commit to user i
ANALISIS EFISIENSI BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA
SURAKARTA TAHUN 2011 DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
LUQMAN HARUN ZULFIDAR
F.0108082
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user iv MOTTO
“
Apabila Shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu
Beruntung
”
(QS. Al-Jumuah:10)
“
Maka Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan”
(QS. Al-Insyirah:5-6)
“
Barangsiapa bersungguh-sungguh maka Ia akan mendapatkannya
“
(Man jadda wa jadda)
“Jika Engkau menginginkan sesuatu, Gapailah itu, Titik.”
(-The Pursuit of Happines-)
“
Inginkanlah sesuatu hal Besar yang bisa disyukuri ketika telah mendapatkannya
dan visualisasikanlah keinginan tersebut agar menjadi suatu Kenyataan
”
commit to user v PERSEMBAHAN
Skripsi ini Penulis persembahkan untuk:
Kedua Orang tuaku, Ummi dan Abah yang dengan tulus&ikhlas telah mendidik dan memberikan hal yang terbaik buat putranya
Kakakku Arif Fakhrudin Alqadri dan Adikku Aulia Rahman Wahyu Hidayat, atas motivasinya selama ini
Penghuni Wisma Tsaqofi, tempat pertama menimba ilmu dan banyak belajar dari para sesepuh yang sekarang sebagian basar telah berkeluarga
Penghuni Pesma Ar-Royyan, tempat yang nyaman untuk belajar indahnya islam… & special untuk ust.imam dan pak dwi jazakumullah khair atas
bimbingannya selama ini
Seluruh rekan Organisasi (KEI, JN UKMI, BPPI, SIM, BEM FE, KOPMA), banyak hal positif yang saya dapatkan dari kalian semua.
Teman seperjuangan EP’08, kalian semua Luar Biasa… Semoga di masa depan kita dapat berkumpul dalam keadaan Successs, See u at the Top!
Penghuni Griya Sehat (GS) dan seluruh Keluarga Besar Para Pemilik Masa Depan Gemilang (Nopal, bos Faik, pak Kholiq, bang Udin, bung Roni, mz Reeza, mz Hasan, Insan, Anam,), mari kita rapatkan barisan untuk berbaris
commit to user vi KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Efisiensi Baitul Maal Wa Tamwil di Kota Surakarta Tahun 2011 Menggunakan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret jurusan Ekonomi
Pembangunan Program Strata-1 di Surakarta.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. dukungan
serta perhatian yang telah diberikan memberikan semangat tersendiri untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan segenap Pembantu Dekan serta jajaran di Fakultas Ekonomi yang telah
memberikan izin penelitian.
2. Drs. Supriyono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Akhmad Daerobi, M.Si. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan serta motivasi bagi penulis dalam
commit to user vii
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FE UNS khususnya Dosen Ekonomi Pembangunan (Bu Izza,
Pak Malik, Pak Suryanto, Pak Hery dll) yang membimbing dan mengajarkan ilmunya
kepada penulis.
5. Orang tuaku Abah Zaenal Arifin S,Ag dan Ummi tercinta Nurhayati Mustika S,Pd, Kakakku
Arif Fakhrudin Alqadri dan Adikku Aulia Rahman Wahyu Hidayat yang senantiasa
memberikan doa, dukungan serta motivasinya kepada penulis.
6. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2008. Terima kasih atas kerjasama,
dukungandan bantuannya selama ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sebagai balasan atas
segala budi baik yang telah dilakukan.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, Juli 2012
commit to user viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAKSI ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
commit to user ix
B. Jenis dan Sumber Data ... 56
C. Teknik Pengumpulan Data ... 56
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 57
E. Metode Analisis Data ... 59
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian ... 66
B. Analisis Variabel Input Output ... 68
C. Analisis dan Pembahasan ... 72
D. Analisis Ketidakefisienan BMT ... 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96
B. Saran ... 98
DAFTAR PUSTAKA
commit to user x DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Fungsi dan Prinsip/Produk BMT ……… 21
Tabel 2.2 Produksi dengan Satu Input Variabel... 37
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Berdasar Agama di Kota Surakarta... 67
Tabel 4.2 Jumlah Modal, Tenaga Kerja, Biaya, Pendapatan dan Pembiayaan …….... …… 67
Tabel 4.3 Data Jumlah Variabel Input Modal...………... 68
Tabel 4.4 Data Jumlah Variabel Input Biaya Total...………... 69
Tabel 4.5 Data Jumlah Variabel Input Jumlah Tenaga kerja...……... 70
Tabel 4.6 Data Jumlah Variabel Output Pendapatan...……... 71
Tabel 4.7 Data Jumlah Variabel Output Pembiayaan...………... 72
Tabel 4.8 Tingkat Efisiensi BMT...………... 73
Tabel 4.9 Kriteria Efisiensi BMT...………... 74
Tabel 4.10 Hasil Pengolahan Data BMT At-Taubah...………... 76
Tabel 4.11 Hasil Pengolahan Data BMT Pedagang Pasar Surakarta...77
Tabel 4.12 Hasil Pengolahan Data BMT Mawaddah Aisyiyah...…... 78
Tabel 4.13 Hasil Pengolahan Data BMT Raharjo...………... 79
Tabel 4.14 Hasil Pengolahan Data BMT Rindang Rizky...………... 80
Tabel 4.15 Hasil Pengolahan Data BMT Sejahtera...………... 81
Tabel 4.16 Hasil Pengolahan Data BMT Sejahtera Banjarsari...………... 82
Tabel 4.17 Hasil Pengolahan Data BMT Surya Buana...………... 83
Tabel 4.18 Hasil Pengolahan Data BMT Wanita Melati Harapan...………... 84
Tabel 4.19 Uji One Sample T Test...………... 85
Tabel 4.20 Target Capaian Input dan Output BMT ...……... 86
Tabel 4.21 Kriteria Efisiensi Variabel Input Modal...………... 88
Tabel 4.22 Kriteria Efisiensi Variabel Input Biaya...………... 89
Tabel 4.23 Kriteria Efisiensi Variabel Input Jumlah Tenaga Kerja ..………... 90
Tabel 4.24 Kriteria Efisiensi Variabel Output Pendapatan...………... 91
commit to user xi DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur Organisasi BMT... 13
Gambar 2.2. Fungsi Produksi Total, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marjinal... 34
Gambar 2.3. Kurva Total Product, Marginal Product, Average Product... 39
Gambar 2.4. Kurva Produksi Sama...42
Gambar 2.5. Kurva Biaya Sama... 43
commit to user xii DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Variabel Input dan Output
Lampiran 2. Hasil Analisis DEA
Lampiran 3. Daftar Sample Penelitian BMT
commit to user ABSTRAKSI
ANALISIS EFISIENSI BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 MENGGUNAKAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
LUQMAN HARUN ZULFIDAR F01080082
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisis tingkat efisiensi BMT di Kota Surakarta. Efisiensi merupakan ukuran untuk menilai capaian keberhasilan sebuah lembaga dalam mencapai tujuannya. Terdapat 9 BMT yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, sedangkan alat analisis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel yang digunakan berupa variabel input dan variabel output. Variabel input terdiri dari modal, biaya total dan jumlah tenaga kerja, sedangkan variabel output terdiri dari total pendapatan dan pembiayaan.
Hasil dari analisis data menyebutkan bahwa tingkat efisensi BMT di Kota Surakarta terdapat 4 BMT yang sudah mencapai tingkat efisiensi 100%. BMT yang baru mencapai tingkat efisiensi 90%-99,9% berjumlah 2 BMT, untuk BMT yang baru mencapai tingkat efisiensi 70%-89,9% tidak ada, untuk BMT yang baru mencapai tingkat efisiensi 50%-69,9% berjumlah 2 BMT, untuk BMT yang baru mencapai tingkat efisiensi 40%-49,9% berjumlah 1 BMT, sedangkan untuk BMT yang tingkat efisiensinya di bawah 40% tidak ada. Hasil analisis BMT secara keseluruhan menyatakan bahwa BMT di Kota Surakarta belum memiliki efisiensi yang baik.
Saran bagi BMT yang belum mencapai tingkat efisiensi 100%, yaitu dapat lebih mengoptimalkan alokasi input yang dimiliki dalam operasional agar mampu menghasilkan output yang lebih optimal dengan mengacu pada benchmark masing-masing. Selain itu BMT juga dapat melakukan perbaikan kebijakan untuk pencapaian efisiensi. Bagi BMT yang sudah mencapai efisiensi 100% juga perlu meningkatkan promosi guna menarik lebih minat masyarakat dan semakin mengenalkan BMT kepada masyarakat luas.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usaha skala mikro di Indonesia merupakan kegiatan usaha
non-formal yang sangat signifikan jumlahnya apabila dibandingkan dengan
usaha skala kecil, menengah, dan besar. Salah satu bentuk dari Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) saat ini yang berkembang pesat di masyarakat
adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). BMT merupakan sebuah lembaga
yang tidak hanya berorientasi bisnis namun juga berorientasi pada nilai
sosial, dan juga merupakan lembaga keuangan syariah yang jumlahnya
paling banyak dibandingkan lembaga-lembaga keuangan mikro syariah
lainnya (Ridwan, 2004),
Dengan munculnya begitu banyak BMT di Indonesia ternyata
masih belum sepenuhnya didukung oleh faktor-faktor yang dapat
mendukung BMT untuk dapat terus berkembang dan berjalan dengan baik.
Menurut Santoso (2003) dan Heri Pratikto (2011) menyebutkan bahwa
fakta di lapangan menunjukkan banyak BMT yang gagal dan tenggelam
karena berbagai macam permasalahan. Hal inilah yang kemudian
mendorong perlu dilakukannya pengukuran efisiensi terhadap BMT dalam
meningkatkan efisiensi usahanya agar mampu tetap bersaing di tengah
commit to user
Heri Pratikno (2011) menjelaskan bahwa pengukuran terhadap
kinerja efisiensi suatu lembaga keuangan penting untuk dilakukan yang
berguna sebagai dasar perhitungan kesehatan dan pertumbuhan lembaga
keuangan tersebut. Ada dua komponen yang digunakan dalam pengukuran
kinerja efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi
teknis menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan output
semaksimal mungkin dari sejumlah input. Sedangkan efisiensi alokatif
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dengan
proporsi seoptimal mungkin pada tingkat harga input tertentu.
Menurut Suseno (2008), menyatakan bahwa efisiensi merupakan
akar permasalahan kesehatan dan sumber pertumbuhan perbankan.
Fenomena munculnya bank-bank besar dan merger perbankan juga
ditujukan untuk mendapatkan efisiensi. Hal ini juga dapat diterapkan pada
Lembaga Keuangan Mikro semisal BMT.
BMT adalah suatu lembaga keuangan mikro atau lembaga
keuangan syariah masyarakat atau bisa juga disebut sebagai lembaga
ekonomi masyarakat berbadan hukum koperasi yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah. Syariah didefinisikan sebagai
ketetapan-ketetapan yang telah diwajibkan Allah atas orang-orang mukallaf (yaitu
orang yang menurut syara’ sudah dikenai beban serta tanggungjawab
untuk mematuhi segala ketentuan hukum (syariah) yang datang dari Allah
commit to user
Menurut data Kemenkop dan UKM tahun 2011, total Koperasi
Simpan Pinjam (KSP), dan Koperasi Kredit di Indonesia sebanyak 71.365
unit. Dari jumlah itu, sebanyak 2.508 unit merupakan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS). Total aset KJKS ini mencapai Rp 13,23 triliun
dari total aset KSP secara keseluruhan Rp 18,72 triliun. Jumlahnya
bertumbuh setelah banyak BMT sudah memilih badan hukumnya
koperasi.
Ketua Umum BMT Center, Jularso, juga menyatakan sejak berdiri
pada tahun 2005 hingga sekarang, Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) atau juga dikenal Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) telah
menyalurkan pembiayaan kepada sekitar 3 juta nasabah mikro.
Pertumbuhan LKMS dari tahun ke tahun terus meningkat. Secara
kelembagaan sekarang sudah ada sekitar 4.000 BMT. Mereka mengelola
aset sekitar Rp 3 triliun rupiah. BMT itu umumnya berbadan hukum
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) (Kompas, Senin 18/10/2010).
Sabirin (2001) menjelaskan bahwa untuk memberdayakan
masyarakat golongan ekonomi lemah atau sektor usaha kecil adalah
dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau. Salah
satunya bisa melalui pembiayaan usaha kredit mikro. Lembaga Keuangan
Mikro ini (BMT) bersifat spesifik karena mempertemukan permintaan
dana penduduk miskin atas ketersediaan dana. Lain halnya jika dibanding
commit to user
sulit untuk mendapatkan akses karena kendala persyaratan formal yang
harus dipenuhi.
Banyaknya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang tersebar di
seluruh penjuru Indonesia ternyata masih belum memberikan sinyal
positif. Sebagai lembaga keuangan mikro yang mempunyai keberpihakan
terhadap masyarakat ekonomi lemah, banyak tantangan dan permasalahan
yang timbul dan dihadapi dalam proses perkembangan BMT, baik yang
bersifat internal maupun eksternal.
Selain kelemahan internal, BMT juga dihadapkan pada tantangan
yang lebih berat. BMT tidak dapat lagi mengandalkan modal
kepercayaannya pada sentimen masyarakat tentang isu-isu syariah, seperti
keharaman riba dan sistem bunga serta menjalankan sistem ekonomi
berdasarkan syariah Islam (Sadrah dkk, 2004).
Secara eksternal, Bank Syariah dan BPRS-BPRS dengan fasilitas
dan permodalannya yang kuat juga semakin mempersempit ruang gerak
BMT-BMT. Oleh karenanya BMT harus mampu meningkatkan efisiensi
usahanya agar mampu tetap bersaing di tengah situasi perekonomian
global.
Penelitian ini didasari oleh adanya research gap mengenai efisiensi
dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis yaitu penelitian
Muharram dan Purvitasari (2007) yang meneliti efisiensi perbankan
syariah pada tahun 2005 dengan menggunakan data kuartal pada tahun
commit to user
sebagai variabel input dan menggunakan jumlah pembiayaan, aktiva
lancar, dan pendapatan operasional lain sebagai variabel output. Penelitian
ini menemukan bahwa Bank Syariah Mandiri mengalami inefisiensi
selama tahun 2005. Bank Muamalat Indonesia (BMI) mengalami
inefisiensi pada kuartal I, III, IV, sedangkan kuartal II tahun 2005
mengalami efisiensi, sedangkan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI)
mengalami tingkat efisiensi pada kuartal I,III, IV tahun 2005 dan
mengalami inefisiensi pada kuartal II tahun 2005.
Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hamim S. A Mokhtar, dkk (2008) pada perbankan di Malaysia di mana
BUS mempunyai nilai efisiensi yang lebih besar daripada UUS, selain itu
perbedaan hasil penelitian juga tampak dari penelitian yang dilakukan
Aryanto Yudho (2007) yang menyatakan bahwa Bank Muamalat
Indonesia (BMI) mengalami efisiensi sepanjang periode 2005. Bank
Syariah Mandiri (BSM) mencapai tingkat efisiensi pada kuartal I dan II
periode 2005 sedangkan kuartal III dan IV periode 2005 mengalami
inefisiensi dalam kegiatan operasionalnya. Bank Mega Syariah Indonesia
pada kuartal I dan II mengalami inefisiensi sedangkan kuartal III dan IV
periode 2005 efisien dalam kegiatan operasionalnya.
Adanya perbedaan hasil penelitian mengenai efisiensi perbankan
ini dijadikan acuan dalam penelitian ini karena pada dasarnya fungsi dari
Bank sama dengan fungsi dari BMT yaitu sebagai lembaga intermediasi.
commit to user
sehingga penelitian ini mengacu pada penelitian efisiensi perbankan.
Dengan adanya research gap ini maka perlu diadakan penelitian lebih
lanjut mengenai efisiensi tentang BMT.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka
penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul "ANALISIS
EFISIENSI BAITUL MAAL WA TAMWIL DI KOTA SURAKARTA
TAHUN 2011 DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA).”
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan,dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat efisiensi masing-masing BMT di Kota Surakarta tahun
2011?
2. Apakah BMT Kota Surakarta tahun 2011 secara keseluruhan sudah efisien?
3. Apakah masing-masing variabel dalam penelitian sudah efisien secara
keseluruhan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas bahwa tujuan dari
penelitian yang dilakukan adalah:
1.
Untuk mengetahui tingkat efisiensi masing-masing BMT di Kotacommit to user
2.
Untuk mengetahui efisiensi BMT di Kota Surakarta tahun 2011 secarakeseluruhan.
3.
Untuk mengetahui skala efisiensi dari masing-masing variabel dalampenelitian secara keseluruhan.
D
.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi, antara lain:
1. Bagi penulis, dapat mengetahui aplikasi dari teori-teori yang diperoleh
dengan mengembangkan analisis efisiensi dengan metode DEA serta
menambah pengetahuan mengenai perkembangan Lembaga Keuangan
Mikro, khususnya BMT.
2. Bagi pihak BMT, dapat mengetahui masing kinerjanya dengan melihat
tingkat efisiensi yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan
serta kebijakan ke depan
3. Bagi kalangan akademisi, dapat sebagai salah satu sumber referensi bagi
kepentingan studi dan penelitian selanjutnya.
4. Bagi pemerintah, untuk dapat mengetahui perkembangan Lembaga
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)
1. Sejarah dan Pengertian BMT
Keuangan mikro di Indonesia telah dimulai dengan didirikannya
Bank Kredit Rakyat dan Lumbung Desa. Kedua lembaga ini dibentuk
untuk membantu melepaskan petani, pegawai, dan buruh dari rentenir atau
lintah darat. Pada tahun 1929, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan
Staatblad 1929 No. 37 tentang pendirian Badan Kredit Desa (BKD) yang
ditujukan untuk menangani kredit pedesaan di Jawa dan Bali. Pada tahun
1930 ditetapkan peraturan tentang Algemen Volkskrediet Bank (AVB)
yang kemudian menjadi cikal bakal dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan
Afdeelings Bank (AB) yang saat ini berkembang menjadi Bank Perkreditan
Rakyat (BPR).
Pada tahun 1970 Pemerintah mencanangkan program kredit
bimbingan massal atau intensifikasi massal yang melibatkan BRI melalui
BRI Unit Desa sebagai penyalur kredit mini dan midi. Namun karena
terjadi kemacetan, sejak tahun 1984 penyaluran kredit dan tabungan baru
yang bernama Kredit Umum dan Pedesaan (Kupedes) dan Simpanan
Pedesaan (Simpedes) yang bersifat komersial. Pada masa itu telah ada
beberapa lembaga keuangan mikro yang dibentuk oleh pemerintah daerah,
commit to user
Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK) di Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat
dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali (Usman dkk, 2004)
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) termasuk ke dalam kelompok
LKM non formal dengan badan hukum koperasi. Sejarah berdirinya BMT
di Indonesia bermula oleh Aktivis Masjid Salman ITB Bandung yang
mendirikan Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada tahun 1980. Koperasi
inilah yang kemudian menjadi cikal bakal BMT yang berdiri pada tahun
1984 yang kemudian berkembang semakin pesat oleh dukungan badan
hukum usaha koperasi dan kesadaran masyarakat akan sistem tabungan
dan pinjaman yang terbebas dari adanya unsur bunga.
Menurut Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Baitul Maal
Wa Tamwil (BMT) atau padanan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu
adalah suatu lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan
menggunakan prinsip bagi hasil dalam rangka mengangkat derajat dan
martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.
Pada dasarnya kegiatan Baitul Maal Wa Tamwil terdiri atas dua
lembaga yaitu:
1. Baitul Maal
Baitul Maal merupakan lembaga keuangan yang berorientasi sosial
commit to user
masyarakat berupa Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) berdasarkan ketentuan
yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. 2. Baitul Tamwil
Baitul Tamwil merupakan lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan
ataupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui
mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan.
Menurut Dewi (2007), kegiatan BMT meliputi:
1. Penghimpunan dana dari masyarakat/anggota dalam bentuk
simpanan pokok maupun sukarela
2. Pemberian pembiayaan kegiatan usaha ekonomi kepada masyarakat
3. Menerima titipan dan mengelola pemanfaatan Zakat, Infaq, dan
Shadaqah menurut ketentuan syariah
Kegiatan operasional BMT diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Fungsi utama DPS yaitu sebagai penasehat, pemberi saran,
pemberi fatwa kepada pengurus dan pengelola mengenai hal-hal yang
terkait dengan syariah seperti penetapan produk (Ridwan, 2004). Dengan
demikian produk yang dikeluarkan oleh BMT harus mendapatkan
persetujuan dari DPS terlebih dahulu. Selain itu DPS berfungsi sebagai
mediator antara BMT dengan Dewan Syariah Nasional atau Dewan
commit to user
Menurut AD/ART BMT pasal 15, BMT tunduk pada
keputusan-keputusan Dewan Pengawas Syariah PINBUK pusat, Dewan Pengurus
Syariah PINBUK propinsi, dan Dewan Pengawas Syariah PINBUK
kabupaten/kota serta Dewan Pengawas Syariah BMT. Dewan Pengawas
Syariah merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN),
karenanya fatwa DSN menjadi bagian dari pengawasan syariah oleh DPS.
Dengan demikian yang paling berwenang dalam merumuskan fatwa
mengenai sistem keuangan syariah adalah DSN. Sedangkan DPS hanya
berfungsi sebagai pelaksana atas fatwa tersebut (pinbukpress.com).
BMT secara hukum merupakan koperasi yang terdaftar di Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), secara status BMT adalah
lembaga dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat, kelompok simpan
pinjam yang berbentuk koperasi berbadan hukum. Untuk operasional
BMT berlandaskan segala bentuk usaha sesuai dengan syariah islam.
Kriteria yang harus dipenuhi BMT yaitu:
a) Menjauhkan diri dari unsur riba atau bunga.
b) Menjauhkan diri dari maysir (judi) dan gharar (tidak jelas).
c) Menerapkan sistem bagi hasil, jual beli, dan sewa.
2. Tujuan dan Sifat BMT
Tujuan didirikannya sebuah BMT adalah meningkatkan kualitas
commit to user
masyarakat pada umumnya serta mewujudkan kehidupan keluarga dan
masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera. Anggota
BMT harus diberdayakan (empowering) agar mampu mandiri. Pemberian
pinjaman modal tersebut diharapkan dapat digunakan dengan baik oleh
nasabah untuk memajukan usahanya. BMT memiliki sifat bisnis dan
sosial. Sifat bisnis dimaksudkan agar pengelolaan BMT dapat dijalankan
secara professional, sehingga mencapai tingkat kinerja maksimal. Aspek
bisnis BMT menjadi kunci sukses dalam mengembangkan BMT dalam
bentuk hasil yang kompetitif kepada para deposannya serta mampu
meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga
lainnya. Sedangkan aspek sosial BMT berorientasi pada peningkatan
commit to user 3. Struktur Organisasi dan Manajemen BMT
Gambar 2.1 Struktur Organisasi BMT
Berikut adalah penjelasan tentang struktur organisasi dan
manajemen BMT :
(1) Rapat Umum Anggota (RUA)
Rapat Umum Anggota adalah Rapat Anggota Tahunan
yang diikuti oleh para pendiri dan anggota penuh BMT (anggota Rapat Anggota
Pembukuan Pembiayaan /
commit to user
yang telah menyetor uang simpanan pokok dan simpanan
wajib). RUA mempunyai wewenang atau kekuasaan tertinggi di
dalam BMT yang berfungsi untuk:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan yang
sifatnya umum dalam rangka pengembangan BMT sesuai
dengan AD dan ART.
b. Mengangkat Pengurus dan Dewan Syariah BMT setiap
periode dan juga dapat memberhentikan pengurus apabila
melanggar ketentuan-ketentuan BMT.
c. Menetapkan Rencana Kerja, Anggaran Pendapatan dan
Belanja BMT serta pengesahan laporan keuangan.
d. Melakukan pembagian Sisa Hasil Usaha.
(2) Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) berwenang melakukan
pengawasan penerapan konsep syariah dalam operasional BMT
dan memberikan nasehat serta konsultasi dalam bidang syariah.
Adapun tugas dari DPS adalah :
a. Membuat pedoman syariah dari setiap produk
penghimpunan dana maupun produk pembiayaan BMT.
b. Mengawasi penerapan konsep syariah dalam seluruh
kegiatan operasional BMT.
c. Melakukan pembinaan ataupun konsultasi dalam bidang
commit to user (3) Pengurus
Kepengurusan BMT terdiri dari Ketua, Sekretaris dan
Bendahara. Fungsi dan tugas masing-masing jabatan adalah
sebagai berikut:
1. Ketua
Bertugas memimpin Rapat Umum Anggota dan
Rapat Pengurus; memimpin Rapat bulanan Pengurus
dengan Manajemen, menilai kinerja bulanan dan
kesehatan BMT. Melakukan pembinaan kepada
pengelola.Menjalankan tugas-tugas yang diamanahkan
oleh anggota BMT sebagaimana tertuang dalam
AD/ART BMT, khususnya mengenai pencapaian tujuan.
2. Sekretaris
Bertugas membuat serta memelihara Berita Acara
yang asli dan lengkap dari Rapat Umum Anggota dan
Rapat Pengurus. Bertanggung jawab atas pemberitahuan
kepada Anggota sebelum rapat diadakan sesuai dengan
ketentuan AD/ART. Memberikan catatan-catatan
keuangan BMT hasil laporan dari pengelola serta
memberikan saran pada Ketua tentang berbagai situasi
commit to user
3. Bendahara
Bertugas bersama manajer operasional memegang
rekening bersama (counter sign) di Bank Syariah
terdekat. Selain itu juga bertanggung jawab
mengarahkan, mengevaluasi pengelolaan dana oleh
pengelola.
(4) Pembina Manajemen
Pembina Manajemen mempunyai tugas dan wewenang
melakukan pembinaan, pengawasan dan konsultasi dalam
bidang manajemen BMT, yaitu antara lain :
a. Pembinaan dan pengembangan sistem.
b. Memberikan evaluasi dan rekomendasi pelaksanaan sistem
apabila diperlukan.
(5) Manajer BMT
Manajer BMT memiliki kewenangan dan tugas antara lain :
a. Membuat rencana pemasaran, pembiayaan, operasional dan
keuangan secara periodik.
b. Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum
yang digariskan oleh DPS.
c. Membuat laporan pembiayaan baru, perkembangan
pembiayaan, dana, rugi laba secara periodik kepada DPS.
commit to user
Bagian Penggalangan Dana memiliki wewenang dan
mempunyai tugas:
a. Melakukan kegiatan penggalangan tabungan anggota atau
masyarakat.
b. Menyusun rencana penggalangan tabungan.
c. Mendiskusikan strategi penggalangan dana bersama manajer
dan pengurus.
(7) Pembiayaan (Marketing)
Bagian Pembiayaan memiliki wewenang melaksanakan
kegiatan pemasaran dan pelayanan baik kepada calon nasabah
maupun kepada calon peminjam serta melakukan pembinaan
agar tidak terjadi kemacetan pengembalian pinjaman. Tugasnya
antara lain adalah :
a. Menyusun rencana pembiayaan.
b. Menerima permohonan pembiayaan.
c. Melakukan analisa pembiayaan.
d. Melakukan administrasi pembiayaan.
e. Membuat laporan perkembangan pembiayaan.
(8) Kasir / Pelayanan Anggota
Kasir memiliki wewenang melakukan pelayanan kepada
anggota terutama nasabah penabung serta bertindak sebagai
commit to user
a. Melayani dan membayar pengambilan tabungan.
b. Membuat buku kas harian.
c. Menangani pembukuan kartu tabungan.
(9) Pembukuan
Bagian pembukuan berwenang menangani administrasi
keuangan dan menghitung bagi hasil serta menyusun laporan
keuangan dan memiliki tugas antara lain :
a. Menangani administrasi keuangan.
b. Mengerjakan jurnal dan buku besar.
c. Melakukan perhitungan bagi hasil.
d. Menyusun laporan keuangan secara periodik.
4. Produk-produk BMT
BMT memiliki layanan produk-produk perbankan seperti bank
syariah pada umumnya yang pada prinsipnya tanpa mengandung unsur
bunga dengan menggunakan sistem syariah yaitu dengan bagi hasil, jual
commit to user
Tabel 2.1 Fungsi dan Prinsip/Produk BMT
No. Fungsi Prinsip/Produk
1 Pengumpulan dana (fundrising) Titipan (wadiah)
Bagi hasil (mudharabah)
2 Penyaluran dan pengelolaan dana
(financing)
Bagi hasil, Jual beli, Sewa
3 Jasa Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn,
Qard
4 Sosial (tabarru’) Zakat, Infaq, Shadaqoh
Sumber : M. Syafii Antonio (2003)
a. Mekanisme Penghimpunan Dana BMT
Pelayanan dalam bentuk simpanan dengan syarat tertentu
dalam hal penyertaan dan penarikannya. Akad-akad tabungan dalam
BMT yaitu antara lain :
1. Akad Wadi’ah
Wadi’ah berarti titipan.Prinsip simpanan wadi’ah merupakan
akad penitipan barang atau uang kepada BMT. Akad Wadi’ah
ditinjau dari boleh tidaknya penerima titipan untuk
memanfaatkan titipan tersebut dibedakan kedalam dua macam,
commit to user
a. Wadiah al-Amanah
Yaitu akad yang menyatakan bahwa penerima titipan
tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan kepadanya.
Atas pengembangan produk ini, BMT dapat mensyaratkan
adanya jasa (fee) kepada penitip (muwadi’) sebagai imbalan
atas pengamanan, pemeliharaan dan administrasinya
(Ridwan, 2004).
b. Wadiah ad Dhamanah
Yaitu akad yang menyatakan bahwa penerima titipan
boleh memanfaatkan barang yang dititipkan dengan syarat,
apabila pemilik sewaktu-waktu ingin mengambil barangnya
kembali, barang tersebut harus dalam keadaan seperti semula.
Atas akad ini deposan akan mendapatkan imbalan berupa
bonus, yang tentu saja besarnya sangat tergantung dengan
kebijakan manajemen BMT.
2. Akad Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama modal dari
pemilik dana (shohibul maal) dengan pengelola dana
(mudhorib) atas dasar bagi hasil. Berbagai sumber dana tersebut
pada prinsipnya dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni; dana
pihak pertama (modal), dana pihak kedua (pinjaman pihak luar)
commit to user a. Dana Pihak Pertama (DP I)
Dana pihak pertama sangat diperlukan BMT terutama
pada saat pendirian. Dana ini dapat terus dikembangkan,
seiring denganperkembangan BMT. Sumber dana pihak
pertama terdiri dari:
1. Simpanan Pokok Khusus (Modal Penyertaan)
Simpanan Pokok Khusus yaitu simpanan modal
penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun
lembaga dengan jumlah setiap penyimpan tidak harus
sama, dan jumlah dana tidak mempengaruhi suara dalam
rapat.
2. Simpanan Pokok
Simpanan pokok yang harus dibayar saat menjadi
anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama.
3. Simpanan Wajib
Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir
terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada
kebutuhan permodalan dan anggotanya. Besarnya
simpanan wajib setiap anggota sama (Ridwan, 2004).
b. Dana Pihak ke II (DP II)
Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar. Dana
commit to user
BMT dalam menanamkan kepercayaan pada calon investor
akan sangat berpengaruh terhadap besarnya DP II.
c. Dana Pihak Ketiga (DP III)
Dana ini merupakan simpanan suka rela atau
tabungan dari paraanggota BMT. Jumlah dan sumber dana
ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara
pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi
tabungan dan deposito.
b. Mekanisme Penyaluran Dana BMT
Kegiatan operasional yang juga penting dalam BMT adalah
kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan. Dalam kegiatan
penyaluran dananya, secara garis besar pembiayaan BMT dapat
dibedakan menurut tujuanpenggunaannya, yaitu:
1. Jual beli
Jual beli adalah akad antara penjual dan pembeli untuk
melakukan transaksi jual beli di mana objeknya adalah barang dan
harga. Penerapan akad jual beli ini dalam transaksi BMT tampak
dalam produk pembiayaan murabahah, salam, dan istishna.
Adapun pengertian dari jenis-jenis pembiayaan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Murabahah, yaitu jual beli barang sebesar harga pokok barang
commit to user
b. Salam, yaitu jual beli barang melalui pemesanan dengan
syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara
penuh.
c. Istishna, yaitu jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
telah disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
2. Bagi hasil
Implementasi dari akad bagi hasil dalam transaksi Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) inilah yang lebih dikenal di masyarakat
karena memangfungsinya sebagai pengganti bunga (Suhendi,
2004). Dalam prakteknya BMT dapat menggunakan akad ini dalam
dua sisi sekaligus, yaitu sisi penghimpunan dana (funding) dan sisi
penyaluran dana (lending). Penerapan akad bagi hasil dalam
bentuk penghimpunan dana melalui produk simpanan, sedangkan
dalam penyaluran dana adalah pada produk pembiayaan
Mudharabah dan pembiayaan Musyarakah. Adapun pengertian
dari jenis-jenis pembiayaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak
atau lebih,pihak pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan
suatu modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu akad
commit to user
berupa modal 100% dari shahibul maal dengan keahlian dari
mudharib.
b. Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah merupakan bentuk kerjasama yang melibatkan
dua pihak atau lebih yang masing-masing pihak memberikan
kontribusi dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan (Antonio, 2001).
Bentuk kontribusi pihak-pihak yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang, perdagangan, kewiraswastaan, keterampilan,
kepemilikan, peralatan, dan intangible asset seperti nama baik
(good will)serta kepercayaan.
3. Sewa-Menyewa
Sewa menyewa yaitu perjanjian yang objeknya merupakan
manfaat atas suatu barang atau pelayanan, sehingga bagi pihak
yang menerima manfaat berkewajiban membayar uang sewa atau
upah (ujrah). BMT menggunakan akad ini dalam produk
penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan ijarah
muntahia bit tamlik. Adapun pengertian dari jenis-jenis
pembiayaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ijarah
Transaksi ijarah yaitu adanya perpindahan manfaat. Pada
commit to user
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Pada prinsip jual
beli objek transaksinya adalah barang sedangkan ijarah objek
transaksinya adalah jasa (Karim, 2004).
b. Ijarah Muntahia Bit Tamlik
Transaksi Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT) hampir sama
dengan transaksi ijarah, hanya saja transaksi ini memberikan
pilihan bagi penyewa untuk membeli barang yang disewa.
4. Prinsip Jasa
Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar
akadnya adalah ta’awun atau tabarru’. Yakni akad yang tujuannya
tolong menolong dalam hal kebajikan (Ridwan, 2004). Adapun
pengertian dari jenis-jenis pembiayaan tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Al Wakalah (Wakil)
Wakalah dapat berarti penyerahan, pendelegasian, maupun
pemberian mandat atau amanah. Dalam kontrak BMT, berarti
BMT menerima amanah dari investor yang akan menanamkan
modalnya kepada nasabah.
b. Kafalah (Garansi)
Kafalah berarti jaminan yang diberikan oleh penanggung
commit to user
yang ditanggung. Dalam praktiknya BMT dapat berperan
sebagai penjamin atas transaksi bisnis yang dijalankan oleh
anggotanya.
c. Al Hawalah (Pengalihan Piutang)
Al Hawalah berarti pengalihan hutang dari orang yang
berhutang kepada si penanggung.
d. Ar Rahn (Gadai)
Ar Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam
sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya.
5. Pinjam-meminjam yang Bersifat Sosial
Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam dikenal
dengan nama pembiayaan qardh, yaitu pinjam-meminjam dana
tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan
pokok pinjaman sekaligus ataupun diangsur dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Produk jasa merupakan produk yang saat ini banyak
dikembangkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk
juga BMT (Suhendi, 2004). Adapun mengenai produk jasa
misalkan didasarkan pada akad wakalah.BMT dalam
menggunakan akad ini misalnya dalam perpanjangan SIM, KTP,
STNK dan sebagainya. Dengan demikian BMT akan mendapatkan
commit to user B. Teori Efisiensi
Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
dengan benar atau dalam pandangan matematika didefinisikan sebagai
perhitungan rasio output (keluaran) dan atau input (masukan) atau jumlah
keluaran yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Menurut
Syafroedin (dalam Muharram dan Purvitasari, 2000). Suatu perusahaan
dapat dikatakan efisien apabila:
1. Menggunakan jumlah input yang lebih sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah unit input yang digunakan oleh perusahaan lain
dengan menghasilkan output yang sama.
2. Menggunakan jumlah unit input yang sama dapat menghasilkan
jumlah output yang lebih besar.
Suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dikatakan efisien secara
teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu
atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan sumber daya
yang minimal. Dalam efisiensi ekonomis, untuk proses produksi,
produsen menghadapi kendala besarnya harga input, sehingga harus dapat
memaksimalkan penggunaan input sesuai dengan anggaran yang tersedia
yang juga harus mempertimbangkan besarnya harga output. Produsen
dapat berproduksi dengan efisien jika :
commit to user
Dimana MP1 adalah produk marginal faktor produksi tenaga kerja
(L), MPk adalah produk marginal faktor produksi kapital, dan MPa adalah
produk marginal faktorA, sedangkan P1,Pk, dan Pa masing-masing adalah
harga sumber-sumber tersebut.(Wijaya dalam Rifki, 2010).
Menurut Endang Suhendar (dalam Suryani 2005), menyatakan
bahwa ada beberapa macam cara untuk mengukur atau membandingkan
tingkatan efisiensi antar perusahaaan yaitu (1) Efisiensi Teknis, dua
perusahaan mempunyai tingkatan efisiensi teknis yang berbeda jika pada
tingkat penggunaan input yang sama, output yang dihasilkan berbeda.
Efisiensi teknis mengukur keberhasilan suatu kegiatan ekonomi dalam
memproduksi output maksimal dari kombinasi input tertentu, pada
umumnya input yang dipergunakan dalam proses produksi biasa
digambarkan dengan menggunakan kurva isoquant, fungsi produksi
(production function), fungsi biaya (cost function), dan fungsi keuntungan
(profit function); (2) Efisiensi Alokatif (efisiensi harga), dua perusahaan
mempunyai kesanggupan yang berbeda dalam hal menyamakan nilai
produk marginal (marginal value product) dari input peubah terhadap
harga peluang sehingga gagal memaksimumkan harga. Efisiensi alokatif
mengukur keberhasilan perusahaan dalam mengalokasikan input untuk
mencapai keuntungan maksimum; (3) Efisiensi Ekonomi, dua perusahaan
mempunyai tingkat efisiensi yang berbeda walaupun keduanya beroperasi
commit to user
mungkin masing-masing mendapat perlakuan harga yang berbeda atau
dapat dikatakan bahwa efisiensi ekonomi merupakan gabungan dari
efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Selanjutnya akan dibahas mengenai
teori produksi.
1. Proses Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan manfaat
dengan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi modal, tenaga
kerja, teknologi, managerial skill (Soeharno, 2007).
Menurut Adiningsih (2003) yang dimaksud dengan produksi
adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai
barang bertambah.
2.Fungsi Produksi
Dalam ilmu ekonomi hubungan antara input dengan output
digambarkan dalam suatu fungsi produksi. Fungsi produksi adalah
suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan
tingkat penggunaan input (Adiningsih, 2003). Fungsi produksi tersebut
dapat ditulis sebagai berikut:
Q = f (L, K, X, E) ……… (2.2)
Dimana:
commit to user
L, K, X, E = Input (tenaga kerja, modal, bahan baku, keahlian
keusahawan)
Hubungan antara input dan output cukup kompleks karena
beberapa input atau faktor produksi secara bersama-sama
mempengaruhi output (Wijaya, 1991). Analisis sementara dianggap
bahwa faktor-faktor produksi lain yang digunakan kecuali tenaga kerja
tetap konstan kuantitasnya, sehingga dapat diketahui secara lebih jelas
bagaimana pengaruh suatu faktor produksi terhadap kuantitas produksi.
Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
……… (2.3)
Tanda bar menyatakan bahwa faktor-faktor produksi tersebut
konstan tak berubah sehingga secara lebih sederhana dapat dituliskan
sebagai berikut :
………. (2.4)
Artinya bahwa kuantitas yang diproduksi dipengaruhi oleh
banyaknya tenaga kerja yang digunakan saja, apabila salah satu faktor
produksi merupakan faktor yang dapat diubah (variable input) untuk
menghasilkan sejumlah output, sedangkan faktor produksi lain
dianggap tetap (fixed input) maka kegiatan produksi perusahaan
dikatakan berada dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, semua
faktor produksi merupakan faktor variabel yang dapat diubah (variable
commit to user
3. Hubungan Persamaan-Persamaan dalam Fungsi Produksi
Menurut W. Nicholson (1999), hubungan persamaan-persamaan
dalam fungsiproduksi meliputi:
a. Total Product (TP), adalah produksi total yang dihasilkan
oleh suatu proses produksi dan pada umumnya dilambangkan
dengan TP atau Q (Quantity).
b. Marginal Product(MP), adalah perubahan faktor produksi
yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan
faktor produksi variabel. Apabila faktor produksi yang
berubah adalah tenaga kerja, Marginal Product nya disebut
Marginal Product of Labor (MPL). MPLmenunjukkan
perubahan Q yang dihasilkan dari setiap perubahan
pemakaian L. Apabila penyebab dari timbulnya Marginal
Product adalah perubahan modal, maka disebut Marginal
Product of Capital (MPC). Apabila ΔL adalah perubahan
tenaga kerja dan ΔQ adalah perubahan produksi total, MPL
dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut:
(2.5)
c. Average Product (AP), adalah besarnya rata-rata produksi
yangdihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi
variabel. Apabila L menunjukkan tenaga kerja yang
commit to user
Labor (APL). APL menunjukkan jumlah output yang
dihasilkan per tenaga kerja.
(2.6)
Ada tiga tahapan yang dapat diklasifikasikan dari produk marjinal
(W. Nicholson, 1999), yaitu:
a. Produk marjinal terus naik pada keadaan produk total yang
mengalami kenaikan (tahap I). Tahap ini disebut irrational region, di
mana pada saat APL naik hingga APL maksimum.
b. Produk marjinal mengalami penurunan pada saat keadaan produk
total yang terus naik (tahap II). Tahap II ini disebut rational region,
di mana pada saat APL maksimum hingga TPL maksimum. Pada saat
APL mencapai maksimum, tercapai kondisi efisiensi teknis. Dalam
konsep efisiensi teknis, kondisi ini merupakan suatu tingkat
pemakaian faktor produksi dikatakan lebih efisien dari tingkat
pemakaian yang lain apabila kondisi tersebut dapat memberikan APL
yang lebih besar.
c. Produk marjinal terus menurun sampai angka negatif bersamaan
dengan produk total yang juga turun (tahap III).Tahap III disebut
irrational region, di mana pada saat TPL maksimum hingga TPL
menurun.
Hubungan antara produk marjinal dan produk rata-rata (average product),
commit to user
total dengan jumlah unit input yang digunakan. Adanya hubungan antara produk
marjinal dengan produk rata-rata dapat diperoleh melalui proses-proses, yaitu:
a. Apabila produk marjinal lebih besar dari produk rata-rata, posisi
produk rata-rata masih dalam keadaan naik.
b. Apabila produk marjinal telah mencapai maksimal, posisi produk
rata-rata masih dalam keadaan naik.
c. Apabila produk marjinal sama dengan produk rata, produk
rata-rata mengalami keadaan maksimum. Dalam keadaan jangka panjang,
semua input bersifat variabel dan perusahaan dapat menentukan
jumlah input yang digunakan. Setiap tingkat produksi tertentu dapat
digunakan berbagai kombinasi input. Kondisi ini digambarkan
sebagai kurva isoquant.
d. Apabila produk marjinal lebih kecil dari produk rata-rata, produk
commit to user Gambar 2.2
Fungsi Produksi Total, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marjinal
di mana:
TPL = jumlah produksi secara keseluruhan dengan penggunaan
tenaga kerja pada tingkat tertentu (Total Product of
Labor)
L = tenaga kerja yang digunakan (Labor)
L* = L1= tenaga kerja yang digunakan pada tahap I (irrational
region)
L** = L2 = tenaga kerja yang digunakan pada tahap II (rational
commit to user
L*** = L3 = tenaga kerja yang digunakan pada tahap III
(irrational region)
MPL = Perubahan total produksi dari perubahan setiap
penggunaan tenaga kerja (Marginal Product of Labour)
APL = Rata-rata total produksi yang dihasilkan dengan setiap
penggunaan tenaga kerja (Average Product of Labour)
4. Macam-macam Fungsi Produksi
Fungsi produksi yang digunakan produsen dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu fungsi produksi jangka pendek dan fungsi produksi
jangka panjang. Fungsi produksi disebut sebagai fungsi produksi jangka
pendek apabila menggunakan input tetap (fixed input) dan input
variabel (variable input) dalam produksi. Fungsi produksi dikatakan
fungsi produksi jangka panjang apabila kedua input yang digunakan
adalah variableinput. (Adiningsih, 2003)
a.Fungsi Produksi Jangka Pendek
Produksi dengan satu input tetap dan satu input variabel
disebut produksi jangka pendek. Teori produksi dengan satu
input variabel menggambarkan secara sederhana tentang
hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah
tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai
commit to user
ini dapat diketahui hubungan antara Total Product (Q), Marginal
Product (MP), Average Product (AP).
Total Product (TP) adalah suatu jumlah produksi total yang
dihasilkan oleh suatu proses produksi, Total Product biasa
dilambangkan dengan TP atau Q. Marginal Product (MP)
merupakan perubahan jumlah produksi yang diakibatkan oleh
penambahan penggunaan satu input variabel. Produksi marginal
dari suatu input mengukur seberapa besar tambahan output yang
dihasilkan apabila suatu input variabel bertambah dengan satu
unit sedangkan input yang lainnya tetap. Adapun rumus yang
dapat digunakan apabila hanya ditambah faktor tenaga kerja,
sedangkan input yang lain tetap adalah :
……….. (2.7)
Average Product (AP) menunjukkan besarnya rata-rata
produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan input variabel.
Jika L merupakan tenaga kerja yang digunakan, maka Average
Product nya disebut sebagai Average Product of Labour (APL)
di mana formulasinya adalah :
... (2.8)
Untuk memperjelas hubungan antara TP, MP, dan AP dapat
commit to user
Tabel 2.2 Produksi dengan satu input variabel
L Q=TP MPL APL
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diasumsikan bahwa
input tetap digunakan pada suatu tingkat tertentu. L merupakan
input variabel tenaga kerja. Q merupakan TP, berdasarkan tabel
menunjukkan bahwa penambahan input L maka Q juga
bertambah hingga L mencapai unit ke 8 dan setelah itu Q
mengalami penurunan, demikian juga dengan MP dan AP yang
mengalami pola kenaikan dan kemudian menurun pada L unit ke
5. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa penambahan L yang
semakin banyak akan menambah TP hingga pada tingkat
maksimum yang kemudian akan mengalami penurunan. Keadaan
inilah yang dinamakan dengan the law of diminishing return.
Berdasar hukum tesebut hubungan antara TP, AP dan MP
commit to user
1) Tahap pertama, di mana pertambahan total product
semakin cepat.
2) Tahap kedua, di mana pertambahan total product
semakin melambat.
3) Tahap ketiga, di mana pertambahan total product
semakin berkurang.
Gambar 2.3
Kurva Total Product, Marginal Product, Average Product
(Sumber: Sugiarto, 2002)
Gambar 2.3 di atas menunjukkan bahwa kurva TP pada
awalnya naik secara lambat kemudian mengalami kenaikan
dengan cepat (ditandai dengan kenaikan MPL dan APL) dan mulai
commit to user
menunjukkan berlakunya hukum tambahan hasil yang menurun
(the law of diminishing return). MP mencapai titik maksimum
pada saat slope kurva TP adalah terbesar (titik A), sehingga titik
A disebut titik balik atau titik infleksi (inflection point). MP
sama dengan MP, setelah itu AP akan turun (Sugiarto, 2002).
Sesuai dengan gambar tersebut, maka fungsi produksi
dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
Tahap I
Terjadi pada saat kurva MP di atas kurva AP yang
meningkat. MP yang meningkat menunjukkan MC yang
menurun sehingga input terus ditambah, MP akan menghasilkan
MC atau tambahan biaya per unit yang semakin menurun, tidak
rasional jika produsen berproduksi saat kondisi ini. Tahap I akan
berakhir pada titik di mana MP memotong kurva AP di titik
maksimum.
Tahap II
Terjadi pada saat kurva MP menurun dan berada di bawah
commit to user
efisiensi input variabel mencapai titik puncak, sedangkan pada
akhir tahap ini, efisiensi input tetap mencapai puncaknya, yaitu
pada saat kurva TP mencapai titik maksimum.
Tahap III
Terjadi pada saat kurva MP negatif. Hal ini dikarenakan
rasio input variabel terhadap input terlalu besar sehingga TP
menurun.
b. Fungsi Produksi Jangka Panjang
Fungsi produksi jangka panjang adalah fungsi produksi
apabila semua input yang digunakan adalah input variabel.
Kedua jenis input ini dapat diubah jumlahnya dalam proses
produksi. Faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya,
misalnya tenaga kerja dan modal.
1) Kurva Produksi Sama (Isoquant)
Kurva Isoquant adalah suatu kurva yang menunjukkan
kombinasi penggunaan dua macam input yang menghasilkan
tingkat output yang sama (Adiningsih, 2003). Kurva Isoquant
juga menggambarkan gabungan antara tenaga kerja dan
modal yang akan menghasilkan satu tingkat produksi
tertentu.
Kurva Isoquant atau kurva produksi sama (isokuan) yaitu
commit to user
tenaga kerja dan barang modal (misalnya input yang
digunakan adalah tenaga kerja (L) dan barang modal (K),
memungkinkan proses produksi untuk menghasilkan jumlah
output tertentu. Isokuan yang lebih tinggi mencerminkan
jumlah output yang lebih besar dan Isokuan yang lebih
rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil
(Dominick Salvatore, 1994)
Gambar 2.4 Kurva Produksi Sama
Karakteristik dari Kurva Isoquant adalah :
1. Semakin ke kanan (tinggi) semakin besar kuantitas
outputnya
2. Tidak saling berpotongan
3. Berslope negative
commit to user 2) Kurva Garis Biaya Sama (Isocost)
Cara melakukan penghematan biaya produksi dalam
proses produksi dan sekaligus memaksimumkan keuntungan,
maka perusahaan harus meminimumkan biaya produksi.
Analisis mengenai cara meminimumkan biaya produksi
dilakukan dengan membuat garis biaya sama atau isocost
(Sukirno, 2005). Garis biaya sama (isocost) adalah suatu
garis yang menunjukkan kombinasi dua input yang dapat
digunakan untuk menghasilkan output dengan biaya yang
sama (Adiningsih, 2003)
Suatu kurva biaya sama (isocost) merupakan kombinasi
input berbeda (misal inputnya adalah tenaga kerja (L) dan
barang modal (K)), dapat dibeli oleh perusahaan dengan
pengeluaran total pada tingkat harga faktor produksi tertentu.
Kemiringan kurva ini ditentukan oleh –PL/PK, di mana PL
merupakan harga tenaga kerja dan PK menjelaskan harga
barang modal (Dominick Salvatore, 1994).
Kurva Isoquant dapat dilihat pada gambar sebagai
commit to user
Gambar 2.5 Kurva Biaya Sama
3) Keseimbangan Produsen
Seorang produsen yang berpikir rasional tentu akan
berproduksi pada kombinasi input dengan biaya yang
terendah. Kondisi ini dapat dicapai dengan dua pendekatan
(Adiningsih, 2003) :
1) Apabila dana yang dimiliki produsen terbatas, maka
kombinasi biaya minimum dapat dicapai jika dengan dana
tersebut dapat dihasilkan output yang sebesar-besarnya.
2) Apabila input yang akan dihasilkan tertentu, maka
kombinasi biaya minimum dapat dicapai jika dana yang
diperlukan untuk memproduksi output tersebut adalah
serendah-rendahnya.
Menurut Sadono Sukirno (1994) cara penggabungan
kurva produksi sama dengan kurva biaya sama dapat
commit to user
a. Memaksimumkan produksi, di mana penggambaran
penentuan tingkat produksi yang paling maksimum
dengan tingkat biaya tertentu.
Gambar 2.6
Memaksimumkan Produksi atau Meminimumkan Biaya
b. Meminimumkan biaya, di mana penggambaran
pencapaian tingkat produksi dengan tingkat biaya
yang paling minimum.
Gambar 2.6 menjelaskan bahwa produksi yang akan
dimaksimumkan adalah apabila kurva produksi sama
bersinggungan dengan kurva biaya sama pada titik R. Hal ini
karena titik R merupakan tingkat produksi yang paling
maksimum pada kurva tersebut. Produksi yang
diminimumkan adalah apabila kurva produksi sama
commit to user
merupakan tingkat biaya yang paling minimum dalam
produksi pada kurva tersebut (Sadono Sukirno, 1994).
C. Pengukuran Efisiensi Unit Kegiatan Ekonomi (UKE)
Dalam mengukur efisiensi setiap Unit Kegiatan Ekonomi cara yang
paling sederhana adalah dengan menghitung rasio antara output UKE
tersebut dengan faktor produksi yang digunakan. Hal ini tidak akan
menjadi masalah apabila UKE tersebut hanya memproduksi satu jenis
output dan menggunakan satu macam faktor produksi. Namun
seringkali dalam prakteknya, setiap UKE tersebut menghasilkan
berbagai macam produk dengan berbagai jenis faktor produksi.
Dalam kasus output dan faktor produksi yang bervariasi, efisiensi
UKE dapat dihitung dengan mentransformasikannya menjadi output
dan faktor produksi tunggal. Transformasi ini dapat dilakukan dengan
menentukan pembobotan yang tepat. Penentuan pembobotan yang tepat
itulah yang menjadi inti masalah dalam pengukuran efisiensi.
Data Envelopment Analysis (DEA) dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah tersebut yaitu dengan memberi kesempatan
pada setiap UKE untuk menentukan pembobotannya masing-masing.
DEA juga menjamin bahwa pembobotan yang dipilih setiap UKE akan
menghasilkan ukuran efisiensi yang terbaik bagi UKE yang
bersangkutan. Pembobotan tersebut dibatasi agar jumlahnya tidak
melebihi nilai tertentu, misalnya 100 persen. Kinerja tersebut dapat
commit to user
Angka rasio kinerja tersebut akan bervariasi antara 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu), UKE yang efisien akan memiliki angka rasio 1 (satu)
atau 100 persen. Sedangkan angka rasio yang mendekati nol
menunjukkan efisiensi UKE yang semakin rendah. Ada dua kriteria
dalam sebuah UKE yang memiliki kinerja 100 persen. (1) apabila tidak
ada unit lain atau kombinasi UKE yang menggunakan jumlah input
yang sama. (2) jumlah output yang dihasilkan oleh UKE lain yang
berkinerja 100 persen. Dengan demikian peningkatan output UKE
tersebut hanya dapat dilakukan dengan jalan menambah penggunaan
input (Pusat Antar Universitas, 2010).
D. Pengukuran Efisiensi dengan DEA
Ditinjau dari Teori Ekonomi, ada dua pengertian efisiensi yaitu
efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi (Ghafur, 2007). Efisiensi
ekonomi mempunyai sudut pandang makro yang mempunyai jangkauan
lebih luas dibandingkan dengan efisiensi teknis yang bersudut pandang
mikro. Pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan
teknis dan operasional proses konversi input menjadi output. Akibatnya
usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya memerlukan
kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian dan
commit to user
Suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dikatakan efisien secara
teknis apabilamenghasilkan output maksimal dengan sumber daya
tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan
sumber daya yang minimal. Dalam efisiensi ekonomis, untuk proses
produksi, produsen menghadapi kendala besarnya harga input, sehingga
harus dapat memaksimalkan penggunaan input sesuai dengan anggaran
yang tersedia yang juga harus mempertimbangkan besarnya harga
output. Produsen dapat berproduksi dengan efisien jika :
Dimana MP1 adalah produk marginal faktor produksi tenaga kerja
(L), MPk adalahproduk marginal faktor produksi kapital, dan MPa
adalah produk marginal faktor A, sedangkan P1, Pk, dan Pa
masing-masing adalah harga sumber-sumber tersebut. (Wijaya, 1991 dalam
Lendro Kurniawan, 2005).
Salah satu cara untuk mengukur efisiensi secara teknis adalah
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut Wimboh
dan Kurnia (dalam Susila dan Isa, 2007), DEA merupakan ukuran
efisiensi relative, baik antar organisasi yang berorientasi laba maupun
tidak, yang mengukur inefisiensi unit-unit usaha yang dibandingkan
dengan unit lain yang dianggap paling efisien dalam set data yang ada.
Dalam analisis DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat
efisiensi 100% yang artinya bahwa unit tersebut merupakan unit yang
commit to user
Menurut Berger dan Mester, 1997 (dalam Afnan, 2009), ada tiga
pendekatan konsep dasar model efisiensi dalam sector financial yaitu
cost efficiency, standard profit efficiency, dan alternative profit
efficiency. Cost efficiency mengukur tingkat biaya suatu bank
dibandingkan dengan best practicedbank’s cost yang menghasilkan
output yang sama dengan kondisi yang sama. Standard profit efficiency
mengukur bagaimana bank menghasilkan keuntunganyang cenderung
maksimal dengan dengan tingkat khusus dari harga input danoutput.
Sedangkan alternative profit efficiency mengukur bagaimana
bankmendapatkan pendapatan maksimum dengan tingkat output
dibanding denganharga output.
Menurut Hadad, dkk (2003), konsep-konsep yang digunakan dalam
menjelaskan hubungan input-output dalam tingkah laku institusi
keuangan pada metode parametrik maupun non parametrik adalah, (1)
Pendekatan produksi (the production approach), (2) Pendekatan
intermediasi (the intermediation approach), dan (3) Pendekatan asset
(the asset approach). Pendekatan produksi melihat lembaga keuangan
sebagai unit kegiatan ekonomi yang melakukan usahadalam
menghasilkan keuntungan berupa pinjaman kepada nasabah. Sedangkan
dalam pendekatan intermediasi, lembaga keuangan ditempatkan sebagai
unit kegiatan ekonomi yang melakukan transformasi bentuk dana yang
dihimpun ke dalam berbagai bentuk pinjaman. Menurut Muharram dan