Erwin van Veen, Elites, power and security: How the organization of security in Lebanon serves elite interests. The Netherlands Institute of International
misalnya, kesetaraan Muslim-Kristen; proporsionalitas dari sub-kelompok;
proporsionalitas antar distrik.20
Di tengah memoria passionis dari sejumlah perang di masa lalu, ketercabikan
karena kubu-kubu, dan kemudahan melengkapi anggota partai dengan senjata-berat,
Michel Aoun dipilih oleh Parlemen menjadi Presiden Lebanon, mengisi kekosongan
Presiden sejak Mei 2014. Michel Aoun adalah seorang Kristen Maronit dan pendiri
Partai the Free Patriotic Movement (al-tayyar al-waṭani al-hurr). Setelah Aoun
terpilih, beliau menunjuk Saad Hariri sebagai PM. Partai ini berada pada nomor dua
di Parlemen Lebanon. Saat ini Partai ini dipimpin Gebran Bassil, Menlu Lebanon.
A.2. Kristianitas di the Free Patriotic Movement
Meskipun ada dua partai Kristen lainnya, saya memilih partai ini sebagai
contoh-kasus dengan alasan profil Michel Naim Aoun yang terlihat lebih pengalaman
di pemerintahan sebagai PM dan Jenderal, termasuk karirnya sebagai eksil di
Perancis. Kedua bentuk pengalaman tadi membuat profil Aoun dan partainya sebagai
profil menarik untuk dibahas.
Partai ini berdiri pada tahun 2005, dan didirikan oleh Michel Naim Aoun.
Partai ini menyatakan hal-hal berikut sebagai ruakh Partai: 1). Setiap manusia setara
dan memiliki hak yang setara, kemerdekaan, dan berbeda-beda; 2). Membangun
hukum negara dengan berdasarkan kesetaraan, keadilan, solidaritas sosial, kesetaraan
kesempatan dan pengadilan jujur; 3). Membangun sistem pemerintahan berdasarkan
demokrasi yang menjamin kemerdekaan dan hak-hak dasar dari warga negara; 4).
Menyebarkan budaya damai, dialog dan demokrasi; dan seterusnya.21
Beliau dilahirkan pada tahun 1935 di wilayah selatan Beirut yang
penduduknya adalah campuran Muslim dan Kristen. Sejak usia dini, menurut Gambil,
beliau sudah mengalami apa artinya terjajah karena rumahnya diduduki oleh kekuatan
asing. Beliau juga sejak dini akrab bergaul dengan teman sebaya yang Muslim.22
Beliau pernah menjabat Perdana Menteri pada tahun 1988-1990.
20 www.monde‐diplomatique.fr/cahier/proche‐orient/region‐liban‐taef‐en. Diakses 16 November 2016. Perjanjian ini tidak menuliskan secara eksplisit dan spesifik mengenai Presiden Libanon harus dari Kristen Maronite.
Beliau pernah dibuang ke pembuangan di Perancis pada tahun 1990 ketika
tentara Suria menduduki Libanon. Beliau tinggal selama 14 tahun lamanya.23 Selama
di pengasingan, beliau aktif melobi untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi
Suriah di Lebanon, dan mendukung usaha-usaha Barat untuk mengakhiri dominasi
Suriah di Lebanon, misalnya the 2003 US Syria Accountability Act, dan the UN
Security Council Resolution 1559 tahun 2004. Kedua dokumen tersebut mendesak
diadakan pemilihan presiden secara bebas dan adil, penarikan tentara asing, dan
pelucutan milisi di Lebanon.24
Di saat Libanon terjerembab masuk ke perang saudara pada tahun 1970-an,
tentara Lebanon terpecah ke dalam beberapa kelompok sektarian, Aoun tetap teguh
bersikap memilih pemerintah pusat.25 Salah satu hasil dari politik sektarian di
Libanon adalah perpanjangan periode Presiden Elias Hrawi, seorang Kristen
Maronite, karena beliau tidak mau mundur di saat masa jabatan beliau selesai.
Sebaliknya, beliau ingin menjabat lagi setelah dua periode; ini sesuatu yang dilarang
oleh Konstitusi. Sehingga, Lahoud ingin melakukan amandemen atas Konstitusi.
Keinginan itu terkabul berkat intervensi Suriah melalui Mayor Jenderal Ghazi Kanaan
yang datang ke Libanon untuk menyuruh Parlemen memperpanjang masa Hrawi.26
Gambill mencatat bahwa Michel Aoun terlibat di dalam perlawanan
revolusioner melawan dominasi Suriah. Bahkan, beliau juga memerangi milisi dari
the Christian Lebanese Forces (LF) –dan berhasil memulihkan citra pemerintah dan
sejumlah tanah area-area yang dikuasai oleh para milisi tersebut. Namun demikian,
pada tahun 1990, usaha Aoun melakukan perlawanan berakhir dengan pengasingan
dirinya karena beliau menyadari perlawanan terus-menerus yang dilakukan akan
berakhir dengan ke-sia-sia-an nyawa dari banyak orang. Akhirnya, beliau
memutuskan untuk ke kedutaan Perancis di Libanon untuk negosiasi
gencatan-
23 www.nytimes.com/aponline/2016/10/31/world/middleeast/ap‐ml‐lebanon‐ profile‐michel‐aoun.html. Diakses 16 November 2016.
24 www.bussinessinsider.com/facts‐about‐lebanons‐new‐president‐hezbollah‐ ally‐michel‐aoun‐2016‐10. Diakses 16 November 2016.
25 Gary C. Gambill, “Michel Aoun Former Lebanese Prime Minister.” Middle East Intelligence Bulletin, Vol.3 no.1, January 2001 at
senjata; tetapi Duta Besar Perancis menawarkan suaka-politik dan Aoun menerima.27
Saat itu, menurut Gambill, Suriah melakukan penyerang ke Libanon dengan
dukungan Amerika sebagai suatu pertukaran dukungan Suriah atas Serangan Amerika
ke Irak.
Bertolak dari hal tersebut, saya melihat perjuangan Aoun untuk melawan
kolonialisme Suriah, dan menyatukan Libanon yang terpecah-belah sebagai suatu
bentuk teologi-politik beliau sebagaimana yang digariskan di Partai.
A.3. Theology of Shaking Solidarity dan Theology of Hope: Teologi Politik postwar di Libanon yang terfragmentasi
Kata yang menggambarkan dengan tepat realpolitik di Libanon adalah
“shaking ground” sebab negara ini senantiasa terguncang oleh sejumlah peperangan,
dan ketegangan politik. Instabilitas adalah pemandangan umumnya. Dan karena itu,
komunitas-komunitas yang ada di sana dapat disebut sebagai “shaken community”.
Guncangan-guncangan yang terjadi di negara itu memang telah mengabadikan
sektarianisme yang ada di negeri itu. Tetapi, keterguncangan itu juga adalah sumber
solidaritas sebab mereka-mereka yang terguncang membentuk satu solidaritas satu
terhadap yang-lain. Dengan demikian, mereka yang ada di satu solidaritas itu adalah
suatu komunitas dan pengalaman menghadapi secara bersama-sama hal-hal
mengguncang tersebut menjadi tempat pembiakan “shaking solidarity”: solidaritas
yang mengguncang.
Solidaritas ini sebenarnya ada di latar-belakang berdirinya Partai FPM, sosok
Aoun dan dukungan Kristen Maronit atas Aoun. Bahkan, dukungan Hezbollah kepada
Aoun, dan dukungan lawan politik Aoun dari the Christian Lebanese Forces, Samir
Geagea, adalah tanda dari solidaritas tersebut.28 Sepak-terjang kelompok bersenjata
yang dipimpin oleh Geagea telah memakan korban dari pihak Muslim.
Untuk menjelaskan dukungan Hezbollah terhadap Aoun, saya ingin mengutip
hasil wawancara Jean Aziz. Aziz dalam wawancara dengan Michel Aoun dan Sayyed
Hassan Nasrallah menyampaikan bahwa pertemuan pertama-kali Aoun dengan
Nasrallah terjadi melalui telpon di tahun 1997 ketika Aoun menyampaikan
27 Garry C. Gambill, loc.cit.
28 Juliane Metzker, “Lebanese Christians face political crises” at
belasungkawa atas wafatnya putra Nasrallah, Hadi Nasrallah. Lalu, pada tahun 2006,
Nasrallah menyatakan bahwa Aoun adalah sosok patriotik dan patriotisme beliau
merupakan suatu masalah bagi mayoritas kaum berkuasa.29 Bertolak dari hal-hal
itulah, Nasralah menyatakan solidaritas terhadap Aoun dengan mendukung beliau
menjadi Presiden Libanon pada tahun 2016.
Melihat apa yang dilakukan oleh Samir Geagea, dan Nasrallah terhadap Aoun,
saya melihat bahwa kelompok-kelompok yang berkontribusi di dalam membuat
fragmentasi masyarakat Libanon ternyata mereka dapat dipersatukan oleh Aoun.
Sosok Aoun adalah suatu ruang-publik untuk bertemunya fragmentasi yang ada di
tengah masyarakat Libanon.
Juliane Metzker melaporkan bahwa ada pertumbuhan ketakutan di antara
orang Kristen Lebanon karena kekejaman ISIS/Daesh yang menyiksa
orang-orang Kristen Suriah. Praktek penyiksaan itu dipandang sebagai suatu usaha
menghilangkan Kristianitas di Timur Tengah; dan karena itu, dalam bingkai itu,
Lebanon dipandang sebagai “harapan terakhir” bagi Kristianitas di Peninsula Arab.30
Dengan demikian, mempertahankan identitas Kristen dan sekaligus berjuang melawan
ISIS/Daesh bersama dengan orang-orang Arab lainnya adalah suatu bentuk ekspresi
solidaritas. Singkatnya, di tengah ketakutan akan ISIS/Daesh itulah, solidaritas
terbangun di kalangan Maronit untuk mempertahankan eksistensi Kristianitas di
Timur Tengah bersama dengan orang-orang Arab lainnya. Dan, ketakutan akan Daesh
itu bermuara di dalam sikap politik untuk mendukung Aoun menjadi Presiden
Libanon. Orang-orang Kristen di Partai ini bersatu-padu menyatakan solidaritas
mendukung Aoun.
Membangun dan menyatakan solidaritas, menurut saya, adalah suatu
pergumulan teologis. Secara khusus, orang-orang Kristen di Libanon yang memahami
diri mereka juga adalah bagian dari komunitas Arab yang juga terancam oleh
kelompok ISIS/Daesh. Pada titik inilah, apa yang digumuli oleh Mosheer Basil ‘Oun
29 Jean Aziz, “Aoun et Nasrallah commémorent le 2ème anniversaire du document d’entente.” Mouevement pour le Liban Représentant le Courant Patriotique Libre en Belgique. 7 Februari 2008.
www.mplbelgique.wordpress.com/2008/02/07/aoun‐et‐nasrallah‐ commemorent‐le‐2eme‐anniversaire‐du‐ducoment‐dentente. Diakses 16 November 2016.
tentang menjadi Kristen yang sekaligus menjadi Arab31 sejalan dengan usaha
mengembangkan solidaritas dengan sesama Arab dari pihak Arab-Kristen di Libanon
Solidaritas ini sebagai suatu pergumulan teologis menjadi semakin terlihat
karena Partai menegaskan kehadiran Partai adalah untuk solidaritas-sosial. Solidaritas
menjadi ruang-publik yang menyatukan masyarakat Libanon yang terkeping-keping
karena fragmentasi. Secara teologis, eksistensi Michel Aoun sebagai penerima
solidaritas dari masyarakat, dan simbol dari solidaritas the shaken community telah
menjadi suatu bentuk teologi politik yang melawan politik ketakutan yang
mencengkram masyarakat Libanon.
Untuk menggambarkan betapa signifikannya eksistensi Aoun secara teologis
sebagai suatu teologi politik, saya ingin mengajak kita melihat politik ketakutan yang
dituliskan oleh Nadira Shalhoub-Kevorkian.32 Nadira Shalhoub-Kevorkian melihat
penderitaan sehari-hari yang dialami oleh penduduk Palestina berakar pada tiga hal:
teologi sekuritas, pemantauan, dan politik ketakutan. Melalui ketiga hal inilah, tubuh
dan pikiran dari penduduk Palestina dikontrol oleh kolonialisme Israel. Tidak hanya
tubuh dan pikiran, jiwa pun juga dicengkram oleh ketiga hal itu –dan jiwa dalam
cengkraman tersebut mengalami trauma psiko-sosial.
Setiap usaha ingin melepaskan diri dari ketiga hal tersebut akan menjumpai
kekerasan. Di sini, kekerasan menjadi suatu bentuk pendisiplinan atas tubuh, pikiran
dan jiwa dari penduduk Palestina. Tubuh yang diam dan patuh (docile bodies)
terhadap ketiga hal tersebut adalah tujuan utama. Menurut Nadira
Shalhoub-Kevorkian, imajinasi dari Theodor Herzl dan Vladmir Jabotsky ketika menyusun
rencana mendirikan negara Israel adalah akar dari sekuritas dan ketakutan yang ada
saat ini di Palestina. Demikian Shalhoub-Kevorkian menuliskan imajinasi dari kedua
tokoh tersebut: “suatu negara yang dikelilingi oleh tembok-tembok”. Jabotsky
berkata: “tembok-tembok penting karena penduduk saat itu tidak suka dengan
hancurnya komunitas mereka.”33 Imajinasi mereka mendorong para pemimpin negara
Israel yang baru terbentuk itu untuk memandang orang-orang Palestina adalah
ancaman mereka.
31 Najib George Awad, And Freedom became a public square: political, sociological and religious overview on the Arab Christians. Berlin: Lit Verlag, 2012, 131. 32 Nadira Shalhoub‐Kevorkian, security theology, surveillance, and the politics of fear. Cambridge: Cambridge University Press, 2015.
Fragmentasi yang terjadi di masyarakat Libanon telah membuat satu pihak
ingin mengontrol pihak yang lain; masyarakat hidup di tengah ketakutan. Dan
ketakutan itu menjadi bayang-bayang kematian karena setiap bentuk ketidak-patuhan
terhadap kontrol tersebut akan menghadirkan kematian. Di tengah situasi seperti ini,
masyarakat Libanon menjadi the shaken community, masyarakat terguncang karena
ketakutan. Tidak ada solidaritas di tengah ketakutan. Karena itu, sosok Aoun yang
menjadi muara dan simbol dari solidaritas menghadirkan suatu theology of hope. Di
sini tersingkap bahwa theology of shaking solidarity (teologi solidaritas yang
mengguncang) membawa pesan teologi harapan, yaitu: fragmentasi yang selama ini
terjadi dan dipandang tidak dapat diatasi ternyata dapat dilampaui. Untuk bergerak
melampaui fragmentasi, solidaritas harus muncul terlebih dahulu. Di saat menantikan
kapasitas untuk ber-solider terhadap yang-lain, masa-masa itu adalah masa
pengharapan.
Menurut saya, masyarakat Libanon sedang berada dalam masa pengharapan
untuk melihat solidaritas terhadap yang lain diungkapkan. Dan kehadiran Aoun
sebagai Presiden Libanon dapat dipandang sebagai salah-satu perwujudan
tergenapinya harapan tersebut; tetapi, untuk memulihkan fragmentasi, solidaritas dan
harapan harus lebih menyebar di tengah masyarakat Libanon. Di sini lah, solidaritas
mengguncang dan harapan menjadi suatu teologi politik bagi masyarakat Libanon
postwar; sebab keduanya adalah suatu respon terhadap fragmentasi masyarakat.
Penutup: Kristen di Indonesia (Menggumuli) Teologi politik di tengah proses fragmentasi masyarakat di Indonesia, perebutan penguasaan sumber ekonomi, fanatisme agama dan perilaku korup
Belajar dari orang-orang Kristen di CDU dan FPM Jerman dan Libanon yang
terlibat di politik praktis, saya memahami bahwa melihat bahwa diskursus teologi
konstruktif dapat membentuk diskursus politik konstruktif. Dan, ini juga yang
Hartmann coba jelaskan di dalam bukunya seperti yang sudah saya sampaikan di atas.
Teologi dan politik tidak dapat dipisahkan demikian menurut McConville. Di
dalam penelitian tentang teologi, politik dan keseharian orang Israel yang ada di Kitab
Kejadian sampai dengan Kitab Raja-raja, McConville mendapati bahwa Tuhan dan
kekuasaan duniawi terjalin di dalam Teologi Politik; Tuhan terlibat di dalam
Kekuasaan duniawi. Oleh karena itu, membiarkan teologi terpisah dari politik,
politik dikuasai oleh orang-orang yang tidak konstruktif. Sebaliknya, berteologi tanpa
keterlibatan dengan politik telah membuat teologi ahistoris dan apolitis. Tetapi, kita
diingatkan oleh Nadira Shalhoub-Kevorkian bahwa berteologi tidak bisa
sembarangan. Oleh karena itu, berteologi yang melibatkan politik perlu dibingkai.
Pembingkaian itu perlu agar interaksi teologi dan politik menjadi suatu interaksi yang
konstruktif. Dan bingkai itu adalah teologi konstruktif; artinya, teologi yang
membangun politik dan politik yang membangun teologi. Bukan teologi yang
menebar ketakutan dan teror seperti teologi sekuritas yang ditunjukan oleh Nadira
Shalhoub-Kevorkian.
Teologi yang membangun politik itu terlihat di dalam theology of
responsibility yang nyata di dalam keputusan open-border Angela Merkel, dan
theology of shaking solidarity dan theology of hope yang ditunjukan oleh Michel
Aoun. Di sini, teologi membangun politik agar politik dapat membangun masyarakat.
Bukan politik menghancurkan masyarakat.
Untuk menutup materi ini, saya ingin mengajukan suatu pergumulan
teologis-politis dari negeri ini, yaitu: 1. Proses fragmentasi masyarakat, 2. Perebutan sumber
ekonomi, 3. Fanatisme agama, dan 4. Perilaku korup. Keempat pergumulan
teologis-politis itu mewakili sejumlah aspek penting yang memberi pengaruh terhadap kualitas
hidup masyarakat, yaitu: 1. Aspek ideologi, 2. Aspek Ekonomi, 3. Aspek Relijius dan
4. Aspek Budaya. Singkatnya, pergumulan teologis-politis adalah pergumulan
multi-aspek; tidak hanya pergumulan mono-ideologi atau pergumulan rangkap.
Dengan mengangkat keempat hal tersebut sebagai konteks bergumul secara
teologis dan politis, maka saya mengajak kita untuk melihat apakah panggilan iman
Kristiani di tengah keempat pergumulan tersebut. Bagaimana merespon keempat hal
tersebut secara teologis-politis? Apakah ada sosok politisi Kristen yang ada di
pemerintahan ataupun di partai politik yang menunjukan kehadiran mereka sebagai
suatu statemen teologi politik yang merespon keempat hal itu?
Apakah politisi seperti Ahok sudah menjadi suatu statemen teologi politik terhadap
keempat masalah tersebut?
Mari masing-masing kita mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
van Veen, Erwin. 2015. Elites, power and security: How the organization of
security in Lebanon serves elite interests. The Netherlands Institute of
International Relations Clingendael: 2015, 12
Winslow, Charles. 1996. Lebanon: War and Politics in a fragmented society. London & New York: Routledge, 1996
www.bussinessinsider.com/facts‐about‐lebanons‐new‐president‐hezbollah‐ally michel‐aoun‐2016‐10. Diakses 16 November 2016.
www.nytimes.com/aponline/2016/10/31/world/middleeast/ap‐ml‐lebanon profile‐michel‐aoun.html. Diakses 16 November 2016.
www.voltairenet.org/article163915.html. Diakses 16 November 2016.
www.monde‐diplomatique.fr/cahier/proche‐orient/region‐liban‐taef‐en. Diakses 16 November 2016.
www.washingtonpost.com/world/middle_east/lebanese‐lawmakers‐pick hezbollah‐ally‐michel‐aoun‐to‐end‐presidential
logjam/2016/10/31/0a4b0638‐9f58‐11e6‐883
23a007c77bb4_story.html. Diakses 11 November 2016.
www.aljazeera.com/news/2016/07/germany‐syrian‐asylum‐seeker‐ansbach explosion‐160725031650522.html. Diakses 16 November 2016.
www.britannica.com/biography/Angela‐Merkel. Diakses 16 November 2016.
www.britannica.com/biography/Angela‐Merkel. Diakses 16 November 2016
www.dw.com/de/ludwig‐erhard‐vater‐der‐sozialen‐marktwirtschaft‐a4280813. Diakses 16 November 2016.
www.hdg.de/lemo/biografie/konrad‐adenauer.html. Diakses 16 November 2016.