• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ARGUMEN INFORMAL SEBAGAI BENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN ARGUMEN INFORMAL SEBAGAI BENT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ARGUMEN INFORMAL SEBAGAI BENTUK

TRANSISI KE BUKTI FORMAL DALAM

MENGKONSTRUKSI BUKTI

Hasan Hamid

FKIP Universitas Khairun Ternate, Pendidikan Matematika hasan.hamid66@gmail.com

Abstract

The purpose of this paper is to introduce one of the strategies of constructing a formal proof of evidence by utilizing informal argument. Inductive, probabilistic, computerized, visual, intuitive, analogical reasoning metaphor or model is one of the candidates of informal argument. In preparing the informal to the formal proof argument is expected students will have many opportunities for ideas, even ideas innovative findings based on the concepts being studied or materials previously as a prerequisite to understanding the evidence on the subject of real analysis. Besides, by making use of informal argument students will be helped to construct a formal proof of evidence. In preparing the informal argument, it will be very visible link between content and conceptual meaningful, because the concept chunk will allow students to digest, organize and manipulate the facts, as well as the sort of evidence that the steps provided, making the link between the facts known facts in the statement of the elements to be proved, and uses the premise, definitions, or theorems related to build an evidentiary statements and find the truth or falsity of a proof.

(2)

PENDAHULUAN

Isu-isu sentral pembelajaran saat ini di perguruan tinggi adalah bagaimana mengembangkan kemampuan berpikir matematika lanjut (advanced mathematical thinking) disingkat AMT, karena kemampuan berpikir matematis ini sangatlah diperlukan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan matematika khususnya mata kuliah Analisis Real. Menurut Mason (Tall, 1991) ada tiga level verivikasi advanced mathematical thinking (AMT) yakni: (1) Meyakinkan diri sendiri (convice yourself): meyakinkan mengapa suatu pernyataan bernilai benar; (3) Meyakinkan teman (convice a friend): meyakinkan orang lain disertai dengan argumen yang terorganisasi secara koheren; (3) Meyakinkan lawan (convice an enemy): meyakinkan orang lain disertai dengan argumen yang terorganisasi secara koheren, dianalisis dan diperhalus sehingga siap untuk dikritisi. Kepemilikan kemampuan advanced mathematical thinking (AMT) yang memadai akan mendukung pembentukan pribadi cerdas, kritis, kreatif, berempati kepada orang lain, mampu bekerja sama, percaya diri, tangguh dan tanggap akan perubahan, serta bertanggung jawab. Lebih lanjut menurut Tall (1991) berpikir matematika tingkat lanjut (advance mathematical thinking) adalah kemampuan yang meliputi representasi, abstraksi, hubungan representasi dan abstraksi, kreativitas matematis, dan bukti matematis (mathematical proof).

Sejalan dengan itu, maka bukti matematis dalam mata kuliah Analisis Real sangatlah diperlukan, karena tujuan dari mata kuliah ini adalah untuk melatih dan membekali mahasiswa memiliki kemampuan matematis, analisis, penalaran (reasoning), berpikir efektif, berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan dalam penalaran, analisis dan kebiasaan berpikir efektif, berpikir kritis dan kreatif yang nantinya diharapkan melatih berpikir deduktif dan melakukan analisis permasalahan serta penulisan bukti secara ketat/teliti (rigorous).

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mahasiswa harus memiliki kemampuan pemahaman tentang konten atau konsep-konsep dasar mata kuliah Analisis Real yang terkait dengan kegiatan pembuktian. Selanjutnya merujuk dari pengalaman kegiatan pembuktian tersebut, mahasiswa diharapkan memiliki motivasi dan kepercayaan diri membuktikan konsep-konsep lain yang relevan ataupun konsep yang merupakan penurunan dari konsep dasar. Kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pembuktian ini dikenal dengan istilah kemampuan pembuktian.

Kegiatan pembuktian merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika, terutama dalam Analisis Real yang sebagian besar materinya berupa tugas pembuktian yang terkait dengan lemma, teorema dan akibat (corollary). Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam NCTM 2000 (Mariotti, 2006) bahwa penalaran dan pembuktian bukanlah aktivitas-aktivitas khusus yang dipertahankan untuk waktu-waktu tertentu atau topik-topik khusus dalam kurikulum tetapi menjdi bagian natural dari diskusi-diskusi kelas, apapun topik yang sedang dipelajari. Hal ini juga telah direkomendasikan secara ekspilisit oleh NCTM (2003) pada standar bagian kedua yakni pengetahuan tentang penalaran dan bukti (pembuktian), dijelaskan bahwa, peserta didik diharapkan memiliki kemampuan penalaran, membangun, dan mengevaluasi argumen matematik dan mengembangkan apresiasi untuk perhitungan dan penyelidikan matematis, dengan indikator: (1) mengenali penalaran dan bukti (pembuktian) sebagai aspek fundamental dari matematika, (2) membuat dan menyelidiki konjektur matematik, (3) mengembangkan dan mengevaluuasi argumen matematika dan bukti (pembuktian), dan (4) memilih dan menggunakan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian.

(3)

Sedikit atau banyaknya pengalaman siswa di dalam menyusun suatu pembuktian di sekolah menengah akan berdampak pada kemampuan membuktikan (proving) ketika mereka mengikuti pembelajaran matematika di perguruan tinggi tingkat pertama. Kemampuan pembuktian mahasiswa di tingkat pertama perguruan tinggi akan berpengaruh pada kemampuan pembuktian mereka di tingkat berikutnya. Salah satunya akan berdampak pada kemampuan pembuktian ketika mahasiswa mengambil mata kuliah Analisis Real, karena mata kuliah ini sarat dengan pembuktian, baik dalam memahami bukti ataupun mengkonstruksi bukti secara formal berdasarkan argumen informal. Kenyataaan menunjukkan bahwa lemahnya kemampuan pembuktian mahasiswa dalam Analisis Real sudah menjadi fenomena yang umum terjadi dalam perkuliahan. Banyak penelitian telah mendokumentasikan kesulitan mahasiswa jurusan matematika dalam menulis bukti (misalnya, Hart, 1994, Moore, 1994, Alcock & Weber, 2010). Penelitian di bidang ini telah mengidentifikasi kesulitan tertentu yang dimiliki mahasiswa dengan menulis bukti, seperti pemahaman yang terbatas dari konsep-konsep matematika yang dipelajari (Hart, 1994) dan tidak tahu bagaimana untuk memulai ketika diminta untuk menulis bukti (Moore, 1994). Namun, persis bagaimana mahasiswa dapat dan harus menulis bukti tetap pertanyaan penting dalam pendidikan sarjana matematika.

Hal ini yang sering penulis alami dalam mengajarkan mata kuliah analisis real khususnya bagaimana megkonstruksi suatu lemma, teorema, dan teorema akibat (corollary) serta soal-soal yang menyangkut bukti. Dari kegiatan tersebut terlihat dengan jelas bahwa mahasiswa sangat kesulitan memahami beberapa bukti yang telah ditulis dalam buku teks yang digunakan, kesulitan memulai menuliskan ide awal pada saat mengkonstruksi bukti, mereka tidak tahu bagaimana memanfaatkan definisi dalam melakukan pembuktian tidak memahami menggunakan simbol, bahasa maupun notasi matematis, dan mempunyai keterbatasan argumen informal semisal intuisi yang terkait dengan lemma, teorema dan teorema akibat (corollary).

Untuk itu, penting sekali diupayakan pendekatan-pendekatan baru dalam kegiatan pembuktian, utamanya memahami bukti dan mengkontruksi bukti sehingga pendekatan tersebut bermakna bagi mahasiswa, yang atinya berdampak pada peningkatan kemampuan pembuktian mereka. Untuk meningkatkan kemampuan pembuktian tersebut, peneliti mengajukan pendekatan tambahan dari yang dipakai selama ini dalam pembelajaran, yakni pendekatan dengan memanfaatkan argumen informal sebagai suatu cara untuk melaukan transisi ke bukti formal, karena dalam melakukan suatu pembuktian, argumen sangatlah diperlukan untuk memvalidasi pernyataan.

Banyak pendidik matematika menganjurkan bahwa jurusan matematika harus mendasarkan setidaknya beberapa bukti mereka pada argumen informal (misalnya, Garuti et al, 1996; Raman, 2003; Weber & Alcock, 2004). Misalnya, meskipun tidak valid untuk menyimpulkan sifat-sifat tentang konsep dengan pemeriksaan contoh tunggal atau diagram konsep, wawasan yang diperoleh dari mempelajari diagram atau contoh dapat menyarankan sifat yang mungkin benar dan berguna untuk membangun bukti yang sah.

Berikut ini diberikan salah satu contoh bagaimana kesulitan mahasiswa melakukan proses pembuktian berdasarkan contoh yang telah disediakan pada lembaran soal:

(4)

Jika ditelusuri hasil kerja dari R1, maka ditemui beberapa kesalahan mendasar yang semestinya tidak dilakukan oleh R1, diantaranya mahasiswa tersebut cenderung mengikuti langkah-langkah pembuktian sebelumnya tanpa memahami definisi yang terkandung dalam pembuktian tersebut, yakni kesalahan dalam mendefinsikan “ ≤ − ∈

dan < − ∈ ∪ 0 “. Namun dalam langkah selanjutnya mahasiswa tersebut melakukan hal yang benar, akan tetapi terlihat dengan jelas bahwa mahasiswa tersebut belum bisa memanfaatkan definsi untuk digunakan dalam melakukan pembuktian tersebut.

Rumusan Masalah:

Adapun masalah yang ingin dikaji dalam makalah ini yaitu bagaimana memanfaatkan konsep argumen informal dalam mengkonstruksi suatu bukti.

Tujuan:

Tujuan dari kajian ini adalah ingin memperkenalkan pemanfaatan argumen informal dalam mengkonstruksi suatu bukti.

KAJIAN PUSTAKA

Kemampuan Mengkonstruksi Bukti

Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis yang menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Yang dimaksud logis di sini, adalah semua langkah pada setiap argumen harus dijustikasi oleh langkah sebelumnya. Menurut Healy dan Hoyles (Chen & Lin, 2009), bukti dalam matematika adalah jantung pemikiran matematika dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut (Yuanqian Chen, 2008) bukti adalah langkah-demi-langkah yang mendemonstrasikan suatu pernyataan yang valid, Selden dan Selden (Lee & Smith, 2009) menegaskan bahwa bukti dapat dianggap sebagai bentuk khusus dari argumentasi di mana logika deduktif bertindak sebagai penjamin norma pernyataan

(5)

matematika. Selanjutnya Mariotti (Samparadja, H, 2013) mendefinisikan bukti sebagai rangkaian implikasi logis yang menghasilkan validasi teoritis dari suatu pernyataan.

Kemampuan mengkonstruksi bukti adalah kemampuan menyusun suatu bukti pernyataan matematik berdasarkan definisi, prinsip, dan teorema, serta menuliska nnya dalam bentuk pembuktian lengkap (pembuktian langsung atau tak langsung) (Sumarmo, 2014).

Berdasarkan perkembangan kognitif, Tall (1991) menjelaskan bahwa representasi bukti berkembang melalui empat tahapan, yakni: bukti enaktif, bukti visual, bukti simbolik, dan bukti formal. Menurut Hanna (Tall, 1991), ciri dari bukti formal yakni: (1) setiap definisi, asumsi, dan sistem aksioma yang mendasarinya dinyatakan secara eksplisit, (2) setiap langkah pembuktian disertai alasan deduktifnya.

Terkait dengan indikator kemampuan pembuktian, Sumarmo (2014) menjelaskan bahwa kemampuan pembuktian dalam matematika meliputi: (1) mengidentifikasi premis bersama implikasinya dan kondisi yang mendukung, (2) memvalidasi bukti, yakni mengorganisasikan dan memanipulasi fakta untuk menunjukkan kebenaran suatu statement bukti, dan (3) membuat koneksi antara fakta dengan unsur dari konklusi yang akan dibuktikan.

Penggunaan Argumen Informal dalam Mengkonstruksi Bukti Formal

Argumen merupakan serangkaian pernyataan yang mempunyai ungkapan pernyataan penarikan kesimpulan, dalam argumen terdapat kata-kata seperti: Jadi, maka, oleh karena itu, dsb. Argumenter diri dari pernyataan terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu; Pernyataan sebelum kata “jadi” yang disebut premis dan kelompok lain yang terdiri atas satu pernyataan yang disebut konklusi.

Menurut Stylianides (Zhen, Pablo & Weber, 2013) bahwa argumen harus memenuhi tiga standar untuk memenuhi syarat sebagai bukti yakni (i) penggunaan inferensi yang berlaku, (ii) harus didasarkan pada fakta-fakta yang adalah benar dan dapat diterima, dan (iii) menggunakan representasi yang sesuai, baik untuk yang mengamati bukti dan komunitas matematika yang lebih luas.

Argumen informal sebagaimana dipelajari dalam logika formal, disajikan dalam bahasa sehari dan dimaksudkan untuk wacana sehari-hari. Sebaliknya, argumen formal dipelajari dalam logika formal (historis disebut logika simbolik, lebih sering disebut sebagai logika matematika) dan disajikan dalam bahasa formal. Logika informal dapat dikatakan menekankan studi argumentasi, sedangkan logika formal menekankan implikasi dan kesimpulan. Argumen informal kadang-kadang implisit.

Menurut Aberdein (Hamid, 2014) logika informal berkaitan dengan semua aspek inferensi, termasuk yang tidak dapat ditangkap oleh bentuk logis. Selanjutnya dijelaskan oleh Van Bendegem dan Van Kerkhove (Hamid, 2014) yakni bahwa matematika memang sekitar bukti formal, tetapi argumen informal tetap dapat berperan di dalamnya. Induktif, probabilistik, komputerisasi, visual, intuitif, analogis atau model penalaran metafora adalah salah satu kandidat.

Selanjutnya akan dikemukakan konsep pengkategorian potongan (chunk), potongan bisa merujuk ke kalimat, kelompok kata, atau bahkan satu kata, tapi selalu mengacu pada unit yang berarti dalam bukti, proses pemotongan pembuktian ini diadopsi dari Milos Savic (Hamid, 2014) sebagai berikut:

(6)

Stretegi Bukti:

Tabel . Potongan, Pengkodean dari bukti ketunggalan limit barisan yang merupakan salah satu contoh Argumen Informal

Konstruksi Diagram Bukti

Potongan Bukti Kategori Pengkodean Alasan Yang akan

Definisi DEF Berdasarkan definisi

barisan konvergen, maka dari limit barisan tersebut tidak sama

Definisi DEF Berdasarkan definisi limit dari suatu barisan yang

Definisi DEF Berdasarkan definisi limit dari suatu barisan yang definisi dari limit barisan yang akan dibuktikan

Definisi DEF Menggunakan definisi

limit barisan untuk menyimpulkan bukti

(7)

untuk setiap > 0 , maka − = 0 yang berarti = . Kontradiksi dengan

pengandaian. Jadi, terbukti bahwa limitnya tunggal.

dan

Kontradiksi

mengkontradiksikannya dengan premis awal dari langkah pembuktian ini.

Berdasarkan tabel di atas, pengkodean seperti:

DEF adalah Definisi, yang mengacu pada sepotong dalam bukti yang menyerukan definisi istilah matematika. AC adalah Asumsi (pilihan), mengacu pada pengenalan simbol untuk mewakili suatu objek (sering tetap, tapi bisa berubah-rubah) tentang sesuatu akan terbukti, tapi tidak merupakan asumsi sifat tambahan yang diberikan dalam hipotesis. IR adalah Inferensi Informal (II) yakni kategori yang mengacu pada sepotong bukti yang tergantung pada penalaran akal sehat. Sementara kesimpulan resmi tidak mencerminkan sebuah contoh logika, ketika seseorang tergantung pada akal sehat, kita melakukannya secara otomatis dan tidak membawa ke pikiran logika formal. Misalnya, diberikan, kita dapat menyimpulkan dengan penalaran akal sehat, tanpa perlu memanggil logika formal. ER adalah Referensi Exterior (ER) seperti referensi interior, kecuali bahwa referensi berasal dari luar buktinya bukan dari dalam. Potongan "menurut Teorema..." adalah contoh dari referensi eksterior di baris ". . . Sekarang, berdasarkan Teorema,..". CONT adalah kontradiksi yakni sebuah potongan yang menyatakan kesimpulan dari bukti atau argumen dengan kontradiksi dikategorikan sebagai pernyataan. Sedangkan C adalah kesimpulan, merupakan sebuah potongan yang merangkum kesimpulan dari teorema atau soal yang ingin dibuktikan.

Konstruksi diagram bukti, potongan (chunk) bukti, kategori, pengkodean dan alasan-alasan merupakan rangkain-rangkaian argumen informal yang penulis maksudkan dan nantinya membantu mahasiswa menyusun bukti secara formal.

Berdasarkan konstruksi dengan menggunakan argumen informal, maka dapatlah disusun bukti formal dari teorema tersebut sebagai beriku:

Bukti formal:

Bukti: Andaikan = dan = dengan . Maka untuk sebarang > 0 terdapat sedemikian hingga − < untuk setiap , dan terdapat sedemikian hingga − < untuk setiap . Dipilih = { } Menggunakan Ketaksamaan Segitiga, maka untuk n K diperoleh

| − | = | − + − | ≤ − + | − | < + =

(8)

KESIMPULAN

Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam membantu mahasiswa mengatasi kesulitan dalam memahami bukti maupun mengkonstruksi bukti, maka konstruksi diagram bukti, pemotongan (chunking) bukti, kategori, pengkodean dan alasan-alasan yang merupakan rangkain-rangkaian argumen informal perlu diterapkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan pembuktian, namun keseriusan dan motivasi serta keaktifan mahasiswa untuk selalu mencoba melakukan kegiatan pembuktian dalam mata kuliah analisis real itulah yang diperlukan dalam mengembangkan kemampuan pembuktiannya. Strategi pemanfaatan argumen informal ini bukanlah satu-satunya cara, masih ada strategi-strategi lainnya yang sangat mumpuni dalam melakukan suatu kegiatan pembuktian khususnya dalam mata kuliah analisis real.

DAFTAR PUSTAKA

Aberdein (2008). Mathematics and Argumentation. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia: http://fit.academia.edu/AndrewAberdein. [Diakses 20 Agustus 2014].

Alcock, L. (2009). Teaching proofs to undergraduates: Semantic and syntactic approaches. In F.L. Lin, F.-J. Hsieh, G. Hanna, & M. de Villiers (Eds.), Proceedings of the ICMI Study 19 Conference: Proof and Proving in Mathematics Education (pp. 29-34). Taipei, Taiwan: The Department of Mathematics, National Taiwan Normal University.

Alcock, L., & Weber, K. (2005). Proof validation in real analysis: Inferring and checking warrants. Journal of Mathematical Behavior 24, 125-134.

Chin, E.-T., & Tall, D. (2002). Proof as a formal procept in advanced mathematical thinking. In F.-L. Lin (Ed.), Proceedings of the International Conference on Mathematics: Understanding Proving and Proving to Understand (pp. 212-221). Taipei, Taiwan: National Taiwan Normal University.

Hamid H. (2014). Pemanfaatan Argumen Informal Dalam Kerangka Pendekatan Saintifik Untuk Membantu Siswa SMA Melakukan Transisi ke Bukti Formal. Prosiding FKIP UT Temu Ilmiah Guru Nasional. Tersedia: www.fkip.ut.ac.id/ting. Penerbit: UT Tangerang Selatan.

Hanna, G., & de Villiers, M. (2008). ICMI Study 19: Proof and proving in mathematics education (Discussion document). ZDM-The International Journal of Mathematics Education, 40, 329-336.

Isnarto (2014). Kemampuan Konstruksi Bukti dan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa pada Perkuliahan Struktur Aljabar melalui Guided Discovery Learning Pendekatan Motivation to Reasoning and Provin Tasks. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

Kusnandi (2008). Pembelajaran Dengan Strategi Induktif-Deduktif Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Membuktikan Pada Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

Mariotti, M. A. (2006). Proof and proving in mathematics education. In A. Gutierrez, & P. Boero (Eds.), Handbook of research on the psychology of mathematics education (pp. 173-204). Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers.

(9)

of the 13th Annual Conference on Research in Undergraduate Mathematics Education (pp. 1-22). Raleigh, NC.: Available online.

Moore, R. (1994). Making the transition to formal proof. Educational Studies in Mathematics 27, 249-266.

Samparadja, H, (2014). Pengaruh Pendekatan Induktif-Deduktif Berbasis Definisi Termodifikasi Dalam Pembelajaran Struktur Aljabar Terhadap Peningkatan Kemampuan Pembuktian dan Disposisi Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. (Tidak Diterbitkan).

Sumarmo Utari (2014). Advanced Mathematical Thinking dan Habit Of Mind Mahasiswa. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.. Van Bendegem & Van Kerkhove (2008). Mathematical arguments in context. Kluwer

Academic Publishers. Printed in the Netherlands. [Online]. Tersedia: http://my.fit.edu/aberdein/argmath/vbendevkerk_matharg.pdf. [Diakses 20 Agustus 2014].

Weber, K. (2005). Problem-solving, proving, and learning: The relationship between problem solving processes and learning opportunities in the activity of proof construction. Journal of Mathematical Behavior, 24, 351-360.

Weber, K. (2008). How mathematicians determine if an argument is a valid proof. Journal for Research in Mathematics Education, 30, 431-459.

Weber, K., & Alcock, L. (2004). Semantic and syntactic proof productions. Educational Studies in Mathematics, 56, 209-234.

Weber, K., & Alcock, L. (2005). Using warranted implications to understand and validate proofs. For the Learning of Mathematics, 34-51.

Weber, K., & Mejia-Ramos, J. P. (2011). Why and how mathematicians read proofs: An exploratory study. Educational Studies of Mathematics, 76, 329-344.

Yuanqian Chen. (2008). From Formal Proofs To Informal Proofs-Teaching Mathematical Proofs With The Help Of Formal Proofs. International Journal of Case Method Research & Application XX, Vol. 4, pp. 398-402.

(10)

Gambar

Gambar 1. Hasil kerja R1(responden_1) untuk soal nomor 1
Tabel .  Potongan, Pengkodean dari bukti ketunggalan limit barisan yang merupakan salah satu contoh Argumen Informal

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi fluks dan dosis neutron, berupa dosis serap, dosis ekivalen serta dosis efektif pada 13 titik organ

Siswa melakukan eksperimen tentang cahaya dapat merambat lurus, cahaya dapat menembus benda bening, dan cahaya dapat dipantulkan sesuai dengan tahapan-tahapan yang

Data yang digunakan untuk kapabilitas proses variabel adalah data hasil pemeriksaan berat rokok Djarum Coklat fase I dan II yang telah terkendali secara statistika dengan

Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai coklat.Wikipedia Jadi rancangan wisata edukasi kakao adalah proses merancang fasilitas yang melibatkan

10 Permohonan Penghakiman Terus Pengurusan Kes.. Nombor Kes Plaintif / Pemohon Defendan Kand Pendengaran Jenis Pendengaran Waktu Keputusan Giliran No. REDZUAN

Pada perencanaan dan pembuatan video klip ini, akan menggunakan teknik penggabungan antara animasi stop motion dan live shot, dimana dengan teknik live shot untuk

Dari Q rembesan tiap menit ini akan diketahui apakah semakin lama waktu pengaliran terjadi perubahan terhadap Q rembesan, sehingga dapat diketahui apakah fungsi

Cianjur sebuah kota di propinsi Jawa Barat dengan cuaca yang dingin layaknya sebuah kota di wilayah pegunungan, berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten