• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI ADJUVAN MINYAK JINTEN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP HITUNG LIMFOSIT MENCIT BalbC MODEL SEPSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN TERAPI ADJUVAN MINYAK JINTEN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP HITUNG LIMFOSIT MENCIT BalbC MODEL SEPSIS"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI ADJUVAN MINYAK

JINTEN HITAM (

Nigella sativa

) TERHADAP HITUNG

LIMFOSIT MENCIT Balb/C MODEL SEPSIS

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Ricky Trinugroho Yuliantoro G0008157

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa) Terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis

Ricky Trinugroho Yuliantoro, NIM : G0008157, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Kamis , Tanggal 29 Desember 2011

Pembimbing Utama Isdaryanto, dr., MARS

NIP. 19500312 197610 1 001 (...)

Pembimbing Pendamping

DR.Kiyatno,dr.,M.Or.,PFK.,AIFO

NIP. 19480118 197603 1 002 (...)

Penguji Utama

Mochammad Arief T.Q, dr., MS

NIP. 19500913 198003 1 002 (...)

Anggota Penguji

Arif Suryawan, dr., AIFM

NIP. 19580327 198601 1 001 (...)

Surakarta,...2011

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan

penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh

orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 6 Desember 2011

Ricky Trinugroho Yuliantoro

(4)

commit to user

ABSTRAK

Ricky Trinugroho Yuliantoro, G0008157, 2011. Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis.

Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuaan Penelitian : Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam (Nigella sativa) terhadap hitung limfosit mencit Balb/C model sepsis.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the posttest only

controlled group design. Hewan uji menggunakan 40 ekor mencit Balb/C jantan yang dibagi

dalam 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Kelompok kontrol negatif hanya diberikan aquades peroral dengan dosis 0,1ml/mencit/hari. Kelompok kontrol positif diberikan injeksi cecal

inoculum dengan dosis 6mg/mencit/i.p/hari. Kelompok perlakuan 1 diinduksi sepsis dan

diberikan antibiotik ceftriaxone dengan dosis 52 mg/mencit/i.m/hari. Kelompok perlakuan 2 diinduksi sepsis serta diberikan antibiotik ceftriaxone dosis 52 mg/mencit/i.m/hari dan minyak jinten hitam peroral dengan dosis 0,1 ml/mencit/hari. Perlakuan dilakukan selama 6 hari. Pada hari ke-6 mencit dikorbankan dan diambil darahnya melalui sinus orbitalis untuk dihitung jumlah limfositnya dengan menggunakan alat differential lymphocyte count. Data yang diperoleh

dianalisis dengan One Way ANOVA menggunakan program SPSS 18 for Windows Release dan

dilanjutkan dengan Post Hoc test.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini diperoleh hitung limfosit kelompok kontrol negatif sebanyak 80,32 + 8,80, kelompok kontrol positif sebanyak 51,22 + 10,29, kelompok perlakuan 1 sebanyak 65,27 + 12,65, kelompok perlakuan 2 sebanyak 79,28 + 9,48. Pada Post Hoc test

didapatkan perbedaan yang bermakna hitung limfosit kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif (p = 0,000), kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 1 (p = 0,021), kelompok kontrol positif dengan perlakuan 1 (p = 0,030), kelompok kontrol positif dengan perlakuan 2 (p=0,000), dan kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 (p = 0,030), sedangkan kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan 2 tidak didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,865).

Simpulan Penelitian : Pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam dapat meningkatkan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis.

(5)

commit to user

ABSTRACT

Anisa Prastiwi, G0008005, 2011. The Effect of Black Cumin Oil (Nigella sativa) as an Adjuvan Therapy on the Lymphocyte Count in Balb/C Sepsis Mice Model.

Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : This experiment was aimed to get the information of the effect of Black Cumin Oil

(Nigella sativa) on the lymphocyte count in Balb/C sepsis mice model.

Method : This was a pure experiment with the posttest only controlled group design. We used 40 male Balb/C mice that were divided in 4 groups : negative control group, positive control group, treatment 1 group, and treantment 2 group. Negative control group were given aquadest 0,1 ml/mice/day. Positive control group were given cecal inoculum injection 6mg/mice/i.p/day. Treatment 1 group weres inducted sepsis dan given ceftriaxone antibiotik 52 mg/mice/i.m/day. Treatment 2 group were inducted sepsis dan given ceftriaxone antibiotik 52 mg/mice/i.m/day and black cumin oil 0,1 ml/mice/day. The treatment was done in 6 days. On the day 7, blood samples of subjects were taken from sinus orbitalis for lymphocyte counting with differential limfosit

count. Stastitical analysis of the data was performed by One Way ANOVA with SPSS 18 for

Windows Release programme and continued with Post Hoc test.

Result : The data showed that neutrophil rate of 100 pheripheral blood leukocyte of negative control group 80,32 + 8,80, positive control group 51,22 + 10,29, treatment 1 group 65,27 + 12,65, and treatment 2 group 79,28 + 9,48. With Post Hoc Test we got result there were significant difference of lymphocyte count between negative control group and positive control group (p = 0,000), negative control group and treatment 1 group (0,021), positive control group and treatment 1 group (0,030), positive control group and treatment 2 group (p = 0,000), the treatment 1 group and treatment 2 group (p = 0,030).The difference of neutrophil count between negative control group and treatment 2 group (p = 0,865) was not significant.

Conclusion : Adjuvant theraphy with black cumin oil can increase lymphocyte count on sepsis-model Balb/C mice.

(6)

commit to user

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Terapi Adjuvan Minyak Jinten Hitam

(Nigella sativa) terhadap Hitung Limfosit Mencit Balb/C Model Sepsis” ini diajukan dalam

rangka melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu:

1. Prof. DR. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua Tim Skripsi beserta staff.

3. Isdaryanto, dr., MARS selaku Pembimbing Utama atas segala kesabaran, keramahan dan pengertian serta masukan, nasihat, semangat dan meluangkan waktu memberi bantuan dalam penulisan skripsi ini.

4. Dr. Kiyatno, dr., M.Or., PFK., AIFO selaku Pembimbing Pendamping atas semua saran yang berharga, bantuan serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Mochammad Arief T.Q, dr., MS selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi.

6. Arif Suryawan, dr., AIFM selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi.

7. Ayah dan Ibu tercinta serta kakak-kakakku tersayang Henny dan Dedy atas dukungan dan doa yang mengalir di setiap waktu.

8. Kepala Laboraturium Histologi Fakultas Kedokteran UNS beserta staff atas izin melakukan skripsi di Laboraturium Histologi

9. Anisa Prastiwi, teman-teman asisten histologi dan teman-teman pendidikan dokter 2008 atas dukungan dan semangatnya.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semuanya.

Surakarta, Desember 2011

(7)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penulisan 3

D. Manfaat Penulisan 3

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 5

1. Nigella sativa 5

2. Sepsis 12

3. Peranan Minyak Jinten Hitam dalam

Penatalaksanaan Sepsis 26

B. Kerangka Pemikiran 28

1. Kerangka Pemikiran Konseptual 28

2. Kerangka Pemikiran Teoretis 29

C. Hipotesis 30

(8)

commit to user

A. Jenis Penelitian 31

B. Lokasi Penelitian 31

C. Subjek Penelitian 31

D. Teknik Sampling 31

E. Alur penelitian 33

F. Identifikasi Variabel Penelitian 34

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 34

H. Alat dan Bahan Penelitian 36

I. Cara Kerja 37

J. Teknik Analisis Data 38

BAB IV HASIL PENELITIAN 40

BAB V PEMBAHASAN 44

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50

(9)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Asam Lemak dalam Jinten Hitam 7

Tabel 2. Kandungan Kimia Jinten Hitam 10

Tabel 3. Jumlah Hewan Coba yang Masih Hidup dan yang Sudah Mati 40

Tabel 4. Hasil Hitung Limfosit Keempat Kelompok Mencit

dalam satuan % Leukosit 41

(10)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Nigella sativa 6

(11)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Jumlah Limfosit Tiap Kelompok

Lampiran 2. Tabel Konversi Dosis Manusia dan Hewan

Lampiran 3. Tabel Daftar Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat

Diberikan pada Berbagai Hewan

Lampiran 4. Ethical Clearance

Lampiran 5. Foto Penelitian

(12)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi kompleks yang terjadi

karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk

mikroorganisme (Guntur, 2008). Morbiditas dan mortalitas sepsis di

Indonesia masih sangat tinggi (Guntur, 2008). Sepsis masih menjadi

penyebab utama kematian di sejumlah Intensive Care Unit (ICU). Selama

periode Januari 2006 - Desember 2007 di Bagian Perinatal Intensive Care

Unit/ Neonatal Intensive Care Unit (PICU/NICU) Rumah Sakit Umum

Daerah Dr.Moewardi Surakarta, terdapat angka kejadian sepsis 33,5% dengan

tingkat mortalitas sebesar 50,2% (Pudjiastuti, 2008). Perkembangan terapi

dengan obat-obatan akan berdampak secara mendasar pada morbiditas dan

mortalitas sepsis. Berdasarkan hasil penelitian tahap Randomized Control

Trials (RCTs), berbagai terapi adjuvan seperti anti-lipopolisakarida

(anti-endotoksin), anti-CD14, anti-Lipopolisakarida Binding Protein (anti-LBP),

anti-TNF-α, IL-1ra, ibuprofen, kortikosteroid dosis tinggi, bradikinin

antagonist, platelet-activating factor acetyl hydrolase, elastase inhibitor,

nitric oxide synthase inhibitor tidak memperlihatkan perbaikan kelangsungan

hidup penderita sepsis (Russel, 2006; Guntur, 2008). Oleh karena itu,

diperlukan suatu terapi adjuvan baru yang dapat memberikan perbaikan pada

(13)

commit to user

Proses patologik yang utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel

efektor imunologi, termasuk limfosit dan sel dendritik maupun apoptosis

saluran pencernaan (Chang et al., 2007). Sejumlah penelitian menyatakan

bahwa disregulasi apoptosis terhadap kematian sel-sel imun

bertanggungjawab dalam menimbulkan disfungsi imun serta Multiple Organ

Failure (MOF) selama sepsis (Chung et al., 2000; Chung et al., 2003). Pada

sepsis, sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis

adalah limfosit. Peningkatan apoptosis limfosit yang terjadi selama sepsis

akan menurunkan jumlah limfosit dalam sirkulasi sehingga terjadi penurunan

Interferon-γ (IFN-γ). Penurunan IFN-γ ini akan menghambat aktivasi

makrofag sehingga menurunkan respon Th1 (Docke et al., 1997).

Nigella sativa (jinten hitam) merupakan tanaman obat tradisional dari

daerah Mediterania yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam

penyakit karena memiliki efek antibakteri, antiinflamasi, analgesik,

antipiretik, antioksidan, bersifat hepatoprotektor dan renoprotektor serta

mampu meningkatkan sistem imun (Navdeep, 2009). Nigella sativa

mengandung senyawa thymoquinone yang memiliki efek positif terhadap

sistem imun. Mekanisme kerjanya adalah menghambat translokasi NF-κB ke

dalam nukleus sehingga menurunkan sintesis sitokin proinflamasi, kemokin,

adhesion factor serta faktor koagulasi (Clark and Coppersmith, 2007;

Navdeep, 2009). Nigella sativa juga secara signifikan mampu mengurangi

level stres oksidatif yang memicu sintesis sitokin pro-inflamasi melalui

(14)

commit to user

antioksidan serta antiinflamasi tersebut dapat diaplikasikan pada kondisi

patologis yang memiliki respon inflamasi berlebih seperti pada sepsis. Selain

itu, tanaman ini memiliki nilai lebih karena toksisitasnya yang lebih rendah,

harganya yang terjangkau serta mudah ditemukan di lingkungan sekitar.

Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa

ekstrak minyak jinten hitam (Nigella sativa) dapat digunakan untuk

mencegah apoptosis limfosit melalui jalur NF κ-β dan caspase-3 pada sepsis.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

minyak jinten hitam terhadap limfosit serum. Pemberian ekstrak minyak

jinten hitam diharapkan memiliki potensi sebagai terapi adjuvan dalam

penatalaksanaan sepsis sehingga dapat menekan tingkat morbiditas dan

mortalitas sepsis.

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten hitam

(Nigella sativa) terhadap hitung limfosit mencit Balb/C model sepsis?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi adjuvan minyak jinten

(15)

commit to user

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini dapat memberi masukan dalam ilmu pengetahuan

tentang minyak jinten hitam (Nigella sativa) sebagai terapi adjuvan pada

kasus sepsis.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam

penelitian tentang memanfaatkan minyak jinten hitam (Nigella sativa)

(16)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Nigella sativa

a. Klasifikasi Tumbuhan

Kerajaan (Kingdom) : Plantae

Divisi (Division) : Magnoliophyta

Kelas (Class) : Magnoliopsida

Bangsa (Ordo) : Ranunculales

Suku (Family) : Ranunculaceae

Marga (Genus) : Nigella

Jenis (Species) : Nigella sativa

b. Sinonim

Black cumin, fennel flower, Nutmeg flower, Roman

coriander, black seed, black caraway, black onion seed, kalonji,

habatussauda, habbat albarakah (Attia et al., 2008).

c. Deskripsi Tanaman

Nigella sativa merupakan tumbuhan dengan tinggi sekitar 20

- 30 cm, berbatang halus, daunnya berbau segar, bunganya berwarna

(17)

commit to user

1100 m di atas permukaan laut. Biasanya ditanam di daerah

pegunungan atau sengaja ditanam di halaman atau ladang sebagai

tanaman rempah-rempah. Buahnya berbentuk kapsul menggembung,

terdiri dari 3-7 folikel, yang masing-masing berisi beberapa biji.

Bentuk bijinya kerucut kecil dan berserabut, panjangnya berukuran

tidak lebih dari 3 mm. Memiliki aroma, bentuk yang sama seperti

biji wijen, namun berwarna hitam. Bijinya digunakan untuk

rempah-rempah dan obat-obatan (Attia et al., 2008).

(18)

commit to user

Gambar 2.2. Tanaman Nigella sativa

d. Kandungan Kimia 1) Fixed Oil

Kandungan asam lemak dalam jinten hitam sebagai

berikut:

Tabel 1. Kandungan Asam Lemak dalam Jinten Hitam

Asam Lemak Persentase

Asam laurat

Asam miristat

Asam palmitat

Asam stearat

Asam oleat

Asam linoleat

Asam linolenat

Asam eicosadinoat

0,6

0,5

12,5

3,4

23,4

55,6

0,4

3,1

Total 99,5

(19)

commit to user

Dari komposisi di atas diketahui bahwa jinten hitam

lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (82,5%).

Asam lemak tidak jenuh yang terpenting adalah asam linoleat

dan asam oleat (Wardlaw and Smith, 2006).

Asam linoleat termasuk golongan asam omega-6 dengan

dua ikatan rangkap (Almatsier, 2001). Asam lemak ini

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua

jaringan. Hewan dan manusia tidak dapat menambahkan ikatan

rangkap pada karbon ke-3 dan ke-6 pada asam lemak yang ada

di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis asam lemak

tersebut. Oleh karena itu, asam linoleat merupakan asam lemak

esensial (Wardlaw and Smith, 2006).

Asam oleat termasuk asam lemak tidak jenuh dengan

satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty acid = MUFA).

MUFA adalah asam lemak yang kehilangan dua atom hidrogen

dan mempunyai satu ikatan rangkap. MUFA bermanfaat untuk

menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan

cara menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol total (Rolfes

et al., 2006).

2) Volatile oil

Volatile oil dari Nigella sativa mengandung beberapa zat

seperti trans-anethole, carvone, cymene, thymohydroquinone,

(20)

commit to user

al., 2003). Limonene bermanfaat dalam memicu produksi enzim

untuk mendetoksifikasi karsinogen sehingga menghambat

pertumbuhan kanker (Rolfes et al., 2006).

3) Kandungan Lain

Komposisi gizi dari biji jinten hitam meliputi karbohidrat

35%, lemak 35-38% dan protein 21%. Sisanya berupa vitamin,

mineral dan zat lain. Karbohidrat dalam jinten hitam berupa

monosakarida, yaitu glukosa, rhamosa, xylosa dan arabinosa.

Selain itu, Nigella sativa juga mengandung non-starch

polysaccharide sebagai sumber serat tinggi (Nickavar et al.,

2003).

Protein yang terkandung di dalam jinten hitam ada 15

macam, di antaranya alanin, arginin, sistin, asam glutamat,

glisin, lisisn, methionin, phenylalanin, threonin, tryptophan,

asparagin, isoleusin dan leusin (Nickavar et al., 2003).

Selain itu, jinten hitam juga mengandung alkaloid,

saponin, asam askorbat, asam dehidroaskorbat, lipase,

phytosterol, beta-sitosterol, alpha-spinasterol, stigmasterol,

campesterol dan tannin. Saponin diketahui dapat menghambat

replikasi DNA pada sel kanker serta menstimulasi sistem imun.

Tannin memiliki efek sebagai antioksidan yang dapat

menghambat aktivitas zat karsinogenik dan perkembangan

(21)

commit to user

mempunyai struktur mirip kolesterol sehingga dapat

menurunkan kadar kolesterol darah melalui kompetisi absorbsi

di usus (Rolfes et al., 2006).

Tabel 2. Kandungan Kimia Jinten Hitam

Nilai Nutrisi

RDAB : Recommended Dietary Allowences For Bodybuilders

(22)

commit to user

e. Efek Farmakologis

Berbagai penelitian menunjukkan efek Nigella sativa sebagai

antioksidan, analgesik, antipiretik, antihipertensi, bronkodilator,

antibakteri, imunomudulator, anti ulkus, anti jamur, antihelmintes,

antitumor, antidiabetik, berpotensi meningkatkan sistem kekebalan

tubuh, menurunkan kadar lemak, kolesterol serum, trigliserida,

menghambat nekrosis hepar dan renoprotektif, (Bashandy, 2006).

Beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak Nigella sativa

seperti thymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone dan

thymol memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, agen

hipoglikemik, antitumor, efek hepatoprotektif, inhibitor sintesis

eikosanoid dan peroxidasi membran lipid (Thippeswamy, 2005).

Nigella sativa dan komponen aktifnya thymoquinone (TQ),

dapat menghambat peroksidasi lipid non-enzimatik pada liposom

dan memiliki potensi menetralkan radikal bebas. Kemampuannya

sebagai antioksidan telah terbukti dalam melawan hepatotoksisitas

CCL4, fibrosis hati dan sirosis serta kerusakan hepar. Nigella sativa secara signifikan dapat mengurangi level Oxidative Stress Index

(OSI) dan Total Oxidative Status (TOS) yang mengindikasikan

tingkat stres oksidatif jaringan. Mekanisme aktivitas stres oksidatif

dapat menyebabkan pembentukan sitokin pro-inflamasi melalui

(23)

commit to user

level Total Antioxidant Capacity (TAC) yang menunjukkan kadar

antioksidan pada jaringan hepar (Turkdogan et al., 2000).

Thymoquinone yang terkandung dalam Nigella sativa juga

dapat menghambat tromboksan B2 dan leukotrien B4 (dengan

menghambat cyclooxygenase dan 5-lipooxygenase) serta peroksidasi

membran lipid. Thymoquinone terbukti menghambat sitokin

proinflamasi seperti IL-1ß, IL-8, dan kemokin seperti Macrophage

Chemotactic Protein-1 (MCP-1). Mekanisme kerjanya adalah

melalui inhibisi terhadap TNF-α yang menginduksi aktivasi NF-κB

serta menghambat translokasi NF-κB ke dalam nukleus (Navdeep,

2009). Aktivitasnya sebagai antioksidan serta anti-inflamasi tersebut

dapat diaplikasikan pada kondisi patologis yang memiliki respon

inflamasi berlebih seperti pada sepsis.

2. Sepsis

a. Definisi Sepsis

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai

manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh

yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme

(Guntur, 2008; Hotchkiss et al., 2003). Untuk mencegah timbulnya

kerancuan, disepakati standardisasi terminologi. Pada bulan Agustus

(24)

commit to user

Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine sebagai berikut

(Eny, 2004):

1) Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang

secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril.

2) Bakteriemi, adanya bakteri hidup dalam darah.

3) Systemic Inflammatory Response Syndrome merupakan reaksi

inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator

secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ

atau Multiple Organ Disfunction (MOD) dengan tanda klinis:

a) Temperatur > 38,30C atau < 35,60C b) Denyut jantung > 90 kali/menit

c) Frekuensi nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 torr (< 4,3 kPa)

d) Hitung leukosit > 12.000 sel/mm3 atau < 4000 sel/mm3 atau ditemukan > 10 % sel imatur.

4) Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi

5) Sepsis berat (severe sepsis), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu

kelainan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau terjadi

penurunan > 40 mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai

penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain). Hipoperfusi

atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat,

(25)

commit to user

6) Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan

resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan

perfusi jaringan.

b. Etiologi Sepsis

Sepsis sampai syok septik telah diakui penyebabnya adalah

bakteri gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh

mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan parasit.

Timbulnya syok septik dan atau Acute Respiratory Disstress

Syndrome (ARDS) sangat penting pada bakteriemia gram negatif.

Syok terjadi pada 20 % - 35 % penderita bakteriemia gram negatif

(John, 1994).

Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah

Lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida atau kompleks

endotoksin-glikoprotein merupakan komponen utama membran terluar dari

bakteri gram negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan

jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur

lipid A dalam LPS merangsang produksi mediator inflamasi seperti

TNF, berbagai sitokin dan prostaglandin, Colony Stimulating Factor

(CSF), Platelet Activating Factor (PAF) dan radikal bebas yang

bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita

(26)

commit to user

Angka mortalitas penderita sepsis dengan endotoksemia

(41,17 %) lebih tinggi dibandingkan tanpa endotoksemia (12,5 %)

walaupun secara statistik tidak ditemukan perbedaan bermakna.

Jenis kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram negatif

(55,26 %), diikuti gram positif (39,47 %) dan jamur atau sel ragi

(5,26 %) (Suhendro, 1997).

c. Patofosiologi Sepsis

Patofisiologi sepsis sangat kompleks karena melibatkan

interaksi antara proses infeksi kuman patogen, inflamasi dan jalur

koagulasi (Kristine et al., 2007) yang dikarakteristikkan sebagai

ketidakseimbangan antara sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL

-1β, IL-6 dan IFNγ dengan sitokin anti-inflamasi seperti IL-1ra, IL-4

dan IL-10 (Li-Weber and Krammer, 2003; Elena et al., 2006).

Overproduksi sitokin pro-inflamasi sebagai hasil dari aktivasi NF-κB

akan menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa SIRS terutama

pada paru-paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya yang

mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan

menginduksi perubahan metabolik sehingga terjadi apoptosis

maupun nekrosis jaringan, MOF, syok septik serta kematian (Arul,

2001; Elena et al., 2006; Chopra and Sharma, 2007).

Endotoksin dapat secara langsung berikatan dengan LPS dan

(27)

commit to user

(Lipopolisakarida-Antibodi) (Brahmbhatt et al., 2005). Dengan

perantara reseptor CD14. LPSAb yang berada di dalam darah akan

bereaksi dengan makrofag dan kemudian ditampilkan sebagai

Antigen Presenting Cell (APC). Ikatan LPS-Lipopolysaccharide

Binding Protein (LPB) pada reseptor CD14 di permukaan sel akan

berinteraksi degan Toll-Like Receptor-4 (TLR4) untuk menginduksi

NKκ-B sebagai sinyal trankripsi sitokin proinflamasi, kemokin,

adhesion factor serta faktor koagulasi (Clark and Coppersmith,

2007). Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis, limfosit

T akan mengeluarkan sustansi dari Th1 yang berfungsi sebagai

imunomodulator yaitu IFNγ, IL-2 dan Macrophage Colony

Stimulating Factor (M-CSF). Limfosit Th2 akan mengekspresikan

IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Interferon-γ yang dihasilkan Th1 ini

akan merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α

sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1β dan

TNF-α yang berkorelasi dengan keparahan penyakit dan kematian

(Roth and Hanspeter, 2004).

Sepsis memiliki dua fase yang berbeda, yaitu early sepsis

dan late sepsis. Early sepsis merupakan fase hiperdinamik yang

ditandai oleh peningkatan cardiac output, perfusi jaringan dan

penurunan resistensi vaskuler. Tanda khas pada fase ini adalah status

pro-inflamasi yang dimediatori terutama oleh limfosit, makrofag dan

(28)

commit to user

toksinnya. Late sepsis merupakan fase hipodinamik yang meliputi

penurunan aliran darah menuju jaringan dan mikrovaskuler,

penurunan fungsi jantung, dan peningkatan indeks cedera dan

disfungsi organ. Pada fase ini, sistem imun menunjukkan presentasi

antigen yang tidak sempurna, penurunan Major Histocompatibility

Complex type II (MHC-II), hilangnya respon hipersensitivitas tipe

lambat, hilangnya fungsi fagosit dan penurunan pelepasan sitokin

dari sel T helper tipe 1 (Th1) (Guntur, 2008).

d. Peran Apoptosis Limfosit dalam Patologi Sepsis

Apoptosis adalah suatu proses yang diprogramkan untuk

membunuh sel yang tidak dikehendaki dan sel yang berpotensi

membahayakan (Strasser et al., 2008) pada saat morfogenesis,

remodeling jaringan dan resolusi respon imun (Wesche-Soldato et

al., 2007). Apoptosis ini akan membatasi kerusakan yang berlebihan

pada lingkungan sekitarnya (Wesche et al., 2005).

Apoptosis atau kematian sel yang terprogram dicirikan oleh

adanya degenerasi nukleus, kondensasi, dan degradasi DNA nukleus

serta fagositosis dari residu sel. Multiple Organ Disfunction atau

Multiple Organ Failure sering berhubungan dengan peningkatan

apoptosis sel limfoid sehingga terapi pengembangan terapi pada

(29)

commit to user

mengawali proses apoptosis dapat digunakan sebagai target terapi

baru pada pasien-pasien kritis (Oberholzer et al., 2001).

Perubahan apoptosis dari sel dimediatori oleh cysteine

aspartatespesific protease atau caspase, yang akan membelah dan

menghancurkan sejumlah besar struktur protein dan juga

mengaktifkan enzim-enzim untuk membongkar asam nukleat

(Caspase Activated DNAse yang disebut CAD) atau struktur

lainnya. Caspase ada di dalam sel-sel sehat dalam keadaan inaktif

(zymogen). Berdasarkan struktur, fungsi, dan cara aktivasinya,

caspase dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (i) Initiator caspases

(contoh caspase-8, caspase-9 dan Caenohabditis elegans CED-3) dan

(ii) Effector caspases (contoh caspase-3, caspase-6, serta caspase 7).

Effector caspase bertanggung-jawab pada proteolisis dari struktur

protein dan aktivasi CAD (Strasser et al., 2008).

Sejumlah penelitian menyatakan bahwa disregulasi apoptosis

terhadap kematian sel-sel imun bertanggungjawab dalam

menimbulkan disfungsi imun serta MOF selama sepsis (Chung et al.,

2000; Chung et al., 2003). Pemicu apoptosis ini termasuk steroid,

sitokin seperti TNF-α, IL-1, IL-6, FasL, heat shock protein, oksigen

radikal bebas, NO, dan limfosit T cytotoxic (Tc) yang akan

mengekspresikan FasL pada permukaan sel-selnya (Roth and

Hanspeter, 2004). Proses kematian sel melalui apoptosis terjadi

(30)

commit to user

ekstrinsik (sel tipe I), jalur intrinsik (sel tipe II) dan jalur yang

diinduksi oleh stres (jalur retikulum endoplasma) (Strasser et al.,

2000; Daniel and Remick, 2007; Turner et al., 2007)

Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi

apoptosis adalah limfosit. Pada hewan coba terlihat setelah 12 jam

pasca pemaparan polimikroba sepsis akan terlihat apoptosis limfosit

pada timus, lien dan Gut-Association Lymphoid Tissues (GALT). Hal

ini menunjukkan bahwa pada hewan coba, adanya disregulasi

apoptosis dari limfosit ini akan menurunkan survival melalui

hilangnya limfosit. Apoptosis limfosit dalam kelenjar timus tampak

terjadi pada awal setelah onset sepsis (4 jam). Selain itu, adanya

pelepasan dini dari Complement 5a (C5a) pada kondisi sepsis akan

mengakibatkan apoptosis limfosit (Guo et al., 2000).

Apoptosis limfosit yang terjadi terutama dalam lien penting

dalam menimbulkan mortalitas pada sepsis (Wesche-Soldato et al.,

2007). Apoptosis limfosit ini berhubungan dengan disfungsi imun

sehingga akan terjadi penurunan proliferasi dan kemampuannya

dalam melepaskan IFN-γ. Interferon-γ berpotensi untuk

mengaktivasi makrofag dan menginduksi terjadinya respon Th1

(Docke et al., 1997).

Apoptosis berperan dalam pengaturan respon inflamasi

setelah terjadinya jejas pada paru-paru. Hal ini menunjukkan bahwa

(31)

commit to user

hubungan antara makrofag alveolar dengan apoptosis sel endotel

tidak hanya menghambat pelepasan sitokin pro-inflamasi dari

makrofag tetapi juga meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan

faktor pertumbuhan, penurunan ekspresi FasL, dan inisiasi apoptosis

limfosit T melalui c-Myc (Wesche et al., 2005)

e. NF κ-B

Nuclear Factor κ-β merupakan faktor transkripsi yang

ditemukan pada semua tipe sel hewan dan dilibatkan dalam respon

seluler terhadap sejumlah rangsangan seperti stres, sitokin, radikal

bebas, radiasi ultraviolet, LDL yang teroksidasi dan antigen virus

maupun bakteri (Jobin, 2000; Gilmore, 2006). Nuclear Factor κ-β

berperan dalam mengendalikan aktivasi sejumlah gen yang terlibat

dalam pertumbuhan, diferensiasi, respon imunitas, dan kelangsungan

hidup dari sel (Jobin, 2000). Nuclear Factor κ-β berperan penting

dalam patofisiologi dari penyakit-penyakit kritis dengan mengatur

ekspresi dari gen (sitokin, kemokin, reseptor) yang secara

bersama-sama akan menentukan respon dari host. Nuclear Factor κ-β

mempunyai fungsi proapoptosis dan anti-apoptosis yang tergantung

pada stimuli dan jenis selnya (Clark and Coopersmith, 2007; Turner

et al., 2007).

Oleh karena itu, maka kesalahan dalam pengaturan NF κ-β

(32)

commit to user

septik, infeksi virus dan perkembangan imunitas yang salah

(Gilmore, 2006). Nuclear Factor κ-β ditemukan dalam sitoplasma

yang terikat pada penghambat endogen yang disebut I-κβs dan akan

teraktivasi setelah terjadi fosforilasi I-κβ. Dari hasil degradasi I-κβ

akan terjadi pelepasan NF κ-β ke dalam nukleus dan induksi

transkripsi. Pada sel epitel intestinal, aktivasi NF κ-β akan

menginduksi ekspresi dari sejumlah gen yang berefek pada inflamasi

dan perbaikan mukosa (Diding and Guntur, 2009).

Nuclear Factor κ-β mempunyai fungsi pro-apoptosis dan

anti-apoptosis yang bergantung pada stimulus dan jenis selnya (Li et

al., 2001). Nuclear Factor κ-β akan mengikat sejumlah gen pro

-apoptosis termasuk p53, FasL, dan IL-1β converting enzyme, pada

promoternya. Sebaliknya aktivitas NF κ-β juga diperlukan dalam

pengaktifan gen-gen yang menekan beberapa bentuk apoptosis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa NF κ-β adalah faktor

kelangsungan hidup dari sel yang akan melindungi sel dari stimuli

kematian (Diding and Guntur, 2009).

f. Penatalaksanaan Sepsis 1) Pemakaian Antibiotik

(33)

commit to user

3) Pengobatan Suplementasi

Adapun pengobatan suplementasi yang sedang

dikembangkan untuk penatalaksanan sepsis antara lain (Guntur,

2008):

a) Strategi anti-endotoksin dengan pemberian antibodi

monoklonal, tetapi pemberian ini masih diperdebatkan.

b) Pemberian infus antibodi monoklonal Faktor VII dapat

menghambat pembentukan trombin dan konversi fibrinogen.

Sistem Antitrombin III (AT III) - Heparin Sulfat dapat

mengikat dan mengurangi aktivitas trombin dalam proses

pembekuan darah, sehingga dapat mengatasi Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC).

c) Strategi antimediator inflamasi. Ekspresi sitokin merupakan

respon normal dari inflamasi setelah mendapatkan stimulasi

dan akan terjadi penurunan secara withdrawal apabila

stimuli dihilangkan. Dalam penelitian eksperimental,

penghambatan atau netralisasi mediator dalam keadaan

sepsis dapat mengurangi angka kematian dan strategi ini

sedang dalam proses uji klinik yang hasilnya masih

dievaluasi.

d) Netralisasi NO. Nitric Oxide merupakan vasodilator yang

diproduksi oleh endotel pembuluh darah pada saat sepsis.

(34)

commit to user

vasodilatasi pembuluh darah tepi dan penurunan resistensi

sehingga terjadi penurunan tekanan darah sampai syok. Oleh

karena itu, NO harus dinetralisasi dengan menggunakan

methilen blue.

e) Hemofiltrasi. Dalam teori dinyatakan bahwa hemofiltrasi

dapat mengeluarkan mediator inflamasi serta toksin

inflamasi, namun metode ini masih memerlukan penelitian

lebih lanjut.

f) Penggunaan Intravenous Imunoglobulin (IVIG). Pemberian

IVIG akan meningkatkan netralisasi toksin, opsonisasi,

aktivitas bakterisidal serta menstimulasi fagositosis oleh

leukosit dan makrofag. Pemberian IVIG mempunyai efek

yang sinergis dengan antibiotik β-laktam dan membentuk

antibodi laktamase serta dapat merusak membran sel bakteri

gram negatif. IVIG juga dapat menekan aktivitas mediator

inflamasi dan mengurangi pelepasan sitokin proinflamasi.

g. Metode Induksi Sepsis 1) Cecal inoculum (CI)

Cecal inoculum (CI) adalah suatu model yang mampu

menggambarkan dengan baik keadaan sepsis mirip dengan

keadaan klinis peritonitis yang disebabkan infeksi polimikroba.

(35)

commit to user

terhadap organisme polimikroba yang berasal dari saluran

pencernaan (Fu Bu et al., 2006).

Dari hasil penelitian injeksi cecal inoculum

memperlihatkan tanda-tanda piloerection, periocular discharge,

tampak lesu, penurunan nafsu makan dan minum, dan diare.

Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan yang hebat dan

perlengketan di sejumlah organ termasuk hepar, lien, ginjal,

serta memperlihatkan tingkat kematian sebesar 100 % selama

tujuh hari perlakuan (Diding and Guntur, 2009) dan peningkatan

jumlah limfosit dalam sirkulasi (Fu Bu et al., 2006).

Pada penelitian kali ini, akan digunakan induksi CI yang

merupakan modifikasi dari metode yang diperkenalkan oleh

Brahmhatt et al. (2005) dan Chopra (2007). Cecal inoculum

dibuat baru setiap hari dari mencit donor yang dikorbankan

dengan mensuspensikan 200 mg material cecal pada 5 mL

dextrose water 5% (D5W) steril. Pada mencit diinjeksikan cecal

inoculum 6 mg/mencit/i.p (Ren et al., 2002).

2) Polymicrobial sepsis induced by cecal ligation and puncture

(CLP)

Sejumlah tikus putih jantan dengan berat badan berkisar

120 - 150 g, di anastesi per i.p. dengan Nembutal (65 mg/Kg)

dan ditempatkan di bawah cahaya lampu. Setelah anastesi

(36)

commit to user

dengan diameter 2 cm. Cari cecum, dan keluarkan dari cavitas

abdomen. Bagian distal cecum diikat (ligation dengan 5 - 0

benang sutra, kemudian cecum yang telah diligasi ditusuk dua

kali dengan jarum gauge ukuran 18 dan ditekan dengan lembut

menggunakan aplikator sampai sedikit material cecal keluar.

Setelah itu, cecum dimasukkan kembali ke dalam peritoneum.

Bekas insisi dijahit menggunakan 5 - 0 benang sutra untuk

lapisan otot dan surgical staples (9 mm) untuk kulit. Berat

badan tikus dimonitoring secara rutin setiap hari sampai akhir

eksperimen (Fu Bu H et al., 2006).

3) Lipopolisakarida (LPS)

Lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein

kompleks dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak.

Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi

inflamasi jaringan, demam, dan syok. LPS dapat langsung

mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat

menimbulkan septikemia (Guntur, 2008).

Produk yang berperan penting terhadap sepsis terutama

kandungan lipid A dalam LPS tersebut. Dalam aliran darah LPS

akan terikat pada protein yang bersirkulasi kemudian

berinteraksi dengan reseptor makrofag, limfosit, dan monosit

serta sel lain pada sistem retikuloendotelial. Hal ini akan

(37)

commit to user

komplemen dan koagulasi. Runtutan peristiwa tersebut dapat

diamati secara klinis sebagai demam, leukopenia, hipoglikemia,

hipotensi, syok, koagulasi intravaskuler hingga kematian karena

disfungsi organ (Brooks et al., 2003).

Karena kemampuannya dalam menyebabkan sepsis,

maka LPS dapat dimanfaatkan untuk menginduksi sepsis pada

percobaan. Caranya, LPS (lipopolisakarida) dari bakteri gram

negatif (E. coli paling sering digunakan), diinjeksikan secara i.p.

ke tikus putih dengan dosis 15 mg/kg. kemudian Survival dari

hewan coba dimonitor dengan interval 12 jam selama tujuh hari

(Fu Bu H et al., 2006).

3. Peranan Minyak Jinten Hitam dalam Penatalaksanaan Sepsis

a. Thymoquinone

Thymoquinone (2-isopropyl-5-methyl-1, 4-benzoquinone)

termasuk ke dalam golongan monoterpenoid keton (Nickavar et al.,

2003). Efek antinflamasi yang ditimbulkan oleh thymoquinone

berlangsung melalui mekanisme sebagai berikut (El Gazzar et

al.,2006):

1) Menghambat translokasi NF-κB ke dalam nukleus

(38)

commit to user

3) Penghambatan jalur lipoksigenase dan siklooksigenase yang

dapat menurunkan biosintesis mediator inflamasi

4) Penurunan produksi sitokin limfosit CD4+ Th2, terutama interleukin-4 (IL-4), yang berakibat langsung pada penurunan

proliferasi dan diferensiasi limfosit CD4+ Th2 dan secara tidak langsung pada proses pertumbuhan sel mast dan produksi

imunoglobulin-E (IgE)

5) Meningkatkan produksi IL-3 yang berperan sebagai

Macrophage Activating Factor (MAF)

6) Menurunkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan NO

b. Thymohidroquinone

Thymohidroquinone yang terkandung dalam Nigella sativa

memiliki akrivitas antibakterial, terutama terhadap bakteri gram

negatif, seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Pseudomonas

aeruginosa, bakteri gram prositif seperti Bacilus subtilis,

Staphylococcus aureus serta jamur seperti Candida albicans

(Mariam and Basal, 2009)

c. Asam Linoleat

Mekanisme penghambatan reaksi inflamasi oleh asam

linoleat oleh asam linoleat adalah sebagai berikut:

(39)

commit to user

2) penurunan produksi sitokin proinflamasi (O’shea et al., 2004)

3) penurunan produksi senyaea radikal bebas (Sammon, 1999)

d. Asam Linolenat

Asam linolenat merupakan asam lemak tak jenuh majemuk

(polyunsaturated fatty acid (PUFA)) (Rolfes et al., 2006). Asam

linolenat atau asam lemak omega-3 mempunyai 18 atom karbon,

dimana ikatan rangkap pertamanya terletak pada atom karbon ke-3

dari ujung gugus metil omega (Sizer, 2006). Turunan asam lemak

omega-3 adalah Eicosapentaenoic Acid (EPA, C20:5 ω-3) dan

Decosahexaenoic Acid(DHA, c22:6 ω-6) (Almatsier, 2003).

Asam linolenat dapat meredam proses alergi inflamasi

melalui mekanisme sebagai berikut:

1) menghambat metabolisme asam arakhidonat (Barham et al.,

2000)

2) menurunkan produksi sitokin proinflamasi (Simopuolus et al.,

(40)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Berpikir Konseptual

2. Kerangka Berpikir Teoritis

Kandungan LPS dalam cecal inoculum ini di dalam serum darah

akan berikatan dengan antibodi membentuk kompleks

Lipopolisakarida-Antibodi (LPS-Ab) (Brahmbhatt et al., 2005). Dengan perantara reseptor

CD14+ dan Toll Like Receptor-4 (TLR-4) pada makrofag, LPS-Ab akan

ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) (Clark and Keterangan

: merangsang

: menghambat Cecal inoculum

Sitokin proinflamasi

kemokin Molekul

adhesi Faktor

Koagulasi

Caspase-3 Apoptosis Limfosit

Jumlah Limfosit

Nigella sativa TLR4

NF-κB

(41)

commit to user

Coppersmith, 2007). Interaksi antara LPS dan CD14+ dengan TLR-4 ini

akan membentuk suatu transduksi sinyal yang akan menginduksi aktivasi

NFκ-B (Diding dan Guntur, 2009). NFκ-B yang teraktivasi ini akan

menyebabkan peningkatan transkripsi dari sitokin proinflamasi (TNF-α,

IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IFN-γ, leukotrien B4, GM-CSF, G-CSF), faktor

koagulasi (PAI-1, vWF, TF, fibrinogen), molekul adhesi serta kemokin

sehingga mengakibatkan peningkatan apoptosis limfosit (Wesche et al.,

2005). Di samping itu, sitokin proinflamasi ini juga akan mengaktifkan

caspase-3 yang akan meningkatkan apoptosis limfosit (Guo et al.,2006).

Adanya peningkatan apoptosis limfosit pada kondisi sepsis ini akan

menurunkan jumlah limfosit dalam sirkulasi.

Minyak jinten hitam (Nigella sativa) mengandung berbagai

senyawa yang berfungsi sebagai zat antibakteri, antiinflamasi dan

antioksidan. Nigella sativa mampu menghambat ekspresi NFκ-B

sehingga menurunkan produksi sitokin proinflamasi, kemokin, molekul

adhesi serta faktor koagulasi sehingga apoptosis limfosit dapat ditekan.

Dengan demikian, jumlah limfosit akan meningkat. Peningkatan jumlah

limfosit ini akan membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas

akibat sepsis.

C. Hipotesis

Pemberian minyak jinten hitam (Nigella sativa ) dapat meningkatkan

(42)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

rancangan penelitian the post test only controlled group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah mencit Balb/C dengan jenis kelamin jantan,

umur 2 - 3 bulan, berat badan + 20 - 30 gram, sehat, dan aktif. Mencit Balb/C

jantan ini diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan Universitas

Setia Budi (USB) Surakarta. Bahan makanan Mencit Balb/C berupa pakan

mencit BR.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara insidental

sampling. Kemudian, sampel dibagi menjadi empat kelompok secara random

sederhana. Subjek penelitian sebanyak 24 ekor, yang dibagi menjadi empat

(43)

commit to user

kelompok perlakuan). Masing-masing kelompok terdiri atas enam ekor

mencit Balb/C jantan.

Adapun cara perhitungan besar sampel adalah dengan rumus Federer,

yaitu:

(n - 1) (t - 1) > 15 dengan n = jumlah mencit Balb/C per kelompok

t = jumlah kelompok

(n - 1) (t - 1) > 15 à t = 4

(n - 1) (4 - 1) > 15

3n - 3 > 15

3n > 18

n > 6 à n = 6 ekor

Dengan dasar tersebut, didapatkan jumlah mencit Balb/C per

(44)

commit to user

E. Alur Penelitian

Simple random

Sampel mencit Mencit Balb/C jantan umur 2-3 bulan berat badan 20 - 2-30 gram Populasi Mencit Balb/C jantan umur 2-3

bulan berat badan 20 - 30 gram

Hasil dianalisis dengan uji statistik ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc Test Menghitung jumlah limfosit pada setiap kelompok

24 jam setelah hari ke-13 mencit dikorbankan

Hari 8 - 13

(45)

commit to user

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : minyak biji jinten hitam (Nigella sativa)

2. Variabel Terikat : jumlah limfosit

3. Variabel Perancu

a. Dapat Dikendalikan : genetik, umur, berat badan, makanan

b. Tidak Dapat Dikendalikan : suhu udara, kondisi psikologis mencit,

bioavailabilitas zat pada mencit.

G. Definisi Operasional Variabel 1. Minyak Jinten Hitam

Minyak Jinten Hitam merupakan skala kategorikal. Minyak Jinten

Hitam yang digunakan dapat diperoleh dari pasar atau supermarket

dengan merek ada pada peneliti. Penggunaan minyak Nigella sativa

untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan terhadap penyakit pada

manusia adalah 30 - 45 ml perhari untuk sediaan cair. Dosis manusia

dengan berat badan 70 kg tersebut dikonversi terhadap mencit dengan

berat 20 - 30 gram adalah 0,0026 sehingga dosis untuk mencit adalah

0,078 - 0,104 ml perhari. Pada penelitian ini, dosis yang akan diberikan

kepada mencit adalah 0,1 ml perhari. Pemberian minyak jinten hitam ini

dilakukan secara peroral (El Saleh et al., 2004).

2. Cecal Inoculum

Untuk membuat model sepsis pada hewan coba digunakan injeksi

(46)

commit to user

et al., 2005). Cecal inoculum dibuat dengan mensuspensikan 200 mg

material dari cecal yang masih baru pada 5,0 mL dextrose water 5%

(D5W) steril. Selanjutnya disuntikkan dengan dosis 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal. Material cecal diperoleh dari mencit donor sehat

yang dikorbankan dengan cervical dislocation. Pengorbanan ini

dilakukan setiap hari selama 5 hari. Cecal inoculum dibuat baru setiap

hari dan diberikan dalam waktu dua jam (Ren et al., 2002). Model cecal

inoculum mampu menggambarkan dengan baik keadaan mirip dengan

tanda-tanda piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan

nafsu makan dan minum, serta diare (Diding and Guntur, 2009). Cecal

innoculum merupakan skala kategorikal.

3. Ceftriaxone

Ceftriaxon merupakan antibiotik cephalosporin spektrum luas

semisintetik yang diberikan secara intravena (IV) atau intramuskuler

(IM). Adapun dosis yang dianjurkan untuk kasus infeksi pada manusia

adalah 1-2 gram sebanyak satu atau dua kali sehari (Petri, 2006).

Sedangkan dosis konversi dari manusia ke mencit dengan berat 20-30

gram adalah 0.0026 gram atau 26 mg. Dengan demikian, dosis

Ceftriaxon yang diberikan ke tikus adalah 0,0026-0,0052 gram atau

2,6-5,2 mg per ekor. Oleh karena itu kami mengambil dosis sebanyak 2,6-5,2

mg. Selanjutnya, Ceftriaxon ini dilarutkan dalam aquades sebanyak

hingga mencapai volume 0,05 mL dan disuntikkan secara intramuskuler.

(47)

commit to user

diperoleh di apotek rumah sakit maupun apotek swasta dengan resep

dokter. Ceftriaxon merupakan skala kategorikal..

4. Hitung Limfosit

Darah diambil dari sinus orbitalis mencit hingga mencapai

volume minimal 1ml kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang telah

terisi EDTA sebagai antikoagulan. Hitung jenis limfosit dilakukan

dengan menggunakan alat differential lymphocite count di Klinik Budi

Sehat. Hitung limfosit ini menggunakan skala numerik

H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

a. Kandang hewan penelitian

b. Sonde

c. Spuit injeksi

d. Timbangan Hewan

e. Pipet ukur

f. Termometer

g. Handscoen

h. Kertas Saring

i. Beker Glass

j. Timbangan obat

k. Tabung reaksi

(48)

commit to user

2. Bahan Penelitian

a. Hewan uji (40 ekor mencit Balb/C jantan)

b. Material cecal innoculum (10 ekor mencit Balb/C jantan)

c. Antibiotik Ceftriaxone

d. Minyak Nigella sativa

e. Dekstrose water 5%

f. Makanan hewan uji

I. Cara Kerja

1. Sebelum Perlakuan

a. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan

b. Kandang mencit disiapkan. Satu kandang untuk satu kelompok

mencit

c. Mencit sebanyak 40 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 4

kelompok, masing-masing 10 ekor

d. Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 7 hari

2. Pemberian Perlakuan

a. Kelompok 1 hanya diberi diet standar dan aquades peroral 0,117 ml

1 x sehari

b. Kelompok 2 diberi diet standar, aquades peroral 0,117 ml 1 x sehari

dan injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal

(49)

commit to user

c. Kelompok 3 diberi diet standar, diet standar, aquades peroral 0,117

ml satu kali sehari, injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara

intraperitoneal perhari serta antibiotik ceftriaxone 5,2mg/0,05ml

secara intramuskuler satu kali sehari

d. Kelompok 4 diberi diet standar, aquades peroral 0,117 ml 1 x sehari,

injeksi cecal inoculum 0,15 ml per mencit secara intraperitoneal

perhari, antibiotik ceftriaxone 5,2 mg/0,05 ml secara intramuskuler

satu kali sehari serta minyak jinten hitam 0,117 ml peroral satu kali

sehari

3. Terminasi

Pada hari keempatbelas, mencit dikorbankan untuk diambil darahnya.

Darah dikumpulkan dari sinus orbitalis mencit untuk dilakukan

pengukuran hitung limfosit dengan menggunakan alat differential limfosit

count di Laoraturium Universitas Setia Budi.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Analysis of

Variance (ANOVA) dan menggunakan program SPSS 16 for Windows

Release 11.5 dan p < 0,05 dipilih sebagai tingkat minimal signifikansinya.

Kemudian, dilanjutkan dengan uji Post Hoc test. Uji ANOVA adalah uji

hipotesis parametrik untuk membandingkan perbedaan mean pada lebih dari

dua kelompok. Uji ANOVA yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah uji

(50)

commit to user

independen berskala kategorikal dengan satu variabel dependen berskala

numerik

Uji ANOVA harus memenuhi syarat berikut:

1. Varians homogen (sama)

2. Sampel kelompok independen

3. Distribusi data normal

4. Jenis data yang dihubungkan adalah ada atau tidaknya perbedaan mean

data numerik pada kelompok kategorik.

Jika uji one way ANOVA tidak terpenuhi, maka digunakan alternatif

uji hipotesis non-parametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis

membutuhkan syarat yang lebih longgar, yaitu:

1. Sampel berasal dari populasi independen, pengamatan satu dan yang

lainnya independen

2. Sampel diambil secara random dari populasi masing-masing

3. Data diukur minimal dalam skala ordinal.

Post Hoc test bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana

yang berbeda meannya apabila pada penggunaan uji ANOVA dihasilkan ada

(51)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan data survival dari masing-masing

kelompok perlakuan. Survivalitas masing-masing kelompok disajikan pada

tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Hewan Coba yang Masih Hidup dan yang Sudah Mati

Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan 1 Perlakuan 2

Jumlah Awal 10 10 10 10

Jumlah Hidup 10 6 8 9

Jumlah Mati 0 4 2 1

Dalam persen 100 % 60 % 80 % 90 %

Di tabel 3 terlihat bahwa jumlah akhir mencit yang paling sedikit

adalah berasal dari kelompok sepsis yang tidak diberi terapi apapun, yaitu

tersisa 6 ekor. Dan jumlah ini masih memenuhi syarat jumlah mencit

minimal, yang didapat dari penghitungan dengan rumus frederer sebelumnya.

Meskipun jumlah akhir kelompok lain lebih dari 6 mencit, namun yang

(52)

commit to user

Setelah dilakukan pemeriksaan hitung limfosit total dengan

menggunakan alat differential lymphocyte count, didapatkan data keempat

kelompok mencit adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Hitung Limfosit Keempat Kelompok Mencit, dalam satuan % leukosit.

No. Mencit Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan 1 Perlakuan 2

1

distribusi data harus normal dan varians data harus homogen. Jika syarat tidak

(53)

commit to user

One-way ANOVA atau Kruskal Wallis menghasilkan nilai p < 0,05 maka

dilanjutkan dengan Post Hoc test.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data

normal. Nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa distribusi data normal.

Hasil uji normalitas data hitung limfosit darah mencit

menunjukkan nilai p = 0,470 untuk kelompok kontrol negatif, p = 0,236

untuk kelompok kontrol positif, p = 0,902 untuk kelompok perlakuan 1

dan p = 0,708 untuk kelompok perlakuan 2. Karena semua kelompok

mempunyai nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data hasil

transformasi berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varians data

homogen atau tidak. Nilai p > 0,05 menunjukkan varians data homogen.

Hasil uji homogenitas data hitung limfosit darah mencit

menunjukkan nilai p = 0,837 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa

varians data homogen.

3. Uji One-Way ANOVA

Analisis data hitung limfosit total mencit dengan menggunakan

(54)

commit to user

0,05, maka terdapat perbedaan yang bermakna antarkelompok sehingga

dilanjutkan dengan analisis Post Hoc.

4. Uji Post Hoc

Uji Post Hoc dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut kelompok

mana yang berbeda meannya apabila pada penggunaan uji One-way

ANOVA dihasilkan ada perbedaan yang bermakna. Dari hasil Uji Post

Hoc didapatkan terdapat perbedaan hitung limfosit secara bermakna

antara mencit kelompok kontrol negatif dengan kelompok mencit yang

diinjeksi cecal inoculum (p = 0,000). Selain itu, pada kelompok mencit

yang diinjeksi cecal inoculum dengan mencit kelompok sepsis yang

diberikan terapi antibiotik ceftriaxone (kelompok perlakuan 1), terdapat

perbedaan hitung limfosit secara bermakna (p = 0,030). Perbedaan hitung

limfosit yang bermakna (p = 0,030) juga dijumpai pada kelompok

perlakuan 1 dengan mencit kelompok sepsis yang diberikan terapi

kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jintern hitam (kelompok

perlakuan 2). Namun, tidak dijumpai adanya perbedaan hitung limfosit

yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok

perlakuan 2 (p = 0,865)

Hasil Uji Post Hoc secara lengkap disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5. Rangkuman Uji Post Hoc

(55)

commit to user

Kontrol negatif vs Kontrol Positif

Kontrol negatif vs Perlakuan 1

Kontrol negatif vs Perlakuan 2

Kontrol positif vs Perlakuan 1

Kontrol positif vs Perlakuan 2

Perlakuan 1 vs Perlakuan 2

0,000

Dari hasil penelitian ini diperoleh rata-rata persentase hitung limfosit darah

tepi mencit kelompok kontrol positif adalah 51,22 % (51,22 sel limfosit setiap 100

sel leukosit darah tepi). Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan kelompok

kontrol negatif (80,32 %). Hal ini membuktikan bahwa pemberian cecal inoculum

pada mencit kelompok kontrol positif mampu menyebabkan sepsis tahap awal

(early sepsis). Dari hasil penelitian, injeksi cecal inoculum secara intraperitonel

dengan dosis 6 mg/mencit/i.p/hari mampu memperlihatkan tanda-tanda

piloerection, periocular discharge, tampak lesu, penurunan nafsu makan dan

minum serta diare. Terlihat infeksi yang berlebihan, kerusakan hebat dan

perlengketan di sejumlah organ termasuk hepar, lien, serta ginjal. Pada sepsis,

(56)

commit to user

Pada sepsis, lipopolisakarida mikroorganisme pada cecal inoculum akan terikat

pada reseptor CD14+ dan Toll Like Receptor-4 (TLR-4) pada makrofag sehingga

akan mengaktivasi NFκ-B (Diding dan Guntur, 2009). NFκ-B yang teraktivasi ini

akan menyebabkan peningkatan transkripsi dari sitokin proinflamasi (TNF-α, IL

-1, IL-2, IL-6, IL-8, IFN-γ, leukotrien B4, GM-CSF, G-CSF), faktor koagulasi

(PAI-1, vWF, TF, fibrinogen), molekul adhesi serta kemokin sehingga

mengakibatkan peningkatan apoptosis limfosit (Wesche et al., 2005). Di samping

itu, sitokin proinflamasi ini juga akan mengaktifkan caspase-3 yang akan

meningkatkan apoptosis limfosit (Guo et al.,2006). Selain itu, adanya pelepasan

dini dari complement 5a (C5a) pada kondisi sepsis akan mengakibatkan apoptosis

limfosit (Guo et al., 2006). Akibatnya jumlah limfosit dalam sirkulasi menurun.

Penurunan jumlah limfosit ini berhubungan dengan disfungsi imun serta Multiple

Organ Disfunction selama sepsis sehingga akan meningkatkan mortalitas. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif

mempunyai tingkat survivalitasyang paling rendah, yaitu 60 %.

Hasil uji Post Hoc menunjukkan adanya perbedaan jumlah limfosit yang

bermakna antara kelompok sepsis (kontrol positif) dengan kelompok kelompok

sepsis yang diberikan terapi antibiotik ceftriaxone (kelompok perlakuan 1).

Pemberian antibiotik ceftriaxone secara bermakna mampu meningkatkan hitung

limfosit pada hewan coba model sepsis. Hal tersebut dikarenakan antibiotik

ceftriaxone mampu membunuh bakteri tanpa menyebabkan pelepasan LPS yang

lebih banyak ke dalam darah. Berkurangnya jumlah LPS ini akan menyebabkan

(57)

pro-commit to user

inflamasi, kemokin, molekul adhesi serta faktor koagulasi. Akibatnya, terjadi

penurunan apoptosis limfosit sehingga jumlah limfosit dalam sirkulasi meningkat.

Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan rata-rata

persentase limfosit yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan 1 (65,27 %)

dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (51,22 %). Peningkatan rata-rata

persentase limfosit ini akan meningkatkan sekresi sitokin anti-inflamasi dan faktor

pertumbuhan sehingga akan meningkatkan survivalitas penderita sepsis. Hal

tersebut dibuktikan dengan lebih tingginya angka survivalitas hewan coba pada

kelompok perlakuan 1 (80 %) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (60

%).

Hasil uji Post Hoc juga menunjukkan adanya perbedaan jumlah limfosit

yang bermakna antara kelompok perlakuan 1 (kelompok sepsis yang diberikan

diberikan terapi antibiotik ceftriaxone) dengan kelompok sepsis yang diberi terapi

kombinasi antibiotik ceftriaxone dan minyak jinten hitam (perlakuan 2). Hal ini

sesuai dengan teori bahwa minyak jinten hitam mampu memperbaiki kemampuan

apoptosis limfosit. Minyak jinten hitam mengandung senyawa Thymoquinone,

asam linoleat dan asam linolenat yang bermanfaat sebagai zat antiinflamasi dan

antioksidan sehingga dapat menghambat pelepasan ROS akibat adanya stres

oksidatif pada proses inflamasi (Aniya et al., 2000). Aktivitas antiinflamasi

minyak jinten hitam dapat menurunkan aktivitas NF-κB sehingga akan

menurunkan produksi sitokin pro-inflamasi, kemokin, molekul adhesi faktor

koagulasi serta stres oksidatif. Dengan demikian, minyak jinten hitam dapat

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Asam Lemak dalam Jinten Hitam
Gambar 2.2 Biji Nigella sativa
Gambar 2.2. Tanaman Nigella sativa
Tabel 2. Kandungan Kimia Jinten Hitam
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variabel Strategi Pemasaran (X1) , variabel Marketing Communication (X2), variabel Brand Awareness (Y), dan juga variabel

Dari berbagai manfaat yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan Value for Money dalam pengukuran kinerja organisasi sektor publik sangat membantu

Likuiditas, Tingkat Kecukupan Modal, Dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Bank Perbankan Yang Terdaftar Di BEI

Kepada teman-teman saya seperjuangan dari semester satu sampai tujuh yang selalu mencari kelas bersama, mengerjakan tugas sama sama, banyak memberikan hiburan dikala

Penelitian ini membahas tentang integrasi antara komunitas yang statis dan dinamis, dalam tiga persoalan pokok yang bertitik tolak pada akuisisi bahasa anak, pertama

Desain Menu Petty Cash Pengembalian Kas Kecil Sistem Informasi Akuntansi Pengeluaran Kas Kecil di PT Kopolco Indonesia. Pada

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, lingkungan dan pendapatan Keluarga terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Taba

 Bandingkan  hasilnya  dan  tuliskan  komentar