• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model Make A Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model Make A Match Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD Negeri 1 "

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.1.1 Hakikat IPA

Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam hal ini para guru, khususnya yang mengajar sains di sekolah dasar, diharapkan mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA, sehingga dalam pembelajaran IPA guru tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. Siswa yang melakukan pembelajaran juga tidak mendapat kesulitan dalam memahami konsep sains.Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Ilmu pengetahuan alam sebagai produk

Kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk antara lain:

1.Fakta dalam IPA

Pernyataan tentang benda-benda yang benar ada, atau peristiwa yang benar terjadi dan mudah dikonfirmasi secara objektif.

2.Konsep IPA

Merupakan suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. 3.Prinsip IPA

(2)

4.Hukum-hukum alam (IPA)

Prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat tentatif (sementara), akan tetapi karena mangalami pengujian yang berulang-ulang maka hukum alam bersifat kekal selama belum ada pembuktian yang lebih akurat dan logis.

5.Teori ilmiah

Merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta, konsep, prinsip yang saling berhubungan.

b. Ilmu pengetahuan alam sebagai proses

Yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan dan menyimpulkan.Mengamati adalah mengumpulkan semua informasi dengan pancaindera. Adapun penarikan kesimpulan adalah kesimpulan setelah melakukan observasi dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

c. Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap

Sikap ilmiah harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Hal ini sesuai dengan sikap yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian dan mengomunikasikan hasil penelitiannya.

2.1.1.2 Tujuan Mata Pelajaran IPA

Tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP, 2006) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(3)

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.1.3 Karakteristik IPA

Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (Ahmad Susanto, 2013: 170):

a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.

b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

c. Sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam.

d. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

(4)

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan kepada peserta didik.Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami manusia sepanjang hayat, serta berlaku di manapun dan kapanpun.

Menurut Heri Rahyubi (2011: 251) “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.” Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009: 45) “model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.” Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.

Menurut Slavin (Hosnan, 2014: 234)“pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda.” Sedangkan menurut Kagan (Hosnan, 2014: 235) “pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu objek.”

Pembelajaran kooperatif menurut Roger(Miftahul Huda, 2014: 29):

(5)

pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih, di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada di dalam kelompok mempunyai tingkat yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya dan suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.2.2 Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif

Sadker dan Sadker (Miftahul Huda, 2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan afektif dan kognitif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

c. Siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti.

(6)

Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa keunikan yaitu: a. Interpendensi positif dengan prosedur yang terstruktur jelas. b. Terdapat akuntabilitas individu atas pembagian kerja kelompok.

c. Relatif menekankan kelompok yang terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan yang berbeda.

d. Saling berbagi peran kepemimpinan.

e. Masing-masing anggota saling membagi tugas pembelajaran dengan anggota yang lain.

f. Bertujuan memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok. g. Menjaga relasi kerja sama yang baik.

h. Mengajarkan keterampilan kerja sama yang efektif. i. Guru mengobservasi pada kualitas teamwork siswa.

j. Merancang prosedur-prosedur yang jelas dan mengalokasikan waktu yang memadai untuk pemrosesan kelompok.

2.1.2.3 Kendala-Kendala Model Pembelajaran Kooperatif

Slavin (Miftahul Huda, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya pitfalls(lubang-lubang perangkap) terkait dengan pembelajaran kooperatif:

a. Free Rider.

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang

dimaksud pengendara bebas disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya; mereka hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran ke mana-mana.

b. Diffusion of Responsibility.

(7)

yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”.

c. Learning a Part of Task Specialization.

Dalam beberapa metode tertentu, setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antarsatu sama lain. Pembagian semacam ini sering sering kali membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian materi lain yang dikerjakan oleh kelompok lain hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Menurut Slavin (Miftahul Huda, 2011: 69), ketiga kendala ini bisa diatasi jika guru mampu:

a. Mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-siswanya.

b. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja kelompok.

c. Mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang lain.

2.1.2.4 Aspek-Aspek Model Pembelajaran Kooperatif

a. Tujuan: semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil dan diminta untuk mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.

b. Level kooperasi: kerja sama dapat diterapkan dalam level kelas dan level sekolah.

(8)

2.1.2.5 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

Sintaks model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase, sebagai berikut.

Tabel 4

Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif

Fase-Fase Perilaku Guru

Fase 1: Present goals and set

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Fase 2: Present information

Menyajikan informasi.

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.

Fase 3: Organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar.

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien.

Fase 4: Assist team work and study

Membantu kerja tim dan belajar.

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.

Fase 5: Test on the materials

Mengevaluasi.

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil hasil kerjanya.

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan.

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok. Sumber: Agus Suprijono (2009: 65).

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

(9)

subjek penalaran secara efektif. Gagasan tentang model kelompok belajar siswa berbagi tempat dengan model pembelajaran kooperatif yang lain adalah bahwa siswa bekerja bersama-sama untuk mempelajari dan bertanggung jawab atas pelajarannya sendiri dan juga pembelajaran teman lain. Tetapi, model kelompok belajar siswa menekankan penggunaan tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok, yang hanya bisa dicapai jika semua anggota kelompok itu mempelajari objek yang sedang diajarkan. Dengan demikian, dalam kelompok belajar siswa, tugas siswa bukanlah melakukan sesuatu tetapi mempelajari sesuatu sebagai sebuah kelompok, di mana kerja kelompok dilakukan sampai semua anggota kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari itu.

(10)

Penelitian Slavin (Shlomo Sharan, 2014: 4) tentang model pembelajaran kooperatif telah menunjukkan bahwa:

Penghargaan kelompok dan tanggung jawab perseorangan merupakan unsur mendasar bagi pengaruh kerjasama berdasarkan ada pencapaian keterampilan. Tidaklah cukup untuk memberitahu siswa untuk bekerja bersama. Selain itu, ada alasan bagus untuk percaya bahwa jika para siswa diberi penghargaan setelah melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, mereka akan lebih terpacu untuk belajar daripada jika mereka diberi penghargaan berdasarkan pada prestasi yang lebih baik dari teman mereka, karena penghargaan atas kemajuan yang dicapai bisa memberi keberhasilan dan tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah untuk dicapai siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat mudah diadaptasi dan telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya dan pada tingkat sekolah menengah sampai perguruan tinggi.

(11)

Gagasan utama di belakang model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mereka memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Para siswa diberi waktu untuk bekerja bersama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Siswa mungkin bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, siswa bisa mendiskusikan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau saling memberi pertanyaan tentang isi dari yang dipelajari.

(12)

2.1.3.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Untuk mengatasi pembelajaran IPA agar dapat menarik, siswa menjadi termotivasi, minat belajar siswa tinggi adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan alternatif proses pembelajaran agar lebih menyenangkan dan bermakna. Sebagai pedoman langkah dalam memberikan tindakan kelas dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat lima komponen sebagai berikut:

a. Presentasi kelas

Materi dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada awalnya diperkenalkan dalam presentasi kelas. Seringkali ini adalah diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Presentasi kelas dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbeda dengan pengajaran biasa karena mereka harus benar-benar fokus pada satuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan cara ini, siswa menyadari bahwa selama presentasi kelas berlangsung mereka harus memperhatikan dengan seksama, karena akan membantu saat menjalani kuis dengan baik, dan nilai kuis itu menentukan nilai kelompok.

b. Kelompok

(13)

Kelompok menyediakan dukungan sesama teman untuk memperoleh kemajuan akademik yang penting sebagai pengaruh pembelajaran, tetapi kelompok juga menyedikan saling perhatian dan penghargaan yang penting bagi hubungan antarkelompok, penghargaan diri, dan penerimaan siswa-siswa yang terpinggirkan.

c. Kuis

Setelah satu sampai dua kali presentasi guru dan satu sampai dua kali praktik kelompok, para siswa menjalani kuis perseorangan. Siswa-siswa tidak diijinkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap siswa secara perseorangan bertanggung jawab atas pengetahuan yang diperoleh.

d. Skor kemajuan perseorangan

Gagasan di belakang skor kemajuan perseorangan adalah menanamkan tujuan prestasi yang bisa diperoleh kepada siswa, jika dia bekerja lebih keras dan berbuat lebih baik dibandingkan sebelumnya. Setiap siswa bisa menyumbang nilai maksimal untuk kelompok dalam sistem penilaian ini, tetapi tidak ada siswa yang bisa melakukan itu tanpa menunjukkan kemajuan yang lebih baik daripada yang sebelumnya. Tiap-tiap siswa diberikan nilai “dasar”, yang diambil dari rata-rata prestasi siswa pada kuis yang sama. Kemudian, siswa memperoleh nilai untuk kelompok berdasarkan pada seberapa banyak nilai kuis mereka melebihi nilai sebelumnya.

e. Penghargaan kelompok

Kelompok bisa saja memperoleh sertifikat atau penghargaan lain jika nilai rata-rata melampaui kriteria tertentu. Skor kelompok siswa bisa juga digunakan untuk menentukan sampai lima nilai tambahan perolehan nilai. Sertifikat untuk kelompok yang mencapai standar prestasi tinggi, perlakuan laporan berkala, pemasangan pada papan buletin, pengakuan khusus, hadiah kecil-kecilan, atau penghargaan lain menegaskan gagasan bahwa bekerja baik secara berkelompok adalah penting.

(14)

Tabel 5

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD

Perilaku Guru

Presentasi Kelas

 Guru memperkenalkan dan menyajikan materi.

 Guru memberi tahu siswa apa yang sedang mereka pelajari.

 Guru memunculkan keingintahuan siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.

Kelompok

 Guru membuat salinan lembar rekapitulasi kelompok.

 Guru merangking siswa dari yang paling pintar.

 Guru membentuk kelompok yang terdiri dari empat sampai lima siswa yang mewakili kemampuan, jenis kelamin dan ras siswa di kelas itu.

 Guru menugaskan siswa ke dalam kelompok.

 Guru meminta siswa untuk mengerjakan permasalahan atau mempersiapkan jawaban untuk menjawab pertanyaan.

 Guru meminta siswa untuk saling menjelaskan jawaban.

 Guru memanggil siswa secara acak.  Guru memberi umpan balik.

Kuis  Guru memberikan kuis perseorangan kepada siswa.

Skor Kemajuan Perseorangan  Guru memberi nilai berdasarkan kemajuan siswa.

(15)

2.1.3.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berdasarkan Standar

Proses

Berikut adalah sintaks model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran IPA berdasarkan Standar Proses.

Tabel 6

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran IPA Berdasarkan Standar Proses

Kegiatan Perilaku Guru Perilaku Siswa

Kegiatan Awal  Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing dan memberi salam.

 Guru melakukan presensi dan memberikan motivasi kepada

 Siswa berdoa dan mengucapkan salam.

 Siswa mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan materi yang sebelumnya.

Kegiatan Inti  Eksplorasi

 Guru memperkenalkan dan menyajikan materi.

 Guru membuat salinan lembar rekapitulasi kelompok.

Guru merangking siswa dari yang paling pintar.  Guru membentuk kelompok

yang terdiri dari empat sampai lima siswa yang mewakili kemampuan, jenis kelamin dan ras siswa di kelas itu. Guru menugaskan siswa ke

dalam kelompok.  Guru meminta siswa untuk

mengerjakan

 Eksplorasi

 Siswa memperhatikan penjelasan guru.

 Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

 Setelah berdiskusi siswa mempersiapkan beberapa

(16)

permasalahan atau mempersiapkan jawaban untuk menjawab pertanyaan.

 Guru meminta siswa untuk saling menjelaskan jawaban.

 Konfirmasi

 Guru memanggil siswa secara acak.

Guru memberi umpan balik.  Guru memberikan kuis

perseorangan kepada

 Siswa mengerjakan kuis perseorangan yang

 Guru menanyakan kepada siswa tentang materi yang belum dipahami.

 Guru dan siswa membuat kesimpulan kegiatan hari ini.  Guru melakukan refleksi dan memberikan penguatan kepada siswa.

 Guru memberikan tugas kepada siswa.

 Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

 Guru mengajak siswa untuk berdoa.

 Siswa bertanya tentang materi yang belum dipahami.  Siswa membuat kesimpulan.  Siswa diberikan tugas (pekerjaan

rumah) oleh guru.

 Siswa berdoa untuk mengakhiri pembelajaran.

2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Belajar

(17)

Menurut Hagenhahn dan Olson (Heri Rahyubi, 2012: 3) “belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman dan tidak dicirikan oleh kondisi diri yang sifatnya sementara seperti yang disebabkan oleh sakit, kelelahan atau obat-obatan.” Hampir sama dengan Hagenhahn dan Olson, menurut Mayer (Heri Rahyubi, 2012: 3) “belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.” Belajar menurut Morgan (Heri Rahyubi, 2012: 5) “merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.” Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku melalui pengalaman yang didapatkan.

Sedangkan pengertian belajar menurut Hilgard (Wina Sanjaya, 2008: 229), “belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratoium maupun dalam lingkungan alamiah.”Menurut Laster D. Crow dan Alice Crow (Heri Rahyubi, 2012: 5) “belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan, pengetahuan, dan sikap.”Menurut Slameto (2010: 2) “belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Menurut Winkel (Ahmad Susanto, 2013: 4) “belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.”

(18)

2.1.4.2 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Gagne (Purwanto, 2013: 42) “hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori.”Winkel (Purwanto, 2013: 45) “hasil belajar ialah perubahan yang mengakibatkan manusia dalam sikap dan tingkah lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.” Sepaham dengan Winkel, Purwanto (2013: 46) “hasil belajar merupakan perubahan perilaku manusia akibat belajar, dapat berupa perubahan dalam aspek kogitif, afektif dan psikomotorik.” Winkel menekankan bahwa hasil belajar adalah perubahan mengenai sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan Purwanto hanya menyebutkan perubahan perilaku manusia setelah belajar. Meskipun demikian, mereka mempunyai pemahaman bahwa perubahan akibat belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan perilaku tersebut disebabkan telah mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Perubahan akibat pengalaman belajar, tidak semata-mata hanya pada perubahan secara kognitif (pengetahuan) saja, tetapi siswa juga dapat mengalami perubahan secara afektif (sikap) serta mampu melaksanakan tugas yang berhubungan dengan performanya (psikomotorik).

Dapat dikatakan, hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa karena telah memiliki pengalaman belajar pada mata pelajaran tertentu di mana perubahannya dapat dilihat dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

2.1.4.3 Tipe Hasil Belajar

(19)

belajar siswa. Bila hasil belajar tinggi pembelajaran tersebut dikatakan berhasil, tetapi jika hasil belajar rendah pembelajaran tersebut dikatakan tidak berhasil.

Gagne (Agus Suprijono, 2009: 5) mengemukakan ada lima tipe hasil belajar, yakni:

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif brsifat khas. c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

2.1.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar

Hasil belajar siswa merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya terlibat beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri seseorang (internal) dan dari luar diri seseorang (eksternal). Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Ahmad Susanto (2013: 12):

a. Faktor Internal

(20)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar meliputi model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat.

Faktor internal pertama yang mempengaruhi hasil belajar adalah intelegensi atau kecerdasan. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil belajar. Secara logika, semakin tinggi tingkat intelegensi, makin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai. Begitu pun sebaliknya, jika intelegensinya rendah maka kecenderungan hasil belajar yang dicapainya juga rendah. Faktor kedua yaitu kesiapan, belajar akan lebih berhasil jika berlandaskan tingkat kematangan individu. Ketiga yaitu bakat yang merupakan kemampuan potensial yang dimiliki oleh individu. Faktor selanjutnya adalah kemauan belajar, kemauan belajar yang tinggi akan berpengaruh positif terhadap hasil belajar seseorang. Faktor yang terakhir adalah minat, minat merupakan kecenderungan, gairah untuk menginginkan sesuatu. Siswa dengan minat yang besar terhadap pembelajaran akan memusatkan perhatian pada pelajaran secara intensif, hal ini memungkinkan tingkat hasil belajar yang akan dicapai akan lebih tinggi.

(21)

Untuk memperoleh hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau penilaian untuk mengukur sejauh mana siswa memahami dan menguasai materi. Model evaluasi yang sesuai adalah model kesesuaian oleh Ralph W. Tyler, John B. Carol dan Lee J. Cronbach (Purwanto, 2013: 27). Kegiatan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tujuan pendidikan yang diberikan dalam pengalaman belajar telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar. Objek evaluasi adalah tingkah laku siswa yang megalami perubahan pada akhir kegiatan pembelajaran. Perubahan perilaku yang dievaluasi bukan hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik. Untuk aspek kognitif evaluasi dilakukan dengan teknik tes menggunakan instrumen tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran. Sedangkan untuk aspek psikomotorik dan aspek sikap diukur menggunakan teknik non tes observasi dengan rubrik penilaian proses yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif siswa secara bersama membantu siswa dalam akademis mereka. Slavin (Shlomo Sharan, 2014: 6) menelaah penelitian dan melaporkan bahwa 45 penelitian telah dilaksanakan pada semua tingkat kelas dan meliputi bidang studi Bahasa, Geografi, Ilmu Sosial Sain, Matematika dan Bahasa Inggris, studi yang telah dilaksanakan di sekolah-sekolah pinggiran dan pedesaan Amerika Serikat, Israel, Nigeria, dan Jerman. Penelitian STAD telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai kelas, kehadiran dan perilaku siswa.

(22)

ini ditunjukkan dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar IPA. Sebelum diberikan tindakan, ketuntasan belajar siswa adalah sebesar 56,82%. Setelah tindakan pada siklus I terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar dengan prosentase sebesar 79,55%. Pada siklus II, terjadi lagi peningkatan hasil belajar dengan mencapai prosentase sebesar 97,73%.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Anggit Sriwidodo melalui jurnal yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas 4 Semester 2 SD Negeri Sampang 1 Karangtengah Demak Tahun Ajaran 2011/2012” menyatakan bahwa siklus pertama mempunyai ketuntasan belajar klasikal yaitu 62,5% dengan nilai rata-rata 60,8. Siklus kedua mempunyai ketuntasan belajar klasikal yaitu 62,5% dengan nilai rata-rata 63,9. Siklus ketiga mempunyai ketuntasan belajar klasikal yaitu 79,2% dengan nilai rata-rata 70,2. Hal ini dapat dikatakan berhasil karena ketuntasan belajar klasikal lebih besar dari indikator keberhasilan yaitu 75%. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa SD Negeri Sampang 1 Karangtengah Demak kelas 4 semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari melalui PTK yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas 5 SD Negeri Pesaren 2 Semester 1/2013-2014” menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar siswa. Sebelum diberikannya tindakan ketuntasan belajar siswa dalam kelas tidak lebih dari 34%. Setelah diberikannya tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran siswa ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 69%.

(23)

Model Kooperatif Tipe STAD di SD Inpres 1 Ongka” menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Inpres 1 Ongka, pada materi perubahan wujud benda dan perubahan sifat benda di tes awal: siswa yang tuntas 16 orang atau persentase 50% dengan daya serap klasikal 65,47% atau nilai rata-rata 65%. Pada Siklus I meningkat siswa yang tuntas 24 orang atau 75% dengan daya serap klasikal 75,94%, . Dan pada siklus II meningkat siswa yang tuntas 30 orang atau persentase 95% dengan daya serap klasikal sebesar 87,03%.

Persamaan dan perbedaan kajian hasil penelitian yang relevan di atas dapat dilihat secara rinci pada tabel 7 berikut.

Tabel 7

Persamaan dan Perbedaan Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

No Nama

Peneliti Tahun Mapel Variabel Bebas

(24)

Berdasarkan tabel di atas, terdapat kelebihan pada hasil penelitian Anggit Sriwidodo, Purwitasari dan Adjie karena model tersebut diterapkan pada kelas 4 dan 5 yang tergolong dalam kelas tingkat tinggi sehingga model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih mudah untuk diterapkan karena cara berpikir siswa lebih terarah sehingga lebih mudah dalam mengikuti instruksi guru. Namun peningkatan hasil belajar siswa pada hasil penelitian Anggit Sriwidodo dan Adjie tidak terlalu signifikan dibandingkan hasil penelitian Purwitasari di kelas 5. Sedangkan penelitian Donatus diterapkan di kelas 3 yang masih tergolong dalam kelas tingkat rendah sehingga siswa masih kesulitan dalam memahami instruksi guru apalagi dalam pelajaran IPA yang baru saja diterima siswa pada saat menginjak kelas 3. Namun peningkatan hasil belajar siswa pada hasil penelitian Donatus dapat dikatakan lebih signifikan dibandingkan hasil penelitian Anggit Sriwidodo dan Adjie. Dari kajian hasil penelitian relevan tersebut penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dikatakan berhasil karena hasil belajar IPA siswa meningkat. Penelitian selanjutnya akan di lakukan pada kelas 4 dengan variabel dan mata pelajaran yang sama.

2.3 Kerangka Pikir

Pada penjelasan di atas, telah disebutkan bahwa metode pembelajaran STAD memungkinkan siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk bekerja sama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini siswa didorong untuk bagaimana memecahkan masalah bersama-sama dengan kelompoknya. Selain itu siswa secara individu dapat terbentuk menjadi siswa yang aktif dan mencintai belajar, karena sebagai individu, siswa juga dipercayakan untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok.

(25)

Gambar 1

Kerangka Pikir Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran konvensional Hasil belajar ˂ KKM

Kompetensi Dasar:

10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut).

10.2 Menjelaskan Pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).

Tes formatif Mendapat penghargaan

Standar Kompetensi: 10. Memahami perubahan

lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Membentuk kelompok beranggota 4 siswa

Mengerjakan kuis perseorangan Diskusi kelompok

Presentasi

Skor tes

Non tes

Hasil belajar

IPA ≥ KKM

(26)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan hasil kajian teori dan kajian penelitian yang relevan di atas, maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 semester 2 SDN Ngajaran 02 di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.

Gambar

Tabel 4 Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya informasi mengenai pentingnya peran pengendalian internal dalam organisasi, diharapkan perusahaan – perusahaan Indonesia dapat lebih berkomitmen dalam

Bahwa TQM berpengaruh terhadap biaya kualitas dan efisiensi kerja karyawan karena dengan peningkatan kualitas hasil produksi, dalam upaya peningkatan efisiensi

[r]

Seluruh Dosen STIE Perbanas Surabaya yang dengan ikhlas telah memberikan ilmu, pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis selama masa kuliah. Seluruh staf

Sedangkan dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang memiliki skor dibawah rata-rata skor Corporate Governance Perception Index (CGPI)

Seperti juga metodologi penelitian berlandaskan positivisme,metodologi penelitian berlandaskan rasionalisme juga mengejar diperolehnya generalisasi atau hukum-hukum baru,

 Terakhir untuk teman-teman dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya atas dukungan dan suport yang tidak pernah bosan

Sedangkan untuk kuantitatif, kita juga tidak bisa menutup mata dengan data yang diurai dan dideskripsikan sebab tujuan akhir penelitian kuantitiatif juga akan menggambarkan