BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak penghasilan yang disetorkan perusahaan kepada negara merupakan proses transfer kekayaan dari
pihak perusahaan (khususnya pemilik) kepada negara, sehingga dapat dikatakan pembayaran pajak penghasilan ini merupakan biaya bagi perusahaan dan pemilik
perusahaan. Oleh karenanya pemilik perusahaan diduga akan cenderung lebih suka manajemen perusahaan melakukan tindakan pajak agresif.
“Pajak penghasilan yang disetorkan perusahaan kepada negara merupakan proses transfer kekayaan dari pihak perusahaan (khususnya pemilik) kepada negara, sehingga dapat dikatakan pembayaran pajak penghasilan ini merupakan biaya bagi perusahaan dan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan diduga akan cenderung lebih suka manajemen perusahaan melakukan tindakan pajak agresif” (Chen et al. 2010). “
Tindakan pajak agresif adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak baik menggunakan cara yang tergolong atau tidak tergolong tax evasion” (Frank et al. 2009). Walau tidak semua tindakan yang dilakukan melanggar peraturan, namun semakin banyak celah yang digunakan perusahaan maka perusahaan tersebut dianggap semakin agresif.
mempengaruhi tingkat pajak agresif. Masalah keagenan dalam perusahaan tidak selalu sama tingkatannya. Perbandingan tingkat keagresifan pajak perusahaan keluarga dengan perusahaan non-keluarga tergantung dari seberapa besar efek manfaat atau biaya yang timbul dari tindakan pajak agresif tersebut terhadap pemilik perusahaan yang berasal dari keluarga pendiri (family owners), atau efek yang diterima manajer dalam perusahaan non-keluarga.” ( Sari dan Martani 2010)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata tingkat keagresifan pajak perusahaan keluarga lebih kecil daripada perusahaan non-keluarga. Hal ini terjadi karena diduga family owners lebih rela membayar pajak lebih tinggi, daripada harus membayar denda pajak dan menghadapi kemungkinan rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak. Fiskus pajak merupakan petugas pemeriksa pajak. Perusahaan non-keluarga memiliki tingkat keagresifan pajak yang lebih tinggi daripada perusahaan keluarga, diduga terjadi karena masalah keagenan lebih besar terjadi pada perusahaan non-keluarga ( Chen et al. 2010). “Saat kepemilikan dan manajemen terpisah, terjadilah proses kontrak kerja dan pengawasan yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan ini menimbulkan suatu kesempatan bagi manajer untuk melakukan tindakan yang oportunis, sehingga menimbulkan masalah corporate governance (Sari dan Martani. 2007).
Realita yang dapat mendukung sudah merambahnya tindakan pajak agresif yang dilakukan perusahaan adalah adanya pernyataan yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany, menyatakan beliau mengatakan bahwa “penerimaan pajak seharusnya bisa mencapai kisaran
Rp2.000 triliun apabila seluruh Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk memenuhi
kewajiban perpajakan sesuai ketentuan. Sementara penerimaan pajak saat ini sekitar Rp1.148 triliun. Masih ada sekitar 40 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan lima juta Wajib Pajak Badan yang belum membayar pajak kepada negara
(ANTARAnews, 2013). Realitas ini menunjukkan bahwa masih banyaknya Wajib
Semua sektor mengalami perubahan yang signifikan di era globalisasi
sekarang ini terutama adalah sektor ekonomi dan bisnis. Beberapa perubahan yang terjadi menuntut perusahaan-perusahaan berusaha untuk memperbaiki dan meningkatan kinerjanya. Sulistyanto & Lidyah (2002) dalam artikelnya
memaparkan bahwa dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan konsep good corporate
governance (GCG) sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat.
Penerapan corporate governance dalam menentukan kebijakan perpajakan yang akan digunakan oleh perusahaan berkaitan dengan pembayaran pajak
penghasilan perusahaan. Pembayaran pajak penghasilan didasarkan pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tentunya selalu menginginkan laba
yang besar, namun laba besar akan dikenakan beban pajak yang besar. Beban pajak yang besar menyebabkan perusahaan akan berusaha untuk melakukan
penghindaran pajak dengan risiko yang kecil.
Sebuah perusahaan merupakan Wajib Pajak sehingga kenyataannya bahwa suatu aturan struktur corporate governance mempengaruhi cara sebuah
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajaknya, tetapi di sisi lain perencanaan pajak tergantung pada dinamika corporate governance dalam suatu perusahaan
(Friese, Link dan Mayer, 2006).
Suatu perusahaan didirikan dengan maksud dan tujuan utama untuk memaksimumkan laba atau keuntungan (Warren, 2005:2). Tujuan perusahaan bisa
untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder
(Dharmapala, 2008 ). Pedoman GCG diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2006 di Indonesia. Pedoman ini diterbitkan karena adanya dorongan dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk
menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan
sesaat.
Perusahaan yang telah melaksanakan corporate governance dengan baik sudah seharusnya melaksanakan aktivitas corporate social responbility (CSR)
sebagai wujud kepedulian perusahaan pada lingkungan sosial (Rustiarini, 2010). Besarnya bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungannya,
menimbulkan perhatian dan minat para investor menjadi meningkat karena mereka cenderung menyukai perusahaan yang memiliki citra yang baik di
masyarakat.
Penerapan Corporate Sosial Responsibily (CSR) merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep GCG. Di Indonesia, CSR diatur ketat dalam
regulasi melalui Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/
atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b) UU No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal juga mengatur mengenai CSR yang berbunyi “Setiap
Pada tanggal 17 Oktober 2013, 7 (tujuh) instansi yang bekerja sama yaitu
Bapepam dan LK, Kementerian BUMN, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Komite Nasional Kebijakan Governance, PT. Bursa Efek Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia menyelenggarakan acara Malam Penganugerahan
Annual Report Award (ARA) 2012 kepada perusahaan Indonesia. ARA bertujuan untuk melakukan penilaian atas kualitas keterbukaan informasi dan penerapan
GCG dalam laporan tahunan dengan mengacu pada ketentuan dan pedoman yang berlaku secara nasional maupun internasional. Prinsip-prinsip dalam GCG yaitu kewajaran, akuntabilitas, transparansi, kemandirian dan responsibility menjadi
penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Wibisono, 2003). Di Indonesia sendiri,
isu-isu mengenai corporate governance, corporate social responbility, dan tax avoidance merupakan hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan mengingat
Indonesia menganut sistem self assessment dalam pembayaran pajaknya sehingga ada kemungkinan wajib pajak untuk melakukan tindakan perencanaan pajak. Namun penelitian mengenai pengaruh corporate governance dan corporate social
responbility terhadap tax avoidance masih terbatas dilakukan di Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu diadakan penelitian
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel good corporate governance, corporate social responsibility terhadap tindakan pajak agresif, maka dalam penelitian ini mengambil kasus pada perusahaan manufaktur selama periode
Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1 Apakah Jumlah Dewan Komisaris berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif?
2 Apakah Jumlah Dewan Direksi berpengaruh terhadap Tindakan
Pajak Agresif?
3 Apakah Jumlah Komite Audit berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif?
4 Apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap Tindakan Pajak Agresif ?
5 Apakah Jumlah Dewan Komisaris, Jumlah Dewan Direksi, Jumlah
Komite Audit dan Corporate Social Responsibility berpengaruh
secara parsial dan simultan terhadap Tindakan Pajak Agresif?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Dewan Komisaris terhadap Tindakan Pajak Agresif.
2. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Dewan Direksi terhadap Tindakan
3. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Komite Audit terhadap Tindakan
Pajak Agresif.
4. Untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif.
5. Untuk mengetahui Jumlah Dewan Komisaris, Jumlah Dewan Direksi, Jumlah Komite Audit dan Corporate Social Responsibility berpengaruh
secara parsial dan simultan terhadap Tindakan Pajak Agresif.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan Penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengenai
pengaruh Good corporate Governance, Corporate Social Responsibility terhadap Tindakan Pajak Agresif.
2. Bagi Para Akademis
Dapat digunakan sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian selanjutnya, serta sebagai penambah khasanah baca bagi mahasiswa.
3. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat memberikan gagasan, ide dan pemikiran dalam upaya