BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan serta perkembangan jasmani
dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
(Departemen Pendidikan Nasional, 2010: 3).
Adapun tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan
semua aspek perkembangan anak usia dini, meliputi pertumbuhan fisik, kognitif,
bahasa, sosial emosi, moral dan agama (Wiyani, 2014:32). Oleh sebab itu kesuksesan
pendidikan anak di PAUD cenderung berpengaruh pada pendidikan anak selanjutnya.
Anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami gangguan dan hambatan
mengakibatkan timbulnya masalah pada periode perkembangan selanjutnya.
Menurut Masrun (dalam Utaminingtyas, 2007) perilaku mandiri perlu
dikembangkan dan dipupuk sejak kecil, hal ini dikarenakan dengan mandiri orang
dapat mewujudkan dirinya dan mampu melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah. Individu yang bersibuk diri secara mandiri tidak
hanya bermanfaat namun juga memberikan kepuasan pada dirinya, selain itu
kemandirian memungkinkan manusia meningkatakan kualitas hidupnya.
Kemandirian anak dibentuk dari lingkungan keluarga di mana anak tinggal
dan dari kesempatan yang diberikan orangtua kepada anaknya untuk melakukan
sesuatu secara mandiri. Berawal dari bawaan anak dari lingkungan keluarganya, maka
hal tersebut menjadi sebuah pembiasaan anak yang dibawa juga oleh anak ke sekolah.
Pembiasaan kemandirian dapat dilakukan melalui masalah sederhana misalnya mau
berusaha menyelesaikan tugas sendiri sampai selesai tanpa bantuan (Rich, 2008: 22).
Di lingkungan keluarga dan sosial, anak yang kurang mandiri biasanya selalu
meminta bantuan dari orangtua, guru maupun teman. Hal tersebut merusak
kemampuan dan kepercayaan diri dalam mencapai segala kebutuhannya. Sedangkan
anak yang mandiri dan bertanggung jawab akan mudah menyesuaikan diri sehingga
Menurut Drost (dalam Dewi, 2005) Kemandirian merupakan modal dasar bagi
manusia dalam mengatasi lingkungannya, menjadi pendorong manusia untuk
berprestasi dan berkreasi, menjadi produktif dan efisien serta mampu membawa
dirinya ke arah kemajuan. Kemandirian merupakan keadaan kesempurnaan dan
keutuhan kedua unsur budi dan daya dalam kesatuan pribadi atau manusia mandiri.
Orang tua mempunyai pengaruh besar dalam menumbuhkan perilaku mandiri
pada anak. Rasa sayang yang berlebihan dapat menyebabkan orang tua melakukan
hal-hal yang kurang mendidik, misalnya dengan selalu memberi bantuan kepada anak
ketika anak mengalami kesulitan. Orang tua sering berasalan kasihan dan
menganggap anak belum mampu memecahkan masalahnya sendiri. Hal tersebut
tentunya dapat menghambat proses kemandirian pada anak. Salah satu ciri ketidak
mandirian anak yaitu tidak dapat ditinggal orang tuanya, meski dalam waktu singkat
sedikitpun.
Untuk menjadi pribadi yang mandiri, anak harus diberi latihan terus menerus
dan dilakukan sejak dini dan latihan yang diberikan harus dikerjakan oleh anak itu
sendiri tanpa dibantu orangtua. Kemandirian memberi dampak yang baik bagi
perkembangan anak, maka sebaiknya kemandirian dilatih sejak usia dini, dan
kemandirian anak disesuaikan dengan kemampuan anak (Wahyuni, 2015).
Berdasarkan pengamatan selama satu semester di TK Dharma Wanita
Sanggrahan, Kranggan, Temanggung masih terdapat beberapa siswa belum mampu
mandiri. Hal ini terlihat beberapa wali murid masih menunggui anak di dalam kelas,
serta sikap ketergantungan siswa dengan orang tua maupun guru di dalam kelas yang
ditunjukkan pada saat kegiatan mewarnai, menebalkan tulisan, menghubungkan
gambar masih terdapat beberapa siswa dibantu guru maupun orang tua, begitu juga
pada saat mencuci dan mengeringkan tangan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan
wali murid ketika diminta meninggalkan putra-putrinya di sekolah masih belum
bersedia dengan alasan tidak tega melihat anaknya ditinggal sendiri di sekolah, dan
khawatir anaknya menangis.
Penyebab rendahnya perilaku mandiri pada siswa kelompok A di TK Dharma
Wanita Sanggrahan, Kranggan, Temanggung karena pada masa transisi, kemandirian
anak belum berkembang dan belum mampu menyesuaikan diri di lingkungan sekolah
sedangkan di sekolah siswa dituntut untuk melakukan kegiatan secara mandiri. Dari
meningkatkan perilaku mandiri siswa dengan menggunakan salah satu metode
pembelajaran yaitu metode bermain peran.
Dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada anak usia 4 sampai 5
tahun, seyogyanya guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan ide tentang
metode pembelajaran yang menarik bagi anak sesuai dengan dunianya. Diharapkan
dengan munculnya kreatifitas guru untuk menciptakan permainan yang menarik bagi
anak akan membuat anak lebih bersemangat dan antusias dalam mengikuti kegiatan di
sekolah, sehingga sikap ketergantungan pada orang lain akan berubah menjadi sikap
mandiri sebagaimana yang diharapkan.
Metode bermain peran (role play) diharapkan dapat meningkatkan perilaku
mandiri dan partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran. Bermain peran merupakan
satu solusi yang peneliti anggap menarik bagi anak, karena dunia anak identik dengan
bermain. Kegiatan bermain peran dikemas sedemikian rupa dengan mengacu pada
tema, alat peraga, serta indikator yang akan disajikan.
Menurut Achmad (dalam Nafida, 2011) Bermain peran adalah salah satu
bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah
laku, nilai, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain. Melalui metode bermain
peran, anak didik dituntut berperan serta dalam menilai apa yang ada di dalam materi.
Dengan demikian diharapkan perilaku mandiri siswa meningkat.
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu
siswa menemukan makna diri di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan
bantuan kelompok (Hamzah B. Uno, 2010 : 26).
Berdasarkan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) pada anak usia 4
sampai dengan 5 tahun, menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2010 indikator kemandirian anak usia 4 sampai dengan 5 tahun, yaitu
1. Anak dapat mencuci dan mengeringkan tangan sebelum dan setelah makan
2. Anak dapat mengenakan celana panjang, kemeja, baju, kaos kaki tanpa di bantu
3. Anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel (tanpa menangis atau menggelayut)
pada saat di tinggal orang tua.
Hal tersebut di latar belakangi karena ketiga hal tersebut merupakan dasar
pertama yang harus dikembangkan. Anak dapat mencuci dan mengeringkan tangan
sebelum dan setelah makan, anak dapat mengenakan celana panjang, kemeja, baju,
kaos kaki tanpa dibantu dan anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel (tanpa
yang harus ditanamkan sejak dini, agar mampu dan terbiasa menjalani baik di rumah
maupun di sekolah. Sehingga perilaku mandiri anak dapat terbentuk sebagaimana
yang diharapkan.
Berdasarkan hasil pengamatan di TK Dharma Wanita, Desa Sanggrahan,
Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung terdapat 10% anak masuk dalam
kategori baik, 30% anak masuk dalam kategori cukup, dan 60% anak masuk dalam
kategori kurang. Anak masuk dalam kategori baik jika memperoleh skor ≥ 7, anak
masuk dalam kategori cukup jika skor yang diperoleh adalah 5-6, dan anak masuk
dalam kategori kurang jika memperoleh skor 3-4. Jika dilihat dari indikator
keberhasilan peningkatan kemandirian anak mencapai 51,20%. Hal ini diperoleh dari
rata-rata persentase dari masing-masing indikator yaitu, indikator I anak dapat
mencuci dan mengeringkan tangan sebelum dan setelah makan mencapai 51,85%,
indikator II anak dapat mengenakan celana panjang, kemeja, baju, kaos kaki tanpa di
bantu mencapai 53,70% dan indikator III anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel
(tanpa menangis atau menggelayut) pada saat di tinggal orang tua mencapai 48,14%.
Dengan demikian perilaku kemandirian siswa masih sangat rendah.
Agar perilaku mandiri siswa meningkat (bisa belajar dengan senang dan
nyaman di dalam kelas tanpa harus ditunggui orang tua maupun pengasuhnya) maka
peneliti menerapkan metode bermain peran. Oleh karena itu dalam penelitian ini
peneliti mengambil judul “Peningkatan Perilaku Mandiri Melalui Metode Bermain
Peran Siswa Kelompok A di TK Dharma Wanita, Kecamatan Kranggan, Kabupaten
Temanggung”.
Dari uraian di atas, peneliti melihat perlunya sebuah metode pembelajaran
untuk menciptakan sebuah kegiatan yang menarik sehingga anak dengan mudah
menerima kehadiran guru dalam hidupnya serta mau mengikuti proses pembelajaran
tanpa harus ditunggui orang tua maupun pengasuhnya di dalam kelas. Sehingga
peneliti beranggapan bahwa penelitian ini penting untuk dilaksanakan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2. Terdapat beberapa siswa masih ditunggu orang tua di dalam kelas
3. Kurangnya kepercayaan diri pada siswa
4. Kurangnya kemauan siswa untuk mencoba menyelesaikan sendiri masalah yang
dihadapi ketika mengerjakan tugas.
5. Penggunaan metode bermain peran dalam pembelajaran masih jarang digunakan.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah di perlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta mengena
pada sasaran yang diinginkan, wilayah kajiannya tidak terlalu luas dan penelitian ini
menjadi lebih fokus. Pembatasan masalah dalam penelitian dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Menganalisis perilaku kemandirian siswa melalui metode bermain peran
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneulis merumuskan masalah yang akan
menjadi fokus dari perbaikan pembelajaran yaitu apakah metode bermain peran dapat
meningkatkan perilaku mandiri pada siswa kelompok A TK Dharma Wanita, Desa
Sanggrahan, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian, maka tujuan penelitian adalah
Untuk meningkatkan perilaku mandiri siswa melalui metode bermain peran pada
siswa kelompok A di TK Dharma Wanita, Desa Sanggrahan, Kecamatan Kranggan,
Kabupaten Temanggung
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait di
antaranya:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran secara nyata pada dunia pendidikan, dalam hal
meningkatkan perilaku mandiri melalui metode bermain peran pada anak usia dini
b. Proses penelitian ini semoga dapat menjadi bahan pengembangan peningkatan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, dapat menambah wawasan model pembelajaran dalam peningkatan
perilaku mandiri pada anak di sekolah
b. Bagi lembaga PAUD, dapat meningkatkan mutu lembaga karena adanya
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan meningkatkan mutu