UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI JUMLAH MINYAK JINTEN
HITAM (
Nigella sativa L
.) DALAM MIKROKAPSUL
TERHADAP UJI PELEPASAN
IN VITRO
SKRIPSI
ANIS KHILYATUL AULIYA
1112102000097
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI JUMLAH MINYAK JINTEN
HITAM (
Nigella sativa L
.) DALAM MIKROKAPSUL
TERHADAPUJI PELEPASAN
IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ANIS KHILYATUL AULIYA
1112102000097
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
Skripsi adalah benar hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Anis Khilyatul Auliya
NIM : 1112102000097
Tanda tangan :
ABSTRAK
Nama : Anis Khilyatul Auliya Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Jumlah Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.) pada Mikrokapsul Terhadap Uji PelepasanIn Vitro
Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan tanaman herbal berbunga tahunan yang banyak ditanam di negara India, Mesir dan Timur Tengah. Tanaman ini memiliki berbagai aktivitas farmakologi, seperti antioksidan, antikanker, antibiotik, dll, namun minyak jinten hitam bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi. Dipilih metode yang dapat mempertahankan stabilitas dari minyak jinten hitam akibat oksidasi. Salah satu metode yang dipilih yaitu mikroenkapsulasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh variasi jumlah minyak jinten hitam (Nigella sativa L.)dalam mikrokapsul terhadap uji pelepasan in vitro. Mikrokapsul dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan polimer natrium alginat dengan agen cross-link yaitu CaCl2dan dilakukan evaluasi karakteristik meliputi rendemen sampel, diameter partikel, dan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam. Kemudian ditentukan kadar minyak jinten hitam didalam mikrokapsul serta uji pelepasan in vitro minyak jinten hitam dalam mikrokapsul. Hasil karakterisasi mikrokapsul F1 (minyak jinten hitam 20%), F2 (minyak jinten hitam 25%), dan F3 (minyak jinten hitam 30%) secara berturut-turut yaitu nilai rendemen sampel 64.72%, 68.55%, 62.75%, rata-rata diameter ukuran mikrokapsul 1.628 µm, 1.784 µm, dan 2.127 µm, berat zat aktif terjerap 1710.792 mg, 1937.457 mg, 1991.858 mg, nilai kandungan zat aktif minyak jinten hitam dalam mikrokapsul adalah 26.42%, 28.26% dan 31.74%, hasil kadar pelepasan yaitu 108.466 ± 2.746 mg, 124.694 ± 0,615 mg, dan 127.602 ± 2.649 mg, nilai persentase pelepasan adalah 81.99 ± 4.1%, 88.19 ± 0.37%, dan 80.31 ± 1.62%. Hal ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi minyak jinten hitam mempengaruhi pelepasan in vitro minyak jinten hitam dari mikrokapsul dan mempengaruhi ukuran diameter mikrokapsul.
Name : Anis Khilyatul Auliya
Major : Pharmacy
Title : Effect of Variation Sum of Black Cumin oil (Nigella sativa L.) in microcapsules of In Vitro Release Testing Black cumin (Nigella sativa L.) is an annual flowering herb that is widely grown in India, Egypt and the Middle East. This plant has a variety of pharmacological activities, such as antioxidant, anticancer, antibiotics, etc., but it is unstable and easily oxidized. Selected methods to maintain the stability of black cumin oil from oxidation. One method that is chosen is microencapsulated.The purpose of this study is to see the effect of varying the amount of black cumin oil (Nigella sativa L.) in the black cumin oil microcapsules on in vitro release assays. The microcapsules prepared by ionic gelation method uses sodium alginate polymer with a cross-link agent is CaCl2 and evaluated characteristics include sample extraction, particle diameter, and organoleptic microcapsules black cumin oil.Then determined grade black cumin oil in the of microcapsules and release assays in vitro black cumin oil in microcapsules. The characterization results of microcapsules F1(black cumin oil 20%), F2 (black cumin oil 25%) and F3 (black cumin oil 30%)respectively value is the yield sample 64.72%, 68.55%, 62.75%, the average a diameter size of the microcapsules 1.628 m, 1.784 m, and 2.127
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunanskripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Jumlah Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.) pada Mikrokapsul Terhadap Uji Pelepasan In Vitro”. Skripsi inidisusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikantingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Penulis menyadari bahwadalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalanjalan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalamkesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.KM. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FakultasKedokterandan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik mahasiswa 2012
D.
4. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Herdini, M.Si.,Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, sertabimbingan kepada penulis selama penelitian.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehinggapenulis dapat menyelesaikan studi di program studi Farmasi FKIK UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
6. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Walid, Kak Rachmadi, Kak Eris, Kak Lisna, Kak Zaenab,dan Mbak Rani yang telah memberikan bantuan selamapenelitian.
7. Bapak Subandrio dan Ibu Emi Hidayati selaku orang tua yang selalu
memberikan do’a, kasih sayang, bantuan material maupun non material, dukungan serta motivasi kepada penulis.
8. Bahtiar Alamsyah dan Ridho selaku kakak dan adik yang selalu memberikan
do’a dan dukungan kepada penulis.
9. Ibu Yustiti Mufidah dan Bapak M. Amin selaku Tante dan Om yang selalu
memberikan do’a, bantuan dan dukungan kepada penulis.
10. Tim penelitian Ayunop, Chalila, Adina, Boy dan Alam yang telah memberikansemangat, bantuan, serta kebersamaan selama penelitian.
11. Sahabat-sahabat tercinta, Siti Zaenab Budianti, Maulina Dian Endarty, Khoiriyatus Sholihah dan Nur Khasanahyang telah memberikan do’a, semangat dan motivasi kepadapenulis.
12. Sahabat-sahabat CSS MoRA UIN Jakarta, khususnyaprodiFarmasiyang telah
memberikan do’a, semangat dan motivasi kepadapenulis.
13. Ghilman Dharmawan yang telah memberikan do’a, bantuan, semangat dan motivasi kepadapenulis.
Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dengan berlipat ganda. Semoga penelitian ini dapat bermanfaaat bagi penulis serta pembaca pada umumnya. Aaamiin Yaa
Robbal’aalamiin.
Ciputat, 26 September 2016
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
1.3.Tujuan Penelitian... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 3
2.1.4.Ekologi dan penyebaran ... 5
2.1.5.Bagian tanaman yang digunakan ... 5
2.1.6.Kandungan Kimia ... 5
2.1.7.Khasiat dan kegunaan ... 8
2.2.Natrium Alginat... 11
2.2.1.Aspek kimia ... 12
2.5.Mikroenkapsulasi ... 14
2.5.1.Tujuan mikroenkapsulasi ... 15
2.5.2.Morfologi mikrokapsul ... 15
2.5.3. Sifat zat aktif untuk sediaan mikrokapsul ... 16
2.5.4. Mekanisme pelepasan ... 16
2.5.5. Evaluasi mikrokapsul ... 16
2.6.Metode mikroenkapsulasi Gelasi Ionik ... 17
2.7.Uji pelepasan in vitro ... 19
2.8.Spektrofotometri UV-Vis ... 20
2.8.2.Komponen Spektrofotometri UV-Vis ... 21
2.8.3.Hukum Lambert-Beer ... 21
2.8.4. Analisis Kuantitatif ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
3.1.Lokasidan waktu penelitian ... 24
3.2.Bahan penelitian ... 24
3.3.Alat-alat ... 24
3.4.Prosedur penelitian ... 24
3.4.1. Validasi metode ... 24
3.4.1.1. Kondisi Spektrofotometri UV-Vis ... 24
3.4.1.2. Preparasi standar ... 25
3.4.1.3. Spesifisitas ... 25
3.4.1.4. Linearitas dan kurva kalibrasi ... 25
3.4.1.5. Presisi ... 26
3.4.1.6. Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantification (LOQ) ... 26
3.4.2. Pembuatan mikrokapsul minyak jinten hitam ... 27
3.4.2.1. Formula mikrokapsul minyak jinten hitam ... 27
3.4.2.2. Pembuatan emulsi minyak jinten hitam ... 27
3.4.2.3. Pembuatan mikrokapsul minyak jinten hitam ... 27
3.4.3. Evaluasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ... 28
3.4.3.1. Rendemen sampel ... 28
3.4.3.2. Pengamatan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam ... 28
3.4.3.3. Pengukuran diameter mikrokapsul minyak jinten hitam ... 28
3.4.4. Pengukuran kadar minyak jinten hitam dalam mikrokapsul ... 28
3.4.5. Uji pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten hitam .... 29
3.4.5.1. Uji pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten .. 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1.Validasi metode Spektrofotometri UV-Vis ... 30
4.1.1. Spesifisitas ... 30
4.1.2. Linearitas dan kurva kalibrasi ... 32
4.1.3. Presisi ... 33
4.1.4. Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantification (LOQ) ... 33
4.2.Pembuatan emulsi minyak jinten hitam ... 34
4.3.Evaluasi mikrokapsul minyak jinten hitam ... 35
4.3.1. Rendemen sampel minyak jinten hitam ... 35
4.3.2. Pengamatan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam ... 36
4.3.3. Pengukuran diameter mikrokapsul minyak jinten hitam ... 37
4.4.Pengukuran kadar minyak jinten hitam dalam mikrokapsul ... 38
4.5.Uji pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten hitam ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1.Kesimpulan ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar2.1. Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4
Gambar 2.2.Struktur timokuinon yang terkandung dalamminyakjintenhitam(Nigella sativa) ... 8
Gambar 2.3.Struktur Kimia Natrium Alginat ... 12
Gambar 2.4.Lapisan Mikroenkapsulasi ... 14
Gambar 2.5.Mikrosfer dan Mikrokapsul ... 15
Gambar 2.6.Proses terjadinya tautan silang antara polimer natrium alginat dan ion kalsium ... 18
Gambar 2.7.Proses pembuatan dan pengikatan mikrokapsul ... 19
Gambar 4.1.Panjang gelombang minyak jinten hitam 1000 ppm ( =252 nm) 30 Gambar 4.2.Panjang gelombang mikrokapsul minyak jinten hitam 1000 ppm ( =252 nm) ... 31
Gambar 4.3.Panjaang gelombang campuran antara minyak jinten hitam danmikrokapsul minyak jinten hitam pada konsentrasi 1000 ppm ( =252 nm) ... 31
Gambar 4.4.Grafik Kurva Kalibrasi Minyak Jinten Hitam ... 32
Gambar 4.5.Hasil sentrifugasi emulsi minyak jinten hitam selama 3 menit .... 35
Tabel 2.1.Komposisi biji jintan hitam ... 7
Tabel 2.2.Komposisi mineral biji jintan hitam ... 7
Tabel 3.1.Formulasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam dengan 3 variasi konsentrasi ... 27
Tabel 4.1.Hasil absorbansi standar minyak jinten hitam ( =252 nm) ... 32
Tabel 4.2.Hasil uji presisi metode pada Spektrofotometri UV ... 33
Tabel 4.3.LOD dan LOQ untuk persamaan linear minyak jinten hitam ... 34
Tabel 4.4.Hasil pengamatan pemisahan emulsi minyak jinten hitam ... 34
Tabel 4.5.Data rendemen sampel minyak jinten hitam ... 35
Tabel 4.6.Hasil pengamatan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam .... 36
Tabel 4.7.Hasil pengukuran diameter mikrokapsul minyak jinten hitam ... 38
Tabel 4.8.Data kandungan minyak jinten hitam dalam mikrokapsul ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Penelitian ... 48
Lampiran 2. Perhitungan Bahan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ... 49
Lampiran 3.Pembuatan phosfat buffer saline (PBS) ... 49
Lampiran 4.Perhitungan Larutan CaCl2 0,5 M (50 mL) ... 50
Lampiran5.Perhitungan Hasil Rendemen Proses ... 50
Lampiran 6.DokumentasiMinyakJintenHitam ... 51
Lampiran 7. Gambarhasilpengamatanorganoleptismikrokapsulminyakjinten hitam ... 51
Lampiran8.Scanning Panjang Gelombang Maksimum Minyak Jinten Hitam 100 ppm ( = 252) ... 52
Lampiran 9.Scanning Panjang Gelombang MaksimumMikrokapsul Minyak Jinten Hitam 1000 ppm ( = 252) ... 53
Lampiran 10.Scanning Panjang Gelombang Maksimum Selektivitas Minyak Jinten Hitam dan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam 1000 ppm ( = 252) ... 54
Lampiran 11.Data Absorbansi Kurva Minyak Jinten Hitam ... 54
Lampiran 12.Perhitungan Kadar Minyak Jinten Hitam dari Mikrokapsul ... 55
Lampiran 13. Data Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ... 59
Lampiran 14. Kurva Profil Pelepasan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ... 60
Lampiran 15. Sertifikat Analisa Natrium Alginat ... 62
Lampiran 16. Sertifikat Analisa Tragakan ... 63
Lampiran 17. Sertifikat Analisa Minyak Jinten Hitam ... 64
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jinten hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan yang banyak ditanam di negara Mediterania, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Barat. Di Timur Tengah, Afrika Utara, dan India biji jinten hitam telah lama digunakan secara tradisional untuk pengobatan berbagai macam penyakit (Burits and Bucar, 2000; Padmaa, 2010), bumbu masakan terutama oleh masyarakat di Timur Tengah dan Asia Barat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009; Paarakh, 2010).
Harzallah et al. (2011) mendeteksi kandungan minyak atsiri atau essensial oil jintan hitam menggunakan Gas Chromatography Mass Spectra (GC-MS) mengandung: p-cymene (49.48%), a-thujene (18.93%),
a-pinene (5.44%), ß-pinene (4.31%), y-terpinene (3.69%), dan timokuinon
(0.79%). Pada minyak atsiri jintan hitam diketahui mengandung dithymoquinone, thymohydroquinone, nigellone, carvacrol, limonene,
d-citronellol, 2-(2-methoxypropyl)-5-methyl-1,4-benzenediol dan thymol
yang memiliki aktivitas farmakologi, diantaranya sebagai penghilang sakit (analgesik), antipembengkakan (antiinflamasi), antialergi (antihistamin), mampu menghambat proliferasi (produksi) sel kanker, antiangiogenesis (menghentikan pembentukan pembuluh darah bagi sel kanker), antioksidan dan antimikroba (Junaedi et al., 2011).
2
oksidasi. Oleh karena ini, dipilih metode yang dapat meningkatkan stabilitas dari minyak jinten hitam akibat oksidasi. Salah satu metode yang dipilih yaitu mikroenkapsulasi (Sugindro, et al., 2008).
Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi bahan inti (core) yang semula berbentuk cair menjadi bentuk padatan sehingga mudah dalam penanganannya serta dapat melindungi inti dari kehilangan komponen-komponen zat aktifnya (Soottitantawat et al. 2003; Gharsallaoui et al. 2007; Marcuzzo et al. 2010; dan Medovic et al. 2011) dengan ukuran partikel berkisar antara 1-5000 mikrometer (Benita, 2006). Telah dilakukan mikroenkapsulasi dari ekstrak biji jintan hitam pahit melalui proses kimia, yaitu dengan metode semprot kering (spray drying) menggunakan penyalut gom arab dan maltodekstrin. Tetapi, pada penyimpanan mikrokapsul selama 28 hari didapatkan penurunan kadar timokuinon dalam mikrokapsul hingga sebesar 90%. Hal ini dikarenakan pada metode semprot kering (spray drying) adanya proses automisasi yang menyebabkan lapisan kulit (shell) yang terbentuk tidak begitu kuat dan mengakibatkan semua materi kurang terlindungi, sehingga banyak komponen-komponen yang mudah menguap hilang (Sugindro, et al., 2008).
Teknik lainnya yang biasa dilakukan untuk mengenkapsulasi minyak jinten hitam adalah melalui metode gelasi ionik. Telah dilakukan mikroenkapsulasi dengan metode gelasi ionik menggunakan penyalut crosslink Ca dan alginat terhadap minyak cengkeh (Eugenis caryophyllata), minyak kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), dan
minyak thyme (Thymus vulgaris) dengan hasil efisiensi enkapsulasi pada kisaran 90%-94 berdasarkan tipe dari tiap minyak, serta sediaan mikrokapsul tersebut dapat menurunkan kecepatan penguapan dari minyak (Soliman, et al., 2013).
Parameter lain yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji pelepasan in vitro mikrokapsulasi minyak jinten hitam. Uji pelepasan in vitro penting dilakukan untuk mengevaluasi pelepasan obat dari bentuk
kuantifikasi terhadap jumlah dan tingkat pelepasan obat dari bentuk sediaan. Karena perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam formulasi dapat mengubah pelepasan obatnya (Ramteke; Dighe; Kharat & Patil, 2014). Pada penelitian ini digunakan alat uji disolusi tipe keranjang (apparatus tipe 1). Alat uji tipe keranjang digunakan karena dapat menahan cuplikan mikrokapsul didalamnya, sehingga dapat terjadi pelepasan zat aktif yang optimal dengan kecepatan putaran yang konstan pada suhu 37°C ± 0,5.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh variasi jumlah minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) pada mikrokapsul minyak jinten hitam terhadap pelepasan in
vitro?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh variasi jumlah minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) pada mikrokapsul minyak jinten hitam terhadap pelepasan in vitro.
1.4. Manfaat Penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jintan Hitam (Nigella sativa L.)
2.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Mangliophyta Kelas : Mangliopsida Sub Kelas : Mangliidae Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella
Spesies : Nigella sativa Linn.
Nama lain Nigella sativa L. diantaranya adalah: Kalonji (bahasa Hindi), Kezah (Hebrew), Chamusha (Rusia), Habbatus Sauda’ (Araba), Siyah daneh (Persian), Fennel Flower / Black Carraway / Nutmeg Flower / Roman Coriander / Black Onian Seed (English), atau Jinten Hitam (Indonesia).
2.1.2. Budidaya
Jinten hitam (Nigella sativa Linn.) tumbuh 2500 meter di atas permukaan laut. Jinten hitam dikenal sebagai tumbuhan liar dan dibudidayakan di India, Mesir dan Timur Tengah. Selain di negara-negara tersebut jinten hitam juga dibudidayakan di Sri Lanka, Bangladesh, Nepal, Mesir, Irak dan Pakistan. Namun di negara-negara ini pembudidayaannya masih dalam skala kecil. India termasuk negara produsen jintan hitam terbesar (Malhotra, 2004).
2.1.3. Morfologi
Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman berbunga, tumbuh setinggi 30-35 cm, berbatang tegak, berkayu dan berbentuk bulat menusuk. Daunnya runcing, bercabang, bergaris, kadang-kadang tunggal atau bisa majemuk dengan posisi tersebar berhadapan. Bentuk daun bulat telur berujung lancip, permukaan daun berbulu halus. Tanaman ini memiliki bunga yang berbentuk beraturan, berwarna biru pucat atau putih dengan 5-10 mahkota bunga, dan akan menjadi buah berbentuk bumbung atau kurung berbentuk bulat panjang. Buahnya keras seperti buah buni, berisi 3-7 folikel, masing-masing berisi banyak biji atau benih yang sering digunakan sebagai bahan rempah. Rasa pahit yang tajam dengan bau khas (Savitri, 2008).
2.1.4. Ekologi dan penyebaran
Tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudera Indonesia sebagai gulma semusim.
2.1.5. Bagian tanaman yang digunakan
Biji
2.1.6. Kandungan kimia
Biji jintan hitam mengandung asam amino yaitu berupa leucine, valine, lysine, threonine, phenylalanine, isoleucine, histidine, methionine,
glutamic acid, arginine, aspartic acid, glysin, proline, serine, alanine,
6
atsiri yang terkandung di dalam biji jintan ini meliputi nigellone, thymoquinone, thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, α dan β-pinene, d-limonene, d-citronellote, dan p-cymene (Ali-Ali, Alkhawajah, Rhandhawa dan Shaikh, 2008). Kandungan lain dari biji jintan hitam adalah dithymoquinone, thymoquinone, oxy-coumarin, 6-methoxy coumarin 7-hidroxy-coumarin, steryl-glucoside (Randhawa,
2008).
Asam lemak (35,6 – 41,6%) yang terkandung didalam biji jintan hitam seperti asam arakidonat, asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam miristat. Selain itu jintan hitam juga mengandung protein (22,7%), asam amino meliputi albumin, globulin, lisin, leusin, isoleusin, valin, glisin, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin, sistein, asam glutamat, asam aspartat, prolin, serin, treonin, triptopan dan tirosin. Dalam jintan hitam terdapat juga senyawa alkaloid meliputi nigellicine, nigellidine-N-oxide. Mineral (1,79 – 3,74%), meliputi Fe, Na, Cu, Zn, P dan Ca. Vitamin seperti asam askorbat, tiamin, niasin, piridoksin, dan asam folat. Karbohidrat (33,9%), serat (5,5%), dan air (6%). Selain itu, terkandung juga senyawa flavanoid, saponin, terpenoid, alpipatic alcohol, unsaturated α-β-hidroxy ketone, sterol, ester serta asam organik. Bijinya juga mengandung lipase, fitosterol dan β-sitosterol (Gilani, Jabeen dan Khan, 2004).
Tabel 2.1. Komposisi biji jintan hitam
Total Polifenol (mg asam galat/kg minyak) 310.26 ± 6.82 Sumber : Sultan et al. 2009.
Biji jintan hitam mengandung sejumlah mineral yang penting bagi tubuh. Kandungan fosfor dan kalsium pada biji jintan hitam lebih besar dari elemen mineral yang lain. Beberapa penelitian telah menentukan komposisi mineral pada biji jintan hitam, diantaranya yang dilakukan oleh Sultan et al. 2009 (Tabel 2.2.).
Tabel 2.2. Komposisi mineral biji jintan hitam
Mineral (mg/100g) Jumlah minyak atsiri atau essensial oil jintan hitam yang dideteksi menggunakan Gas Chromatography Mass Spectra (GC-MS) mengandung: p-cymene
8
nigellimine-N-oxide. Minyak atsiri jintan hitam mengandung dithymoquinone, thymohydroquinone, nigellone, carvacrol, limonene,
d-citronellol, 2-(2-methoxypropyl)-5-methyl-1,4-benzenediol dan thymol
yang memiliki aktivitas farmakologi, diantaranya sebagai penghilang sakit (analgesik), antipembengkakan (antiinflamasi), antialergi (antihistamin), mampu menghambat proliferasi (produksi) sel kanker, antiangiogenesis (menghentikan pembentukan pembuluh darah bagi sel kanker), antioksidan dan antimikroba (Junaedi et al. 2011). Kandungan thymoquinone dalam biji jintan hitam diduga merupakan bahan bioaktif utama dari minyak atsiri jintan hitam (Fararh et al. 2010) dan thymoquinone termasuk dalam senyawa fenolik kuinonik (Kumar, 2011). Thymoquinone memiliki sifat antioksidan yang kuat, dapat melindungi jaringan yang bukan tumor dari kerusakan yang disebabkan oleh kemoterapi dan sebagai pelindung dari kerusakan hati (Fararh et al. 2005). Selain itu adanya senyawa ß-pinene menunjukkan aktivitas antiproliferatif melawan sel tumor A549 (Bourgou et al. 2010); senyawa longifolene sebagai antioksidan dan antibakteri, dan
senyawa thymol sebagai antimikroba (Martos et al. 2011).
Gambar 2.2. Struktur timokuinon yang terkandung dalam minyak jinten hitam (Nigella sativa)(Iqbal, 2013).
2.1.7. Khasiat dan kegunaan
a. Antibakteri
makanan terutama untuk tambahan citarasa, pengawetan dan terapi alami, bisa digunakan sebagai antibakteri pada konsentrasi 0,5%, 1,0% dan 2% menggunakan metode agar difusi yang menyerang 24 bakteri patogenik dan bakteri asam laktat. Dan semua minyak yang diuji menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 2% yang lebih efektif dibandingkan konsentrasi lainnya.
b. Antidiabetik
Banyak penelitian yang membuktikan berbagai macam khasiat dari minyak jinten hitam, di antaranya adalah kemampuannya memperpanjang waktu protombin dari tikus untuk aktivitas antikoagulan. Pada pemberian minyak biji jinten hitam jangka panjang yang dicampurkan pada makanan sehari-hari tikus diabetes yang terinduksi streptozotocin (STZ) memperlihatkan bahwa terjadi proses penyembuhan yang cukup signifikan dari hari ke hari (El-Din, El-Tahir dan Bakeet, 2006). Begitupun dengan penelitian Al-Logmani (2011) yang menyebutkan hal yang sama, bahwa dengan diberikannya minyak biji jinten hitam pada tikus yang terinduksi streptozotocin (STZ) dapat menurunkan glukosa darah, trigliserida, kolesterol, LDL, asam urat, urea, kadar kreatinin, ALT, AST dan total protein secara signifikan jika dibandingkan dengan tikus normal.
c. Antioksidan
Untuk aktivitas sebagai antioksidan, minyak biji jinten hitam ini telah dibuktikan dapat mencegah senyawa kimia carbon tetrachloride (CCl) yang menyebabkan kerusakan hati. Pemberian 10 ml/kg/hari minyak biji jinten hitam selama tujuh hari dapat menurunkan level serum enzim hati yang tinggi secara signifikan dan memperbaiki oxidative stress (Aorahman, 2009).
d. Antikanker
Kemudian Salomi, et al., (1991) meneliti bahwa kandungan fatty acids dalam minyak biji jinten hitam dapat menghambat dengan
10
selama 10 hari pemberian. Serta pada dosis 100 mg/kg minyak biji jinten hitam ini menunda onset atau awal mula pembentukan papilloma dan mengurangi angka papilloma pada tikus.
e. Antiinflamasi
Secara tradisional pun menurut penelitian Houghton (1995), minyak biji jinten hitam dan thymoquinone dapat menghambat generasi eicosanoid dan membran lipid peroksidasi, dengan melewati jalur
penghambatan cyclooxigenase dan 5-lipoxygenase dari metabolisme arakidonat yang bertanggung jawab sebagai aktivitas antiinflamasinya.
f. Antihipertensi
Sedangkan untuk aktivitas hipertensinya, minyak biji jinten hitam dalam beberapa penelitian dapat menurunkan tekanan darah secara spontan pada tikus hipertensi yang hampir sama efeknya dengan nifedipin. Kemudian penelitian menyebutkan bahwa secara tradisional penurunan tingkat kolesterol dengan mengontrol keseimbangan darah dan berat badan yang merupakan efek dari pemberian minyak biji jinten hitam (Gillani, et al., 2004).
g. Sistem Imunitas Tubuh
Biji jinten hitam pada umumnya digunakan pada pengobatan tradisional, seperti diuretik, antihipertensi, memperbaiki proses pencernaan, antidiare, stimulan, analgesik, antibakteri dan digunakan untuk penyakit kulit. Sudah dilakukna studi studi terhadap pemanfaatan jinten hitam, dari hasil studi tersebut didapat hasil bahwa jinten hitam memiliki aktivitas sebagai antidiabetes, antikanker, imunomodulator, antimikroba, antiinflamasi, spasmolitik, bronkodilator, hepatoprotektif, pelindung ginjal dan antioksidan (Gilani, Jabeen & Khan, 2004).
dapat digunakan sebagai antimalaria menurut penelitian Abdulelah & Zainal, (2007). Penelitian Ali, Gamze & Tugba (2007) melaporkan bahwa jintan hitam memiliki potensi sebagai antimikotik dan antimikroba.
Biji jintan hitam telah diketahui memiliki sifat farmakologi seperti obat penenang, antiinflamasi dan ekspektoran. Dari zaman kuno, jintan hitam telah digunakan sebagai pelindung pakaian dari gangguan serangga. Adanya fraksi karboksil nigellone dan non-karboksil dilaporkan dapat digunakan sebagai antihistamin. Fraksi fenoliik menunjukkan adanya aktivitas sebagai antimikroba terhadap Micrococcus pyogenes var. aureus dan E.coli. pada penelitian lain
menunjukkan bahwa jintan hitam mempunyai imunomodulator yang kuat dan memiliki aktivitas seperti interferon, dengan demikian jinten hitam mampu menghambat perkembangan kanker dan sel endotel dan dapat mengurangi produksi faktor pertumbuhan protein angiogenik fibroblastik yang dibuat oleh sel tumor (Malhotra, 2004).
2.2. Natrium Alginat (Rowe, R.C., et al., 2009)
Natrium alginat terdiri dari garam natrium dan asam alginat (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006). Alginat diperoleh dari ganggang cokelat Phaeophyceae dalam bentuk polimer linear dari 1,4-β-D-asam mannuronat dan residu 1,4-α-L-asam guluronat (Lisboa, Valenzuela, Grazioli, Diaz, & Sogaray, 2007).
Rumus molekul natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n. Garam natrium dari asam alginat berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30%, dan tidak larut dalam kloroform, eter, dan asam dengan pH kurang dari 3 (Yunizal, 2004).
12
larut air dengan adanya ion divalen seperti Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+ (Lisboa, 2007). Pemilihan natrium alginat sebagai polimer yang digunakan dalam penelitian ini dikarenakan sifatnya yang tidak toksik dan biokompatibel dengan berbagai macam komponen kimia. Selain itu natrium alginat juga digunakan untuk mikroenkapsulasi obat tanpa menggunakan pelarut organik sehingga meminimalisasi efek toksik akibat penggunaan pelarut organik dalam pembuatan mikrokapsul (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).
2.2.1. Aspek Kimia
Nama Kimia : Sodium alginat Rumus Molekul : (C6H7O6Na)n
Gambar 2.3. Struktur Kimia Natrium Alginat evanputra.wordpress.com
2.2.2. Aspek Fisika
a. Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, putih pucat, serbuk berwana coklat kekuningan.
b. Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, kloroform, dan campuran etanol/air dengan etanol lebih besar dari 30%. Praktis tidak larut dalam pelarut organik dan larutan asam dengan pH kurang dari 3. Sedikit larut dalam air membentuk koloid.
c. Fungsi : Sebagai penyalut mikroenkapsulasi
2.3. Tragakan (Rowe, R.C., et al., 2009)
Tragakan adalah getah kering alami yang diperoleh dari Astragalus gummifer Labillardie`re dan dari spesies lainnya dari tumbuhan
campuran air-tak terlarut dan watersoluble polisakarida. Bassorin, merupakan 60-70% dari getah, adalah bagian utama yang tidak larut air, sementara sisa getah yang lain terdiri dari bahan tragacan larut dalam air. Pada proses hidrolisis, tragakan menghasilkan L-arabinose, L-fucose, D-xylose, D-galaktosa, dan asam D-galacturonic. Gom tragakan juga
mengandung sejumlah kecil selulosa, pati, protein, dan abu. Gom tragakan memiliki berat molekul perkiraan 840 000.
Pada peningkatan suhu dan konsentrasi, viskositas dari tragakan akan meningkat. Sebaliknya, bila konsentrasi dan suhu turun maka viskositas dari tragakan akan turun dan pH tragakan akan tinggi. Dispersi dari tragakan stabil pada pH 4-8. Maksimum pH pada tragakan adalah 8 dan pH paling stabil adalah 5.
2.3.1. Aspek Kimia
a. Nama Kimia : Tragacanth gum b. Bobot Molekul : 840.000
2.3.2. Aspek Fisika
a. Pemerian : Gum tragakan berbentuk pipih, lamellated, fragmen sering melengkung, atau sebagai lurus atau spiral, ketebalan 0.5-2.5 mm; juga berupa serbuk, warna putih kekuningan, tidak berbau, dengan rasa hambar.
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, etanol (95%), dan pelarut organik. Meskipun tidak larut dalam air, tragakan dapat mengembang jika dicampurkan air panas atau dingin dengan 10 kali beratnya untuk menghasilkan koloid kental atau semigel.
c. Fungsi : Sebagai agen emulsifier
2.4. Kalsium Klorida (CaCl2) (Rowe, R.C., et al., 2009)
2.4.1. Aspek Kimia
a. Nama Kimia : Calcium chloride anhydrous
14
2.4.2. Aspek Fisika
a. Pemerian : Kalsium klorida berwarna putih, atau bubuk kristal tidak berwarna, granul, atau massa kristal, dan higroskopis.
b. Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol (95%), tidak lrut dalam dietil eter.
c. Fungsi : Sebagai agen crosslinking
2.5. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi merupakan proses penggunaan penyalut yang relatif tipis pada partikel-partikel kecil zat padat atau tetesan cairan dan dispersi zat cair dengan ukuran partikel berkisar antara 1-5000 mikrometer. Teknik mikroenkapsulasi biasa digunakan untuk meningkatkan stabilitas, mengurangi efek samping dan efek toksik obat, dan memperpanjang pelepasan obat (Benita, 2006). Mikroenkapsulasi adalah proses menutupi padatan, cairan ataupun gas dalam bentuk partikel mikroskopis dengan dinding pelapis yang tipis disekeliling zat (Venkatesan et al., 2009) dan telah digunakan secara meluas di banyak industri, mencakup bidang farmasi, grafik, makanan dan pertanian (Benita, 2006).
Mikroenkapsulasi meliputi bioenkapsulasi yang memerangkap zat aktif dengan polimer dan umumnya untuk meningkatkan kinerja dari sediaan atau meningkatkan masa simpan sediaannya (Banker, 2002).
Mikroenkapsulasi dapat digunakan untuk mengkonversi cairan ke padatan, dari mengubah koloid dan sifat permukaan, memberikan perlindungan pada sediaan terhadap lingkungan dan mengendalikan karakteristik pelepasan atau ketersediaan dari polimer. Namun, keunikannya adalah hasil dari proses mikroenkapsulasi selanjutnya dapat digunakan untuk membuat sedian lainnya (Nitika Agnihotri; Ravinesh Mishra; Chirag Goda; Manu Arora, 2012).
2.5.1. Tujuan Mikroenkapsulasi
Dalam bidang farmasi, mikrokapsul dapat digunakan sebagai penutup rasa pahit, pelindung obat dari kondisi lingkungan (kelembaban, cahaya, panas, dan/atau oksidasi), solusi pada inkompatibilitas dengan komponen lain, mengembangkan sifat alir dari serbuk, mendapatkan sediaan lepas lambat, dan mencegah iritas lambung (Agus et al., 2010).
2.5.2. Morfologi Mikrokapsul (Ghosh, 2006)
Morfologi mikrokapsul yang dihasilkan terutama tergantung pada bahan inti dan proses pembentukan dinding mikrokapsul. Berdasarkan morfologinya, mikrokapsul dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu mononuklear, polinuklear, dan matriks. Tipe mononuklear terdiri dari satu inti yang dikelilingi bahan penyalut (dinding mikrokapsul), sedangkan tipe polinuklear terdiri dari banyak inti dalam satu mikrokapsul. Pada tipe matriks, bahan inti terdistribusi secara homogen pada bahan penyalut.
Gambar 2.5.Mikrosfer dan Mikrokapsul
16
2.5.3. Sifat Zat Aktif untuk Sediaan Mikrokapsul (Banker, 1990;
Liebeerman dkk, 1990)
Zat aktif yang dapat dibuat dalam sistem mikrokapsul dapat berupa zat padat, cair maupun gas dengan ukuran partikel yang kecil. Sifat-sifat zat aktif untuk sistem mikrokapsul tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi tersebut. Dalam penelitian ini, mikroenkapsulasi yang dilakukan ditujukan untuk menjaga stabilitas zat aktif yaitu jintan hitam yang mudah teroksidasi oleh udara dan cahaya.
2.5.4. Mekanisme Pelepasan
Mekanisme pelepasan obat dari mikrosfer atau polimer (Tiwari, et al., 2012):
1. Degradasi sistem monolit terkendali
Zat aktif dilarutkan dalam matriks dan terdistribusi secara merata di seluruh matriks. Zat aktif sangat melekat pada matriks dan dilepaskan melalui degradasi matriks.
2. Difusi sistem monolit terkendali
Zat aktif dilepaskan secara difusi sebelum atau bersamaan dengan degradasi matriks polimer. Laju pelepasan juga tergantung pada degradasi polimer dengan mekanisme homogen atau heterogen. Proses pelepasan difusi lebih lambat dibandingkan dengan degradasi matriks. 3. Difusi reservoir terkontrol
Zat aktif dienkapsulasi oleh membran terkontrol. Proses pelepasan bergantung pada difusi zat aktif melalui membran polimer. Dalam hal ini, pelepasan obat tidak dipengaruhi oleh degradasi matriks.
4. Erosi
Terjadi erosi pada polimer yang digunakan sebagai bahan penyalut karena hidrolisis enzimatik oleh adanya pH, sehingga menyebabkan pelepasan obat.
2.5.5. Evaluasi Mikrokapsul (Sutriyo, et al., 2004)
atau tidaknya produk yang dibuat untuk digunakan dan dipasarkan. Evaluasi yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi pemeriksaan bentuk dan morfologi mikrokapsul, ukuran dan distribusi ukuran mikrokapsul, faktor perolehan kembali, penentuan kandungan zat inti, efisiensi penjerapan, serta uji pelepasan in vitro.
2.6. Metode Mikroenkapsulasi Gelasi Ionik
Ada banyak metode enkapsulasi yang dapat digunakan untuk membuat mikrokapsul. Metode pembuatan mikrokapsul yang paling sering diterapkan dalam bidang farmasi antara lain suspensi udara, pemisahan fase koaservasi, semprot kering dan pembekuan, penyalutan dalam panci, proses multi lubang sentrifugal, gelasi ionik serta metode penguapan pelarut (Lachman, Herbert, & Joseph, 1994; Swarbick & Boylan, 1994).
Pada penelitian ini akan digunakan metode gelasi ionik dengan penyalut natrium alginat. Prinsip metode gelasi ion adalah proses taut silang antara polimer dengan kation multivalen. Selain alginat, polimer yang dapat digunakan dalam metode gelasi ion antara lain kitosan dan karaginan (Liouni, Drichoutis, &Nerantzis, 2008). Kemampuan natrium alginat membentuk gel tidak larut air dengan adanya kation divalen menjadi dasar penggunaan natrium alginat pada proses penyalutan obat (Manz, Hillgartner, Zimmermann, Zimmermann, Volke, & Zimmermann, 2003).
18
natrium alginat (Liu, et al, 2004). Tautan silang pada teknik gelasi eksternal dapat dicapai dengan meneteskan droplet-droplet natrium alginat ke medium yang mengandung ion divalen (misalnya Ca2+), Ca2+ kemudian akan langsung bereaksi dengan gugus karboksilat dari residu asam guluronat pada permukaan tetesan droplet, selanjutnya Ca2+ tersebut akan berdifusi ke dalam droplet dan bereaksi membentuk Ca-alginat (Liu, et al, 2002). Ketika natrium alginat dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion kalsium, ion kalsium akan menggantikan ion natrium pada polimer. Setiap ion kalsium dapat berikatan dengan dua rantai polimer. Proses tersebut disebut tautan silang dan dapat digambarkan seperti Gambar 2.6. Gelasi alginat terjadi saat kation divalen berinteraksi dengan gugusan residu asam guluronat pada natrium alginat sehingga terbentuk jaringan gel tiga dimensi dan biasa digambarkan sebagai model “egg-box” (Liouni, Drichoutis, & Nerantzis, 2008). Untuk proses pembuatan dan pengikatan mikrokapsul dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Proses pembuatan dan pengikatan mikrokapsul Sumber: journal.frontiersin.org
2.7. Uji Pelepasan In Vitro
Pelepasan obat dari mikrokapsul dapat melalui berbagi cara yaitu melalui proses difusi melewati lapisan polimer, erosi dari lapisan polimer atau kombinasi dari erosi dan difusi (Deasy, 1984).
Pelepasan yang pertama yaitu pelepasan melalui permukaan partikel mikrokapsul, difusi melalui matriks polimer mikrokapsul yang mengembang, dan pelepasan melalui erosi polimer. Pelepasan dari mikrokapsul dapat dengan cara lebih dari satu mekanisme. Pada mekanisme obat yang pelepasannya melalui permukaan, saat obat telah kontak dengan medium maka obat akan lepas melalui permukaan pasrtikel, obat yang terperangkap di lapisan permukaan partikel juga mengikuti mekanisme ini. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis sehingga obat terkikis sehingga obat terlepas ketika bersentuhan dengan medium. Pada pelepasan obat melalui difusi matriks, pertama air akan berpenetrasi ke dalam beads mikrokapsul, menyebabkan matriks mengembang, terjadi konversi polimer ke dalam matriks, kemudian terjadi difusi obat dari matriks mikrokapsul yang mengembang (Agnihotri, Malikarjuna dan Aminabhavi, 2004).
20
tertentu, pada suhu tertentu, dan menggunakan alat tertentu pula yang didesain untuk munguji parameter pelepasan yang ingin diketahui. Dari data yang diperoleh dikaji studi kinetiknya, yaitu dibuat grafik yang merupakan hubungan antara konsentrasi dan waktu pelepasan, sehingga orde reaksi pelepasan zat aktifnya dapat ditentukan (Herdini, 2008).
Untuk uji pelepasan in vitro ada 2 macam alat yang pertama yaitu jenis alat uji disolusi dengan pengaduk bentuk keranjang dan yang kedua pengaduk yang berbentuk dayung. Pada penelitian ini digunakan alat uji tipe keranjang. Pengaduk berbentuk keranjang terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan yang transparan. Suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder, wadah tercelup sebagian didalam tangas air yang berukuran sesuai dan bisa mempertahankan suhu dalam wadah 37°C ± 0,5 selama pengujian berlangsung dan menjaga air dalam tangas halus dan tetap (FI IV, 1995).
2.8. Spektrofotometri UV-Vis
2.8.1. Teori Spektrofotometri
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
2.8.2.
Komponen Spektrofotometri UV-VisUntuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-komponen Spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.
a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel.
b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum.
c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.8.3.
Hukum Lambert-BeerHukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004). Menurut hukum Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan lapisan (b) yang disinari
A= k. b
Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah proporsional
22
Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan
A= k . c. b
Umumnya digunakan dua satuan c (konsenterasi zat yang menyerap) yang berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (K) dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan tersebut disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absorbtivitas molar (∈). Jadi dalam sistem yang direkombinasikan, Hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk, yaitu:
A= a. b. c g/liter atau A= ∈. b. c mol/liter
Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan absorbsi spesifik, sedangkan ∈ adalah koefisien ekstingsi molar (Day and Underwood, 1999).
2.8.4.
Analisis KuantitatifAnalisis kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Metode Regresi
Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.
C = As. Cb/ Ab
Keterangan: As = Serapan sampel Ab = Serapan standar Cb = Konsentrasi standar
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Formulasi Sediaan Padat dan Laboratorium Bioavailabilits dan Bioequivalensi (PBB) Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 – September 2016.
3.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jinten hitam (PT. Lantabura International), etanol pro analisis (Merck, Jerman), tragakan (Brataco Chemical), alginat, kalsium klorida (Brataco Chemical).
3.3. Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji disolusi tipe keranjang (Erweka, Jerman), Spektrofotometri UV (Hitachi U-2910, Jepang), timbangan analitik, batang pengaduk, spatula, beker gelas, labu ukur, cawan penguap, tabung reaksi, alumunium foil, mikropipet, spuit dan jarum suntik.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Validasi Metode Spektrofotometri UV
3.4.1.1.Kondisi Spektrofotometri UV
Kondisi Spektrofotometri UV adalah sebagai berikut: a. Spektrofotometri UV : Hitachi U-2910 b. Detektor : photomultiplier tube c. Panjang gelombang : 200-500 nm
d. Sumber radiasi : lampu deuterium (D2)
3.4.1.2.Preparasi Standar
Larutan induk minyak jinten hitam disiapkan dengan menimbang minyak jinten hitam sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam labu ukur 50 mL sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm.
3.4.1.3.Spesifisitas
Spesifisitas dilakukan dengan mengukur konsentrasi minyak jinten hitam dan mikrokapsul minyak jinten hitam pada konsentrasi 1000 ppm. Masing-masing diukur panjang gelombangnya menggunakan Spektrofotometri UV pada rentang panjang gelombang 200–500 nm. Hal ini dilakukan untuk menentukan deteksi panjang gelombang minyak jinten hitam dan mikrokapsul minyak jinten hitam. Kemudian dibuat campuran minyak jinten hitam dan mikrokapsul minyak jinten hitam dengan konsentrasi yang sama dan diukur panjang gelombangnya menggunakan Spektrofotometri UV (Ismail et al., 2015).
3.4.1.4.Penetapan Operating Time
Dari larutan induk 1000 ppm diencerkan menjadi konsentrasi 300 ppm dengan cara diambil 3 mL dari larutan 1000 ppm, tambahkan etanol sampai volume 10 mL, kemudian dibaca absorbansinya sampai hasil absorbansi yang diperoleh relatif konstan dengan rentang waktu 1 menit (Noviny, et al., 2015).
3.4.1.5.Linearitas dan Kurva Standar
26
3.4.1.6.Presisi
Presisi ditentukan dengan mengukur deviasi dari nilai absorbansi yang diperoleh untuk masing-masing konsentrasi. Pengukuran dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali, kemudian dapat dicari rata rata absorbansi dari konsentrasi tersebut dan barulah dapat dicari standar deviasinya dengan rumus (Noviny, et al., 2015 “modifikasi”):
SD =
√
∑
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, xi merupakan konsentrasi rata-rata, dan n merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus:
% RSD =
x 100%
Syarat dari nilai RSD adalah < 2% (Badan POM, 2003).
3.4.1.7.Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantification (LOQ)
Dibuat larutan standar minyak jinten hitam yang mengacu pada kurva kalibrasi, didapatkan kurva kalibrasi kemudian pengukuran dilakukan dari konsentrasi tertinggi sampai dengan konsentrasi yang terendah sampai didapatkan batas dimana alat Spektrofotometri UV tidak memberikan respon lagi kepada standar (Ismail et al., 2015; Iqbal et al., 2013).
SD =
√
∑
LOD=
LOQ=
3.4.2. Pembuatan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
3.4.2.1.Formula mikrokapsul minyak jinten hitam
Formula mikrokapsul yang dipilih berdasarkan hasil optimasi konsentrasi natrium alginat antara 0.45%, 0.5%, dan 0.55%. Dan konsentrasi tragakan yang dipilih adalah 0.3%. Tabel formula mikrokapsul minyak jinten hitam dapat dilihat pada tabel 3.1.
3.4.2.2.Pembuatan emulsi minyak jinten hitam
Pembuatan emulsi untuk setiap formula dilakukan dengan cara mengembangkan tragakan dan natrium alginat pada aquades menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm selama 4 menit, kemudian
minyak jinten hitam dimasukkan kedalamnya dan diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm selama 3 menit (Chan L. W. et
al., 2000 “modifikasi”). Hasil emulsi dari minyak jinten hitam kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 3 menit untuk melihat kestabilan dari emulsi (Suraweera, 2014).
Tabel 3.1. Formulasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam dengan 3 variasi konsentrasi
Komposisi
mikrokapsul Formula 1 Formula 2 Formula 3
Natrium alginat 0,5% 0,5% 0,5%
Minyak jinten hitam 20% 25% 30%
Tragakan 0,3% 0,3% 0,3%
Aquadest hingga 100% hingga 100% hingga 100%
3.4.2.3.Pembuatan mikrokapsul minyak jinten hitam
28
3.4.3. Evaluasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
3.4.3.1.Rendemen sampel
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan bobot total mikrokapsul yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk mikrokapsul. Ditimbang secara seksama natrium alginat, CaCl2, minyak biji jinten hitam, tragakan sebagai bobot bahan pembentuk mikrokapsul.
Selanjutnya hasil mikrokapsul ditimbang sebagai bobot total mikrokapsul yang diperoleh. Kemudian, dimasukkan ke dalam persamaan (Kumar et al., 2011). Faktor perolehan kembali dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Wp : faktor perolehan kembali proses Wm : bobot mikrokapsul yang diperoleh Wt : bobot bahan pembentuk mikrokapsul
3.4.3.2.Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Pengamatan dilihat secara langsung bentuk, warna dan bau dari mikrokapsul (Ansel, 1989 “modifikasi”).
3.4.3.3.Pengukuran Diameter Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Dilakukan pengukuran terhadap 20 mikrokapsul dan diukur diameternya menggunakan mikrometer sekrup (Nugrahani, 2005 “modifikasi”).
3.4.4. Pengukuran kadar minyak jinten hitam dalam mikrokapsul
kalibrasi sehingga jumlah kadar minyak jinten hitam dalam mikrokapsul dapat dihitung (Moffat, 1986).
3.4.5. Uji pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten hitam
3.4.5.1.Uji pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten hitam
Uji pelepasan in vitro pada penelitian ini menggunakan alat uji tipe keranjang dalam medium PBS (phosfat buffer salin) pH 7,4 dan etanol pro analisis dengan perbandingan 1:1 dalam 400 mL (Anjali et al., 2013). Kecepatan putaran 100 rpm, dengan kecepatan alir 1.6 mL/menit dan pada suhu 37oC ± 0,5 (Susan, 2014). Setelah suhu stabil, sebanyal 500 mg mikrokapsul dimasukkan, dan alat uji pelepasan dijalankan. Pencuplikan dilakukan pada menit ke 0, 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90 120, 150, 180 dan 240 dengan mengambil 10 mL larutan media pelepasan (Anjali et al., 2013 “telah diolah kembali”). Untuk setiap selesai pencuplikan dilakukan penambahan larutan media pelepasan dengan volume yang sama dengan volume cuplikan yang diambil. Sampel yang telah diambil, kemudian ditentukan konsentrasi minyak jinten hitam yang terlepas menggunakan Spektrofotometri UV pada panjang gelombang maksimum yang telah dioptimasi. Kemudian jumlah minyak jinten hitam dalam cairan dan
presentase minyak jinten hitam yang terlepas dihitung serta dibuat profil
pelepasan dengan memplot persentase minyak yang dilepaskan terhadap
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Validasi Metode Spektrofotometri UV
4.1.1. Spesifisitas
Uji spesifisitas dari minyak jinten hitam bertujuan untuk mengetahui perubahan bentuk kurva maupun pergeseran panjang gelombang minyak jinten hitam tersebut terhadap akibat penambahan mikrokapsul minyak jinten hitam yang sudah diekstraksi dan juga sekaligus dapat mengetahui panjang gelombang dari minyak jinten hitam maupun mikrokapsul minyak jinten hitam itu sendiri. Karena diharapkan hasil panjang gelombang mikrokapsul minyak jinten hitam sama dengan panjang gelombang minyak jinten hitam dan juga ketika dilakukan pengukuran panjang gelombang campuran antara minyak jinten hitam dengan mikrokapsul minyak jinten hitam hasilnya tidak berbeda.
Gambar 4.2. Panjang gelombang minyak jinten hitam dalam mikrokapsul 1000 ppm (λ=252 nm)
Gambar 4.3. Panjaang gelombang campuran antara minyak jinten hitam dan mikrokapsul minyak jinten hitam pada konsentrasi 1000 ppm
(λ=252 nm)
32
pengukuran panjang gelombang campuran antara minyak jinten hitam 1000 ppm dan mikrokapsul minyak jinten hitam 1000 ppm menghasilkan panjang gelombang yang sama yaitu 252 nm. Hal tersebut menandakan bahwa mikrokapsul minyak jinten hitam yang sudah diekstraksi tidak memberikan pengaruh bentuk apapun terhadap panjang gelombang minyak jinten hitam.
4.1.2. Penetapan Operating Time
Setelah menentukan panjang gelombang maksimum perlu dilakukan Operating Time untuk mengetahui waktu kestabilan optimal pada saat proses pembacaan absorbansi. Penentuan Operating Time ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang yang sudah diketahui yaitu 252 nm dengan konsentrasi 300 ppm dari standar minyak jinten hitam 1000 ppm. Dengan rentang waktu 0 – 10 menit menunjukkan absorbansi yang stabil sejak menit ke 2 hingga menit ke 10 dengan hasil absorbansi yaitu 0.703. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan kestabilannya waktu optimal untuk pembacaan absorbansi adalah pada dari menit ke 2. Data Operating Time dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Operating Time dalam 10 menit (λ=252 nm) Waktu (menit) Absorbansi
4.1.3. Linearitas dan Kurva Kalibrasi
ppm. Kemudian diolah menggunakan Ms. Excel untuk memperoleh kurva kalibrasi dari persamaan garis linear. Data hasil absorbansi minyak jinten hitam dapat dilihat pada tabel 4.2. dan kurva kalibrasi minyak jinten hitam dapat dilihat pada gambar 4.4.
Tabel 4.2. Hasil absorbansi standar minyak jinten hitam (λ=252 nm) Konsentrasi (ppm) Absorbansi
Gambar 4.4. Grafik Kurva Kalibrasi Minyak Jinten Hitam
Pembuatan daerah liniear ini bertujuan untuk mengetahui daerah rentang kerja yang baik dari kelinieran standar minyak jinten hitam. Hal ini sangat perlu dilakukan karena pada daerah ini akan didapatkan metode validasi yang tepat dari analisis suatu analit.
Dari hasil diatas menghasilkan persamaan linear y=0.0026x-0.00005 dengan koefisien korelasi (R2= 0.9998). Menurut Badan POM (2003), nilai koefisien korelasi diharapkan mendekati 1 atau diatas 0.9950 untuk suatu metode analisis yang baik. Oleh karena itu, metode analisa dari minyak jinten hitam ini sudah dianggap baik dan memenuhi syarat.
y = 0,0026x - 5E-05
34
4.1.4. Presisi
Uji presisi dilakukan dengan mengukur konsentrasi minyak jinten hitam 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm, kemudian diukur sebanyak 5 kali untuk mengetahui ketelitian dari instrumen. Hasil presisi dapat dilihat pada tabel 4.3.
Dari hasil uji presisi dapat diketahui bahwa persentase simpangan deviasi relativenya kurang dari standar yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 2%, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode tersebut memberikan presisi yang baik.
Tabel 4.3. Hasil uji presisi metode pada Spektrofotometri UV
Konsentrasi Absorbansi SD %RSD
100 ppm
4.1.5. Limit of Detection (LOD) and Limit of Quantification (LOQ)
Dari hasil persamaan linier minyak jinten hitam yaitu y= 0.0026x-0.00005, dapat dicari batas deteksi maupun batas kuantisasinya. Dimana batas deteksi merupakan konsentrasi analit terendah yang mampu menghasilkan signal cukup besar sehingga mampu terdeteksi dan dapat dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99%. Batas kuantisasi merupakan konsentrasi analit yang menghasilkan signal lebih besar dari blanko atau jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat dikuantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik.
Tabel 4.4. LOD dan LOQ untuk persamaan linear minyak jinten hitam
Jumlah 10.13959 30.72603
4.2. Hasil Pembuatan Emulsi Minyak Jinten Hitam
Pengamatan pemisahan emulsi minyak jinten hitam dilakukan dengan alat sentrifugasi. Sebanyak 5 gram sampel emulsi minyak jinten hitam dimasukkan dalam alat uji sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 3 menit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil pengamatan pemisahan emulsi minyak jinten hitam Menit Hasil pengamatan pemisahan emulsi MJH
MJH 20% MJH 25% MJH 30%
36
Uji sentrifugasi ini pada prinsipnya merupakan penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan atau antara cairan dengan solid, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi shelf-life emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi (El-Sayed and Mohammad, 2014).
Pada hasil sentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 3500 rpm, tidak terjadi pemisahan pada masing-masing formula sediaan emulsi minyak jinten hitam. Hal ini dikarenakan bahan pendukung yang digunakan untuk membentuk emulsi masih dapat menjerap minyak jinten hitam, sehingga tidak terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase air.
4.3. Evaluasi Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
4.3.1. Rendemen Sampel Minyak Jinten Hitam
Uji perolehan kembali mikrokapsul minyak jinten hitam pada formula 1, 2 dan 3 yang dibuat sebanyak 10 gram menghasilkan persen perolehan kembali berturut-turut adalah 64.72%, 68.55% dan 62.75% (Nopita, 2016). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data rendemen sampel minyak jinten hitam
Formula
Uji perolehan kembali merupakan faktor yang penting untuk mengetahui apakah metode yang digunakan sudah baik atau tidak (Rosidah, 2010).
4.3.2. Hasil Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Berdasarkan hasil pengamatan organoleptis, dapat dilihat bahwa hasil mikrokapsul minyak jinten hitam memiliki bau khas minyak jinten hitam, warna krem, bentuknya bulat (Nopita, 2016). Hasil pengamatan organoleptis dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil pengamatan organoleptis mikrokapsul minyak jinten hitam
Formula Hasil pengamatan organoleptis mikrokapsul MJH
Bentuk Bau Warna
Formula 1
Beads mikrokapsul Khas minyak jinten hitam
Kuning kecoklatan Formula 2
Beads mikrokapsul Khas minyak jinten hitam
Kuning Kecoklatan Formula 3
Beads mikrokapsul Khas minyak jinten hitam
Kuning kecoklatan
Gambar 4.6. Proses pembuatan mikrokapsul dengan polimer alginat Sumber: journal.frontiersin.org
38
yang bulat. Gambar mikrokapsul minyak jinten hitam dapat dilihat pada lampiran 7.
4.3.3. Hasil Pengukuran Diameter Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup. Sebanyak 20 sampel mikrokapsul minyak jinten hitam dari maisng-masing formula diukur menggunakan mikrometer sekrup. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.8.
Pengukuran diameter mikrokapsul ini dilakukan untuk melihat keseragaman ukuran pada satu formula, keseragaman ukuran mikrokapsul akan berpengaruh pada kadar minyak jinten hitam yang terjerap dalam mikrokapsul dan lamanya waktu pelepasan minyak jinten hitam dari mikrokapsu. Pengukuran diameter ini juga untuk mengetahui diameter masing-masing formula masuk ke dalam rentang diameter mikrokapsul yang dipersyaratkan. Hasil dari pengukuran diameter pada masing-masing formula, diketahui bahwa diameter rata-rata pada formula 1, 2 dan 3 masing-masing yaitu 1.628 ± 0.068 µm, 1.784 ± 0.0605 µm, dan 2.127 ± 0.175 µm (Nopita, 2016).
Tabel 4.8. Hasil pengukuran diameter mikrokapsul minyak jinten hitam
4.4. Hasil Pengukuran Kadar Minyak Jinten Hitam dalam Mikrokapsul
Kandungan minyak jinten hitam dalam mikrokapsul pada F1, F2 dan F3 masing-masing adalah 26.18%, 28.25% dan 31.73% (Nopita, 2016). data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.9.
40
Formula Kadar zat aktif terjerap (mg) Kadar zat aktif (%)
Formula 1 1710.792 26.42%
Formula 2 1937.457 28.26%
Formula 3 1991.858 31.74%
4.5. Hasil Uji Pelepasan In Vitro Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Uji pelepasan In Vitro ditujukan untuk melihat profil pelepasan minyak jinten hitam dari mikrokapsul yang menggunakan natrium alginat sebagai matriks polimernya. Uji ini dilakukan dengan metode disolusi tipe keranjang, perbandingan larutan etanol dan PBS dengan pH 7.4 (1:1) sebanyak 400 mL digunakan sebagai medium dengan waktu pengujian selama empat jam atau 240 menit. Suhu medium dijaga 37 ± 0.5oC dengan kecepatan pengadukan kontinyu 100 rpm. Uji Pelepasan In Vitro dilakukan sebanyak 3 kali (triplo) pada masing-masing formula.
Berdasarkan hasil uji pelepasan minyak jinten hitam dari mikrokapsul, terjadi pelepasan di menit ke 5 mencapai 35.94% pada formula 1, naik hingga mencapai 81.99% di menit ke 240. Pada formula 2, minyak jinten hitam yang terlepas mencapai 39.94% di menit ke 5, naik hingga mencapai 88.19% di menit ke 240. Pada formula 3 minyak jinten hitam yang terlepas mencapai 35.73% di menit ke 5, naik hingga mencapai 80.31% di menit ke 240.
Gambar 4.7. Profil pelepasan minyak jinten hitam dalam mikrokapsul 0
20 40 60 80 100 120 140
0 50 100 150 200 250 300
b
o
b
o
t
te
rl
e
p
as
(m
g
)
waktu (menit)
kurva pelepasan
formula 1
formula 2
42
Tabel 4.10. Data bobot MMJH yang terlepas dan persen pelepasan MMJH Menit
ke-
Bobot MMJH Terlepas ± SD (mg) % Pelepasan MMJH ± SD
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 1 Formula 2 Formula 3
0 0.000 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00
Berdasarkan data hasil uji pelepasan minyak jinten hitam dari mikrokapsul yang diuji selama 240 menit, pada formula 1 terlepas hingga 81.99 ± 4.1% dengan bobot pelepasan menapai 104.58 ± 4.193 mg, dan 50% minyak jinten hitam pada formula 1 sudah terlepas pada menit ke 30. Untuk formula 2 terlepas hingga 88.22 ± 0.42% dengan bobot terlepas 118.404 ± 8.281 mg, dan 50% minyak jinten hitam sudah terlepas pada menit ke 15. Untuk formula 3 terlepas 80.31 ± 1.62% dengan kadar terlepas 127.602 ± 2.649 mg, dan 50% minyak jinten hitam sudah terlepas pada menit ke 30.
Hasil perolehan bobot mikrokapsul minyak jinten hitam semakin besar dari formula 1, 2 dan 3. Hal ini dikarenakan konsentrasi pada formula 3 lebih besar dibandingkan formula 2, dan konsentrasi formula 2 lebih besar dari formula 1. Pada hasil persen pelepasan terjadi penurunan pada formula 3, hal ini dikarena perbedaan ukuran diameter mikrokapsul yang diperoleh. Formula 3 memiliki ukuran diameter lebih besar dari formula 1 dan 2, karena semakin besar ukuran partikel akan mennurunkan pelepasan obat karena luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan partikel berukuran kecil, begitu pula sebaliknya (Glyn Taylor and lan Kellaway, 2001).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada penelitian ini diketahui bahwa adanya pengaruh variasi jumlah minyak jinten hitam terhadap pelepasan in vitro mikrokapsul minyak jinten hitam menghasilkan bobot pelepasan pada F1, F2 dan F3 masing-masing adalah 104.58 ± 4.193 mg, 124.694 ± 0.615 mg dan 127.602 ± 2.649 mg. Persentase pelepasan minyak jinten hitam pada F1, F2 dan F3 masing-masing yaitu 81.99 ± 4.1%; 88.19 ± 0.42% dan 80.31 ± 1.62%.
2. Variasi jumlah minyak jinten hitam juga berpengaruh pada ukuran diameter mikrokapsul, yaitu pada formula 1, 2 dan 3 rata-rata diameter mikrokapsul masing-masing adalah 1.628 ± 0.068 µm; 1.784 ± 0.0605 µm dan 2.127 ± 0.175 µm.
5.2. Saran
Adapun saran dari penulis di antaranya:
1. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut terkait pengeringan mikrokapsul, bentuk mikrokapsul dan distribusi ukuran partikel mikrokapsul.