• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEEP ECOLOGY-EKSTENTIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DEEP ECOLOGY-EKSTENTIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DEEP ECOLOGY-EKSTENTIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI INDONESIA

Umar Abdul Azizi

Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan 2012, Fisipol, UGM, Yogyakarta NIM: 12/332991/SP/25217; Vanumar@yahoo.com

Kata Kunci: Deep Ecology, Arne Naess, Deforestasi di Indonesia

Sejarah Deep Ecology

Teori Deep Ecology adalah teori etika lingkungan atau ekosentrisme yang sangat terkenal. Deep Ecology memusatkan kedalaman etika pada seluruh komponen ekologis, baik komponen biotik maupun abiotik. Teori ini diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf lingkungan asal Norwegia, pada tahun 1973ii. Kemudian beberapa ilmuwan seperti George sessions, Bill Deval, John Seed, dan Theodore Roszak serta ilmuan lainnya ikut pula mengembangkan konsep-konsep teori ini. Tidak hanya itu, meskipun menjadi pencetus teori deep ecology, Arnes Naess banyak mendapatkan inspirasi dari beberapa tokoh filsuf dan tokoh lingkungan lain, seperti Rachel Carson, Mathama Gandhi, dan Barukh Spinoza.

Deskripsi Teoritik

(2)

mengatur hidup selaras dengan alam sebagai rumah tangga dalam arti luas. Sehingga ecosophy ini bukanlah hanya sekedar teori, melainkan juga menjadi kearifan (wisdom). Kearifan manusia itu nantinya diharapkan tidak merusak lingkungan. Ecosophy juga disusun untuk memperbaiki kecenderungan cara pandang ekologi yang lebih komprehensif dan revolusioner, agar mampu menjawab semua masalah lingkungan. Kecenderungan ini disebut sebagai ekologismeiii.

Sebagai sebuah teori, DE adalah teori yang normatif, teori kebijakan dan teori gaya hidup. Hal itu dikarenakan DE memberikan pandangan normatif bahwa alam semesta dan segala isinya bernilai pada dirinya sendiri. DE disebut juga disebut teori kebijakan karena cara pandang dan perilaku ecosphy tidak hanya untuk individu, namun harus menjiwai dan mempengaruhi kebijakan publik. Teori gaya hidup karena cara pandang dan norma lingkungan telah membentuk gaya hidup dan budaya yang baru bagi masyarakat. Gagasan DE sebagai gaya hidup dikuatkan Naess dengan semboyanya, sederhana dalam sarana, tetapi kaya akan tujuan (simple in means but rich in ends)iv.

(3)

Pengembangan Dari Para Tokoh Dan Ilmuan

Rachel Carson

Rachel Carson dalam bukunya Silent Spring, telah menjadi inspirasi Naess dalam pengembangan deep ecology. Seperti yang dikatakan Carson bahwa sudah terlalu banyak pencemaran yang dilakukan oleh manusia akibat dari pestisida dan perang dunia II. Carson juga menentang antroposentrisme yang menganggap manusia adalah penngendali alam. Carson menganggap hubungan manusia dengan alam adalah sebuah kenyamananvi.

Mathama Gandhi

Mathama Gandhi dalam wisdom terkenalnya mengakatan bahwa kebesaran beserta kemajuan moral suatu bangsa ditentukan dari bagaimana hewan-hewan yang hidup di sana diperlakukan. Wisdom ini mendorong deep ecology mengembangkan prinsip-prinsip politik hijaunya dan kesetaraan asasi semua mahkluk hidupvii.

John Seed

John Seed juga memberikan sumbangan nyata dalam pemahaman deep ecology, ia mengatakan harus adanya perubahan paradigma dalam menjalin hubungan dengan lingkungan. Seperti yang ia katakan, perlu diubahnya pernyataan ‘saya melindungi hutan’, dikembangkan menjadi ‘saya adalah bagian dari hutan yang telah melindungi saya’viii.

Platform-Platform

Deep Ecology memiliki delapan platform aksi yang dirumuskan oleh Naess dan Sessions. Adapun platform deep ecology adalah sebagai berikutix:

(4)

apakah dunia selain manusia mempunyai kegunaan atau tidak bagi kehidupan manusia.

2. Kekayaan dan keanekaragaman bentuk kehidupan mempunyai sumbangsih bagi perwujudan nilai-nilai tersebut dan juga nilai pada dirinya sendiri, serta mempunyai sumbangsih bagi perkembangan manusia dan mahkluk lain di bumi.

3. Manusia tidak memiliki hak untuk mereduksi kekayaan dan keanekaragaman alam, kecuali untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan vital.

4. Perkembangan kehidupan manusia dan kebudayaanya berjalan seiring dengan penurunan yang cukup berarti dari populasi penduduk. Perkembangan kehidupan mahkluk lain, membutuhkan penurunan tersebut.

5. Kehadiran manusia dalam mencampuri dunia diluar manusia sudah berlebihan. Hal tersebut berlangsung terus memburuk dengan cepat. 6. Perubahan yang signifikan untuk kondidsi lingkungan yang lebih baik,

dibutuhkan perubahan kebijakan. Sehingga akan mempengaruhi dasar dari struktur ekonomi, teknologi dan idologi.

7. Tujuan utama perubahan ideologi adalah mencapai kualitas hidup yang baik, bukanya menetapkan standar hidup. Selanjutnya akan ada kesadaran perbedaan antara suatu hal yang besar dan suatu yang hebat.

8. Orang-orang yang telah menerima pemikiran deep ecology, memiliki kewajiban secara langsung maupun tidak langsung untuk ambil bagian dalam memperjuangkan perubahan penting ini.

(5)

Dari platform-platform tersebut, kamudian Naess juga menentukan 4 prinsip dalam deep ecologynya.

Pertama, prinsip biosoheric egalitarianism, pengakuan bahwa semua organisme dan makhluk hidup(human, non human, biotic, a biotic), adalah anggota yang sama status dan derajatnya, sehingga memiliki martabat yang sama pula. Pengakuan ini menunjukkan adanya sikap hormat terhadap semua cara dan bentuk kehidupan. Artinya semua mahkluk memiliki hak yang sama dalam hidup dan berkembangx.

Kedua, prinsip non-antroposentrisme, yaitu manusia adalah bagian dari alam, bukan diatas atau terpisah dari alam. Manusia tidak dipandang sebagai mahkluk penguasa alam semesta, tetapi memiliki status sama dengan makhluk lain sebagai ciptaan Tuhan. Bahkan manusia harus menyadari bahwa dirinya tergantung dengan alam, bukan sebaliknya (perspektik bioregional)xi.

Ketiga, prinsip realisasi diri (self-realization), manusia harus merealisasikan dirinya dengan menemukan dan mengembangkan potensi dirinya. Hanya dengan merealisasikan dirinya manusia dapat melangsungkan kehidupanya. Realisasi diri tersebut harus dilakukan dengan komunitas ekologis. Apabila manusia telah melakukan self-realization maka musia telah menuju pada individu yang sempurnaxii.

Keempat, live and let live, yaitu pengakuan terhadapat kehidupan dan keberagaman alam dalam hubungan simbiosis yang kompleks. Manusia harus melihat yang telah hidup, biarkanlah hidup. Manusia juga harus merasakan bahwa adanya keguncangan apabila terjadi kerusakan pada aspek-aspek alam, baik itu kakarena hal yang alamiah, atau karena ulah manusia itu sendiri.

(6)

diperlukan adanya pemikiran green politic. Ecopolitics juga mengharapkan adanya pengakuan asasi yang setara dari pemerintah, antara manusia, hewan dan tumbuhanxiii.

Studi Kasus

Pada peneratapannya, deep ecology memandang masalah lingkungan secara luas dan mendalam. Isu-isu utama yang menjadi perhatian deep ecology adalah masalah pencemaran lingkungan, pengolahan dan eksploitasi SDA, ledakan jumlah penduduk, teknologi tepat guna, serta pendidikan dan penelitian ilmiah tentang lingkungan. Contoh langsung dari penggunaa teori deep ecology dalam ekspolitasi SDA adalah dalam perluasan perkebuna sawit adalah sebagai berikutxiv.

Sudah dijelaskan deskripsi teoritik dari deep ecology. Selanjutnya tulisan ini akan berupaya menjelaskan sebuah fenomena yang dilematis, mengenai deforestasi hutan dan terancamnya populasi orang utan akibat ekstentifikasi perkebunan sawit.

Urgensi dan Standing Position

(7)

Data dan Fakta

Pulau kalimantan dan Sumatera adalah pulau yang terkenal akan keindahan dan keanekaragaman hayatinya. Namun sayangnya Kalimantan dan Sumater menjadi daerah edngan kasus deforestasi terbesar di Indonesiaxv. Salah satu penyebab utama deforestasi ini adalah ekstentifikasi perkebunan sawit. Ekstentifikasi perkebunan sawit di Sumatera bagian utara dan Kalimantan, telah merambak banyak sekali hutan yang seharusnya dijaga kelestaraiannya. Hingga tahun 2010, Forest Watch Indonesia

mengatakan bahwa seluas 2,8 ha hutan dilepas untuk dijadikan perkebunan sawitxvi. Alhasil kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan lahan sawit di Indonesia yang meningkat dua kali lipat, dari 4,16 ha menjadi 8,5 juta haxviixviii.

(8)

Analisis Kasus

Pada permasalahan yang dilematis ini, deep ecology memiliki banyak sekali konsep dan prinsip untuk menjelaskan permasalahan yang ada. Seperti pada platform pertama yang menganggap bahwa kesejahteraan dan perkembangan kehidupan manusia dan mahkluk lain mempunyai nilai masing-masing. Sehingga perkembangan tersebut harus selaras dengan perkembangan aspek biotik maupun abiotik alam lainnya. Hal inilah yang kemudian disebut deep ecology dalam prinsipnya, non-antroposentrisme. Manusia juga harus bersikap menghormati dan peduli, serta saling ketergantungan dengan alam. Hal ini sangat jauh dari kenyataa bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit sangat antroposentris. Deforestasi dilakukan secara besar-besaran, sengan dalih untuk kepentingan manusia. Padahal seharusnya kemajuan itu tidak hanya melihat kepentingan manusia semata.

Pada platform ketiga, disebutkan bahwa manusia tidak memiliki hak untuk mereduksi kekayaan dan keanekaragaman alam kecuali untuk memenuhi kebutuhan vital. Hal ini sangat tidak sesuai dengan fenomena perkebunan sawit di Indonesia. Bahwa manusia dengan jelas telah mereduksi kekayaan dan keanekaragamnnya. Hal ini dilakukan dengan deforestasi hutan, melepaskan 2,8 juta ha untuk perkebunan sawit yang juga menjadi habitat bagi orang utan. Lagipula, ekstentifikasi perkebunan sawit di Indonesia telah dianggap tidak untuk memenuhi kebutuhan vital. Hal ini dapat dilihat dari data FWI yang mengatakan bahwa dari 21,5 juta Ton CPO(Crude Palm Oil) di Indonesia, hanya 7,9 juta Ton sajalah yang menjadi konsumsi dalam negeri, sisanya untuk dieksporxxixxii. Karena kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi, sehingga peningkatan produksi komoditas sawit kini dirasa tidak vital lagi.

(9)

dapat bertahan hidup jika ekosistem hutan berubah menjadi ekosistem perkebunan sawitxxiiixxiv. Pada kasus ini juga, manusia bukan hanya campur tangan, melainkan manusia telah menjadi pihak yang sewenang-wenang dalam tindakannya. Pohon ditebang dan dibakar secara massive. Orang utan kehilangan habitatnya, dan dibunuh ketika masuk wilayah perkebunan karena dianggap hama. Semua bentuk kesewenangan tersebut, telah melanggar prinsip bio egalitarianism yang menganggap manusia harus mengakui semua organisme dan mahkluk hidup adalah memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang. Hal ini sesuai dengan prinsip deep ecology lainnya, yaitu live and let live, suatu yang telah hidup biarkanlah hidup.

Pemaparan-pemaparan diatas kiranya tidak hanya menjadi sebuah wacana semata. Diperlukan sebuah tindakan revolusioner dan signifikan oleh pemilik dan penentu kebijakan, yaitu pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam platform deep ecology keenam. Meskipun tidak dapat memungkiri bahwa pemerintah daerahlah yang memberikan izin terhadap penggunaan lahan. Namun tetap saja kunci kebijakan dan perubahan terdapat pada pemeintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, peraturan menteri yang mengatur perihal pengelolaan agraria di Indonesia. Vitalnya peran pemerintah pusat ini juga dikemukakan deep ecology dalam prinsip ecopolitics, yang menganggap pentingnya perlindungan aspek ekologis dalam kebijakannya. Ecopolitics juga mengharapkan pemerintah mampu mengkondisikan kesatuan moral, kultural dan politis mengenai hal yang asasi dan setara antara manusia, hewan dan tumbuhan. Jika hal-hal tersebut terrealisasikan, kiranya perjuangan untuk menyelamatkan alam dari degradasi lingkungan akan lebih signifikan dan efektif.

(10)

perlu ditekankan pula bahwa pemahaman pemerintah terhadap permasalahan dan prinsip-prinsip deep ecology sangatlah penting. Karena dari kebijakan pemerintahlah, nantinya perlindungan dan perbaikan ekologi dapat berjalan efektif.

Kesimpulan

Penjelasan-penjelasan diatas, kiranya juga telah menggambarkan karakteristik dan gaya berpikir yang khas pada teori deep ecology. Beberapa pihak menganggap bahwa deep ecology sebagai teori pembangunan, terlalu radikal dalam melindungi kekayaan dan keankaragaman alamxxv. Pihak-pihak tersebut menganggap hal ini sebagai kekurangan, namun pihak yang lain menggap sebagi kelebihan. Kekurangan ini juga beralasan karena teori deep ecology tidak sesuai dengan kenyataan, bahwa manusia pada saat ini sering memetingkan kepentingan pribadi. Namun, essay ini sendiri menganggap penggunaan deep ecology tidaklah berlebihan. Karena perusakan-perusakan lingkungan kiranya sudah terlalu parah, sehingga membutuhkan teori yang revolusioner.

(11)

i Umar Abdul Aziz adalah Mahasiswa JPP 2012, lahir pada tanggal 30 September 1994 di Jakarta. ii Sonny Keraf, Etika Lingkungan, Yogyakarta:Kompas , 2002, hal.76.

iii Ibid., hal.80. iv Ibid., hal.85. v Ibid., hal.81.

vi George Sessions, The Deep Ecology Movement: A Review, California: JSTOR, 1987, hal 109 .

vii Sebuah wisdom terkenal dari Mathami Gandhi, diperoleh kembali dari

http://www.peta.org/features/gandhi.aspx, diakses 05/01/2013 pada jam 02.15WIB.

viii J. Bairrt Callicot, Encyclopedia Of Enviromental Ethic And Philosophy, New York: Gale Encage Learning, 2010, Hal 207.

ix Arne Naess, Ecology, community and lifestyle, Cambridge:Cambridge Press, 1993, hal.29. x Sonny Keraf, Op.cit., hal.91 .

xi Ibid., hal. 92. xii Ibid., hal. 93. xiii Ibid., hal. 95. xiv Ibid., hal. 94.

xv FWI, Dalam laporan FWI yang berjudul Potret Keadaan hutan Indonesia 2000-2009, 2011, hal v. xvi Ibid.

xvii Ibid., hal. 29.

xviii Laporan FWI dapat diunduh dengan alamat akses brikut, http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2012/03/phki_2000-2009_fwi_low-res.pdf .

xix Data dari WWF yang dipublikasi melalui website dengan alamat akses, http://www.wwf.or.id/? 25021/Dukung-Konservasi-Orangutan-Melalui-Program-Sahabat-Orangutan, dengan waktu akses 05/01/2013 pada jam 01.30 WIB.

xx Majalah Swara Samboja vol 1/no 2/2012. xxi FWI, Op.cit., hal. 30.

xxii FWI adalah Forest Watch Indonesia merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia

xxiii WWF, Dalam Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan Didalam dan Sekitar Perkebunan Sawit, 2007,Hal v.

xxiv WWF adalah salah satu organisasi konservasi independen yang didukung oleh lebih dari 5 juta supporter di seluruh dunia dan memiliki jaringan global yang aktif di lebih dari 100 negara.

xxv

(12)

J. Bairrt Callicot. Encyclopedia Of Enviromental Ethic And Philosophy. New York: Gale Encage Learning

Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas

Naess, Arne. 1993. Ecology, Community and Lifestyle, Outline of an Ecoshophy. Cambridge: Cambridge University Press.

FWI. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Jurnal Forest Watch Indonesia Edisi Pertama.

Santoso, Imam. 2012. Oh Orang Hutan. Jurnal Swara Samboja vol 1/No.2/2012.

Referensi

Dokumen terkait

Adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,

Sebuah sistem informasi merupakan kumpulan dari peramgkat keras dan perangkat lunak komputer serta perangkat manusia yang akan mengolah data menggunakan perangkat keras dan

MASJID JUM’AH MADINAH.. khutbah dan inilah merupakan shalat berjamaah jum’at pertama yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. walaupun perintah shalat berjamaah jum’at telah

Namun, sesungguhnya yang lebih dahsyat dari gegap gempita ini adalah kenyataan bahwa suatu program acara televisi bisa juga memberi manfaat sehat bagi orang

Hal ini disebabkan oleh Penjualan Perseroan mengalami kenaikan sebesar dari Rp15,43 triliun Semester I 2013 menjadi Rp17,58 triliun pada Semester I 2014.. Sedangkan Beban

Kegiatan budidaya berlangsung sepanjang tahun dengan input kimia yang tinggi dari pupuk dan pestisida sintesis (Indahwati et al., 2012). Masyarakat pun membuka lahan

Tabii bunu eğer kızlann yanına gitm em ek için bahane olarak kullanmaya başlarsan oraya gelip kulağını çekmek zorunda kalabilirim, çünkü genelde çoğu kız

Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan konsentrasi timbal (Pb) dalam udara yang aman diinhalasi terhadap risiko karsinogen dan non kar- sinogen untuk frekuensi pajanan 240