• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indone"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN WILAYAH

DI INDONESIA DALAM

SKALA NASIONAL,

WILAYAH, DAN LOKAL

TERKAIT DENGAN RTRW,

RPJM, RENCANA-RENCANA

SEKTORAL

Oleh :

Cindy Nur A. R

3612100009

Amalia Puspasari

3612100019

Yuliastika M

3612100030

Pereencanaan Wilayah Dan Kota

Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

(2)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral”. Makalah ini disusun dengan tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan. Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah Perencanaan Wilayah.

2. Vely Kukinul Siswanto, ST,MT,MSc. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah Perencanaan Wilayah.

3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya.

Surabaya , April 2015

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi... iii

Daftar Gambar... iii

Daftar Tabel... iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Tujuan Penulisan...1

1.3 Sistematika Penulisan...1

BAB II PEMBAHASAN...3

2.1 Kebijakan Perencanaan Wilayah...3

2.1.1 Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah...5

2.2 Pedekatan Sektoral Dan Pendekatan Regional...6

2.3 Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Sektoral...13

2.4 Perbedaan Antara Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Kota...14

2.5 Persamaan antara Perencanaan Nasional, Perencanaan Wilayah, dan Perencanaan Kota... 14

2.6 Substansi dan keterkaitan antar dokumen perencanaan...15

BAB III KESIMPULAN...22

Daftar Pustaka...23

Daftar Gambar

Gambar1. Ilustrasi Keterkaitan Antara Perencanaan Perdesaan dengan RTRW...21

Daftar Tabel

Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral...14

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi. Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dalam melaksanakan pembangunan nasional/daerah, ada 2 (dua) acuan yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua rencana tersebut sering tidak sinergi, salah satunya akan menyebabkan pembangunan antar sektor tidak sinergis.

Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas keterkaitan atau integrasi antara Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasisiwa mampu memahami Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.

1.3 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematilka penulisan.

BAB II PEMBAHASAN berisi tentang kebijaka perencanaan wilaya, perencanaan pendekatan sektoral dan refional, persamaan, perbedaan, subtansi dan keterkaitan antara perencanaan nasional, wilayah dan kota.

(5)
(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Perencanaan Wilayah

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) (Edi Suharto,2008), kebijakan adalah prinsipprinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002).

Selain itu terdapat pula pendapat beberapa ahlo terkait dengan kebijakan diantaranya :

Menurut Lasswell (1970): kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian

tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and practices).

Menurut Anderson (1979): kebijakan adalah serangkaian tindakan yang

mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah (a purposive corse of problem or matter of concern).

Menurut Heclo (1977): kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan

untuk menyelesaikan masalah-masalah.

Menurut Eulau (1977): kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan

(7)

Menurut Amara Raksasa Taya (1976): kebijakan adalah suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.

Menurut Friedrik (1963): kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan

seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan.

Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil

oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Carter V. Good (1959): kebijakan adalah sebuah pertimbangan yang

didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.

Menurut Indrafachrudi (1984): kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang

menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.

Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada

tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk)

bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.

Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis

dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tetang perintah, organisasi, dan sebagainya).

Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang

(8)

Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

2.1.1 Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah a. Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah

Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan daerah-daerah kepada pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat Pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing.

Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif.

(9)

( environmentaly sound ) dan berkesinambungan ( sustainability sound ) melalui penataan ruang.

b. Kebijakan Perencanaan Wilayah

Suatu kebijakan dalam suatu daerah baik propinsi atau kabupaten merupakan suatu aturan hukum yang diharapkan mampu menjadi acuan dalam pengambilan tindakan. Kebijakan berupa Perda, Keputusan-keputusan Gubernur/Bupati menjadi acuan paling detail dalam menjawab permasalahan di daerah.

Kebijakan mampu meberikan dampak positif bagi suatu wilayah, tidak memungkin juga kebijakan akan memberikan dampak negatif. Sifatnya yang mengikat, mampu menggerakkan suatu perubahan dalam sekala yang paling kecil atau sekala yang paling besar. Kebijakan terkait wilayah akan menjadi aturan legal yang mengikat.

Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Ruang Lingkup Perencanaan (UU25/2004):

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nasional) 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) 3. Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan Pimpinan KL 4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres

5. Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL) Peraturan Pimpinan KL Adapun Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan antara lain :

1. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN);

2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

3. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;

4. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

5. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

(10)

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

8. Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

2.2 Pedekatan Sektoral Dan Pendekatan Regional 2.2.1 Pendekatan Sektoral

Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut. Misalnya, untuk menganalisis sektor pertanian, sektor tersebut dapat dibagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan rakyat, subsektor perkebunan besar, dan seterusnya.

(11)

Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis masukan-keluaran (input-output analysis). Dalam analisis ini terlebih dahulu dibuat tabel masukan-keluaran (input-output table) antara sektor-sektor (biasanya antar kelompok industri). Perubahan pada satu sektor (industri) secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor (industri) lainnya. Perubahan ini memiliki sifat pengganda (multiplier) karena akan terjadi beberapa kali putaran perubahan, dimana putaran yang terakhir sudah begitu kecil pengaruhnya, sehingga bisa diabaikan. Analisis masukan-keluaran ini baru bisa digunakan apabila tabel masukan-keluaran untuk daerah tersebut sudah tersedia. Pembuatan tabel yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya cukup rumit, pengumpulan data memerlukan biaya besar serta diperlukan analisis yang komprehensif. Tabel masukan-keluaran untuk ekonomi nasional sudah ada, pertama sekali dibuat tahun 1971 dan sudah direvisi beberapa kali. Untuk wilayah Sumatra Utara maka tabel input-output dibuat pertama kali untuk tahun 1990 dan kembali dibuat untuk tahun 2000.

Apabila tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait dapat dibuat, selanjutnya dapat diolah untuk menghasilkan tabel matriks pengganda. Setelah tabel matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat memproyeksikan permintaan akhir sektor-sektor yang dominan, dengan proses tertentu, pertumbuhan keseluruhan sektor-sektor dapat diproyeksikan. Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk kebutuhan tenaga kerja, modal, dan lahan. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa input-input yang dibutuhkan masih cukup tersedia atau sudah tidak mencukupi lagi sehingga proyeksi perlu direvisi. Perencanaan ekonomi regional di Indonesia masih jarang yang menggunakan metode masukan-keluaran karena membutuhkan data yang banyak dan rumit dan belum tentu akurat. Lagi pula perencana wilayah masih sedikit yang berpengalaman untuk menggunakan metode tersebut.

(12)

ekonomi Sumatra Utara, terlebih dahulu diramalkan pertumbuhan masing-masing sektor penghasil barang. Dalam peramalan ini, tiap-tiap sektor dipreteli sampai kepada masing-masing jenis komoditi. Untuk tiap komoditi dilihat perkembangannya, potensi yang masih bisa digarap dan faktor pembatas untuk pengembangannya. Dari data yang tersedia kemudian diadakan proyeksi dalam berbagai scenario, masing-masing scenario disertai dengan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkan proyeksi dalam skenario tersebut. Dari tiap-tiap skenario kemudian dipilih yang paling mungkin untuk dilaksanakan setelah memperhatikan keterbatasan yang dihadapi untuk sektor tersebut. Dengan metode agregasi, perkembangan masing-masing sektor penghasil barang dapat diramalkan. Setelah kelompok sektor penghasil barang dapat diramalkan, pertumbuhan masing-masing sektor lainnya diramalkan berdasarkan persamaan regresi masa lalu.

Metode ini jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan analisis masukan-keluaran dan dapat dilakukan oleh tiap-tiap daerah yang telah memiliki perhitungan pendapatan regional bagi daerahnya. Kelemahan metode ini adalah bahwa pada kenyataannya kadang-kadang ada sektor jasa yang merupakan faktor pendorong pertumbuhan daerah termasuk pendorong pertumbuhan sektor barang. Apabila peranan sektor pariwisata cukup menonjol di suatu daerah, sektor ini harus diperhitungkan sebagai sektor dasar dan dikelompokkan ke dalam sektor yang menunjang pertumbuhan sektor lainnya. Demikian pula, apabila sektor perdagangan di suatu perkotaan merupakan pusat perdagangan daerah-daerah sekitarnya maka perkembangannya tidak ditentukan oleh perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu saja melainkan juga oleh perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu dan di daerah sekitarnya. Jadi, dari sektor jasa yang ada perlu dilihat apakah memang tergantung dari sektor penghasil barang di daerah itu atau dapat dianggap independen dan harus diramalkan secara terpisah. Selain itu dalam pemakaian metode ini, perlu berhati-hati dalam meramalkan pertumbuhan sektor penghasil barang, terutama kemungkinan telah berkelebihan dalam penggunaan input yang terbatas (penggunaan input melebihi dari apa yang tersedia) seperti modal, lahan, dan tenaga kerja.

Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap sektor/komoditi, semestinya dibuat analisis sehingga dapat member jawaban tentang :

1. Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage di wilayah tersebut, artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar global;

2. Sektor/komoditi apa yang basis dan nonbasis;

(13)

4. Sektor/komoditi apa yang memiliki forward linkage dan backward linkage yang tinggi;

5. Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minimal wilayah tersebut;

6. Sektor/komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja per satu satuan modal dan per satu hektar lahan.

Atas dasar berbagai criteria tersebut di atas, dapat ditetapkan skala prioritas tentang sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah, karena keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.

2.2.2 Pendekatan Regional

Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan sektoral adalah pendekatan yang pada mulanya mengabaikan faktor ruang (spasial). Memang pendekatan sektoral dapat diperinci atas daerah yang lebih kecil, misalnya analisis sektoral per kabupaten, per kecamatan, atau per desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Hal ini belum memenuhi pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki segi-segi tersendiri.

(14)

Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan ruang di masa yang akan dating. Analisis regional (spasial) didasarkan pada anggapan bahwa perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa orang (juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness) suatu daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi, perlu dilihat dan dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor-faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak dari suatu daerah ke daerah lain. Daya tarik ittu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang yang lebih tinggi di suatu daerah disbanding dengan daerah lain. Memang analisis sektoral yang diperinci menurut satuan daerah yang lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam analisis regional untuk menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut. Dalam analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan penduduk secara alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal disitu sampai batas jangka perencanaan (misalnya sampai lima tahun mendatang) dan tidak aka nada penduduk luar yang akan pindah ke kecamatan tersebut.

Analisis regional berusaha meramalkan penduduk berdasarkan daya tarik setiap satuan wilayah. Pada dasarnya pergeseran penduduk sekaligus menggambarkan pergeseran faktor-faktor produksi karena pergeseran penduduk selalu disertai atau disebabkan oleh pergeseran modal dan keahlian. Jadi, pertambahan riil suatu daerah adalah pertumbuhan faktor-faktor produksi yang ada di daerah ditambah faktor produksi yang datang dari luar daerah dikurangi faktor produksi yang keluar dari daerah tersebut.

(15)

Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan ruang. Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan dapat dipakai berbagai peralatan analisis baik dari ekonomi umum/ekonomi pembangunan, atau lebih khusus ekonomi regional untuk melihat arah perkembangan suatu daerah di masa yang akan dating. Berbagai model analisis yang bisa diterapkan, antara lain teori yang menyangkut pertumbuhan ekonomi daerah, analisis competitiveness dari sektor-sektor yang ada di suatu wilayah, model gravitasi, hubungan kota dengan daerah belakangnya, berbagai teori lokasi, hubungan interregional, dan lain-lain. Analisis ekonomi regional dapat memberi jawaban atas sektor mana yang perlu dikembangkan serta tingkat prioritas pengembangannya. Akan tetapi, belum mampu menjawab pertanyaan, seperti di lokasi mana sektor itu dikembangkan, berapa luas lahan yang digunakan, serta besarnya prasarana atau fasilitas sosial yang perlu dibangun dan berikut lokasinya.

Analisis ekonomi regional kemudian dikombinasikan dengan pendekatan tata ruang, sehingga harus dibarengi dengan peta-peta untuk mempermudah dan memantapkan analisis. Selain menggambarkan keadaan saat ini ada juga peta yang menggambarkan proyeksi arah perpindahan faktor-faktor produksi dan peta perkiraan kondisi di masa yang akan datang.

Pendekatan ruang adalah pendekatan dengan memperhatikan : 1. Struktur ruang saat ini;

2. Penggunaan lahan saat ini; dan

3. Kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga. Unsur-unsur struktur ruang yang utama adalah :

1. Orde-orde perkotaan, termasuk di dalamnya konsentrasi permukiman;

2. Sistem jaringan lalu lintas, termasuk penetapan jaringan jalan primer, jaringan jalan sekunder, dan jaringan jalan lokal;

3. Kegiatan ekonomi berskala besar yang terkonsentrasi, seperti kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan pertambangan, dan kawasan perkebunan.

(16)

mengubah penggunaan lahan kea rah yang diinginkan dan memperkirakan dampaknya terhadap wilayah sekitarnya termasuk wilayah tetangga.

Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena investasi pemerintah atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi swasta perlu mendapat izin pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan struktur tata ruang atau penggunaan lahan yang menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran pembangunan. Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat, penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan wilayah, terciptanya struktur perekonomian yang kokoh, terjaganya kelestarian lingkungan, serta lancarnya arus pergerakan orang dan barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.

Pada sisi lain, seandainya ada pihak swasta yang ingin menanamkan investasinya maka dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap wilayah sekitarnya dan menetapkan fasilitas apa yang perlu dibangun dalam mengantisipasi perkembangan yang ditimbulkan oleh investasi tersebut.

Pendekatan regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum terjawab apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral seperti :

1. Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang.

2. Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan munculnya pusat-pusat permukiman baru.

3. Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun untuk mendukung perubahan struktur ruang tersebut.

4. Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat permukiman dan pusat berbagai kegiatan ekonomi yang berkembang.

5. Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan mode transportasi) yang akan menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara efisien.

(17)

2.2.3 Memadukan Pendekatan Sektoral Dan Regional Dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah tidak cukup hanya menggunakan pendekatan sektoral saja atau hanya pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah mestinya memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang-tindih dalam penggunaan lahan, juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. misalnya, tidak mampu melihat wilayah mana yang akan berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan arus orang dan barang sehingga memerlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, serta apakah kegiatan sektoral bisa mengganggu kelestarian lingkungan atau bahkan tercipta pusat wilayah baru.

Pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu menjelaskan, misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, serta bagaimana tingkah laku para pesaing. Atas dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.

2.3 Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Sektoral

Adapun perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral

No keseluruhan termasuk sektor-sektor sert sub-sub wilayah

2. Sektor-sektor jika diperlukan harus “mengalah” demi kepentingan wilayah secara keseluruhan

Rencana wilayah merupakan “payung” bagi rencana sektor

3. Direncanakan oleh departemen atau dinas dan dilaksanakan oleh departemen atau dinas

(18)

2.4 Perbedaan Antara Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Kota

Perencanaan nasional menekankan pada masalah-masalah serta tujuan-tujuan ekonomi. Perencanaan nasional bertujuan mengendalikan inflasi seeta kebijakan stabilitas ekonomi. Perencanaan wilayah menekankan pada masalah lokasi atau ruang dimana aktivitas ekonomi tersebut berada. Perencanaan wilayah bertujuan untuk mengembangkan ekonomi wilayah jangka panjang, distribusi penduduk dan kegiatan ekonomiyang efisien, serta kualitas lingkungan yang baik dan berkesinambungan (Richardson, 1978:27)

Perencanaan kota menekankan pada masalah-masalah yang berada di dalam kota karena secara definisi kota merupakan daerah pemusatan penduduk dan aktivitas serta mempunyai fungsi sebagai pusat sehingga intensitas kegiatan serta penggunaan lahan sangat tinggi. Di wilayah dan kota terdapat penggunaan lahan akan tetapi di kota skalanya lebih rendah namun lebih padat, serta interaksi ruang di antaranya jauh lebih langsung serta berdekatan. Di dalam perencanaan kota ada elemen perencanaan seperti pendidikan, fasilitas dan utilitas umum, serta taman lingkungan. Titik terberat dalam perencanaan penggunaan lahan harus mempertimbangkan juga aspek manajemen perkotaan.

2.5 Persamaan antara Perencanaan Nasional, Perencanaan Wilayah, dan Perencanaan Kota

Perencanaan wilayah di tingkat nasional menekankan pada masalah-masalah ekonomi tetapi tetap memperhatikan masalah ruang seperti masalah kesenjangan wilayah, pemilihan lokasi investasi, dll. Perencanaan wilayah menekankan pada masalah lokasi atau ruang dimana aktivitas ekonomi tersebut berada. Salah satu elemen terpenting dalam perencanaan wilayah adalah pola tata ruang wilayah yang digambarkan dalam suatu peta penggunaan lahan.

Di dalam perencanaan kota, perencanaan wilayah berperan dalam menentukan fungsi kota di dalam struktur wilayah. Fungsi serta kedudukan kota menentukan perkembangan kota yang akan terjadi kedepannya, dan fasilitas apa yang harus disediakan kota tersebut. Perencanaan kota di dalam wilayah mempengaruhi sistem interaksi yang mempengaruhi pembangunan prasarana dan lokasi investasi baik di dalam maupun luar kota.

(19)

2.6 Substansi dan keterkaitan antar dokumen perencanaan

Banyaknya dokumen perencanaan yang merupakan produk dari berbagai peraturan perundangan yang harus disusun oleh daerah dapat membingungkan karena ketidakjelasan kedudukan masing-masing dokumen tersebut. Ketidakjelasan ini juga mempengaruhi proses penyusunan RTRW karena banyak dari dokumen tersebut yang juga terkait dengan RTRW.

Berikut ini beberapa dokumen perencanaan yang ada beserta substansi dan dasar penyusunannya :

Tabel 2. Substansi dan Tujuan Penyusunan Dokumen Perencanaan

(20)
(21)
(22)
(23)

riang kota yang diinginkan dalam kurun waktu tertentu

pemanfaatan ruang kota 2. Rencana

pemanfaatan ruang kota 3. Rencana

struktur pelayanan kegiatan kota 4. Rencana sistem

transportasi 5. Rencana sistem

jaringa utilitas kota

6. Rencana kepadatan bangunan 7. Rencana

ketinggian bangunan 8. Rencana

pemanfaatan air baku

9. Rencana penanganan lingkungan kota 10. Tahapan

(24)

pelayanan kota Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJMD harus mengacu dan selaras dengan RPJP dan RPJM Nasional karena keberhasilan pembangunan di daerah seperti yang direncanakan akan menjadi bagian dari keberhasilan pembangunan nasional.

(25)

sebagaimana tertuang dalam RPJMD Tahun 2011-2015 yang selanjutnya dirinci dalam rencana tahunan dalam RKPD.

Begitu juga dengan Penyusunan RPJMD harus memperhatikan dan mempertimbangkan struktur dan pola penataan ruang yang sesuai dengan RTRW sebagai dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang pada wilayah perencanaan.

2.6.1 Contoh Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan

Dalam hal ini yang akan dibahas adalah keterkaitan antara perencanaan perdesaan dengan RTRW. Perencanaan perdesaan terdapat pada setiap tingkatan RTRW. Berikut ini gambar yang mengilustrasikan keterkaiatan antara perencanaan perdesaan dengan RTRW :

Gambar 1. Ilustrasi Keterkaitan Antara Perencanaan Perdesaan dengan RTRW

RTR kawasan perdesaan sebagai bagian dari RTRW berisi : a. pengelolaan kawasan lindung & kawasan budidaya

b. pengelolaan kawasan perdesaan sbg bagian dari suatu wilayah

c. sistem prasarana perhubungan (jalan), telekomunikasi, energi, serta pengelolaan lingk secara eksternal (antar desa).

d. tata guna lahan, air, udara, serta tata guna sumber daya lainnya dg memperhatikan integrasinya dg persebaran sumber daya manusia dan sumber daya binaan.

(26)

Penetapan blok – blok fungsional perdesaan dg memperhatikan keterkaitan antar kegiatan dan kelestariannya. Tujuannya meneningkatkan intensitas pemanfaatan ruang perdesaan.

BAB III KESIMPULAN

(27)

Daftar Pustaka

Nurzaman, S. S. 2012. Perencanaan Wilayah dalam Konteks Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral
Tabel 2. Substansi dan Tujuan Penyusunan Dokumen Perencanaan
gambar yang mengilustrasikan keterkaiatan antara perencanaan perdesaan dengan RTRW :

Referensi

Dokumen terkait

Dapatan kajian menunjukkan persepsi ibu bapa Melayu muslim bandar terhadap pemilikan telefon bimbit dalam kalangan pelajar sekolah menengah pada tahap min yang

Menurut (Harahap, 2009) rasio keuangan adalah “ angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

Khusus atau Bab yang ada di dalamnya wajib terikat oleh setiap perubahan Praktik- Praktik yang Direkomendasikan yang ada di dalamnya, yang telah berlaku pada tanggal

Berdasarkan uji statistik (ANAVA) menunjukkan bahwa nilai eritrosit ikan nila yang diberi perlakuan dengan probiotik Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan

Dengan laporan keuangan yang baik akan dapat menarik investor untuk menanamkan modal diperusahaan dan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern

Pada gambar terlihat bahwa sub-DAS TB1 untuk periode ulang tiga tahun memiliki debit rencana yang lebih besar dibandingkan dengan sub-DAS yang lainnya, karena sub-DAS TB1

Perancangan SIG RISTI merupakan tahapan dimana kita membuat sebuah kerangka SIG RISTI yang akan dibangun, metode yang akan digunakan pada tahapan perancangan SIG

Semua bagian tangan harus terkena air, semua permukaan kulit termasuk jari tangan, kuku dan bagian belakang telapak tangan digosok dengan busa sabun minimal 20 detik, bilas