• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Identifikasi Fungi Endemik dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis) Di Tanah Gambut"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Karet (Hevea brasiliensis)

Penyebaran Karet

Tanaman karet berasal dari negara Brazil lalu menyebar ke Nepal, India, Pakistan, Banglades, Sri Langka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Cina Selatan. Setelah percobaan berkali-kali dilakukan oleh Henry Wickham, tanaman karet berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Tanaman karet di Indonesia, Malaysia dan Singapura mulai dibudidayakan sejak tahun 1876. Tanaman karet di Indonesia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor (Wibowo, 2008).

Karet dengan marga Euphorbiaceae merupakan jenis pohon yang cepat

tumbuh dengan nama lokal Rambung. Tanaman karet (

Hevea brasiliensis

Muell.)

merupakan tanaman perkebunan yang penting di Indonesia, karena merupakan

salah satu produk non migas yang menjadi sumber pemasukan devisa negara

dalam jumlah yang besar. Hasil utama tanaman karet adalah getah (lateks). Lateks

tersebut berperan besar sebagai bahan baku, mulai dari peralatan transportasi,

medis, dan alat-alat rumah tangga. Perkembangan teknologi dan industri yang

semakin maju menyebabkan penggunaan karet alam semakin luas dalam

kehidupan sehari-hari. Hal ini secara langsung mendorong peningkatan konsumsi

(2)

Dalam sistematika (taksonomi) menurut (Setyamidjaja, 1993), tanaman karet diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

Dalam genus Hevea, hanya species Hevea brasiliensis Muell Arg. yang dapat menghasilkan lateks unggul dan 90% produksi karet alam dihasilkan oleh species tersebut. Tanaman karet adalah pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa kebun karet memiliki kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun (Budiman, 2012).

(3)

Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet adalah akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi (Budiman, 2012).

Pohon karet yang masih produktif berumur mulai dari 5 – 25 tahun. Pohon karet yang sudah berumur di atas 25 tahun tidak produktif lagi dan harus diremajakan kembali. Batang karet yang ditebang dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri mebel mengingat banyaknya pohon-pohon hutan yang perlu dilestarikan sehingga pohon karet dapat dijadikan sebagai kayu pengganti di industri mebel.

Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15° LUdan 15° LS. Di luar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga

terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai

4.000 mm/tahun, dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun jika

sering hujan pada pagi hari maka kegiatan penyadapan akan terhambat sehingga produksi

lateks akan berkurang. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan

ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak

cocok untuk pertumbuhan tanaman karet. Suhu optimal yang diperlukan berkisar antara

25° C sampai 35° C.Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet (Budiman, 2012).

Menurut Budiman (2012), lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada

umumnya lebih mensyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal

ini disebabkan tindakan perbaikan sifat kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh

(4)

sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik

tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air

tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena

kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya

terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 - pH

8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk

tanaman karet pada umumnya antara lain :

• Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas

• Aerase dan drainase cukup

• Tekstur tanah remah, porous dan dapat menahan air

• Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

• Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm

• Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

• Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5

• Kemiringan tanah < 16% dan

• Permukaan air tanah < 100 cm.

(5)

Klon-klon Karet Rekomendasi

Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 – 4 juta ton/tahun pada tahun 2005. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun karet rakyat yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon unggulan sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Klon – klon unggul baru generasi ke – 4 untuk periode tahun 2006 – 2010 telah direkomendasikan pada lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005 yaitu klon: IRR (Indonesian Rubber Research) 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112 dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya, sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi. Klon-klon tersebut menunjukkan produktivitas variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Untuk itu penggunaan bibit harus dipilih dengan cermat, klon-klon mana yang sesuai agroekologi, wilayah pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan dihasilkan. Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT (Gondang Tapen) 1, AVROS (Algemene Vereniging Rubber Planters Oostkust Sumatra) 2037, PR (Proefstation voor Rubber) 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM (Rubber Research Institut of

Malaysia) 600, RRIM 712, BPM (Balai Penelitian Medan) 1, BPM 24, BPM 107, BPM

(6)

Deskripsi Gambut

Gambut dalam Bahasa Inggris disebut peat, bog, moor, mire dan fen. Istilah gambut di Indonesia diambil dari kosa kata bahasa Kalimantan Selatan (Suku Banjar) yang berarti material dan bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya mengalami sedikit perombakan (Noor, 2001).

Menurut Andresse (1988), gambut adalah tanah organik, tetapi tidak semua tanah organik disebut tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian asli tumbuhan tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya banyak disebut tanah bergambut. Petani dari Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Gambut juga sering disebut rawa gambut yang diartikan sebagai lahan basah. Namun tidak berarti semua lahan basah adalah lahan rawa atau lahan

gambut.

Menurut Soil Survey Staff (2003), berdasarkan ketebalannya gambut dibedakan menjadi empat kelas:

1. Gambut dangkal, dengan ketebalan 0,5 – 1,0 m 2. Gambut sedang, dengan ketebalan 1,0 – 2,0 m 3. Gambut dalam, dengan ketebalan 2,0 – 3,0 m 4. Gambut sangat dalam, dengan ketebalan > 3,0 m.

(7)

Karakteristik Gambut

Karakteristik gambut berdasarkan proses awal pembentukannya sangat

ditentukan oleh unsur dan faktor berikut:

• Jenis tumbuhan (evolusi pertumbuhan flora), seperti lumut (moss), rumput

(herbaceous) dan kayu (wood). • Proses humifikasi (suhu/iklim).

• Lingkungan pengendapan (paleogeografi).

Semua sebaran endapan gambut berada pada kelompok sedimen alluvium rawa zaman kuarter Holosen. Lokasi gambut umumnya berada dekat pantai hingga puluhan kilometer ke pedalaman. Ketebalan maksimum gambut yang pernah diketahui mencapai 15 m di Riau. Kadar air tanah gambut berkisar antara 100-1.300% dari berat keringnya yang berarti bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya (Mutalib et al, 1991 dalam Tanjung, 2013). Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah. BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 g/cm3 sampai 0,2 g/cm3 tergantung pada tingkat dekomposisinya.

(8)

Sifat-sifat Tanah Gambut

Beberapa sifat penting dari tanah gambut di daerah tropis adalah bahan penyusunnya berasal dari kayu-kayuan, selalu tergenang air, sifat menyusut dan penurunan permukaan gambut (subsidence) karena drainase, pH yang sangat rendah dan status kesuburan tanah yang rendah.

Sifat fisik gambut tropis umumnya berwarna coklat kemerahan hingga coklat tua (gelap) tergantung tahap dekomposisinya. Kandungan air yang tinggi dan kapasitas memegang air 15-30 kali dari berat kering, rendahnya bulk density (0,05-0,4 g/cm) dan porositas total 75%-95% menyebabkan terbatasnya alat-alat pertanian dan pemilihan komoditas yang akan diusahakan (Ambak, 2000). Sebagai contoh di Malaysia, tiga komoditas utama yaitu kelapa sawit, karet dan kelapa cenderung pertumbuhannya miring bahkan ambruk sebagai akibat akar tidak mempunyai tumpuan tanah yang kuat (Sing dkk,

1986).

Menurut Noor (2001) berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:

1. Fibrik : gambut yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan banyaknya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam, diameter antara 0,15 mm sampai 200 mm. Gambut fibrik dapat ditemukan pada lapisan paling bawah di lahan gambut.

2. Hemik : bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan bersifat setengah matang (antara fibrik dan hemik).

(9)

Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya.

Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung bermacam – macam asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara.

Keasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam amino organik yang terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karbosilat yang mengakibatkan keasaman gambut meningkat. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat dapat meracuni tanaman pertanian. Jika tanah lapisan bawah mengandung pirit, pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai lapisan pirit akan menyebabkan pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya keasaman gambut (Sabiham, 1993).

(10)

Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 karena tanah gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan menambahkan bahan- bahan ameliorant yang banyak mengandung kation polivalen seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak, 1999).

Pengenalan Fungi

Trichoderma merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma. Trichoderma sp. menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya (Tjandrawati dkk, 2003).

(11)

tanaman. Unsur P yang terkandung di dalam bahan organik akan dilepaskan oleh mikroba pelarut fosfat dan menyediakannya bagi tanaman. Jenis mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergillus sp., dan Penicillium sp. Mikroba yang memiliki kemampuan tinggi dalam melarutkan P umumnya juga memiliki kemampuan yang tinggi dalam melarutkan K (Sumarsih, 2003).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terungkap bahwa fungi Penicillium, Rhizhopus, dan Fusarium memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan

aktivitas yang cukup tinggi. Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah akan meningkatkan laju pertumbuhan sel-sel dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka pertumbuhan tanaman terutama pertambahan diameter batang akan meningkat (Firman dan Arynantha, 2003).

Manfaat Trichoderma sp. antara lain menghasilkan sejumlah besar enzim ekstraseluler glukanase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel fungi patogen serta menyerang dan menghancurkan propagul patogen yang ada di sekitarnya. Trichoderma viridae menghasilkan 2 jenis antibiotik yaitu gliotoksin dan viridian yang

dapat melindungi tanaman bibit dari serangan penyakit rebah kecambah (Rifai, 1969), aman bagi lingkungan, hewan maupun manusia karena tidak menimbul residu bahan kimia, serta mampu merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman. Secara ekonomi, penggunaan Trichoderma sp. lebih murah dibandingkan penggunaan pupuk kimia (Amani, 2008).

(12)

perkembangan akar, pertumbuhan buah, pembelahan sel (pertambahan diameter batang), memperkuat batang, dan meningkatkan ketahanan terhadap rebah. Fungi merombak fosfor organik tanah gambut yang sukar larut menjadi unsur hara fosfor yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan karet. Menurut Cuningham dan Kuiack (1992), fosfor merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme (Isroi, 2008).

Beberapa mikroorganisme seperti Fusarium sp., Aspergillus sp., Rhizopus sp., Trichoderma sp., Mucor sp., dan Bacillus sp. telah digunakan dalam proses

pengomposan. Mikroorganisme ini membantu menyediakan hara nitrogen (N), fosfat (F) dan kalium (K) di tanah secara cepat. Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga kebutuhan nutrisi pada tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga kestabilan kelembaban tanah, yang pada akhirnya membantu akar dalam proses

penyerapan unsur hara tanah dengan lebih cepat (Putri, 2006).

Beberapa jamur yang biasa ditemukan di tanah diantaranya adalah Penicillium sp., Trichoderma sp., Rhizhopus sp., Humicola sp., Fusarium sp., Phytophthora infestans., dan Aspergillus sp. Jamur tanah merupakan salah satu mikroorganisme yang

paling banyak ditemui di tanah. Kebanyakan jamur bersifat patogen terhadap tanaman (Putri, 2006).

(13)

Asal Tanah Gambut untuk Penelitian

Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari

. Ibu kota kabupaten ini

terletak di Labuhanbatu Utara, desa Belongkut dusun 12 kecamatan Merbau.

Aek Kanopan salah satu daerah yang berada di kawasan pantai Timur Sumatera Utara, yang memiliki kawasan gambut seluas 17.998 Ha. Salah satu lokasi pengambilan sampel tanah gambut di Kec. Merbau desa Belongkut dusun 12 yang memiliki hutan rawa gambut seluas 52 Ha yang masih asli. Lokasi ini bercirikan suhu, dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Mata pencaharian penduduk bertani dan berkebunan kelapa sawit yang belakangan ini digalakkan di lahan gambut. Lokasi pengambilan sampel tanah

gambut dapat dilihat pada gambar.

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tanah gambut

Referensi

Dokumen terkait

bahwa jika setiap saat selama jangka waktu asuransi butir-butir atau bagian dari padanya yang tercantum dalam Ikhtisar dan selama berada pada lokasi yang tercantum

Penelitian mengenai pola aliran sekunder ini telah dilakukan oleh banyak peneliti dibidang compressor aerodynamik yang pada sebagian besar terfokus pada kelakuan dan bentuk

Berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kadar hemoglobin dengan

Koen tällaisen leikkimiseni toimivan siten, että vaikka olen täysin uppoutunut siihen, niin silti jokin osa minusta (tarkkaileva minä) toimii ikään kuin todistajana sille mitä

Merupakan tampilan halaman utama Admin. Admin mempunyai hak akses untuk mengelola data pelanggan, bengkel, dan laporan. Pada halaman utama admin menampilkan data bengkel

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Chemsketch dalam penulisan struktur kimia pada metode resitasi terhadap

Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa faktor pendukung (MT) Anas Bin Malik dalam membina silaturrahim masyarakat Desa Lap’pade Kabupaten Pare-pare sebagai berikut

Membangun sistem informasi pariwisata berbasis web yang dapat membantu pengunjung dalam mencari informasi tentang tujuan objek wisata, transportasi, kartu tarif wisata,