Laporan Praktikum
MK. Ekologi dan Konservasi Satwaliar
Burung Pemangsa di Pulau Rambut: Telaah Singkat
Mengenai Ekologi dan Status Konservasi
Disusun Oleh:
Febiola Diah Pratiwi
E351124061
Feri Irawan
E351140061
Koodinator Mata Kuliah:
Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan
1
Pendahuluan
Pulau Rambut merupakan salah satu pulau di gugusan pulau di Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Pulau ini ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1939 dan mengalami perubahan status menjadi suaka margasatwa pada tahun 1999 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 275/Kpts-II/1999. Penetapan pulau ini sebagai kawasan konservasi merupakan langkah yang tepat mengingat kawasan ini digunakan oleh berbagai jenis burung untuk berkembangbiak, terutama oleh burung air (merandai). Beberapa jenis diantaranya adalah jenis-jenis burung yang dilindungi, seperti bangau bluwok (Mycteria cinerea) dan anggota suku Ardeidae (Imanuddin dan Mardiastuti 2003).
Berbagai kegiatan penelitian dan wisata terbatas dapat dilakukan di Suaka margastawa Pulau Rambut. Sebagai contoh kegiatan rutin yang dilakukan oleh mahasiwa Institut Pertanian Bogor berupa kegiatan praktek mata kuliah yang relevan. Kegiatan tersebut dapat membantu pihak pengelola dalam hal menyediakan data dan informasi terkini berkenaan dengan potensi sumberdaya hayati, permasalahan yang dihadapi bahkan mungkin memberikan alternatif solusi guna mencapai pengelolaan kawasan yang efektif.
Oleh sebab itu, telaah singkat dilakukan selama dua hari dalam rangka pemantauan berkala kondisi keanekaragaman hayati di SM Pulau Rambut. Kunjungan dan pengamatan satwaliar di SM Pulau Rambut memiliki tujuan untuk:
1. Mengumpulkan data terkini berkenaan kekayaan jenis satwaliar yang terdapat di SM Pulau Rambut secara umum, khususnya jenis-jenis burung pemangsa;
2. Menelaah secara singkat aspek ekologi dan konservasi burung pemangsa (raptor) di SM Pulau Rambut;
Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pihak pengelola dalam hal pemutakhiran data dan informasi mengenai kekayaan jenis satwaliar di SM Pulau Rambut serta memberikan tambahan pengetahuan terkait aspek ekologi dan konservasi burung pemangsa.
Metodololgi
Lokasi pengamatan
2 Kondisi fisik pulau umumnya landai dengan ketinggian berkisar antara 0 – 1,75 meter dari permukaan laut. Tipe formasi hutan yang terdapat di pulau ini terdiri dari hutan mangrove, hutan pantai dan hutan campuran. Hutan mangrove dapat dijumpai hampir di seluruh bagian pantai. Hutan pantai terdapat di bagian selatan sedangkan hutan campuran berada di bagian tengah pulau.
Pengumpulan dan analisa data
Pengamatan keberadaan jenis burung pemangsa dilakukan pada tanggal 6 – 7 Desember 2014. Pengamatan pada tanggal 6 Desember 2014 dilakukan pada pukul 10.30 hingga 18.00 WIB. Pengamatan di hari kedua dilakukan pada pukul 5.30 hingga 10.30 WIB. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode jelajah dan
vantage point (Bibby dkk. 2000).
Metode jelajah dengan menyusuri sepanjang pantai dan jalur pengamatan yang tersedia dilakukan untuk memperoleh gambaran umum mengenai tipe habitat, struktur dan komposisi vegetasi serta jenis satwaliar yang dijumpai. Pencatatan jenis satwaliar menggunakan teknik daftar kehadiran (present-absent) yang dapat berbeda antar pengamat. Metode Vantage Point menggunakan menara pengamatan pada bagian tengah pulau dipilih untuk mengamati dan mengumpulkan data perilaku, penyebaran, dan penggunaan ruang oleh burung pemangsa yang dijumpai.
Identifikasi jenis burung yang dicatat mengacu pada buku panduan lapangan burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (MacKinnon dkk. 1998). Selain itu, pengumpulan data sekunder dari berbagai pustaka yang relevan juga dilakukan. Beberapa dokumentasi terkait kegiatan ini juga kami kumpulkan untuk melengkapi hasil pengamatan. Seluruh hasil pengamatan yang diperoleh ditabulasi menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan dianalisa secara deskriptif.
Hasil dan Diskusi
Kondisi Umum Habitat SM Pulau Rambut
Kondisi topografi Pulau Rambut umumnya landai dengan subtrat utama batuan karang yang ditutupi oleh lapisan lapukan biologis bercampur lumpur dan pasir. Pulau ini termasuk daerah dengan tipe iklim C (Schmidt dan Ferguson). Musim kering dimulai pada bulan Mei hingga Oktober sedangkan bulan-bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan lebih dari 100 mm berlangsung pada bulan Oktober hingga Maret. Suhu maksimum berkisar antara 31,2o-36,8oC sedangkan suhu minimum rata-rata berada pada kisaran 22,8oC-23oC (Imanduddin dan Mardiasturi 2003).
3 Secara umum tipe vegetasi hutan yang terdapat di Pulau Rambut dapat dikelompokkan menjadi hutan pantai, hutan mangrove dan hutan campuran. Tipe vegetasi hutan pantai dapat dijumpai pada bagian selatan pulau yang memiliki subtrat tanah berpasir. Beberapa jenis tumbuhan berkayu yang dijumpai antara lain: waru laut (Thespesia populnea), cemara laut (Casuarina equisetifolia), waru (Hibiscus tilliaceus), akasia (Acacia auriculiformis),centigi (Pemphis acidula), dan trumtum (Lumnitzera racemora).
Vegetasi hutan mangrove terletak di bagian timur laut, utara dan barat laut pulau yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Adapun beberapa jenis mangrove yang tercatat selama pengamatan antara lain: bakau (Rhizophora mucronata), bola-bola (Xylocarpus granatum), jangkar (Rhizophora apiculata), tanjang (Brugruiera gymnorrhiza), api-api (Avicennia officinalis), buta-buta (Excoecaria agallocha), dan centigi (Pemphis acidula). Vegetasi hutan mangrove memiliki peran penting dalam mendukung perkembangbiakan berbagai jenis burung merandai (Ardeidae dan Anhingidae).
Pada bagian tengah pulau terdapat tipe vegetasi hutan campuran yang tumbuh pada subtrat tanah yang bercampur lapukan organik (serasah), lumpur dan pasir. Adanya semak belukar, liana dan pohon-pohon yang tinggi menjadi ciri hutan campuran yang ada di Pulau Rambut. Berikut beberapa jenis pohon yang teridentifikasi pada saat kegiatan ini: asam jawa (Tamarindus indica), kepuh (Sterculia foetida), mindi (Melia azederach), kedoya (Disoxylum sp.), mengkudu (Morinda citifolia), kayu hitam (Diospyros mauritima), kesambi (Schleichera oleosa), jambu-jambuan (Ixora gradifolia), beringin (Ficus benjamina), melinjo (Gnetum gnemon), jati pasir (Guettarda speciosa) dan sawo kecik (Manilkara kauki). Pohon-pohon yang tinggi, seperti kepuh, kesambi dan beringin digunakan berbagai jenis burung terestrial (pergam laut, kepudang kuduk-hitam, sesap madu, kerak kerbau, kucica kampung) sebagai lokasi mencari pakan dan bersarang. Selain itu, elang-laut perut-putih dan kalong juga teramati menggunakan pohon yang tinggi sebagai lokasi bertengger dan beristirahat. Jenis burung air dari keluarga pecuk (Phalacrocoracidae) juga teramati menggunakan pohon kepuh sebagai lokasi bersarang.
Kekayaan Jenis Satwaliar Di SM Pulau Rambut
4 Tabel 1. Daftar jenis burung yang dijumpai di SM Pulau Rambut selama dua hari
pengamatan menggunakan teknik pencatatan present-absent.
No. Suku Nama Ilmiah Nama lokal
1 Ciconiidae Mycteria cinerea Bangau bluwok
2 Threskiornithidae Plegadis falcinellus Ibis roko-roko
3 Ardeidae Bubulcus ibis Kuntul kerbau
4 Ardeidae Egretta garzetta Kuntul kecil
5 Ardeidae Egretta sacra Kuntul karang
6 Ardeidae Nycticorax nycticorax Kowak-malam abu
7 Ardeidae Ardea cinerea Cangak abu
8 Ardeidae Ardea purpurea Cangak merah
9 Ardeidae Casmeradius albus Kuntul besar
10 Fregatidae Fregata andrewsi Cikalang chrismas
11 Fregatidae Fregata ariel Cikalang kecil
12 Phalacrocoricidae Phalacrocorax niger Pecuk-padi kecil
13 Phalacrocoricidae Phalacrocorax sulcirostris Pecuk-padi hitam
14 Anhingidae Anhinga melanogaster Pecuk-ular asia
16 Falconidae Falco peregrinus Alap-alap kawah
17 Accipitridae Haliaeetus leucogaster Elang-laut perut-putih
18 Rallidae Amaurornis phoenicurus Kareo padi
19 Scolopacidae Actitis hypoleucos Trinil pantai
20 Laridae Sterna bengalensis Dara-laut benggala
21 Laridae Sterna bergii Dara-laut jambul
22 Columbidae Stigmatopelia chinensis Tekukur biasa
23 Columbidae Ducula bicolor Pergam laut
24 Apodidae Collocalia linchi walet linci
25 Alcedinidae Todiramphus chloris Cekakak sungai
26 Alcedinidae Alcedo coerulescens Raja-udang biru
27 Picidae Dendrocopos moluccensis Caladi tilik
28 Acanthizidae Gerygone sulphurea Remetuk laut
29 Artamidae Artamus leucorynchus Kekep babi
30 Oriolidae Oriolus chinensis Kepudang kuduk-hitam
31 Sturnidae Acridotheres cinereus Kerak kerbau
32 Muscicapidae Copsychus saularis Kucica kampung
33 Nectariniidae Anthreptes malacensis Sesap-madu kelapa
34 Nectariniidae Nectarinia jugularis Sesap-madu sriganti
35 Estrildidae Lonchura punctulata Bondol peking
5 populasi yang ditetapkan oleh IUCN tahun 2013, yakni cikalang chrismast (kritis/critically endangered) dan bangau bluwok (genting/endangered). Kondisi ini semakin memperkuat peranan penting ekosistem Pulau Rambut sebagai lokasi pelestarian burung, khususnya burung-burung merandai.
Jenis Burung Pemangsa
Keberadaan burung pemangsa pada suatu habitat erat kaitannya dengan mekanisme rantai makanan. Burung pemangsa berada di puncak tropik rantai makanan yang berfungsi mengendalikan dan menyehatkan populasi mangsa. Burung pemangsa yang pernah tercatat di Pulau Rambut yakni elang bondol (Haliastur indus) dan elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster). Pada kunjungan kali ini, alap-alap kawah (Falco peregrinus) merupakan catatan baru di Pulau Rambut namun selama pengamatan elang bondol tidak kami temukan.
Telaah singkat mengenai aspek ekologi burung pemangsa yang dapat dikumpulkan selama pengamatan hanya pada elang-laut perut-putih saja. Aspek ekologi yang dikumpulkan berupa ciri morfologi, perilaku, penggunaan habitat dan pernyebaran di Pulau Rambut.
Elang bondol (Haliastur indus)
Selama pengamatan berlangsung, kami tidak menemukan jenis ini. Elang bondol pernah tercatat pada kegiatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya meskipun peluang kehadiran jenis ini di Pulau Rambut belum dikaji lebih lanjut (Mustari kom.pers.). Jenis ini cenderung mengalami penurunan populasi yang drastis di Pulau Jawa akibat hilangnya habitat, perburuan dan pencemaran (van Balen 1998).
Elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster)
Kami mencatat terdapat setidaknya 3 individu elang-laut yang menghuni Pulau Rambut selama pengamatan berlangsung. Satu individu dewasa dan remaja tercatat pada tanggal 6 Desember 2014. Individu dewasa tercatat ketika sedang terbang meluncur dan bertengger sambil melakukan panggilan suara sedangkan individu remaja hanya terlihat pada saat sedang soaring dan terbang meluncur di bagian tenggara pulau.
Pada pengamatan hari berikutnya tercatat dua individu dewasa. Keduanya ditemukan sedang bertengger di pohon kepuh (Sterculia foetida) yang berada di bagian baratdaya pulau sekitar 120 meter dari menara pengamatan. Kami mengasumsikan bahwa salah satu dari dua individu yang tercatat pada hari kedua adalah individu yang sama dengan individu dewasa pada hari sebelumnya (6 Desember).
Alap-alap kawah (Falco peregrinus)
6 pada tahun-tahun sebelumnya sehingga kuat dugaan jenis ini bukanlah jenis penetap di Pulau Rambut.
Aspek Bio-ekologi Elang-laut perut-putih
Morfologi
Elang-laut perut-putih merupakan salah satu anggota suku accipiteridae (elang). Jenis ini memiliki panjang tubuh sekitar 70-85 cm dengan kombinasi warna bulu yaitu putih, abu-abu dan hitam. Individu dewasa berwarna putih pada leher, kepala dan bagian bawah tubuh, bagian atas berwarna abu-abu kebiruan. Pada sayap, punggung dan ekor berwarna abu-abu, bulu primernya hitam. Memiliki warna iris mata coklat. Kuku, paruh dan sera berwarna abu-abu. Tungkai tanpa bulu dan kaki berwarna abu-abu. Rentang sayap pada individu dewasa berkisar antara 178-218 cm sesuai untuk terbang melayang karena elang laut perut putih sering menghabiskan waktunya untuk terbang melayang mencari mangsa. Berat tubuh jantan 1,8 - 2,9 kg dan betina 2,5 – 3,9 kg. Perbedaan jenis kelamin jantan dan betina sulit dibedakan. Ummnya ukuran tubuh dewasa di alam rata-rata jantan relatih lebih kecil dari betina (sekitar 70- 75 cm) sedangkan betina rata-rata diatas 85 cm (Beehler et. al., 2001; MacKinnon et al. 1998; Prawiradilaga et al. 2003).
Pada remaja bagian tubuh berwarna putih berganti dengan warna coklat pucat dan bagian tubuh berwarna abu-abu berganti coklat gelap, warna bulu badan coklat berbintik berwarna pucat; tanpa abu-abu dan putih; kadang-kadang dengan warna dada yang gelap. Dari bawah, terlihat warna coklat pucat pada sayap dan bulu primer/bulu terbang berwarna hitam; ekor berwarna pucat dengan ujung ekornya berwarna hitam dan berbentuk baji.
Penyebaran dan Status Populasi
Menurut Mackinnon et al. (1998), elang-laut perut-putih tersebar secara umum (br: berbiak; v: pengunjung) mulai dari Australia (br), Bangladesh (br), Brunei Darussalam (br), Cambodia (br), China (br), Christmas Island (v), Hong Kong, China (br), India (br), Indonesia (br), Lao People's Democratic Republic (br), Malaysia (br), Myanmar (br), Papua New Guinea (br), Philippines (br), Singapore (br), Sri Lanka (br), Taiwan, Province of China (v), Thailand (br), Timor-Leste, dan Vietnam (br).
Haliaeetus leucogaster merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang tersebar luas di seluruh wilaayah Indonesia. Jenis ini termasuk satwa yang dilindungi oleh negara merujuk pada Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Meskipun demikian masih banyak terjadi perburuan dan perdagangan merupakan ancaman serius bagi kelestarian jenis ini di tingkat lokal. Selain itu, rusak atau hilangnya habitat dan penggunaan pestisida juga merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup burung ini di alam mengingat jenis ini sebagai top predator
7 Status elang-laut perut-putih menurut kriteria IUCN (IUCN Red List 2007)
Least concern dengan perkiraan populasi 10.000-100.000 individu dengan luas daerah penyebaran global seluas 1.000.000-10.000.000 km2. Trend jumlah populasi global belum terukur namun terdapat indikasi mulai terjadi penurunan jumlah populasi pada lokasi tertentu. Berdasarkan CITES, elang-laut perut-putih dikategorikan Appendix II.
Gambar 1. Peta penyebaran populasi elang-laut perut-putih
Perilaku dan Penggunaan Habitat
Elang-laut perut-putih diketahui tinggal menetap dan umumnya ditemui di daerah pantai, danau besar, dan sungai secara berkelompok maupun sendirian. Pada saat terbang, umumnya melayang dan meluncur dengan posisi sayap membentuk huruf V dengan kepakan pelan tapi kuat. Perilaku yang sering dilakukan yaitu bertengger dengan sangat tegak pada pohon di pinggir perairan, di daerah karang, atau di atas bagan-bagan. Sarangnya kokoh dibuat dipohon-pohon yang tinggi terbuat dari cabang dan ranting, yang bisa digunakan selama bertahun-tahun dengan musim kawin berkisar pada bulan Mei sampai dengan Oktober (MacKinnon et al. 1998; Prawiradilaga et al. 2003).
8 bersenbunyi dari mangsa. Pemilihan pohon kepuh yang rimbun juga digunakan elang laut perut putih untuk berlindung dari panas dan hujan.
Perilaku berburu mangsa dan jenis pakan tidak teramati dalam kunjungan namun beberapa pustaka menyebutkan bahwa jenis pakan elang-laut perut-putih bervariasi. Beberapa jenis ikan baik ikan laut maupun ikan air tawar, reptilia seperti ular, kura-kura maupun penyu kecil serta burung air seperti penggunting laut, petrel, camar, cikalang, pecuk dan cangak (MacKinnon et al. 1998; Prawiradilaga
et al. 2003).
Elang-laut perut-putih di sekitar Pulau Pambut diketahui memiliki wilayah jelajah di sepanjang kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan sekitarnya. Menurut Purwanto & Gunawan (2007) di TNKpS dan sekitarnya terdapat sekitar 11 pasang elang-laut perut-putih, ditemukan 7 sarang yang dapat dipastikan keberadaan sarangnya dan selebihnya belum diketahui keberadaan sarangnya. Dari 7 sarang yang diketahui, 3 di antaranya berada di luar Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, yaitu Pulau Bokor, Pulau Rambut dan Pulau Bidadari. Sedangkan empat sarang lainnya berada di Pulau Yu, Pulau Dua, Pulau Pantara dan Pulau Jagung. Tinggi sarang elang-laut perut-putih di Pulau Yu sekitar 35 m dari tanah dan berada pada strata atas pohon cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang tingginya 40 m dan berjarak 20 m dari pantai (Purwanto & Gunawan 2007).
Populasi
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah individu elang-laut perut-putih yang tercatat sebanyak 3 ekor dengan komposisi dua dewasa dan satu remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Gunawan (2007) juga melaporkan bahwa populasi elang-laut perut-putih di SM Pulau Rambut diperkirakan sebanyak 3 ekor dengan komposisi 1 jantan, 1 betina, dan 1 anakan. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa daya dukung habitat di SM Pulau Rambut hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup tiga ekor elang-laut perut-putih. Dengan demikian, jika terjadi penambahan jumlah anggota dalam populasi maka diasumsikan sebagai anggota populasi akan melakukan dispersal (pergerakan) untuk menemukan lokasi baru.
Konservasi Elang-laut perut-putih
Untuk meningkatkan upaya konservasi burung pemangsa/elang yang ada di SM Pulau Rambut dengan mempertimbangkan aspek ekologinya, maka upaya konservasi yang dapat diterapkan antara lain:
1. Melakukan pemetaan populasi dan distribusi elang laut perut putih di seluruh bentang alam Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dan Pulau Jawa secara akurat dan mengkaji secara komprehensif status populasi elang-laut perut-putih.
2. Perlindungan pohon sarang dan sarang pada musim berbiak harus lebih intensif dengan melibatkan beberapa pihak/lembaga dan masyarakat.
9 4. Memperkuat kerjasama dengan pemkab dan aparat penegak hukum (Balai KSDA, Polri, dan kejaksaan) untuk mendukung proses hukum kejahatan terhadap elang-laut perut-putih
5. Pelatihan berkala teknik pemantauan dan konservasi elang-laut perut-putih.
6. Membangun visi, misi dan kepentingan bersama di antara pelaku konservasi elang-laut perut-putih, pemerintah daerah, LSM, lembaga penelitian, para pengusaha dan stakeholder terkait
7. Pengembangan program kemitraan konservasi elang-laut perut-putih di antara pelaku industri, pemerintah, LSM dan akademisi di tingkat lokal dalam pengawasan dan pelaksanaannya agenda konservasi elang laut perut putih.
8. Memperkuat penegakan hukum di luar kawasan konservasi melalui peningkatan efektivitas kerja BKSDA sebagai otoritas tunggal yang bertanggung jawab terhadap konservasi elang-laut perut-putih di luar kawasan konservasi bekerjasama dengan para pihak.
9. Melakukan sosialisasi program konservasi elang-laut perut-putih serta pendidikan dan penyadartahuan secara berkala.
10.Melakukan pengembangan media pendidikan untuk membangun kesadaran masyarakat luas terhadap konservasi elang-laut perut-putih dengan membangun fasilitas dan infrastruktur pusat pendidikan dan konservasi alam di daerah.
11.Pembuatan publikasi kegiatan di media nasional dan lokal.
Kesimpulan
Kunjungan singkat ke Pulau Rambut selama dua hari berhasil mencatat setidaknya 35 jenis burung, 2 jenis mamalia, dan 5 jenis reptil. Beberapa jenis satwaliar yang dijumpai merupakan jenis yang sebelumnya belum tercatat seperti alap-alap kawah (Falco peregrinus), kadal (Eutropis multifasciata), bunglon, tikus, cicak (Cydactylus sp.). Dua jenis burung pemangsa tercatat dalam kunjungan ini yakni elang-laut perut-putih (Haliaeetus leucogaster) yang merupakan jenis penetap dan alap-alap kawah (Falco peregrinus) yang diduga kuat adalah jenis pengunjung pada waktu tertentu.
10 Serangkaian penelitian lanjutan mengenai parameter demografi elang-laut perut-putih masih sangat perlu dilakukan. Selain itu, komitmen para pihak yang terkait juga perlu diperkuat dengan peningkatan kapasitas staf berwenang, pelibatan masyarakat setempat, dan koordinasi dengan pemerintah setempat guna mendukung upaya pelestarian kawasan SM Pulau Rambut sebagai lokasi perlindungan kekayaan jenis hayati Indonesia.
Daftar Pustaka
Beehler, B. M., Angle, J. P., Gibbs, D., Hedemark, M. and Kuro. D. 2001. A field survey of the resident birds of southern New Ireland. In: B.M. Beehler and L.E. Alonso (eds), Southern New Ireland, Papua New Guinea: A Biodiversity Assessment. Rap Bulletin of Biological Assessment 21.
Bibby C, Martin J, Stuart M. 2000. Teknik-Teknik Lapangan Survei Burung. Bogor: BirdLife Indonesia Programme.
Imanuddin, Mardiastuti A. 2003. Ekologi Bangau Bluwok Mycteria cinereai di Pulau Rambut, Jakarta. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB-Disney Wildlife Conservation & Wildlife Trust, USA.
MacKinnon J, Phillipps K, van Balen B. 1998. Seri Panduan Lapangan Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Bogor: Birdlife International- Indonesia Programme – Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI.
Maulina Nurikasari. 2006. Studi tentang aktivitas harian elang laut perut putih (haliaeetus leucogaster) dalam kandang rehabilitasi di pusat penyelamatan satwa petungsewu (PPSP) Malang [Tesis]. University of Muhammadiyah Malang.
Prawiradilaga M. Dewi, Tatsuyoshi Murate, Anwar Muzakir, Takehiko Inoue, Kuswandono, Adam A. Supriatna, Desi Ekawati, M. Yayat Afianto, Hapsoro, Toshiki Ozawa, and Noriaki Sakaguchi. 2003. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan Burung Pemangsa (A Guide to Raptor Field Survey and Monitoring). Biodiversity Conservation Project – JICA.