• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Mocaf

Mocaf adalah singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung

singkong yang dimodifikasi. Secara definitif, mocaf adalah produk tepung dari singkong

(Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel

singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi

selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim

pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong,

sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga

menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya

mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan

menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya

viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula,

cita rasa mocaf menjadi netral dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%

(Subagio, 2008).

Mocaf dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat

luas. Mocaf tidak hanya bisa dipakai sebagai bahan pelengkap, namun dapat langsung digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Tepung mocaf telah dilakukan pengujian dengan uji coba substitusi tepung terigu dengan mocaf dengan skala pabrik. Hasilnya

menunjukkan bahwa hingga 15% mocaf dapat mensubstitusi terigu pada mie dengan

mutu baik, dan hingga 25% untuk mie berkelas rendah, baik dari mutu fisik maupun

(2)

Komponen yang terdapat pada mocaf tidak sama persis dengan komponen yang

terkandung pada tepung terigu, antara lain kandungan gluten yang tidak dimiliki tepung

mocaf tetapi dimiliki oleh tepung terigu sebagai bahan yang menentukan kekenyalan

makanan. Mocaf mengandung sedikit protein karena berbahan baku singkong tetapi

tepung terigu yang berbahan baku gandum memiliki kadar protein yang tinggi. Tepung

mocaf mengandung karbohidrat yang tinggi dan gelasi yang lebih rendah dibandingkan

tepung terigu. Mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat), kemampuan

gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu

(Salim, 2011). Adapun nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan dapat dilihat

pada Tabel 1 berikut .

Tabel 1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan

Karakteristik Kimia Metode Pengeringan Tepung terigu protein rendah Matahari Hybrid Tungku Kombinasi

Kadar air (%) 10,22 9,09 7,71 7,35 12

Keberadaan tepung mocaf sebagai alternatif dari tepung terigu, akan bermanfaat

bagi industri pengolahan makanan nasional. Jenis dan karakteristik yang hampir sama

dengan terigu, namun dengan harga yang jauh lebih murah membuat tepung mocaf

menjadi pilihan yang sangat menarik. Berbagai jenis produk olahan tepung terigu yang

bisa digantikan oleh tepung mocaf (Mocaf-Indonesia, 2009).

Pengolahan tepung kasava termodifikasi secara teknis sangat sederhana, mirip

dengan cara pengolahan tepung ubi kayu konvensional, namun disertai dengan proses

(3)

kulit ubi kayu, pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan tahap

fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, ubi kayu tersebut dikeringkan dan

ditepungkan sehingga dihasilkan produk tepung kasava termodifikasi (Subagio, 2006).

Metode Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering (Desrosier,1988).

Pengeringan secara alami dilakukan dengan mudah yaitu dengan menjemur

bahan yang akan dikeringkan di bawah sinar matahari. Panas yang dibutuhkan untuk

menguapkan air produk bersumber dari udara sekitar bahan dan matahari. Namun

menurut Nelwan (1997) di dalam Adawiyah (2007), terdapat beberapa kendala pada

proses pengeringan alamiah yaitu memerlukan tempat yang relatif luas, proses

pengeringan lambat karena sangat tergantung pada cuaca, tidak praktis dalam

meletakkan dan mengangkat bahan serta dapat terkontaminasi atau tercampur dengan

bahan asing atau kotor.

Pengering buatan dilakukan dengan menggunakan panas tambahan.

Keuntungannya antara lain yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas pengeringan dapat

dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas, dan kondisi

pengeringan dapat dikontrol (Widodo dan Hendriadi, 2004 di dalam Sulikah, 2007).

Adapun pengering buatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

(4)

Pemanfaatan radiasi surya untuk pengeringan pangan atau hasil pertanian

dilakukan dengan tiga cara yaitu secara langsung, tidak langsung dan kombinasi antara

keduanya. Pada cara langsung, dimana bahan pertanian langsung menerima radiasi

matahari. Pada cara tidak langsung ialah panas dari radiasi matahari tidak langsung

memanaskan bahan, tetapi melalui permukaan fluida (udara atau air). Sedangkan

kombinasi antara keduanya merupakan bangunan tembus cahaya yang dilengkapi

dengan absorber (Witarsa, 2004).

Prinsip alat pengering surya tipe efek rumah kaca yaitu penggunaan bangunan

transparan yang berfungsi sebagai penyekat sehingga memungkinkan radiasi gelombang

pendek matahari untuk masuk dan menyekat keluar radiasi gelombang panjang. Iradiasi

surya yang terperangkap akan menaikkan suhu di dalam ruang pengering, dan panas

yang terjadi akibat gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari diserap oleh

produk, plat absorber dan komponen yang ada di dalam ruang pengering tersebut, yang

kemudian diubah menjadi gelombang panjang. Lapisan penutup transparan

memungkinkan gelombang panjang dari bahan untuk tertahan di dalam bangunan

transparan (Witarsa, 2004).

(5)

- Pengering Tungku

Pemanfaatan energi dari sisa panas tungku penggorengan dapat digunakan sebagai alternatif menggantikan energi yang berasal dari BBM dan bentuk diversifikasi energi dari UKM sehingga proses pengeringan tidak tergantung pada kondisi cuaca, cepat dan berkelanjutan. Selain itu metode pengeringan tungku ini memanfaatkan sisa panas dari tungku penggorengan, kadar air dan mutu tepung kasava yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang digunakan (Ridwansyah dan Yusraini, 2013).

Gambar 2. Pengering Tungku

Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini menunjukkan pengeringan chips

singkong pada pembuatan mocaf dengan pengeringan matahari, suhu udara rata-rata

adalah 36-46oC sedangkan suhu udara pada alat pengering buatan dengan sumber energi

panas dari tungku penggorengan ini dapat diatur agar selalu konstan yaitu 50-60oC.

Suhu diatur agar tidak terlalu tinggi, sehingga diperoleh gaplek singkong kering dengan

mutu yang baik. Pengeringan gaplek dengan alat ini setelah 4 jam menghasilkan gaplek

kering dengan kadar air 13,5% sedangkan penjemuran matahari dengan waktu 18 jam

menghasilkan kadar air 12,64%. Hasil pengamatan menunjukkan pemanfaatan energi

panas dari tungku penggorengan dengan cara menutup tungku justru dapat mengurangi

(6)

tungku penggorengan ini justru memberikan 2 manfaat yaitu sebagai sumber energi

untuk alat pengering serta mengurangi pemakaian kayu bakar (Julianti, dkk., 2011).

Penggunaan alat pengering buatan dengan memanfaatkan sisa panas tungku

penggorengan keripik sebagai sumber energi akan disempurnakan dengan perbaikan

proses meliputi pengontrolan suhu dengan menggunakan termokopel dan termostart,

sedangkan alat pengering hybrid yang digunakan mempunyai ukuran 10 x 8 m2 dengan

tinggi 2,4 m dan jumlah rak 60 ukuran 1 x 1 m. Suhu rata-rata dari pengeringan hybrid

ini berkisar 55-60oC (Riwansyah dan Yusraini, 2014).

Hasil penelitian Ridwansyah dan Yusraini (2013) menunjukkan bahwa kadar air

dari proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari 10,22%, pengeringan

hybrid 9,09%, tungku 7,71% dan kombinasi hybrid dan tungku 7,35%. Derajat putih

tertinggi dihasilkan dari metode pengeringan tungku 94,45% BaSO4 dan yang terendah

pada metode pengeringan kombinasi 91,64% BaSO4. Baking expansion tertinggi

dihasilkan dari metode pengeringan hybrid 0,92 ml/g sedangkan yang terendah pada

metode tungku 0,74 ml/g. Kadar air tepung kasava yang paling rendah diperoleh dari

metode pengeringan kombinasi dan tungku, hal ini disebabkan pengeringan ini

menggunakan sisa panas dari penggorengan keripik sehingga suhu pengeringan konstan

dikisaran 45-600C. Daya serap air dan minyak untuk masing-masing metode

memberikan hasil berbeda tidak nyata. Daya serap air dan minyak untuk tepung kasava

termodifikasi juga tidak berbeda jauh dengan tepung ubi kayu tanpa fermentasi yang

menghasilkan daya serap air dan minyak masing-masing 1,20 (g/g) dan 1,26 (g/g).

Derajat putih tepung kasava termodifikasi juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata

antara metode pengeringan tungku terhadap metode pengeringan hybrid dan kombinasi.

(7)

terendah didapat pada metode pengeringan kombinasi. Nilai baking expansion berbeda

nyata pada metode pengeringan tungku terhadap ketiga metode pengeringan.

Tepung Terigu

Tepung terigu digunakan pada produk olahan pangan. Tepung terigu merupakan

tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara penggilingan

gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang terbanyak dari

tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin.

Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu gelatinisasi 56 -

62 (Belitz danGrosch, 1987).

Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan roti dan mie.

Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah kemampuannya membentuk gluten

pada saat terigu dibasahi dengan air. Gluten digunakan sebagai bahan tambahan untuk

mempertinggi kandungan protein dalam roti. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki

adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 –

0,60% dan gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004).

Protein tepung gandum sangat unik, dimana bila tepung gandum dicampur

dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa

atau adonan koloidal yang plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan membentuk

suatu struktur spons bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan yang memuaskan.

Jenis tepung gandum yang berbeda memerlukan jumlah pencampuran (air) yang

(8)

Tepung Komposit

Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis

tepung (substitusi) untuk menghasilkan produk dengan sifat fungsional yang hampir

mendekati sifat bahan dasar produk aslinya. Dalam hal ini upaya untuk menekan

ketergantungan dari tepung terigu (Khudori, 2008).

Fortifikasi tepung dengan menggunakan protein seperti protein kedelai,

konsentrat protein ikan juga sering dilakukan terutama di Amerika Selatan.

Protein-protein ini dari segi gizi merupakan unsur yang dikehendaki dalam tepung serealia,

bukan hanya karena meningkatkan kandungan protein, tetapi juga memperbaiki

komposisi asam amino, terutama lisin dalam protein. Protein-protein ini bila

ditambahkan sampai sekitar 12% dari berat tepung, dapat merusak sifat-sifat reologis

tepung gandum, misalnya volume roti kecil dan roti yang dibuat dari campuran tepung

dan protein semacam itu mempunyai struktur remah (Buckle, dkk., 2009).

Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini

dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi

produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam

tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan

mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi,

1989).

Wafer

Wafer merupakan salah satu jenis biskuit. Biskuit merupakan istilah yang

menunjukkan kepada sekelompok makanan ringan (snack food) berkadar air rendah

dengan tekstur renyah, terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, air,

(9)

semua produk biskuit mengandung air berkisar antara: 0,7% - 6,7%: lemak 1,9% -

30,7%; protein 5,0% - 45%; gula (sukrosa) 1,0% - 44,7%; abu 0,0% - 1,0%; garam

(NaCl) 0,2% - 3,1% (Paul dan Southgate, 1978).

Manley (1983) membagi biskuit berdasarkan pada perbandingan air dan lemak,

perbandingan antara jumlah bagian lemak terhadap tepung serta jumlah bagian gula

terhadap tepung. Perbandingan antara air dan lemak digunakan untuk mengklasifikasi

jenis adonan. Perbandingan antara jumlah bagian lemak dan gula terhadap jumlah

bagian tepung digunakan untuk mengklasifikasikan produk akhir (Tabel 2).

Wafer adalah sejenis biskuit yang tipis, dengan ketebalan antara 1 – 4 mm, yang

mempunyai struktur lembut dan renyah. Wafer tidak seperti jenis biskuit lainnya baik

dalam bentuk maupun pengolahannya. Wafer dibuat dengan proses pemanggangan yang

sangat cepat, campuran bahan-bahannya tidak disebut dough (adonan) melainkan batter

yang merupakan campuran likuid yang terdiri atas tepung, air, bahan pengembang dan

sejumlah kecil bahan lain.Wafer dipanggang diantara dua lempengan datar yang terbuat

dari besi atau baja dan lempeng chromium. Kedua lempeng tersebut disambungkan pada

satu sisi dan dikancingkan sehingga dapat tertutup dengan baik (Almond, dkk., 1991).

Tabel 2. Klasifikasi biskuit

Jenis Biskuit Deskripsi

Crackers Kandungan gula sedikit, kandungan lemak

bervariasi, tergantung tekstur yang diinginkan.

Semi sweet Kandungan gula sedang, kandungan lemak

rendah, tekstur keras, dan manis.

Short sweet Kandungan gula maupun lemak tinggi, jenis

produknya beragam.

Cookies/Rich short sweet Kandungan lemak maupun gula lebih tinggi daripada short sweet

Snaps & cruches Kandungan gula sangat tinggi, tekstur sangat keras

(10)

Menurut Dogan (2006), wafer yang ada di pasaran biasanya dalam bentuk

lembaran datar yang besar yang dilapisi krim sebelum pemotongan dan mungkin juga

dilapisi lagi dengan cokelat. Bahan adonan wafer terdiri dari gula, tepung terigu, air,

garam, lemak, dan bahan lainnya. Faktor terpenting yang mempengaruhi tekstur wafer

adalah tepung terigu. Almond, dkk., (1991) menyatakan formula wafer terdiri atas

sekitar 40% tepung dan 60% air dengan sedikit minyak sayur, garam, lechitin, aerating

agent (soda bikarbonat) dan gula serta pewarna. Kandungan air yang tinggi

mengakibatkan komposisi lain tercampur hingga halus. Proses mixing harus dilakukan

dengan cepat pada suhu yang rendah untuk mencegah kemungkinan batter (adonan)

mengeras dan sebaiknya batter digunakan setelah 10 sampai 30 menit setelah mixing.

Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biskuit setiap 100 g dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia biskuit per 100 g bahan

(11)

Susu UHT (Ultra High Temperature), dibuat dari susu cair yang dipanaskan

dengan suhu ± 137°C. Praktis, karena awet dan tahan berbulan-bulan tanpa disimpan

dalam lemari es. Beberapa zat/substansi yang terkandung dalam susu mempunyai

pengaruh pada adonan adalah lemak menunjang elastisitas adonan. Mineral dan protein

membantu dalam penguatan gluten (Faridah, dkk., 2008).

Gula

Gula merupakan salah satu jenis pemanis yang banyak digunakan dalam setiap

pengolahan pangan. Gula mempunyai pengaruh penambah cita rasa yang nyata. Selain

sebagai penambah cita rasa, gula juga banyak digunakan dalam pengawetan

buah-buahan dan sayur-sayuran. Gula ditambahkan pada jenis roti tertentu untuk melengkapi

karbohidrat yang ada untuk fermentasi dan untuk memberikan rasa yang lebih manis.

Tapi gula lebih banyak dipakai untuk pembuatan kue dan biskuit dimana selain rasa

manis gula juga mempengaruhi tekstur. Jadi jumlah gula yang tinggi membuat remah

kue lebih lunak dan lebih basah, dan pada biskuit juga bersifat melunakkan (Buckle,

dkk., 2009).

Garam

Garam dalam pembuatan wafer berfungsi sebagai penambah rasa gurih,

pembangkit rasa bahan-bahan lainnya, dan penambahan kekuatan gluten. Pengolahan

bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam dapat mencegah kerusakan

bahan pangan. Syarat garam yang baik dalam pembuatan wafer adalah harus 100% larut

dalam air, jernih, bebas dari gumpalan-gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto

(12)

Margarin

Margarin merupakan produk turunan dari lemak nabati yang merupakan emulsi

air dalam lemak yang mengandung minimal 80 % lemak. Adanya provitamin A

(beta-karoten) memberikan warna kuning pada margarin sehingga jika digunakan dalam

proses pengolahan dapat berkontribusi pada pembentukan warna kuning dari produk

yang dihasilkan. Margarin banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan.

Margarin digunakan dalam formulasi produk seperti roti, biskuit, kue kering, dimana

margarin berfungsi dalam pembentukan tekstur yang lembut dan beraroma (Kusnandar,

2010).

Telur

Dalam penggunaan telur di dalam formula wafer harus diperhitungkan kadar air

yang terkandung dalam telur itu. Kuning telur adalah bagian yang lebih padat yang

terkandung di dalamnya dan mengandung hampir semua fat dari telur itu. Kuning telur

mengandung lechitin, ini berfungsi sebagai emulsifier. Meskipun bentuknya padat,

kuning telur mengandung kadar air sebanyak 50%. Putih telur mengandung 86% air di

dalamnya. Biasanya putih telur yang lebih dekat ke kuning telur lebih kental sifatnya

daripada putih telur yang dekat dengan kulit telur (Sutrisno, 2009).

Baking powder

Baking powder berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan kue kering, selain itu

baking powder juga berfungsi untuk membentuk volume, mengatur aroma dan rasa,

(13)

Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan

Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan adalah pembuatan wafer dari ampok

jagung termodifikasi yang dilakukan oleh Dharma (2011). Penelitian ini bertujuan untuk

memanfaaatkan ampok termodifikasi menjadi produk pangan olahan (expanded food

product) dalam bentuk wafer dan mengetahui sifat fisik dan kimia wafer serta

penerimaan konsumen terhadap wafer. Wafer dibuat dengan campuran ampok

termodifikasi dengan tepung terigu dengan perbandingan 1 : 1 dan 1 : 3.

Hasil penelitian menunjukkan nilai kekerasan wafer tertinggi diperoleh dari

wafer dengan perlakuan A6C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 6 jam,

pragelatinisasi ω = 8 rpm ; 50% ampok) sebesar 1909,76 gf, sementara nilai kekerasan

terkecil diperoleh dari perlakuan A1C2 (ampok modifikasi enzimatis inkubasi t = 0 jam,

pragelatinisasi ω = 4 rpm ; 50% ampok) sebesar 980, 71 gf. Kekerasan ampok

dipengaruhi oleh jenis ampok. Nilai kerenyahan dan kekerasan wafer ampok lebih

tinggi daripada produk komersil. Kadar air wafer berada antara 3,68% - 7,34% (bk).

Kadar abu wafer relatif tinggi antara 2,56% - 3,29%(bk). Kadar protein berada antara

9,91% - 11,33% (bk). Kadar lemak wafer berada antara 19,63% (bk) - 21,86% (bk).

Kadar serat wafer ampok tergolong tinggi yakni 11,60% (bk) hingga 17,96% (bk).

Sementara kadar karbohidrat tergolong rendah yakni 44,51% (bk) hingga 51,37% (bk).

Uji organoleptik menunjukkan penerimaan panelis terhadap wafer ampok berada pada

kisaran netral. Wafer yang paling disukai berasal dari formula C1 (25% ampok),

sementara wafer formula C2 (50% ampok) kurang diminati. Kadar ampok yang

Gambar

Tabel 1. Nilai proksimat mocaf dengan berbagai pengeringan
Gambar 1. Pengering Surya
Gambar 2. Pengering Tungku
Tabel 2. Klasifikasi biskuit
+2

Referensi

Dokumen terkait

BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI KELAS VIII SMPN 2 SUMBERGEMPOL. TULUNGAGUNG TAHUN

Skripsi Pengaruh Beberapa Harga pH dari Dapar fosfat terhadap stabilitas tetrasiklina ....

pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama

JUDUL : SALEP LENDIR LELE OBATI LUKA PENDERITA DIABETES. MEDIA :

Penggambaran tokoh, latar, dan alur yang begitu kreatif dan jelas membuat para pembaca novel Perahu Kertas tidak segan-segan untuk bermain dengan dunia imajinasinya dan

Personal Hygiene Habit among school Going Children in Rural Areas of Jaipur, Rajasthan, India.. Plan, Motivated and Habitual Hygiene Behaviour : an Eleven Country

2013 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas

Meskipun tidak menyebutkan data pasti seberapa berapa besar alih fungsi lahan pertanian produktif yang terjadi di Jawa Barat, Ono berasumsi ini terjadi karena angka pembangunan di Jawa