• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resume Buku METODOLOGI PENELITIAN KUALIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Resume Buku METODOLOGI PENELITIAN KUALIT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Resume Buku:

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

Noeng Muhadjir

Mata Kuliah

Ph. D. Research Methodology

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD Prof. Dr. Jamhari, MA

Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA Prof. Dr. Ahmad Rodoni

Oleh BUDI MULIA NIM. 31151200000015

DEDE SUDIRJA NIM. 31151200000038

PROGRAM DOKTOR PENGKAJIAN ISLAM

KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)

BAGIAN PENDAHULUAN

Perbedaan antara metodologi penelitian dan metoda penelitian.Metodologi Penelitian membahas konsep toeritik berbagai metoda, kelebihan dan kelemahanya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metoda yang digunakan; sedangkan metoda penelitian mengemukakan secara tekhnis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam penelitiannya.

Filosofik, metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran.Prosedur kerja mencari kebenaran sebagai £iIsa£at dikenaI sebagai filsafat epistemologi.Kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait Iangsung dengan kualitas prosedur keljanycr.

Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian.Di lingkungan filsafat, logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran.Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari logika.

(3)

berbeda-beda. Logika formil Aristoteles berupaya menyusun struktur hubungan antara sejumlah proposisi. Untuk membuat .generalisasi, logika Aristoteles mengaksentuasikan pada prinsipprinsip relasi formal antarproposisi.

Metodologi penelitian kuantitatif statistik bersumber dari wawasan'filsafat posotivisme Comte, yang menolak metaphisik dan teologik; atau setidak-tidaknya mendudukkan metaphisik dan teologik sebagai primitif. Materalisme mekanistik-mekanistik sebagai perintis pengembangan metodologi ini mengeniukakan bahwa: hukum-hukum mekanik itu inheren dalam benda itu sendiri; ilmu dapat menyajikan gambar dunia secara lebih meyakinkan didasarkan pada penelitian empirik daripada spekulasi filosofik.

Positivisme logik lebih jauh mengembangkan metodologi aksiomatisasi teori iImu ke dalam logika matematik; dan dikembangkan lebih jauh lagi dalam logika induktif, yaitu ilmu itu bergerak naik dari fakta-fakta khusus phenomenal ke generalisasi teoretik.Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empiri.

Dengan pendekatan positivisme dan metodologi penelltiankuantitatif, generalisasi dikonstruksi dari rerata keragaman individual ata rerata frekuensi dengan memantau kesalahan-kesalahan yang mungkin. Metodologi kuantitatif menuntut adanya rancangan penelitian yang menspeksifikkan obyeknya secara eksplisit dielimanisakan dari obyek-obyek lain yang tidak diteliti. Tata pikir logik sesuai dengan teknik analisis yang telah diperkembangkan, metodologi penelitian kuantitatif membatasi sejumlah tatafikir logik tertentu, yaitu: korelasi, kausalitas, dan interaktif; sedangkan obyek data ditata dalam tatafikir kategorisasi, interfalisasik dan konfuuasi.

Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empiri; sedangkan menurut rasionalisme ilmu yang valid merupakan abstraksi; simplikasi, atau idealisasi dari realitas, dan terbukti koheren dengan sistem Iogikanya.

(4)

semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik; yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif.

Metodologi penelitian ini diperkembangkan oleh banyak ahli dari berbagai pendekatan disiplin ilmu.Interpretif dikembangkan oIeh Geertz, Grounded research lebih berkembang di lingkungan sosiologi, dengan tokoh utamanya Strauss dan Glasser.

Ontologik, metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi sama dengan yang berlandaskan rasionalisme, dan berbeda dengan yang berlandaskan positivisme. Metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda, melihat obyeknya dalam satu konteks natural, bukan parsial: Beda dengan positivisme yang menuntut rumusan obyek sespesifik mungkin; tetapi dekat dengan rasionalisme yang menuntut konstruksi teoretik yang lebih mencakup.

Epistemologik, metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi sangat jauh berbeda dengan yang berlandaskan positivisme; positivisme menuntut penyusunan kerangka teori (meskipun spesifik),· sedangkan phenomenologi malahan sepenuhnya menolak penggunaan kerangka teori sebagai langkah persiapan penelitian. Membuat persiapan seperti itu menjadikan hasil penelitian itu menjadi produk artifisial, jauh dari sifat naturalnya. Dalam hal melihat kejadian dan tata fikir yang digunakan phenomenologi sejalan dengan rasionalisme, yaitu: melihat obyek dalam konteksnya dan menggunakan tata fikir logik lebih dari sekedar linier kausal; tetapi tujuan penelitiannya berbeda, phenomenologik membangun ilmu idiographik, sedangkan rasionalisme membangun ilmu nomothetik.

(5)

pula empiri transendental. Karena itu metodologi penelitian kualitatif berlandaskan yang phenomenologi dapat penulis kemukakan sebagai mengakui empat kebenaran empirik, yaitu: kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transendental. Kemampuan penghayatan dan pemaknaan manusia atas indikasi empiri manusia menjadi mampu mengenal keempat kebenaran tersebut di atas.

Reichenbach (1938).mengemukakan bahwa tugas filsafat ilmu adalah membangun teori ilmu bertolak dari Weltanschauung atau Lebenswelt. Toulmin (1953) mengemukakan bahwa fungsi ilmu adalah membangun sistem ide-ide tentang semesta sebagai realitas; dan sistem tersebut menyajikan teknik-teknik yang bukan hanya ajeg dalam memproses data, melainkan tetapi lebih dari itu harus dapat diterima (sesuai dengan Weltanschauung-nya). Teori-teori ilmu menurut Toulmin terdiri atas hukum-hukum, hipotesis-hipotesis, dan ide-ide tentang semesta, yang tertata hirarkhik. Menurut Toulmin teori-teori bersifat instrumentalistik, teori hanyalah hukum-hukum untuk membuat inferensi.

Karl Popper (1935) menunjuk bahwa cara kerja positivist yang mendasarkan teori-teorinya pada basil observasi (yang notabene dapat palsu) perIu ditolak, karena tidak mampu menjawab problem sentral ilmu, yaitu pengembangan ilmu. Atas alasan itu pula, Popper menolak pandangan instrumentalis dan menampilkan pandangan esensialis dalam teori ilmu.Menurut Popper tujuan ilmuwan adalahmenemukan teori atau deskripsi semesta ini (terutama menemukan keteraturan-keteraturannya atau hukum-hukumnya); teori yang baik mampu menyajikan esensi atau realitas.Menurutnya teori merupakan terkaan-terkaan informatif tingkat tinggi tentang semesta ini.Feyerabend (1965) mengembangkan lebih lanjut filsafat ilmu dari Popper.Feyerabend menolak pluralisme teoretik; dan menuntut agar sesuatu teori yang telah sangat teruji, dipertahankan sampai tertolak atau termodifikasi oleh fakta-fakta baru. Dia mengetengahkan dua kondisi untuk berteori, yaitu: kondisi yang ajeg dan kondisi keragaman makna.

(6)

penelitian haruslah berakar padanWeltanschauung. Dalam hal yang terakhir ini realisme sangat dekat dengan phenomenologi yang menuntut theori laden, teori yang momot nilai.

Secara epistemologik, realisme sejalan dengan rasionalisme dan positivisme, yaitu nomothetik, dan berlawanan dengan phenomenologik yang idiographik. Perbedaan-perbedaan oleh Feyerabend dimaknai sebagai keragaman; sedangkan hal esensialnya sama dan tampil sebagai keajegan dalam keragaman. Tegas-tegas realisme menekankan fungsi ilmu, yaitu mengembangkan tesis, hukum, prinsip yang dapat dipakai untuk membuat inferensi atau ramalan yang berlaku dalam ragam ruang dan waktu.

Secara aksiologik, realisme Popper lebih tajam lagi dalam hal value bound-nya daripada phenomenologik. Dibandingkan dengan rasionalisme, value bound-nya rasionalisme bersifat implisit sekuensial, sedangkan pada realisme, value bound-nya menjadi titik berangkat teori yang dibangunnya. Maksud implisiti sekuensial tersebut adalah bahwa nilai tidak dieskplisitkan, tetapi tampil di antara pembahasan-pembahasan teoretik.Adapun maksud keterkaitan pada nilai menjadi titik berangkat teori artinya nilai dipakai sebagai kerangka acu memaknai fakta dan dalam membangun argumentasi.

Pada teori kritis, Weltanschauung keadilan menjadi titik berangkat telaah.Menggunakan pendekatan teori kritis berarti menggunakan bukti-bukti ketidak adilan sebagai awal telaah; dilanjutkan dengan merombak struktur atau sistem ketidak-adilan; dilanjutkan membangun konstruksi barn yang menampilkan sistem yang adil.Berdasar bangunan tersebut dituangkan implikasi dan implementasinya.Sistem hukutn, sistem distribusi peridapatan, peluang peranan perempuan, dan praktik-praktik lainnya yang tidak adil digunakan oleh teori kritis untuk titik berangkat telaah.

(7)

linier, juga yang divergen, dan juga memberi makna, kesemuanya berjalan dalam langkah-langkah mencari kebenaran.Logika yang digunakan adalah logika membuktikan kebenaran, meskipun dengan jalan yang berbeda dan dengan ditemukannya taraf kebenaran yang berbeda pula.

Postmodem menempuh jalan berikir yang berbeda. Logika yang biasa digunakan tidak akan mampu menemukan kebenaran yang semakin kompleks. Dan lebih lanjut posmo berpendapat bahwa kebenaran itu tak terbayangkan, karena kita sendiri yang secara aktif perIu membangun kebenaran itu sendiri.Jalan mencari kebenaranpun perIu dicari secara kreatif memberi makna.Maka yang ada perIu didekonstruk karena tidak mampu Iagi menemukan kebenaran.

BAGIAN KESATU

Dalam metodologi penelitian positivistik dikenal studi yang sifatnya berkelanjutan untuk jangka waktu relatif panjang, mengikuti proses interaktif beragam variabel, dan studi yang sifatnya mengambil sampel waktu, sampel perilaku, sampel kejadian pada suatu saat tertentu saja. Yang pertama disebut studio longitudinal dan yang kedua disebut studi cross sectional.

Desain Penelitian

(8)

Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang, Kedua, pengkodean.

Ketiga, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan obyektif.

Keempat, membuat catatan reflektif. Kelima, membuat catatan marginal. Keenam, penyimpanan data.

Ketujuh, analisis selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo. Kedelapan, analisis antarlokasi.

Kesembilan, pembuatan ringkasan sementara antar lokasi.

Dalam metodologi penelitian kita sering.diperkenalkan konsep obyektivitas, reliabilitas, dan validitas. Dasar berfikir positivistik dalam upaya mencari kebenaran dilandaskan pada besar kecilnya frekuensi kejadian atau variasi obyek.Dalam positivisme, pengujian ketiganya melandaskan pada dua hal tersebut, dan ketiganya dipakai sebagai ukuran apakah sesuatu penelitian itu berkualitas tinggi atau tidak. Sesuatu penelitian dipandang obyektif, bila siapapun dengan prosedur kerja yang sama menghasilkan kesimpulan penelitian yang sama. Reliabilitas dapat dibedakan menjadi dua: keajegan internal dan stabilitas antar kelompok. Dengan belah dua random atau dengan pengulangan pengukuran antar waktu kita menguji keajegan internal atau consistency; sedangkan dengan memperbandingkan frekeunsi atau variansi antar kelompok kita menguji stabilitas antar kelompok atau stability.Consistency dan stability adalah ragam prosedur untuk menguji reliabilitas.Validitas adalah kebenaran.Kebenaran bagi positivisme diukur berdasar besarnya frekuensi kejadian atau berdasar berartinya (significancy) variansi obyeknya.

(9)

BAGIAN KEDUA POSPO REALISTIK

Postpositivisme rasionalistik tetap menggunakan paradigmakuantitatif dan metodologi kuantitatif statistik : empirik analitik, tetapi membuat payung bentpa grand concepts agar data empirik sensual tersebut dapat dimaknai dalam cakupannya yang lebih luas.

Seperti juga metodologi penelitian berlandaskan positivisme,metodologi penelitian berlandaskan rasionalisme juga mengejar diperolehnya generalisasi atau hukum-hukum baru, sehingga ilmu yang diperkembangkan dengan metodologi penelitian; berlandaskan rasionalisme juga termasuk ilmu nomothetik Bedanya, yang positivistik bertolak dari obyek spesifik, sedangan yang rasionalistik bertolak dati grand concepts, yang mungkin sudah melupakan grand theory, tetapi juga tidak ditolak kemungkinannya belum menampilkan teori besar, tetapi.masih merupakan konsep besar.

Design penelitian rasionaIistik bertolak dari kerangka teoretik yang dibangun dari pemaknaan hasil penelitian terdahulu, teori-teori yang dikenal, buah-buah fikiran para pakar, dan dikontruksikan menjadi sesuatu yang mengandung sejumlah problematik yang perlu diteliti Iebih lanjut. Kerangka teoritik tersebut setidaknya perIu momot tiga komponen.

(10)

Komponen kedua untuk membangun kerangka teori adalah teori substantif.Teori konflik dalam sosiologi merupakan grand theory, teori kepemimpinan monomorphik-polimorphi merupakan teori substantif.

Komponen ketiga dari perkerangkaan teori adalah hipotesis atau tesis yang hendak diuji kebenaranny secara empirik.Membangun kerangka teori dengan tiga komponen tersebut berlangsung reflektif, dapat dimulai dari komponen manapun tetapi akhirnya harus menampilkan hipotesis yang layak (feasible) dan mungkin diuji dengan empirik.

Bila diperbandingkan antara metodologi penelitian kualitatifpositivistik dengan yang rasionalistik, pokok-pokoknya adalah sebagai berikut. Pertama, yang positivistik menspesifikkan obyek penelitiannya dengan mengeliminasikan dari variabel atau faktor lain; yang rasionalistik mendudukkan obyek spesifik dalam totalitas holistik.

Kedua, yang positivistik menggunakan tata fikir tertentu saja, yaitu: korespondensi, relasi, kausalitas, interdepedensi; sedangkan yang rasionalistik dapat menggunakan alternatif penalaran dengan menggunakan ragam tata fikir yang penulis sajikan dalam buku ini.

Ketiga, yang positivistik membatasi hasil penelitian sampai pembuatan kesimpulan; sedangkan pada yang rasionalistik dilanjutkan dengan pemaknaan.

POSPO PHENOMENA

Postpositivisme phenomenologik-interpretif menggunakanparadigma kualitatif, membuat telaah holistik, mencari esensi, dan mengimplisitkan nilai moral dalam observasi, analisis dan pembuatan kesimpulan.

Asumsi dasar dari pendekatan phenomenologik (dan jugarealisme metaphisik) adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari pandangan moralnya, baik pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisis, atapun dalam membuat kesimpulan. Tidak dapat lepas bukan berarti keterpaksaan, melainkan momot etik

Grounded Theory

(11)

yang disebut dengan grounded theory, dan model penelitiannya disebut grounded research. Penemuan teori dari data empirik yang diperoleh secara sistematis dari penelitian sosial, itulah tema utama dari metodologi penelitian kualitatif model grounded research.

Pedoman-pedoman untuk melahirkan suatu teori antara lainadalah: digunakannya logika yang konsisten, kejelasan masalah efisiensi, integrasi, ruang lingkup, dan beberapa lainnya. Meski bagaimanapun, menurut model grounded peran bagaimana proses ditemukannya teori merupakan hal yang terpenting. Proses yang diharapkan dalam model ini adalah penemuan teori berdasar data empirik, bukan sebagai hasil berfikir deduktif.

POSPO TEOR KRITIK

Postpositivisme teori kritis dengan Weltanschauung berangkat dari gugatan atas ketidakadilan dan dapat dikembangkan denganWeltanschauung tertentu.Pada teori kritis memberangkatkan dari phenomena atau realitas adanua ketidakadilan.Dari phenomena atau realitas tersebut dikonstruk suatu konsep keadilan. Penelitiannya akan merupakan implementasi dan implikasi penciptaan keadilan tersebut. Yang ketiga ini, bila dilacak filsafatnya, sebagian termasuk phenomenologi, dan(sebagian lain termasuk realisme.

Patti Lather mengetengahkan bahwa pendekatan teori kritistermasuk pendekatan era postpositif, yang mencari makna di balik yang empiri, dan menolak valuefree.Pendekatan teori kritis mempunyai komitmen yang tinggi kepada tata sosial yang lebih adil. Dua asumsi dasar yang menjadi landasan, yaitu : pertama, ilmu sosial bukan sekedar memahami ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan dan distribusi resources, melainkan berupaya

untuk membantu menciptakan kesamaan dan emansipasi dalam kehidupan; kedua, pendekatan teori kritis memiliki keterikatan moral untuk mengkritik status quo dan membangun masyarakat yang lebih adil.

(12)

ethnomethodology (Garfinkel),grounded theory (Glasser), hermeneutik (Dilthey, Gadamer), pendekatan phenomenologik (Heidigger), interaksi simbolik (Blumer), dan feminisme liberal, dan konstruksionist.

Postpositivist interpretif mengimplisitkan nilai di balik data, baik pada tingkat observasi, analisis, maupun kesimpulan "Makna" pada postpositiv rasionalistik diperoleh lewat pemaknaan rasional yang spesifik pada payung teori yang leb umum."Makna" pada postpositiv interpretif diperoleh lewat pemaknaan esensial phenomenologik pada grass root."Makna pada postpositiv teori kritis Freirian dan Feminisme, misalnya diperoleh lewat visi memprotes ketidakadilan.Teoretik, "makna" postpositiv teori kritis, penulis angkat menjadi mencari "makna" lewat Weltanschmmng, lewat ideologi atau lewat pandangan hidup Filosofik.esensial pendekatan interpretif berrpangkal pada,filsafatt phenomenologik; sedangkan esesial pendekatan teori kritis menurut pencermatan penulis sebagian berpangkal pada phenomenologi, dan sebagian berpangkal pada filsafat realism.

POSPO META ETIK

Pragmatisme meta-etik mencari makna etik bagi keharusanmembuat keputusan tindakan untuk kedokteran, bisnis, hukum dan lainnya.Para ahli filsafat moral umumnya, berangkat dari teori-teorinormatif. Pada tahun 1970-an filsafat etika mulai membahas tentang etika profesional untuk menjawab berbagai masalah profesionaI pragmatik seperti : dokter, hakim, dan lainnya yang memerIukan affirmative action. Akhir-akhir ini berkembang applied philosophy, seperti : applied ethics, political ethics, legal ethics, journalistic ethics, environmental ethics, business ethics, dan biomedical ethics.

(13)

affirmative action, sehingga perlu digunakan filter azas manfaat dan azas pragmatik lainnya.

Metodologi Penelitian Kualitatif

Pendekatan Realisme Metaphisik

Realisme Metaphisik secara reflektif berupaya menemukan grand-teory untuk selanjutnya diuji secara empirik dengan menggunakan pengujian fassifikasi. Penelitian yang dimaksud memberangkatkan penelitiannya dari teori besar dapat memilih alternatif pendekatan rasionalistik atau pendekatan realisme ini.

A. Realisme Metaphisik: Keteraturan Semesta

Realisme menurut Popper adalah sekaligus empirisme kritis serta rasionalisme kritis. Rasionalisme mengkonstruksi empiri berdasar konstruksi teori yang dibangun secara deduktif atas kemampuan rasio manusia. Popper menguji kebenaran teorinya lewat uji faslsafi (mencari bukti-bukti pada bagian mana dari teori besarnya itu yang salah)

Popper juga menyebut realismenya itu realisme metaphisik. Makna metaphisik bagi popper adalah bahwa kebenaran itu disajikan dalam pernyataan yang untestable.

(14)

Sedangkan konsep idealisasi keteraturan semesta yang menjangkau dataran transedental yang peneulis ketengahkan dapat disebut sebagai konsep idealisasi transedental.

B. Kebenaran atau Truths

Benaran mutlak, meneurut Propper berada pada dunia objektif dan menurut penulis adalah milik allah. Dalam konteks berfikir Popper tugas kita berilmu pengetahuan sdslsh berupa mendekati kebenaran mutlak (yang berada pada dunia objektif) diberangkatkan dari teori besar yang diasumsikan pada dunia objektif.

Muncul teori baru menyangga teori lama karena upaya menemukan makna empiri hakiki atas law of nature ataupun sunatullah belum tuntas. Masih parsial atau kurang momot hal-hal spesifik atau paragdimanya kurang tepat.

Hasil penelitian dengan pendekatan realisme metaphisik akan berupa jaman teori besar. Hasil penelitian dengan pendekatan positivisme adalah tesis keberartian (signifikansi) relevansi variabel-variabel; hasil tersebut mengundang masalah bagaimana bangunan tat hubungan dari sekian ratus atau sekian ribu variabel kecil-kecil. Untuk engatasi kelemahan hasil penelitian positivistik dibangun payung bagi sejumlah variabel yang diteliti. Keterhubungan banyak katak berbunyi dengan banyaknya jas hjan terjual secara empirik akan terbukti benarnya. Tetapi secara hakiki bukanlah dua hal yang berhubungan. Payung yang ditawarkan oleh pendekatan rasionalisme akan berupa teori subtantif, tetapi bukan mustahil pula berupa teori besar. Apa perbedaan teori besar pada rasionalisme dengan teori besar pada realisme metaphisik?

Teori besar pada rasionalisme berfungsi untuk menguji kebermaknaan relevansi antar sejumlah variabel dan masih cukup banyak variabel rele van yang tidak diuji. Sedangkan teori besar pada realisme metaphisik langsung diuji untuk ditajamkan rumusannya.

(15)

Dalah hal momot nilai, realisme metaphisik yang rasional kritis sekaligus empirik kritis menjadi sangat dekat dengan pendekatan phenomenologi, dan sangat jauh dari positivisme. Dengan menggunakan pendekatan rasionalistikada kemungkinan memasukkan nilai, tetapi sifatnya implisit-sekuensial. Artinya tidak dimungkinkan menampilkan variabel moral untuk didesain dan diukur; tetapi mungkin ditampilkan menjadi kriteria-kriteria indikator pemunculan variabel.

D. Menemukan Teori

Menurut Popper tujuan ilmuwan yang berilmu pengetahuan adalah menemukan teori dan men gembangkan. Teori yang mampu menyajikan esensi dan realitas. Teori Popper berbeda dengan teori grounded. Teori model grounded adalah teori substantif yang berdasar data lokal dan spesifik; yang seterusnya dapat dikembangkan menjedi teori formal. Pada ujung lain dalam berfikir ada yang namanya grand-theory, yang dibangun secara deduktif reflektif.

Dalam upaya mencari kebenaran model grounded dan model Popper keduanya sama, yaitu: mencari esensi holistik. Model grounded berangkat dari grass root empiri, sdangkan model Popper berangkat dari terkaan-terkaan deduktif. Model grounded mengembangkan teori substantif menjadi teori formal.

Popper menolat instumentalis, dan hanya mengakui teori dan tesiesensial, sehingga Popper termasuk yang disebut esensialis.

Bagian kelima

METODOLOGI PENELITIAN STUDI TEKS:

DARI STRUKTURALISME SAMPAI POSTSTRUKTURALISME A. Studi Geisteswissenschaften

(16)

luas, study teks akan mencakup study teks dalam makna telaah pustaka.

Dengan demikian metodologi penelitian teks atau penelitian pustaka sesuatu disiplin ilmu yang termasuk Geisteswissenschaften, dan juga penelitian karya sastra sebagai karya seni tulis.

B. Studi teks: Studi Pustaka

Studi teks dalam makna studi pustaka dapat dibedakan: pertama, studi pustaka yang memerlukan olehan uji kebermaknaan empiri di lapanga; dan dua, studi pustaka yang lebih memerlukan olahan filosofik dan teoritik dari pada uji empirik. Studi pustaka yang pertama mempunyai kegunaan untuk membangun konsep teoritik yang pada waktunya memerlukan uji kebrmaknan empirik di lapangan. Studi pustaka dalam makna pertama akan bersinggungan dengan dua kawasan dimana terdapat stdi pustaka Geisteswissenschafien dan studi pustaka Naturwissenscafien yang ditelaah di empat bagian terdahulu. Sedangkan studi pustaka dalam makna kedua, yaitu studi disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan memang hampir seluruh substansinya memerlukan olahan filosofik atau teoritik dan terkait pada nilai, tetapi tetap diperlukan keterkaitannya dengan empiri, yaitu teruji evidensi empiriknya.

C. Studi Hukum

(17)

Referensi

Dokumen terkait

”Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

Metode Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme (filsafat yang memandang realitas/gejala/fenomena

Menurut Sugiono (2012, hlm 8) Pendekatan penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

Menurut Sugiyono (2014: 8) Metode penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

“Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada sampel filsafat positivisme digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Metode penelitian kuantitaif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

Menurut Sugiyono, 2017 penelitian kuantitatif adalah: "Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,