• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN

2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubungan Industrial

Sejak dahulu sampai sekarang masih ditemukan konflik atau perselisihan

antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hal ini merupakan bagian dari dinamika

suatu hubungan kerja. Perselisihan diantara mereka ini tidak jarang diwarnai dengan

tindakan-tindakan kekerasan dari pihak pengusaha maupun tindakan-tindakan

anarkhisme dari pihak pekerja/buruh. Kepercayaan (trust) merupakan sebuah “modal

sosial” (social capital) yang memungkinkan kegiatan sosial-ekonomi berjalan dengan

baik. Jika interaksi antara individu atau kelompok dalam suatu masyarakat diwarnai

konflik, atau potensi konflik, maka masyarakat tersebut dikatakan kekurangan modal

sosial.48

Pemerintah dalam banyak hal sering membuat kebijakan yang kurang

memberikan perlindungan maupun jaminan hukum bagi pekerja/buruh. Ada kalanya

peraturan-peraturan perundang-undangan yang merupakan produk kebijakan

pemerintah kurang memberikan perlindungan maupun jaminan hukum bagi

pekerja/buruh. Bahkan lebih tidak rasional lagi ketika dalam suatu peraturan

48

(2)

perundang-undangan buruh/pekerja ditempatkan pada posisi pihak yang harus

dikalahkan.

Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan

keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar

melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua

diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh

ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja49, karena bekerja

bagi tenaga kerja50

Makna lain dari pekerjaan adalah untuk menghasilkan barang atau jasa guna

memuaskan kebutuhan individual bagi masing-masing masyarakat tersebut.

Sedangkan dari segi spritual, merupakan hak dan kewajiban manusia dalam

memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya.

Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak

daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani

maupun rohani.

51

Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya

sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun

49

Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja.

50

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.

51

(3)

grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.52

Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai

pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat

dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus

diatur pula dalam “perjanjian kerja”53, “peraturan perusahaan”54 ataupun “perjanjian

kerja bersama”55

Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah

“perselisihan hubungan industrial”

yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya

permasalahan/perselisihan.

56

52

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah.

53

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak.

54

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan

55

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak.

56

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 22, yakni yang dimaksud dengan Perselisihan Hubungan Industrial adalah Perbedaan Pendapat yang Mengakibatkan Pertentangan Antara Pengusaha atau Gabungan Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh Karena Adanya Perselisihan Mengenai Hak, Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan.

antara pekerja dengan pengusaha yang sulit

(4)

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir

dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004

diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Hubungan industrial sabagai suatu sistem hubungan antara para pelaku dalam

proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah,

unsur-unsur atau aspek hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja termasuk :57

1. para pekerja, pengusaha, pemerintah.

2. kerjasama manajemen dengan karyawan

3. perundingan bersama, perjanjian kerja, kesepakatan kerja bersama dan

peraturan perusahaan.

4. kesejahteraan, upah, jaminan sosial, pensiun, keselamatan, kesehatan

kerja, koperasi, dan pelatihan kerja.

5. perselisihan industrial, arbitrasi, mediasi, mogok kerja, penutupan

perusahaan, dan pemutusan hubungan kerja.

Permasalahan hubungan industrial dilandasi dan dijiwai oleh nilai-nilai

Pancasila, yaitu hubungan industrial yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan

manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan

57

(5)

tumbuh serta berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional

Indonesia. Unsur-unsur Hubungan Industrial Pancasila (HIP) sama dengan hubungan

industlial pada umumnya, namun segala sesuatu dilandasi nilai-nilai yang terkandung

dalam Pancasila. 58

a. pengusah dengan pekerja;

Dengan memahami unsur-unsur ini, kita dapat memahami arti peranan dan

pentingnya hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan

pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan mengenai kepentingan, perselisihan

pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam suatu

perusahaan.

Menurut pengertian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa

pihak yang berselisih adalah :

b. pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh;

c. gabungan pengusaha dengan pekerja; dan

d. gabungan pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1

(satu) tahun setelah diundangkan yakni tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas

58

(6)

pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai

kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah

maupun di lembaga peradilan.59

59

Republik Indonesia Konsideran Perpu Nomor 1 Tahun 2005 tentang penangguhan mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, Perihal Menimbang huruf b.

Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya

melengkapi 2 (dua) Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah

diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret

2003.

Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang

mendasar dibandingkan dengan prosedur penyelesaian perburuhan dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem

lama), dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian

perselisihan dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian

Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2004 menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga

(7)

E. Beberapa Hal yang Termasuk Dalam Objek Perselisihan Hubungan Industrial

Melanjutkan uraian pada bab ini, akan diuraikan mengenai hal-hal yag

termasuk dalam objek perselisihan hubungan industrial. Yang dimaksud obyek

perselisihan hubungan industrial adalah penyebab atau hal-hal yang dapat

menyebabkan timbulnya perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja atau serikat buruh.

Beberapa pengertian perselisihan hubungan industrial seperti dimaksud diatas,

dapat dipisahkan berdasarkan beberapa hal, yaitu seperti dibawah ini :

1. Peselisihan Hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya

hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaana, atau

perjanjian kerja bersama.60

Pelaksanaan hubungan kerja, pengusaha dan pekerja terikat dan tunduk pada

undang-undang ketenagakerjaan maupun ketentuan yang diatur didalam perjanjian

kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Oleh karena ketentuan

tersebut adalah mengatur hak dan kewajiban antar pengusaha, dengan pekerja adalah

ketentuan yang mengikat. Adapun hak pekerja adalah merupakan

60

(8)

kewajiban pengusaha dan begitu pula sebaliknya, bahwa kewajiban pekerja adalah

merupakan hak dari pengusaha sehingga apabila pengusaha ataupun pekerja tidak

melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang

ketenagakerjaan atau yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan

atau perjanjian kerja bersama maka akibat tidak dilaksanakanya hak dan kewajiban

tersebutlah yang dikenal dengan perselisihan hak.

Hak dan kewajiban sebagaiman diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan

seperti upah kerja lembur, pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi

waktu kerja, wajib membayar upah lembur.61 Adapun waktu kerja adalah 7 (tujuh)

jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja

dalam 1 (satu) minggu, atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1

(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.62

Sementara persyaratan pengusaha untuk mempekerjakan pekerja/buruh

melebihi waktu kerja adalah : adanya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan ;

dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam l

(satu) hari dan 14 (empat belas) Jam dalam1 (satu) minggu.63

61

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 78 ayat (2)

62

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 77 ayat (2)

63

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 77 ayat (2)

Sementara hak dan

kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

(9)

uang transport dimana didalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian

kerja bersama diatur bahwa pengusaha memberikan uang makan dan uang transport

bagi pekerja yang masuk bekerja. Pengaturan pemberian uang makan dan uang

transport yang diatur tersebut mengikat dan wajib diberikan pengusaha kepada

pekerja, apabila masuk bekerja.

2. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan

kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau

perubahan syraat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.64

a. Aspek yuridis, dimana Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun

2003 mengamanatkan untuk pengaturan lebih lanjut yang diatur dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

seperti :

Pengaturan syarat-syarat kerja dalam pelaksanaan hak dan kewajiban antara

pengusaha dengan pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh yang dituangkan

dalam bentuk perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

sangat starategis dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan produktivitas

perusahaan. Hal tersebut dapat kita lihat dari 3 (tiga) aspek yaitu :

64

(10)

1) Pengaturan pelaksanaan, waktu istirahat, dan waktu istirahat tahunan,

ketentuan ini diatur pada Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang

Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003

2) Pengraturan pelaksanaan masa haid bagi pekerjaan perempuan yang

merasakan sakit, hal dimaksud sebagaimana pada ketentuan Pasal 81

ayal (2) UU Ketenagakerjaa No.13 Tahun 2003.

3) Pengaturan pelaksanaan, pengusaha diwajibkan membayar upah pada

saat pekerja tidak malaksanakan pekerjaan, hal ini sesuai ketentuan

Pasal 93 ayat (5) UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003.

4) Pengaturan pelaksanaan besarnya uang pisah bagi pekerja yang

diberhentikan karna melakukan pelanggaran berat, pekerja yang

mangkir 5 (lima) hari kerja berturut-turut dan pekerja yang

mengundurkan diri, hal ini sesuai ketentuan Pasal 158 ayat (4), Pasal

102 ayat (2) dan Pasal 168 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan

No.13 Tahun 2003.

b. Aspek sarana hubungan industrial. Sarana hubungan industrial dalam hal

ini adalah sistem hubungan industrial kita, yaitu suatu sistem hubungan

yang terbentur antara pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa

yang terdiri dari unsur pengusaha pekerja/buruh dan pemerintah yang

didasarkan pada nilai-nila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dimana untuk pelaksanaannya dilakukan melalui sarana antara lain,

(11)

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 103 Undang-Undang

Ketenagkerjaan No. 13 Tahun 2003.

c. Aspek demokratis65

, demokratis dimaksud ialah, substansi dari perjanjian

kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, yang dalam hal

ini belum diatur dan tidak dijumpai pengaturannya dalam peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan. Substansi dari perjanjian dimaksud

berkenaan mengenai hak dan kewajiban antara pengusaha dengan

pekerjanya, dalam hal yang demikian maka proses perbuatannya

dilakukan melalui proses intern (pribadi) masing-masing pihak antara

pekerja, serikat pekerja dengan pengusaha, yang telah semufakat. Hasilnya

dituangkan dalam peranjian kerja, peraturan perusahan atau perjanjian

kerja bersama.

65

(12)

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul

karena adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang

dilakukan oleh salah satu pihak.66 Pemutusan hubungan kerja yang merupakan

permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin

kepastian dan ketentraman kehidupan pekerja/buruh seharusnya tidak ada pemutusan

hubungan kerja.67

Walaupun telah diatur alasan maupun hak sebagai akbiat pemutusan

hubungan kerja, timbulnya perselisihan hubungan kerja menurut H. Rajagukguk,

Manakala syarat-syarat lain dipersoalkan berkaitan dengan pemutusan hubungan

kerja pada saat mana para pihak, majikan dan buruh tidak lagi berada dalam suasana

bersedia mengalah, maka hukum pemutusan hubungan kerjalah yang harus

memberikan penyelesaian tentang hal-hal yang boleh disepakati. Sehingga tolak ukur

menemukan menentukan apakah suatu pemutusan hubungan kerja melawan hukum Tetapi pengalaman sehari-hari membuktikan bahwa pemutusan

hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya. Oleh karena itu, Undang-Undang

Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 bab XII Pasal 150 sampai dengan Pasal 172,

mengatuar alasan-alasan yang dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan

kerja.

66

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, tentang Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka (4) dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, Pasal 78 ayat (2)

67

(13)

atau tidak ialah dengan menilai prosedur (tata cara) dan atau alasan yang digunakan

dalam pemutusan hubungan kerja.68

5. Peselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh adalah, perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lainnya dalam suatu

perusahaan saja, karena tidak adanya persesuaian pemahan mengenai keanggotaan,

pelaksanaan hak dan kewajiban antara pekerja dengan serikat pekerja/serikat buruh.69

Belum adanya peraturan yang secara khusus mengatur pelaksanaan hak

berserikat bagi pekerja/buruh, mengakibatkan serikat pekerja/serikat buruh belum

dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Namun seiring perkembangan,

pemerintah juga melakukan langkah positif dengan memperbaharui dan memperbaiki

seluruh sistem hukum yang terkait. Salah satunya ialah mengenai serikat

pekerja/serikat buruh, hal ini dibuktikan melalui berbagai bentuk dan ragam Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia. Hak untuk berorganisasi bagi pekerja/buruh ini

kemudian diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat

68

H. Rajagukguk, Perlindungan Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja, Suatu Tinjauan dari Sudut Sejarah Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 63-70

69

(14)

Pekerja/Serikat Buruh, yang pada awalnya merupakan hasil ratifikasi atas

Undang-Undang No. 18 Tahun 1956 tentang Pelaksanaan Berorganisasi.

Ratifikasi dimaksud dilakukan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden

dan Konvensi ILO (International Labour Organization) No. 98 Tahun 1949, yang

mengubah Konvensi ILO sebelumnya No. 87 Tahun 1948 tentang Hak Berorganisasi

dan Berunding Bersama. Konvensi ILO dimaksud pada dasarnya hanya menjamin

hak berserikat pegawai negeri sipil, tetapi karena fungsinya sebagai pelayan

masyarakat pelaksanaan hak itu diatur tersendiri. Sehingga hasil ratifikasi tersebut

sampai sekarang telah menjadi bagian dari Peraturan Perundang-Undangan Nasional

di Indonesia.

Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh, bahwa pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi anggota

serikat pekerja/serikat buruh dan serikat pekerja dapat dibentuk oleh

sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.70 Dengan adanya ketentuan tersebut

maka didalam suatu perusahaan dapat terbentuk lebih dari 1(satu) serikat

pekerja/serikat buruh. Sementara mengenai hak serikat pekerja/serikat buruh yang

telah mempunyai Nomor bukti pencatatan wajib melaksanakan ketetuan sebagai

berikut :71

70

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Pasal 5

71

(15)

a. Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha ;

b. Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial c. Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan ;

d. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh ; dan

e. Melakukakan kewajiban lainnya dibidang ketenga kerijaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dapat terbentuknya lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh di

perusahaan maka dalam melaksanakan hak dan kewajiban tersebut, serta bahkan

mengenai keanggotaan, adakalanya timbulnya perselisihan di antara serikat

pekerja/serikat buruh sulit dihindari dan mekanisme penyelesaian perselisihan antara

serikat pekerja/serikat buruh melalui peraturan perundang-undangan.

Disisi lain kewajiban serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai

Nomor bukti pencatataan, juga wajib :72

1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingan anggotanya ;

2. Memperjuangkan peningkatan kesejahtgraan anggota dan keluaganya ; dan

3. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggota sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Walaupun keberadaan serikat pekerja/serikat buruh telah dilindungi oleh Pasal

28, yang kemudian dipertegas kembali oleh Pasal 43 Undang-Undang No. 21 Tahun

2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menyebutkan bahwa siapa saja

72

(16)

yang melanggar Pasal 28 dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)

Tahun dan paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau denda.73

Mengingat pembahasan sebelumnya, bahwa dalam hal ini profesi

pekerja/buruh dalam suatu perusahaan merupakan salah satu penentu dari

perkembangan laju perusahaan. Hal mana dibuktikan melalui proses produksi untuk

menghasilkan barang maupun jasa diperusahaan. Dengan demikian timbulnya

perselisihan diantara mereka dapat membawa dampak terhadap perusahaan. Bukan

saja perusahaan, hal ini juga berpengaruh kepada kondisi iklim usaha dan investasi

yang akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.

73

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh ; Pasal 28 tersebut ialah : “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara” :

a. melakukan pemutusan hubungan kerja, mengehentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi ;

b. tidak mernbayar atau mengurangi upah pekerja/buruh ; c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ; dan

d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Referensi

Dokumen terkait

pemberian pelayanan kepada masyarakat artinya suatu pelayanan dapat dikatakan efektif apabila telah disediakannya fasilitas sarana dan prasarana yang lengkap dan

Untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis android dengan Program Adobe Flash CS5.5 untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP Kelas VIII pada

[r]

Skripsi ini meneliti tentang praktik jual beli padi dengan sistem tebas dan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa transaksi jual beli padi

• Lokasi desa ditentukan, berdasarkan masukan dari konsultan/fasilitator PNPM dan pelaku lainnya di kecamatan, dengan mengutamakan desa-desa yang memiliki kinerja baik yang bisa

Apakah ada Polis atau SPAJ atau proses pemulihan untuk asuransi dasar, asuransi penyakit kritis, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan yang pernah diajukan atau masih dalam

Kami dari Wahana Visi Indonesia ADP Pantai Kasuari, secara khusus saya Wangsit Panglipur sebagai pengelola program, sangat berterima kasih atas banyak hal yang sudah

Pada umumnya penutur-penutur bahasa Indonesia mengenal kata di mana sebagai kata tanya yang digunakan untuk menanyakan tempat (lokasi) di dalam kalimat tanya informasi (Wijana,