BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 1. ASI (Air Susu Ibu)
1.1. Pengertian ASI
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu
yang berguna untuk makanan utama bagi bayi (Roesli, 2000). Menurut Perinasia
(2004) ASI merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap
diminum tanpa ada persiapan khusus dan memiliki termperatur yang sesuai
dengan bayi.
Air susu ibu adalah minuman alamiah untuk semua bayi selama
usiabulan-bulan pertama yang selalu tersedia tanpa memerlukan persiapan
apa-apa. Air susu ibu merupakan susu yang paling cocok dari semua susu untuk bayi
manusia karena ia secara unik disesuaikan untuk kebutuhan bayi (Behrman et al,
1999).
1.2. Stadium ASI
Berdasarkan waktu produksinya, ASI dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
kolostrum, air susu transisi/peralihan dan air susu matang (mature). Kolostrum
adalah ASI yang keluar dari hari ke-1 sampai sampai hari ke-4 yang kaya zat anti
infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum seringkali berwarna kuning atau dapat
pula berwarna jernih dan terkadang lebih menyerupai darah sebab mengandung
sel hidup berupa sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit.
Kolostrum mengandung lebih banyak protein dibanding dengan ASI matang.
matang dan mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI
matang.
ASI peralihan/transisi merupakan ASI yang keluar setelah kolostrum
sampai sebelum menjadi matang, kira kira di hari 4/7 sampai hari
ke-10/ke-14. Komposisi protein semakin rendah, sedangkan karbohidrat dan lemak
semakin tinggi. Jumlah volume ASI pun semakin meningkat. Oleh karena itu,
ibu perlu meningkatkan kandungan protein dalam makanannya.
ASI matang/mature adalah ASI yang keluar setelah hari ke-10/ke-14 dan
seterusnya. Komposisi ASI ini sudah relatif konstan. ASI matur akan terus
berubah sesuai dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan bayi boleh dikenalkan dengan makanan lain selain ASI (Roesli, 2000).
1.3. Unsur Nutrisi ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur pokok antara lain zat hidrat arang,
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat
kekebalan dan sel darah putih. Semua terdapat secara seimbang dan proporsional
satu dengan yang lainnya (Roesli, 2000).
Zat Hidrat Arang
Zat hidrat arang dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya akan
berubah-ubah setiap hari menurut kebutuhan tumbuh-kembang bayi. Laktosa
berfungsi sebagai sumber kalori untuk pembentukan serabut otak, juga berperan
untuk pertumbuhan tulang, proses pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang
Lemak
Jenis lemak yang terdapat di ASI berbentuk Omega 3 dan Omega 6 yang
berperan dalam perkembangan otak bayi. Kolesterol juga menjadi bagian lemak
yang penting yang terdapat dalam ASI. Kolesterol bermanfaat untuk
meningkatkan pertumbuhan otak bayi.
Protein
Protein ASI merupakan bahan baku dalam pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Protein ASI terdiri atas protein whey dan protein kasein.
Protein whey merupakan protein yang sangat halus, lembut dan mudah dicerna,
sedangkan protein kasein adalah sebaliknya. Perbandingan protein whey dan
protein kasein dalam ASI adalah 60:40, sedangkan dalam air susu sapi 20:80. Itu
artinya hanya 1/3-nya protein ASI pada ASS yang dapat diserap oleh sistem
pencernaan bayi dan harus membuang dua kali lebih banyak protein yang sukar
diresorpsi dan harus dikeluarkan dari sistem pencernaan yang tentunya akan
menimbulkan gangguan metabolisme.
Mineral
Zat besi dan kalsium dalam ASI merupakan mineral kadarnya relatif
rendah dibanding dengan air susu sapi. Walaupun kadarnya rendah tapi dapat
diserap sepenuhnya dalam usus bayi, berbeda dengan air susu sapi yang sebagian
besar harus dibuang melalui sistem urinaria bayi yang akan memperberat kerja
Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap kecuali vitamin K, karena bayi
baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Oleh karena itu perlu
tambahan vitamin K secara oral (Purwanti, 2004).
2. ASI Eksklusif
2.1. Pengertian ASI Eksklusif
Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah adalah bayi hanya diberi ASI
saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan
tambahan makanan padat lainnya. Pemberian ASI Eksklusif dianjurkan dalam
jangka waktu setidaknya 4 bulan, bila mungkin 6 bulan. UNICEF bersama World
Health Assemby (WHA) dan banyak negara menetapkan waktu pemberian ASI
Eksklusif selama 6 bulan. Pemberian makanan padat/tambahan terlalu
dinimempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi, bahkan memberi
dampak negatif bagi kesehatannya (Roesli, 2000). Untuk mengajak ibu agar
mempertahankan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, WHO dan UNICEF
merekomendasikan beberapa cara yaitu, 1) pemberian ASI segera dalam satu jam
pertama kehidupan bayi; 2) bayi hanya diberi ASI tanpa makanan atau minuman
tambahan, bahkan air; 3) menyusui bayi sesering yang diinginkan bayi (on
demand) pada siang dan malam hari; 4) jangan menggunakan dot, botol dan
kompeng (WHO, 2015).
2.2. Manfaat ASI Eksklusif
Banyak manfaat pemberian ASI yang dapat dirasakan baik bagi bayi, ibu,
komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Dengan
tatalaksana yang benar, ASI akan cukup menjadi makanan tunggal bayi dalam
memenuhi pertumbuhan bayi normal sampai umur 6 bulan. ASI juga
meningkatkan daya tahan tubuh bayi karena mengandung zat kekebalan sehingga
akan lebih jarang terserang penyakit yang sering muncul pada bayi seperti diare
dan pneumonia. Selain itu, kandungan yang terdapat dalam ASI juga dapat
meningkatkan kecerdasan bayi. Nutrien tersebut diperlukan dalam pertumbuhan
otak, yaitu taurin (sejenis zat putih telur yang hanya terdapat dalam ASI) serta
laktosa (hidrat arang utama dalam ASI dan hanya sedikit terdapat dalam air susu
sapi. Bayi yang sehat tentu akan lebih berkembang kepandaiannya dibanding bayi
yang sering sakit (Roesli, 2000).ASI juga memiliki manfaat jangka panjang bagi
anak, remaja dan orang dewasa yang disusui saat bayi sedikit terhindar dari resiko
obesitas dan resiko mengalami DM tipe 2 lebih rendah serta cenderung memiliki
tingkat kecerdasan yang lebih tinggi (WHO, 2014)
Bagi ibu proses menyusui biasanya akan memberikan kepuasan dan
kesenangan tersendiri serta akan membentuk ikatan batin yang baik dan sempurna
antara ibu dan bayi. Selain itu, dengan adanya kegiatan menyusui ini akan
mengurangi kejadian karsinoma mamae, mempercepat terjadinya involusi uterus
serta dapat bertindak sebagai metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan
(Roesli, 2008). Selain itu, menyusui ternyata dapat mengembalikan berat badan
ibu ke berat badan sebelum hamil dengan lebih cepat, karena menyusui
memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun
ASI membawa keuntungan bagi keluarga bayi karena lebih hemat.
Keluarga tidak perlu menghabiskan uang untuk membeli susu
formula,perlengkapan susu dan persiapan pembuatan susu formula.Pemberian
ASI juga menghemat waktu keluarga karena tidak perlu repot mempersiapkan
botol susu atau air panas untuk membuat susu formula.
Selain kepada ibu dan keluarga, ASI juga bermanfaat bagi negara.
Dengan pemberian ASI oleh ibu, negara dapat melakukan penghematan devisa
untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapkan
susu.Selain itu juga akan memberi penghematan biaya rumah sakit, obat-obatan
dan sarana kesehatan, karena dengan pemberian ASI, bayi akan lebih jarang
terserang penyakit. Hal yang paling penting adalah menciptakan generasi penerus
bangsa yang tangguh dan berkualitas.
Air Susu Ibu dapat mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia.
Dengan hanya memberi ASI, manusia tidak memerlukan kaleng susu, kertas
pembungkus, botol plastik karton dan lain-lain ASI juga dapat mengurangi polusi
udara, karena untuk membuatnya tidak diperlukan pabrik yang mengeluarkan asap
dan membangun pabrik susu (Roesli, 2000).
3. Laktasi
3.1. Pengertian Laktasi
Laktasi adalah suatu proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI yang
membutuhkan calon ibu yang siap secara psikologi dan fisik, kemudian bayi yang
telah cukup sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah disesuaikan
yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar
biologi dan psikologi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (Nugroho, 2011).
Laktasi adalah suatu seni yang harus di pelajari kembali tanpa
diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan adalah
kesabaran, waktu, pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari berbagai
pihak khususnya suami (Roesli, 2005).
3.2. Fisiologi Laktasi
Pemberian ASI bergantung pada empat macam proses, yaitu 1)proses
pengembangan jaringan penghasil ASI pada payudara; 2)proses yang memicu
produksi ASI setelah lahir; 3)proses untuk mempertahankan produksi ASI;
4)proses sekresi ASI (reflek let down). Semua proses ini dikendalikan oleh
beberapa jenis hormon (Farrer, 1999).
Proses perkembangan jaringan penghasil ASI pada payudara dicapai
selama kehamilan dengan rangsangan pada jaringan kelenjar serta saluran
payudara oleh hormon-hormon plasenta, yaitu hormon progesteron, hormon
estrogen dan hormon prolaktin. Selama kehamilan, hormon prolaktin meningkat
tetapi ASI belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi.
Setelah plasenta dikeluarkan kadar estrogen dan progesteron akan menurun,
sehingga pengaruh prolaktin lebih dominandan mulai saat inilah terjadi sekresi
ASI. Dengan menyusukan lebih dini, akan terjadi perangsangan puting susu yang
membuat hipofisis membentuk prolaktin lebih banyak sehingga sekresi ASI
makin lancar sehingga dapat mempertahankan produksi ASI lebih lama.
tetapi juga mempengaruhi kelenjar hipofisis posterior yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Hormon oksitosin ini akan berpengaruh pada proses sekresi ASI yang
memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,
sehingga ASI dipompa keluar.Makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan
saluran akan makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan susu kecil
dan menyusui akan makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan akan
mengganggu penyusuan dan juga dapat berakibat mudah terkena infeksi. Hormon
oksitosin ini juga akan memacu kontaksi otot rahim sehingga involusi rahim
makin cepat dan membaik. Tanda-tanda yang biasa dirasakan ibu adalah perut ibu
terasa pulas yang sangat pada hari pertama menyusui (Perinasia, 2004).
4. Manajemen Laktasi
4.1. Pengertian
Segala tatalaksana yang dilakukan untuk menunjang keberhasilan
keberhasilan menyusui sehingga bayi dapat menyusu dengan baik dan benar
disebut Manajemen Laktasi. Tujuan dari manajemen laktasi adalah untuk
meningkatkan pelaksanaan ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes
RI, 2005)
Manajemen laktasi merupakan segala daya upaya yang dilakukan untuk
membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Usaha ini
dilakukan terhadap ibu dalam 3 tahap,yaitu pada masa kehamilan, sewaktu ibu
dalam persalinan sampai keluar rumah sakitdan pada masa menyusui selanjutnya
Pemberian ASI merupakan tindakan penyediaan makanan ideal pada bayi
yang tiada bandingannya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan bagian
penting dari proses reproduksi yang melibatkan kesehatan ibu (UNICEF, 2014).
WHO dan UNICEF (1992 dalam Wong, 2008) menganjurkan 10 Langkah
Keberhasilan Pemberian ASI sebagai panduan bagi fasilitas maternitas di dunia.
Langkah tersebut adalah sebagai berikut. 1) sarana Pelayanan Kesehatan (SPK)
mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) tertulis yang secara
rutin dikomunikasikan kepada semua petugas, 2) melakukan pelatihan pada
petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan, 3) menjelaskan kepada semua
ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa
kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi
kesulitan menyusui, 4) membantu ibu menyusui bayinya selama 30 menit setelah
melahirkan, 5) membantu ibu mengetahui cara menyusui yang benar dan cara
mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis, 6)
tidak memberikan makan dan minum apa pun selain ASI kepada bayi baru lahir,
7) melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam,
8) membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa membatasi lama dan frekuensi
menyusui, 9) tidak memberikan dot atau kompeng terhadap bayi yang diberikan
ASI dan 10) mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI)
4.2. Periode Manajemen Laktasi
4.2.1. Masa Kehamilan
Hal yang perlu diperhatikan ibu dalam manejemen laktasi sebelum
kelahiran adalah, 1) ibu mencari informasi tentang keunggulan ASI, manfaat
menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negatif pemberian susu formula; 2)
ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamilan, kondisi puting
payudara dan memantau kenaikan berat badan saat hamil; 3) ibu melakukan
perawatan payudara sejak kehamilan berumur 6 bulan hingga ibu siap untuk
menyusui, ini bermaksud agar ibu mampu memproduksi dan memberikan ASI
yang mencukupi kebutuhan bayi; 4) ibu senantiasa mencari informasi tentang
gisi dan makanan tambahan sejak kehamilan trimester ke-2 makanan
tambahan saat hamil sebanyak 1 1/3 kali dari makanan yang dikonsumsi sebelum
hamil (Prasetyono, 2009).
1) Persiapan Psikologis
Persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada saat kehamilan sangat
berarti karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus sudah ada pada saat
kehamilan atau bahkan jauh sebelum itu. Sikap ibu terhadap pemberian ASI
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adat, kebiasaan, kepercayaan tentang
menyusuui, pengalaman menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, kebiasaan
menyusui dalam keluarga dan kerabat, pengetahuan ibu dan keluarga serta sikap
ibu terhadap kehamilannya.
Banyak ibu mempunyai masalah yang kadang-kadang tidak dapat
seorang petugas kesehatan harus dapat membuat ibu tertarik dan simpati
kepadanya serta membantu ibu mencari seorang yang dekat atau berperan dalam
kehidupan ibu, yaitu suami atau anggota keluarga. Langkah-langkah yang harus
diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui adalah, 1)
mendorong ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat dengan sukses menyusui
bayinya, jelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiiah
yang hampir semua ibu berhasil melakukannya dan bila ibu mengalami kesulitan
petugas kesehata akan menolong ibu dengan senang hati; 2) meyakinkan ibu akan
keuntungan ASI dan kerugian susu formula; 3) memecahkan masalah yang timbul
pada ibu yang mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya; 4)
mengikutsertakan suami dan keluarga yang berperan dalam keluarga, pesankan
kepada keluarga bahwa ibu perlu istirahat yang cukup sehingga perlu adanya
pembagian tugas dalam keluarga; 5) beri kesempatan setiap saat kepada ibu untuk
bertanya dan perlihatkan perhatian dan kemauan dalam membantu ibu sehingga
ibu tidak ragu dan takut untuk bertanya tentang masalah yang dihadapinya
(Soetjiningsih, 1997).
2) Pemeriksaan Payudara
Pada masa kehamilan, payudara ibu perlu diperiksa untuk mengetahui
keadaan payudara. Pemeriksaan payudara biasanya dilakukan oleh petugas
kesehatan, dan dilaksanakan pada kunjungan pertama ibu saat pemeriksaan
kehamilan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara (Perinasia, 2004) :
A. Inspeksi
b. Areola (ukuran, bentuk, permukaan dan warna)
c. Puting susu (ukuran , bentuk, permukaan dan warna)
B. Palpasi
a. Konsistensi (dari waktu ke waktu berbeda karena pengaruh hormonal)
b. Massa (letak dan ciri-ciri massa yang teraba harus dievaluasi dengan
baik)
c. Puting susu (memeriksa kelenturan puting susu, bila mudah ditarik
berarti lentur, jika tertarik sedikit berarti kurang lentur dan bila masuk
ke dalam berarti puting susu terbenam)
Jika dari inspeksi dan palpasi ditemukan kelainan pada payudara maka
sebaiknya segera ditangani dan dikonsultasikan pada dokter ahli. Jika dari
pemeriksaan puting susu didapatkan puting susu terbenam, maka puting susu
dapat diperbaiki dengan gerakan Hoffman dengan cara: 1) letakkan kedua
telunjuk berlawanan disamping puting; 2) tarik kedua telunjuk menjauh puting; 3)
ulangi gerakan beberapa kali dengan telunjuk dipindah berputar sekeliling
payudara (Soetjiningsih, 1997).
4.2.2. Periode segera setelah lahir
Pemberian ASI atau menyusui hendaknya dilakukan segera setelah bayi
baru lahir atau 30 menit setelah kelahiran atau biasa disebut dengan Inisiasi
menyusu dini. Bayi biasanya diam, mereka terjaga dan siap untuk memulai
pengalaman baru seperti belajar menyusu (Newman & Pitman, 2008).
Secara umum, Inisiasi menyusu dini adalah kegiatan membiarkan bayi
mencari sendiri puting ibunya untuk segera menyusu. Inisiasi menyusu dini
adalah proses alami mengembalikan bayi untuk menyusu, yaitu dengan memberi
kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dari satu jam
pertama pada awal kehidupannya (Roesli, 2008).
Langkah-langkah yang dianjurkan dalam melakukan inisiasi menyusu dini
adalah berikut (Roesli, 2008) : 1) dianjurkan kepada suami dan keluarga untuk
tetap mendampingi ibu saat persalinan; 2) kepada ibu disarankan untuk
mengurangi atau bahkan tiddak menggunakan obat kimiawi saat persalinan. Dapat
diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapis atau
hypnobirthing; 3) biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan.
Misalnya melahirkan normal, di dalam air, ceaser atau yang lainnya; 4) begitu
lahir, bayi diletakkan diperut ibu; 5) keringkan seluruh tubuh bayi termasuk
kepala secepat mungkin kecuali kedua tangan tanpa membersihkan vernix (zat
lemak putih) yang melekat di tubuh bayi karena zat tersebut memberi nyaman
kulit bayi; 6) tali pusat dipotong lalu diikat; 7)Tanpa dibedong, bayi langsung
ditengkurupkan di dada atau di perut ibu agar terjadi kontak kulit antara ibu
dengan bayi. Ibu dan bayi kemudian diselimuti secara bersama-sama. Jika perlu,
beri topi pada bayi; 8) bayi dibiarkan di dada ibu sampai bayi mendapatkan puting
ibu dan menyusu sampai selesai. Biasanya ini mengambil waktu selama satu jam,
namun jika bayi belum menemukan puting dalam waktu satu jam, biarkan bayi
tetap bersentuhan kulit dengan ibunya. Ibu dapat memberikan rangsangan
dengan sentuhan lembut, tapi tidak memaksakan bayi ke puting susu; 9)
bayi sebelum menyusu, karena dukungan dari ayah akan dapat meningkatkan rasa
percaya diri kepada ibu; 10) setelah satu jam atau menyusu awal selesai,
kemudian bayi dapat dipisahkan untuk ditimbang, diukur dan dicap. Boleh
dilanjutkan dengan prosedur invasif, misalnya suntukan vitamin K dan tetesan
mata bayi.
4.2.3. Masa Pasca persalinan
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami berbagai
masalah hanya karena tidak mengetahui cara yang sebenarnya sederhana. Terlebih
pada minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi.
Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam
merawat bayi termasuk dalam menyusui. Seorang tenaga kesehatan yang
berkecimpung dalam bidang laktasi, seharusnya mengetahui walaupun menyusui
merupakan proses alamiah namun untuk mencapai keberhasilan menyusui
diperlukan teknik-teknik menyusui yang benar (Soetjiningsih, 1997).
1) Rawat gabung
Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan ibu dan bayi bersama-sama
atau pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu setiap
saat ibu dapat menyusui bayinya. Rawat gabung dapat bersifat temporer dan
kontinu. Pelaksanaan rawat gabung hendaknya merupakan akhir dari kegiatan
yang telah dimulai dari perawatan prenatal di poliklinik sampai kamar bersalin
dan kemudian di ruangan rawat gabung. Hal ini dimaksudkan untuk
mempersiapkan ibu agar sudah mulai melakukan adaptasi, mengerti dan akhirnya
Bayi dan ibu dapat segera mengikuti program rawat gabung dengan
memenuhi beberapa syarat, yaitu (Perinasia, 2004) :Lahir spontan, baik presentase
kepala maupun bokong; Cukup bulan, umur kehamilan lebih dari 37 minggu dan
berat lahir lebih 2500 gram; Bayi tidak mengalami asfiksia; Tidak ada gejala
sesak nafas, sianosis, infeksi atau kelainan kongenital berat.
Rawat gabung tidak dapat dilakukan bila (Perinasia, 2004): bayi sangat
prematur, atau berat lahir kurang dari 2000 gram; bayi sakit, misalnya asfiksia
berat, sepsis, sesak dan sianosis; bayi dengan cacat bawaan berat; ibu sakit,
misalnya infeksi seperti demam tifoid, KP terbuka atau hipertensi.
Sebagai suatu cara, orang bisa melihat keuntungan dan kerugian yang
dapat terjadi pada sistem rawat gabung terutama di ruangan masal. Beberapa
keuntungan dari rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayi sedini
mungkin, kapan saja dan dimana saja saat bayi menunjukkan tanda-tanda lapar;
ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan, serta mempunyai keterampilan merawat bayi
setelah ibu pulang kerumahnya; dapat melibatkan suami/keluarga secara aktif
untuk membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya (Kristiyansari, 2009).
Dibandingkan dengan keuntungannya, maka kerugiannya sangat kecil dan
kalau ada kesungguhan dalam menanganinya akan dapat diatasi. Beberapa
kerugian rawat gabung terutama di ruangan masal adalah ibu kurang dapat
istirahat, terganggu oleh bayi sendiri atau bayi lain yang menangis; ibu-ibu yang
sakit atau kurang tahu kebersihan; ada hambatan teknis serta hambatan fasilitas
2) Cara menyusui yang baik dan benar
Langkah-langkah menyusui yang benar adalah berikut, sebelum menyusui
ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting dan di sekitar areola.
Cara ini untuk menjaga kelembaban puting dan sebagai desinfektan. Kemudian
bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. Ibu boleh duduk atau berbaring
dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah, kemudian
bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak
pada lengkung siku ibu, satu tangan bayi dietakkan di belakang badan ibu dan
yang satu di depan, perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Selanjutnya
payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang bawah, jangan
menekan puting susu atau areola saja. Bayi diberi rangsangan agar membuka
mulut dengan cara : menyentuh pipi dengan puting susu dan menyentuh sisi mulut
bayi. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi; usahakan
sebagian besar areola dapat masuk ke mulut bayi sehingga puting susu berada di
bawah langit-langit dan lidah bayi menekan ASI keluar, setelah bayi mulai
mengisap. Payudara tidak perlu disangga atau dipegang lagi.Setelah menyusui
pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti dengan payudara
yang satunya, dengan cara jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui
sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.Setelah selesai menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan sekitar areola,
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah setelah menyusui.
Caranya bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian
punggung ditepuk perlahan atau bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian
punggung ditepuk perlahan (Soetjiningsih, 1997).
3) Perawatan Payudara selama menyusui
Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan untuk memelihara
kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi dan meningkatkan produksi ASI
dengan merangsang kelenjar air susu melalui pemijatan. Selain itu, perawatan ini
juga berguna untuk mencegah bendungan ASI/pembengkakan payudara,
persiapan psikis ibu menyusui serta melenturkan dan menguatkan puting. Kita
juga dapat mengetahui secara dini kelainan puting susu serta dapat melakukan
usaha untuk mengatasinya.
Indikasi perawatan payudara ini dilakukan pada payudara yang tidak
mengalami kelainan dan yang mengalami kelainan seperti bengkak, lecet dan
puting inverted. Terdapat beberapa cara dalam melakukan perawatan payudara
pada ibu menyusui, salah satunya adalah pemijatan payudara yang dapat
dilakukan 2 kali sehari sejak hari kedua pasca persalinan. Caranya adalah sebagai
berikut; sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil dengan 2
atau 3 jari tangan kanan mulai dari pangkal ke daerah puting susu dengan gerakan
spiral. Selanjutnya buat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara
ke puting susu di seluruh bagian payudara. Lakukan juga ke payudara kanan.
Gerakan selanjutnya letakkan kedua telapak tangan di antara dua payudara.
keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini sebanyak 30 kali. Coba juga dengan
posisi tangan paralel. Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain
mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah
puting susu. Lakukan gerakan sebanyak 30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan
di sebelah atas dan satu lagi disebelah bawah payudara. Luncurkan kedua tangan
secara bersamaan ke arah puting susu dengan memutar kedua tangan. Ulangi
gerakan sampai semua bagian payudara terkena urutan(Kristiyansari, 2009).
5. Waktu dan Frekuensi pemberian ASI
Pemberian ASI pada bayi sebaiknya tanpa jadwal dan sesuai dengan
kebutuhan bayi. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tidak
teratur, namun dengan berjalannya waktu, bayi akan mulai terbiasa membuat
waktunya sendiri dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu
kemudian. Bila menyusukan bayi tidak dilakukan sesuka bayi, maka bayi harus
mendapat ASI setiap 2 sampai 3 jam sekali karena susu ibu mudah dicerna .
Bayi yang sehat akan mampu mengosongkan satu payudara dalam waktu
5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam waktu 2 jam. Bayi
setidaknya dapat menyusu 10-12 kali dalam 24 jam, dan dapat berkemih 6 kali
dalam 24 jam. Dengan demikian bayi akan tampak puas dan berat badannya akan
bertambah.
Kegiatan menyusu malam juga sangat berguna bagi ibu yang bekerja.
Hormon prolaktin sebagai pendukung produksi ASI bekerja sangat baik pada
malam hari. Hal ini dapat memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan
6. Lama bayi menyusu
Pemberian ASI hendaknya dilakukan seketika setelah bayi dilahirkan
setengah jam pertama. Pada masa ini bayi sangat aktif dan mengisap puting
payudara sekuat mungkin. Pengisapan dini dapat mempercepat produksi ASI dan
mempererat produksi hubungan psikologis antara bayi baru lahir dengan ibu.
Selain itu pemberian ASI dini akan memicu keberhasilan pemberian ASI Ekslusif.
Para ahli berpendapat bahwa manfaat ASI akan meningkat bila bayi hanya diberi
ASI tanpa makanan tambahan selama 6 bulan (Roesli, 2008)
WHO dan UNICEF (1990) juga berpendapat serupa bahwa pemberian ASI
dianjurkan diberikan dalam jangka waktu 4-6 bulan. Setelah bayi berumur 6
bulan, sudah bisa dikenalkan dengan makanan pengganti ASI, namun pemberian
ASI masih tetap dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih
dari 2 tahun.
7. Upaya Memperbanyak Pengeluaran ASI
Ada banyak sebab mengapa menyusui yang dilakukan ibu tidak berjalan
dengan sempurna, antara lain kekurangan dukungan, kelemahan bayi dan
kegagalan untuk memulai siklus lapar yang alamiah. Bila laktasi sudah berjalan
dengan baik, ibu akan mampu memproduksi lebih banyak ASI dari kebutuhan
bayi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan ASI antara lain,
rangsangan pada otot payudara, keteraturan isapan bayi dan kesehatan ibu. Otot
payudara terdiri dari otot-otot polos. Rangsangan pada otot ini akan membuat otot
berkontraksi lebih kuat, kontraksi ini akan memperbanyak pengeluaran ASI.
Selain mengurut payudara, isapan bayi pada payudara juga dapat membuat
otot payudara berkontraksi lebih kuat dan merangsang susunan saraf yang
disekitarnya serta meneruskan rangsangan tersebut ke otak. Otak akan
memerintahkan kelenjar hipofisis untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih
banyak sehingga hormon estrogen dan progesteron akan tetap dengan kadar
rendah. Banyaknya pengeluaran hormon pituitarin akan membuat kontraksi otot
polos payudara dan otot polos uterus lebih kuat. Kontraksi otot polos payudara
yang kuat akan mempercepat pengeluaran ASI, sedangkan kontraksi otot polos
uterus dapat mempercepat involusi.
Yang ketiga adalah kesehatan ibu. Kesehatan ibu sangat berpengaruh
dalam produksi ASI. Bila ibu tidak sehat dan asupan makanannya berkurang,
maka darah yang membawa nutrien ke payudara juga akan berkurang, sehingga
produksi ASI juga akan mengalami penurunan (Manuaba, 2007).
8. Manajemen Laktasi pada Ibu Bekerja
Salah satu alasan ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif adalah ibu
harus kembali bekerja. Bekerja dan tetap memberikan ASI pada bayi merupakan
tantangan besar karena perlu proses adaptasi antara ibu dan bayi. Apabila ibu
memiliki komitmen untuk tetap menyusui bayinya, bekerja bukanlah alasan untuk
menghentikan pemberian ASI Eksklusif
Secara idealnya, setiap tempat kerja yang mempekerjakan perempuan
hendaknya memiliki “tempat penitipan bayi/anak”, sehingga ibu dapat membawa
bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap beberapa jam. Namun, bila
ASI perah/pompa pada bayi saat ibu bekerja. Oleh karena itu perlu kebijakan dari
perusahaan untuk memfasilitasi ibu dengan memberikan ruangan khusus tempat
ibu memerah ASI-nya (Roesli, 2000). WHO (2014) juga setuju dan sudah
membuat kebijakan yang ditujukan kepada perusahaan yang mempekerjakan
wanita dalam perusahaannya, agar kepada wanita yang dipekerjakan diberi waktu
untuk cuti hamil, pengaturan kerja paruh waktu, diberi fasilitas ruangan tempat
penitipan anak agar ibu dapt menyusui bayinya serta fasilitas ruangan tempat ibu
memerah ASI dan menyimpan ASI
Jika perusahaan juga tidak menyediakan ruangan khusus untuk ibu
memerah ASI, berarti ibu harus memerah ASI-nya sebelum berangkat kerja.
Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah ASI dapat dilakukan dengan
tangan dan pompa ASI (Roesli, 2000).
8.1.Pengeluaran ASI
Pengeluaran ASI secara alamiah dapat melegakan bayi dan mengosongkan
payudara ibu. Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar, maka ASI harus
dikeluarkan sebelum menyusui, jika tidak akan menyebabkan bayi tersedak dan
enggan menyusu. Selain itu, pengeluaran ASI sebelum menyusui juga mempunyai
manfaat lain, antaranya, 1) untuk memberi ASI pada bayi yang berat lahir rendah
atau bayi sakit yang lemah sehingga tidak dapat minum langsung pada ibu. ASI
dapat diberikan melalui sonde, pipet atau sendok; 2)menghilangkan bendungan
ASI, sehingga payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu tetap terjaga;
3)menghilangkan tetesan/rembesan, karena memerah ASI dapat mengurangi
Tindakan pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
(Soetjiningsih, 1997) :
A. Pengeluaran ASI dengan tangan; cara ini lazim digunakan karena praktis dan
tidak membutuhkan sarana. Langkah-langkahnya adalah: 1) tangan dicuci
sampai bersih, 2) menyediakan cangkir/gelas bertutup yang sudah dibersihkan
dengan air mendidih, 3) payudara dikompres dengan handuk yang hangat dan
di massage dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke areola payudara, 4)
massage daerah areola bagian atas dengan ibu jari, dan sisi lain dengan jari
telunjuk, kemudian daerah areola ditekan ke arah dada, 5) peras daerah areola
payudara dengan ibu jari dan jari telunjuk, hindari penekanan puting karena
akan menyebabkan nyeri atau lecet, 6) ulangi tindakan tekan-peras-lepas
sampai ASI keluar, 7) ulangi semua gerakan pada semua sisi sekitar areola
payudara untuk memastikan bayi ASI sudah diperas dari semua segmen
payudara.
B. Pengeluaran ASI menggunakan pompa; Indikasi pengeluaran ASI
menggunakan pompa bila payudara bengkak/terbendung dan puting susu nyeri
serta ASI benar-benar penuh, namun pada payudara yang lunak akan sedikit
sulit. Langkah-langkahnya adalah berikut :1) tekan bola karet yang terdapat
pada pompa untuk mengeluarkan udara, 2) ujung leher tabung diletakkan pada
payudara dengan puting tepat ditengah dan tabung benar-benar melekat pada
kulit ibu, 3) bola karet dilepas agar areola dan puting payudara tertarik ke
terkumpul pada lekukan penampung sisi tabung, 5) setelah selesai atau akan
dipakai, cuci terlebih dahulu alat dengan air mendidih.
8.2.Penyimpanan ASI
ASI yang sudah dikeluarkan dapat disimpan dengan aman dan dapat
digunakan dikemudian hari saat ayah atau pengganti ibu yang memberi makan
bayinya. (Soetjiningsih, 1997).ASI yang sudah didinginkan dan akan dipakai tidak
boleh direbus, karena akan menurunkan kualitas kekebalannya, cukup didiamkan
dalam beberapa saat pada suhu kamar agar tidak terlalu dingin. Quan, et al (1992
dalam Wong, et al.,2008) menjelaskan bahwa mencairkan ASI beku dengan
microwave suhu tinggi (72-980C) akan menyebabkan zat anti-infeksi ASI tidak
berfungsi lagi.
Tabel 2.1 Daya Simpan ASI Perah
ASI Suhu Ruangan Lemari Es/Kulkas Freezer ASI yang baru
8.3.Pemberian ASI Perah
Untuk memberikan ASI perah kepada bayi, gunakan ASI perah secara
berurutan dari jam ASI paling awal. Jika ASI sudah membeku, maka cairkan ASI
terlebih dahulu. ASI cukup didiamkan dalam beberapa saat pada suhu kamar dan
dihangatkan dengan mengaliri air hangat atau direndam di dalam air hangat, dan
tidak boleh dipanaskan/direbus dengan menggunakan microwave suhu tinggi.
Pemberian ASI perah dapat menggunakan sendok, sedotan dan cangkir
kecil. Hindarkan penggunaan dot karena akan menimbulkan resiko bayi bingung
puting(Depkes, 2007).
Saat memberikan ASI perah, usahakan ibu/pengasuh dalam posisi duduk
dengan nyaman, peganglah bayi tegak lurus/setengah tegak dipangkuan
Ibu/pengasuh, peganglah sendok dan sentuhkan ke ujung bibir bayi. Untuk bayi
yang telah bisa minum ASI dengan menggunakan sendok, dapat diganti dengan
menggunakan gelas berukuran kecil, bayi akan mengisap/menjilat ASI,
tumpahkan sedikit demi sedikit ke mulut bayi, jangan menuang ASI ke mulut
bayi, setelah bayi mendapat cukup ASI, pegang bayi dalam posisi tegak untuk
disendawakan (Roesli, 2005).
9. Masalah yang sering muncul selama Laktasi
9.1.Masalah pada bayi
a. Bayi Menangis
Menangis untuk bayi adalah cara berkomunikasi dengan orang-orang
disekitarnya. Karena itu bila bayi sering menangis perlu dicari
b. Bayi Bingung Puting
Bingung puting (Nipple Confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi
karena bayi mendapat susu formula dalam botol berganti-ganti dengan
menyusu pada ibu.
c. Bayi premature dan bayi kecil (berat badan lahir rendah)
Bayi kecil, premature atau dengan berat badan lahir rendah mempunyai
masalah menyusui karena reflek menghisapnya masih relatif lemah. Oleh
karenanya bayi kecil justru harus cepat dan lebih sering dilatih menyusu.
Berikan sesering mungkin walau waktu menyusunya pendek-pendek.
d. Bayi kuning (ikterik)
Kuning dini terjadi pada bayi usia 2-10 hari. Bayi kuning lebih sering
terjadi dan lebih sering kasusnya pada bayi-bayi yang tidak mendapat ASI
cukup. Warna kuning disebabkan kadar bilirubin yang tinggi dalam darah
(hiperbilirubinemia), yang dapat terlihat pada kulit dan sklera (putih
mala). Untuk mencegah agar warna kuning tidak lebih berat, bayi
membutuhkan lebih banyak menyusui, sehingga harus dilakukan
menyusui dini dan susui bayi sesering mungkin tanpa dibatasi.
e. Bayi kembar
Ibu perlu diyakinkan bahwa alam sudah menyiapkan air susu bagi semua
makhluk menyusui termasuk manusia, sesuai kebutuhan pola
pertumbuhan msing-masing. Oleh karena itu, semua ibu tanpa kecuali
f. Bayi sakit
Sebagian kecil dari bayi yang sakit, dengan khusus tidak diperbolehkan
mendapatkan makanan peroral, tetapi apabila sudah diperbolehkan maka
ASI harus terus diberikan. Bahkan penyakit-penyakit tertentu justru harus
diperbanyak yaitu minimal 12 kali dalam 24 jam. Misalnya pada diare,
pnumonia, TBC dan lain-lain. Bila bayi sudah menghisap, maka ASI
peras dapat diberikan dengan cangkir atau dengan pipa nosogastrik.
g. Bayi sumbing (dari celah palatum atau langit-langit)
Pendapat bahwa bayi sumbing tidak dapat menyusu adalah tidak benar.
Bila sumbing pallatum molle (langit-langit lunak) ataupun bila termasuk
pallatumdurum (langit-langit keras), bayi dengan posisi tertentu masih
dapat menyusu tanpa kesulitan.
h. Bayi yang memerlukan perawatan
Bila bayi sakit dan memerlukan perawatan padahal bayi masih menyusu
pada ibunya, sebaiknya bila ada fasilitas ibu ikut dirawat agar pemberian
ASI tetap dapat dilanjutkan, seandainya hal ini tidak memungkinkan
maka ibu dianjurkan memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan dalam
lemari es untuk kemudian sehari sekali diantar ke rumah sakit didalam
termos es (Kristiyansari, 2009).
9.2.Masalah Pada Ibu
a. Masalah Menyusui Masa Antenatal (Perinasia, 2004)
Pada masa antenatal, masalah yang sering muncul adalah: kurang
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih
baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa ASI kurang. Ini
biasanya disebabkan petugas kesehatan tidak memberikan informasi saat
pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi. Informasi yang perlu
disampaikan kepada ibu hamil antara lain meliputi: fisiologi laktasi, keuntungan
pemberian ASI, keuntungan rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar,
kerugian pemberian susu formula dan menunda pemberian makanan lainnya
sampai bayi berusia 6 bulan.
Puting susu yang datar atau terbenam saat kehamilan sebenarnya tidak
menjadi masalah, karena ibu masih tetap bisa menyusui bayinya. Yang paling
efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan isapan langsung yang kuat
dari bayi. Jadi ibu tidak perlu melakukan apa-apa, tinggal tunggu saja sampai
bayi lahir dan lakukan skin to skin kontak serta biarkan bayi mengisap sedini
mungkin pasca melahirkan.
b. Masalah Menyusui Pasca Persalinan
Pada masa ini, masalah yang sering muncul antara lain : puting susu lecet,
payudara bengkak, saluran susu tersumbat dan masitis atau abses.
i.Puting susu lecet
Puting susu yang lecet biasanya akan membuat ibu menghentikan
menyusui karena putingnya sakit. Pada keadaan demikian, yang perlu dilakukan
adalah berikut: ibu dapat memberikan ASInya pada keadaan luka yang tidak
begitu sakit, puting susu dapat diolesi dengan ASI akhir, jangan sekali-kali
diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1x24 jam dan akan sembuh
sendiri dalam waktu 2x24 jam, selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya
dikeluarkan dengan tangan dan tidak dianjurkan dengan alat pompa, payudara
dapat dicuci sekali sehari dan tidak dibenarkan menggunakan sabun.
ii.Payudara Bengkak
Payudara yang bengkak biasanya ditandai dengan payudara udem, sakit,
puting kencang kulit mengkilat walau tidak merah dan bila diperiksa ASI tidak
keluar. Badan bisa deman setelah 24 jam. Pembengkakan ini sering terjadi karena
peningkatan produksi ASI, terlambat menyusu dini, perlekatan kurang baik, ASI
kurang sering dikeluarkan atau mungkin ada pembatasan waktu menyusui. Jadi
hal yang perlu dilakukan adalah melakukan menyusui dini, perlekatan yang baik
dan menyusui “on demand”. Bayi harus lebih sering disusui. Apabila bayi tidak
dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu agar mengurangi ketegangan.
iii. Masitis atau Abses Payudara
Masitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah,
bengkak kadangkala ada rasa nyeri dan panas serta suhu tubuh meningkat.
Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan
oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut karena pengisapan kurang efektif. Bisa
juga disebabkan karena tekanan baju/BH atau karena kebiasaan menekan
payudara dengan jari. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan kompres
hangat/panas dengan pemijatan, rangsangan oksitosin dengan stimulasi puting
serta pijat leher-panggung, pemberian antibiotik, istirahat total dan pemberian
c. Masalah menyusui Masa Pasca Persalinan Lanjut
Yang termasuk masalah dalam masa pasca persalinan lanjut adalah
sindrom ASI kurang serta ibu bekerja. Sindrom ASI kurang nyatanya sering tidak
benar-benar kurang. Kita harus dapat menemukan tanda-tanda ASI kurang
antaranya, bayi tidak puas setiap setelah menyusui, sering sekali menyusu, bayi
sering menangis atau bayi menolak menyusu, tinja bayi keras kering atau
berwarna hijau serta payudara tidak membesar selama kehamilan.
Tanda lain bahwa ASI benar-benar kurang adalah BB bayi dalam waktu 2
minggu belum kembali, BB bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per
bulan, serta ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, serta cairan urin
pekat, bau dan warna kuning. Cara mengatasinya disesuaikan dengan faktor
penyebabnya, seperti faktor teknik menyusui, faktor psikologis, faktor fisik ibu