BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pendukung Keputusan
2.1.1. Definisi Sistem
Sistem adalah suatu prosedur atau elemen yang saling berhubungan satu sama lain dimana dalam sebuah sistem terdapat suatu masukan, proses dan keluaran, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. (Mulyanto, 2009).
Menurut Efraim Turban, Jay E. Aronson dan Ting - Peng Liang (2005), sistem adalah kumpulan objek seperti orang, sumber daya, konsep, dan prosedur yang dimaksudkan untuk melakukan suatu fungsi yang dapat diidentifikasi atau untuk melayani suatu tujuan. Berdasarkan prosedur, sebuah sistem merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama – sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. (Kosasi, 2002).
2.1.2. Definisi Keputusan
Adapun pengertian keputusan menurut para ahli (Hasan, 2002) yaitu :
Menurut James A.F.Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara alternatif – alternatif.
Defenisi ini mengandung tiga pengertian yaitu :
1. Ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan.
2. Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik.
3. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada tujuan tersebut.
Menurut Ralp C. Davis, keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat pula berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
Dari pengertian – pengertian keputusan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keputusan merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
2.1.3. Konsep Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan selanjutnya dikenal dengan istilah “Management Decision System”. Sistem pendukung keputusan dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahap mengidentifikasi masalah, memilih data yang relevan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif. (Kosasi, 2002).
Istilah sistem pendukung keputusan mengacu pada suatu sistem yang memanfaatkan dukungan komputer dalam proses pengambilan keputusan. Untuk memberikan pengertian yang lebih mendalam di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi mengenai sistem pendukung keputusan, yang dikemukakan oleh berbagai ahli, yaitu :
Little (1970), mendefinisikan sistem pendukung keputusan sebagai model dari sekumpulan prosedur untuk melakukan pengolahan data dengan tujuan membantu manajer dalam pembuatan keputusan spesifik. Little berpendapat penerapan sistem pendukung keputusan hanya akan berhasil bila sistem tersebut bersifat sederhana, mudah digunakan, mudah melakukan pengawasan, mudah melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mudah melakukan kegiatan komunikasi dengan berbagai entiti. (Kusrini, 2007).
Man dan Watson memberikan definisi sistem pendukung keputusan merupakan suatu sistem interaktif, yang membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya semi terstruktur dan tidak terstruktur. (Daihani, 2001).
Sistem Pendukung Keputusan atau Decision Support System secara khusus didefinisikan sebagai sebuah sistem yang mendukung kerja seorang manajer maupun sekelompok manajer dalam memecahkan masalah semi terstruktur dengan cara memberikan informasi ataupun usulan menuju pada keputusan tertentu. (Hermawan, 2005).
Dari berbagai definisi di atas dapat dikatakan bahwa sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem informasi spesifik yang ditujukan untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan yang bersifat semi struktur, sistem ini memiliki fasilitas untuk menghasilkan berbagai alternatif yang secara interaktif dapat digunakan oleh pemakai. (Daihani, 2001).
2.1.4. Karakteristik, Tujuan dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan
Karakteristik sistem pendukung keputusan sebagai berikut (Al Fatta, 2007):
1. Mendukung proses pengambilan keputusan, menitikberatkan pada
management by perception.
2. Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kontrol proses pengambilan keputusan.
3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur.
4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan.
5. Memiliki subsistem-subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan item.
6. Membutuhkan struktur data komprehensif yang dapat melayani kebutuhan informasi seluruh tingkatan manajemen.
Tujuan dari sistem pendukung keputusan yaitu (Rosnani, 2014) :
1. Mencoba menerapkan konsep sistem pendukung keputusan dalam rangka membantu proses pengambilan keputusan.
Adapun kemampuan dari penggunaan sistem pendukung keputusan ialah (Kosasi, 2002) :
1. Menunjang pembuatan keputusan manajemen dalam menangani masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur
2. Membantu manajer pada berbagai tingkatan manajemen, mulai dari manajemen tingkat puncak sampai manajemen tingkat bawah
3. Menunjang pembuatan keputusan secara kelompok dan perorangan
4. Menunjang pembuatan keputusan yang saling bergantungan dan berurutan 5. Menunjang tahap – tahap pembuatan keputusan antara lain intelligence,
design, choice dan implementation
6. Menunjang berbagai bentuk proses pembuatan keputusan dan jenis keputusan 7. Kemampuan untuk melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat fleksibel 8. Kemudahan melakukan interaksi sistem
9. Meningkatkan efektivitas dalam pembuatan keputusan daripada efisiensi 10.Mudah dikembangkan oleh pemakai akhir
11.Kemampuan pemodelan dan analisis dalam pembuatan keputusan 12.Kemudahan melakukan pengaksesan berbagai sumber dan format data.
2.1.5. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan
Simon (1960) memberikan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan. Tiga tahapan dalam proses pengambilan keputusan yaitu (Rosnani, 2014) :
1. Tahap Intellegen, adalah tahap proses pengenalan persoalan melalui penyelidikan lingkungan untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah. Kesimpulan dari penyelidikan diperoleh dari pengolahan data dengan metode yang telah ditetapkan sebelumnya atau dengan metode khusus. Aliran informasi bergerak dari tingkatan manajemen terendah menuju tingkatan manajemen tertinggi
3. Tahap Choice, merupakan tahap memilih suatu tindakan yang paling tepat dari beberapa alternatif yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan alternatif terpilih. Bila suatu alternatif telah dilaksanakan, fungsi informasi berubah menjadi pengumpul data untuk selanjutnya, merupakan umpan balik.
Langkah - langkah proses pengambilan keputusan yang telah disampaikan oleh Simon (1960) dapat digambarkan sebagai berikut (Rosnani, 2014) :
Gambar 2.1. Aliran Proses Pengambilan Keputusan
2.1.6. Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Turban (2005), Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari empat subsistem, yaitu :
1. Subsistem manajemen data
Subsistem manajemen data memasukkan satu database yang berisi data yang relevan untuk situasi dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut sistem manajemen database (DBMS). Subsistem manajemen data dapat di interkoneksikan dengan data warehouse perusahaan, suatu repository untuk data perusahaan yang relevan untuk pengambilan keputusan.
2. Subsistem manajemen model
Merupakan paket perangkat lunak yang memasukkan model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang memberikan kapabilitas analitik dan manajemen perangkat lunak yang tepat.
Penyelidikan (Intellegence)
Perancangan (Design)
3. Subsistem antarmuka pengguna
Pengguna berkomunikasi dengan dan memerintahkan DSS melalui subsistem ini. Pengguna adalah bagian yang dipertimbangkan dari sistem. Para peneliti menegaskan bahwa beberapa kontribusi unik dari DSS berasal dari interaksi yang intensif antara komputer dan pembuat keputusan.
4. Subsistem manajemen berbasis – pengetahuan
Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau bertindak sebagai suatu komponen independen. Ia memberikan inteligensi untuk memperbesar pengetahuan si pengambil keputusan.
Berdasarkan definisi, DSS harus mencakup tiga komponen utama dari DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Subsistem manajemen berbasis pengetahuan adalah opsional, namun dapat memberikan banyak manfaat karena memberikan inteligensi bagi tiga komponen utama tersebut. Seperti pada semua sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai komponen DSS.
Gambar 2.2. Skematik Sistem Pendukung Keputusan
2.2. Kelayakan TKI
Menurut Pasal 1 bagian (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Calon Tenaga Kerja Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di Luar Negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No. Kep 104A/Men/2002 tentang penempatan TKI ke Luar Negeri disebutkan bahwa TKI adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di Luar Negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI (Agus Salam Nasution, 2012).
Prosedur penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang ingin bekerja ke Luar Negeri.Jika tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka TKI tersebut nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja karena TKI tersebut dinyatakan TKI ilegal yaitu datang ke negata tujuan tidak melalui prosedur penempatan TKI yang benar. Setiap calon TKI yang akan mendaftarkan diri untuk bekerja di Luar Negeri harus memenuhi kriteria dan prosedur yang telah ditentukan.
2.3. Algoritma
Algoritma adalah teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas, tetapi tersusun secara logis dan sistematis. Algoritma juga merupakan suatu prosedur yang jelas untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan terbatas jumlahnya. (Suarga, 2006).
2.3.1. Ciri Algoritma
Donald E. Knuth, seorang penulis beberapa buku algoritma abad XX, menyatakan bahwa ada beberapa ciri algoritma, yaitu (Suarga, 2006) :
1. Algoritma mempunyai awal dan akhir. Suatu algoritma harus berhenti setelah mengerjakan serangkain tugas atau dengan kata lain suatu algoritma memiliki langkah yang terbatas.
2. Setiap langkah harus didefinisikan dengan tepat sehingga tidak memiliki arti ganda (not ambiguous).
3. Memiliki masukan (input) atau kondisi awal. 4. Memiliki keluaran (output) atau kondisi akhir.
5. Algoritma harus efektif, bila diikuti benar – benar akan menyelesaikan persoalan.
2.4. Fuzzy Multiple Attribute Decision Making Methods (FMADMM)
Pada pendekatan subyektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subjektifitas dari para pengambil keputusan sehingga beberapa faktor dalam proses perangkingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif nilai bobot dihitung secara matematis sehingga mengabaikan subyektifitas dari pengambil keputusan. (Kusumadewi, 2006).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah FMADM antara lain (Kusumadewi, 2006):
1. Simple Additive Weighting (SAW) 2. Weighted Product (WP)
3. ELECTRE
4. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) 5. Analytic Hierarchy Process (AHP)
2.4.1. Metode Simple Additive Weighting (SAW)
Menurut Kusumadewi (2006), Metode SAW sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.
Berikut adalah persamaan – persamaan yang ada dalam metode SAW
xij = baris dan kolom dari matriks
Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
Jika j adalah atribut biaya (cost)
Dengan rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj;
i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai berikut :
𝑉𝑖 = 𝑛𝑗=1𝑤𝑗.𝑟𝑖𝑗
Dimana :
Vi = Nilai akhir dari alternatif
wj = Bobot yang telah ditentukan
rij = Normalisasi matriks
Hasil akhir diperoleh dari setiap proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi dengan bobot preferensi sehingga diperoleh nilai Vi
yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai merupakan alternatif terbaik.
Beda antara atribut keuntungan dan atribut biaya yaitu :
Dikatakan atribut keuntungan jika atribut yang diberikan itu dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan dari pengambilan keputusan yang diambil. Jika nilai kecocokan setiap kriteria itu semakin tinggi nilainya semakin baik atau semakin diprioritaskan maka kriteria tersebut dikatakan kriteria atau atribut keuntungan.
Kemudian dikatakan atribut biaya jika atribut yang diberikan itu dimaksudkan untuk meningkatkan pengurangan biaya operasional pengambilan keputusan yang diambil. Jika nilai kecocokan setiap kriteria itu semakin kecil nilainya semakin baik, maka kriteria tersebut dikatakan kriteria biaya.
2.4.2. Langkah – Langkah Penyelesaian Metode Simple Additive Weighting (SAW)
Terdapat beberapa langkah dalam menggunakan metode SAW untuk memecahkan masalah, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Kusumadewi, 2006) :
1. Menentukan alternatif, yaitu Ai.
2. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu Ci.
3. Memberikan nilai bobot pada setiap kriteria.
4. Menentukan bobot preferensi atau tingkat kepentingan (Wj) setiap kriteria.
5. Membuat tabel rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria. 6. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci).
7. Melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis kriteria, (kriteria keuntungan ataupun kriteria biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R.
8. Hasil akhir diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi.
2.5. Metode Simple Multi - Attribute Rating Technique (SMART)
Simple Multi – Atribut Rating Technique (SMART) merupakan metode pengambilan keputusan multi kriteria yang dikembangkan oleh Edward pada tahun 1977. Teknik pengambilan keputusan multi kriteria ini didasarkan pada teori bahwa setiap alternatif terdiri dari sejumlah kriteria yang memiliki nilai – nilai dan setiap kriteria memiliki bobot yang menggambarkan seberapa penting ia dibandingkan dengan kriteria lain. Pembobotan ini digunakan untuk menilai setiap alternatif agar diperoleh alternatif terbaik.
Menurut Shepetukha (2001), Model fungsi utiliti linear yang digunakan oleh SMART adalah seperti berikut (Handy Theorema P, 2011):
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑤𝑗.
Pemilihan keputusan adalah mengidentifikasi mana dari n alternatif yang mempunyai nilai fungsi terbesar. Nilai fungsi ini juga dapat digunakan untuk meranking n alternatif.
2.5.1. Langkah – Langkah Penyelesaian Metode Simple Multi – Attribute Rating Technique (SMART)
Menurut Edwards, mendefenisikan ada sepuluh langkah dalam penyelesaian metode SMART yaitu (Handy Theorema P, 2011) :
1. Mengidentifikasi masalah keputusan
Pendefenisian masalah harus dilakukan untuk mencari akar masalah dan batasan – batasan yang ada. Keputusan seperti apa yang akan diambil harus didefenisikan terlebih dahulu, sehingga proses pengambilan keputusan dapat terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Pendefenisian pembuat keputusan (decision maker) dilakukan agar pemberian nilai terhadap kriteria dapat sesuai dengan kepentingan kriteria tersebut terhadap alternatif. 2. Mengidentifikasi kriteria – kriteria yang digunakan dalam membuat keputusan. 3. Mengidentifikasi alternatif – alternatif yang akan di evaluasi. Pada tahap ini
akan dilakukan proses pengumpulan data.
5. Melakukan peringkat terhadap kedudukan kepentingan kriteria. Dalam hal ini dinilai cukup mudah dibandingkan dengan pengembangan bobot. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat memberikan bobot pada setiap kriteria. Karena bobot yang diberikan pada kriteria akan bergantung pada perangkingan kriteria. 6. Memberi bobot pada setiap kriteria
Pemberian bobot diberikan dengan nilai yang dapat ditentukan oleh user sendiri. Dalam hal ini akan dilakukan dua kali pembobotan yaitu berdasarkan kriteria yang dianggap paling penting dan berdasarkan kriteria yang dianggap paling tidak penting. Kriteria yang dianggap paling penting diberikan nilai 100. Kriteria yang penting berikutnya diberikan sebuah nilai yang menggambarkan perbandingan kepentingan relatif ke dimensi paling tidak penting. Proses ini akan diteruskan sampai pemberian bobot ke kriteria yang dianggap paling tidak penting diperoleh.
Langkah yang sama juga akan dilakukan dengan membandingkan kriteria yang paling tidak penting yang diberikan nilai 10. Kriteria yang paling penting berikutnya diberikan sebuah nilai yang menggambarkan perbandingan kepentingan relatif ke dimensi paling penting. Proses ini akan diteruskan sampai pemberian bobot ke kriteria yang dianggap paling penting diperoleh. 7. Menghitung normalisasi bobot kriteria
Bobot yang diperoleh akan dinormalkan dimana bobot setiap kriteria yang diperoleh akan dibagikan dengan hasil jumlah setiap bobot kriteria. Normalisasi juga akan dilakukan berdasarkan kriteria yang paling penting dan kriteria yang paling tidak penting. Nilai dari dua normalisasi yang diperoleh akan dicari nilai rata – rata nya.
8. Menghitung penilaian/utilitas terhadap setiap alternatif
Perhitungan dilakukan menggunakan fungsi yang telah ada yaitu : 𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝑘𝑗=1𝑤𝑗.𝑢𝑖𝑗. Dimana wj adalah nilai pembobotan kriteria ke-j dari
k kriteria dan uijadalah nilai utility untuk alternatif i pada kriteria j. Nilai w𝑗
diperoleh dari langkah 7. 9. Memutuskan
2.6. Pendekatan Objek Oriented
2.6.1. Unified Modeling Language (UML)
Membangun model untuk suatu sistem piranti lunak sangat bergantung pada konstruksinya atau kemudahan dalam memperbaikinya. Oleh karena itu, membuat model sangat penting sebagaimana pentingnya memiliki cetak biru untuk bangunan yang besar. Jika ingin membangun suatu model dari suatu sistem yang kompleks, tidak mungkin kita dapat memahaminya secara keseluruhan. Dengan meningkatnya kompleksitas sistem, visualisasi dan pemodelan menjadi sangat penting. UML dibuat untuk merespon kebutuhan tersebut.
Unified Modeling Language (UML) adalah salah satu alat bantu yang sangat handal di dunia pengembangan sistem yang berorientasi obyek. Hal ini disebabkan karena UML menyediakan bahasa pemodelan visual yang memungkinkan bagi pengembang sistem untuk membuat cetak biru atas visi mereka dalam bentuk yang baku, mudah dimengerti serta dilengkapi dengan mekanisme yang efektif untuk berbagi dan mengkomunikasikan rancangan mereka dengan yang lain. (Munawar, 2005). Dengan UML akan bisa menceritakan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah sistem, bukan bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh sebuah sistem. Cetak biru adalah model yang akan membantu menyelesaikan setiap bagian – bagian sebelum benar – benar membangunnya.
UML menyediakan beberapa diagram visual yang menunjukkan berbagai aspek dalam sistem. Beberapa diagram yang disediakan dalam UML antara lain :
activity diagram, class diagram, communication diagram, component diagram,
composite structure diagram, deployment diagram, interaction overview diagram,
object diagram, package diagram, sequence diagram, state machine diagram, timing
diagram, use case diagram. (Munawar, 2005).
Pada penulisan skripsi ini penulis hanya menggunakan beberapa di antaranya, yaitu
2.7. Analisis Kinerja Algoritma
Algoritma merupakan suatu prosedur yang jelas untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan menggunakan langkah-langkah tertentu dan terbatas jumlahnya. (Suarga, 2006).
Suatu masalah dapat mempunyai banyak algoritma penyelesaian. Algoritma yang digunakan tidak saja harus benar, namun juga harus efisien. Efisiensi suatu algoritma dapat diukur dari waktu eksekusi algoritma dan kebutuhan ruang memori. Algoritma yang efisien adalah algoritma yang meminimumkan kebutuhan waktu dan ruang. Algoritma memiliki kompleksitas, dimana ukuran kompleksitas tersebut merupakan acuan utama untuk mengetahui kecepatan dari algoritma tersebut.Besaran yang digunakan untuk menjelaskan model pengukuran waktu dan ruang ini adalah kompleksitas algoritma.
2.8. Kompleksitas Algoritma
Kompleksitas dari suatu algoritma merupakan ukuran seberapa banyak komputasi yang dibutuhkan algoritma tersebut untuk menyelesaikan masalah. Algoritma yang dapat menyelesaikan suatu permasalahan dalam waktu yang singkat memiliki kompleksitas yang rendah, sementara algoritma yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan masalahnya mempunyai kompleksitas yang tinggi. Waktu yang diperlukan untuk menjalankan suatu algoritma harus semakin cepat. Karena kompleksitas waktu menjadi hal yang sangat penting.
2.8.1. Kompleksitas Waktu (Time Complexity)
Kompleksitas waktu (Time Complexity), dinyatakan oleh T(n), diukur dari jumlah perhitungan (komputasi) yang dibutuhkan untuk menjalankan algoritma sebagai fungsi dari ukuran masukan n, dimana ukuran masukan (n) merupakan jumlah data yang diproses oleh sebuah algoritma. Jumlah tahapan komputasi dihitung dari berapa kali suatu operasi dilaksanakan di dalam sebuah algoritma sebagai fungsi ukuran masukan (n). Running time adalah sejumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengeksekusi setiap baris pseudocode. Running time dari sebuah algoritma adalah jumlah dari running time dari setiap statement yang dieksekusi.
Kompleksitas waktu (Time Complexity) adalah hubungan waktu komputasi dan jumlah input. Kompleksitas waktu biasanya tentang ukuran dari sebuah array
atau obyek. Kompleksitas waktu tidak digunakan untuk fungsi yang sederhana seperti menginput username dari database atau mengenkripsi password melainkan digunakan untuk menyortir sebuah fungsi, perhitungan rekursif dan secara umum biasanya untuk perhitungan waktu.
Big θ (Theta) adalah bagian dari kompleksitas waktu dari sebuah algoritma. Big θ (Theta) Didefinisikan bahwa f(n) merupakan Theta dari g(n) dan dinotasikan
f(n) = θ(g(n) jika dan hanya jika terdapat tiga konstanta positif n0, c1 dan c2
sedemikian berlaku (Robert Setiadi, 2008) :
2.9. Penelitian Terdahulu
1. Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KARYAWAN TERBAIK DENGAN METODE SAW (SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING) (STUDI KASUS DI PAMELLA SWALAYAN) (Ariyanto, 2012).
Dalam penelitian ini penulis membahas Pemilihan Karyawan Terbaik pada Pamella Swalayan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penilaian dan pemilihan karyawan terbaik pada Pamella Swalayan Yogyakarta serta untuk menghasilkan sistem pendukung keputusan pemilihan karyawan terbaik berdasarkan kebutuhan pamella swalayan tersebut. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kejujuran, taat peraturan, mangkir/alpha, kedisiplinan, tanggung jawab, kebersihan, kerajinan, kreatifitas, kerjasama, dan senyuman. Sistem ini dikembangkan dengan bahasa pemrograman Delphi 7.0 dan menggunakan MySQL sebagai Database Management System.
2. Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENERIMA BEASISWA DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING
(STUDI KASUS DI SMA N 1 KARANGANYAR KEBUMEN) (Nurul Fitriana Rahmawati, Helmie Arif Wibawa, S.Si, M.Cs, Nurdin Bahtiar, S.Si, MT, 2013).
Dalam penelitian ini penulis membahas bagaimana SMA N I Karanganyar memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu dan siswa yang berprestasi. Penelitian tersebut bertujuan untuk membangun sistem pendukung keputusan pemilihan penerima beasiswa berbasis web yang dapat diakses dengan mudah oleh para siswa, penyeleksi, dan kepala sekolah. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu asuransi miskin, surat keterangan tidak mampu, status anak dalam keluarga, jumlah penghasilan orang tua, jumlah tanggungan keluarga dan rata-rata nilai raport semester terakhir siswa. Sistem menggunakan bahasa pemrograman PHP dan MySQL sebagai
3. Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PENYIAR RADIO TERBAIK MENGGUNAKAN METODE SIMPLE MULTI - ATTRIBUTE RATING TECHNIQUE (Rika Yunitarini, 2013).