HAK WAJIB PAJAK ATAS IMBALAN BUNGA MENURUT PASAL27A UU No. 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA UU NO. 6 TAHUN 1983
TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN PAJAK
NO.PUT.38691/PP/M.VI/99/2012)
Bakhtiar1 Hotma P. Sibuea2
ABSTRACT
The objective of this research is to know: First, whether tax officer legal action that does not pay interest reward to Tax Payer on tax refund based on Tax Court Decision is contrary to general principles of a good government?. Second, whether the Tax Court Decision No.Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 has binding power, if it was contra with general principles of a good government?. The research methodology used is juridicial normative using secondary data that consists of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Secondary data collection technique used library research. Law materials process and analysis used deductive rationing using interpretation method. The research results concluded as follows: First, the tax officer legal action that did not pay interest reward to tax payer on tax refund based on Tax Court decision is contrary to general principles of a good government. Second, Tax Court decision No.Put. 38691/ PP/M.VI/99/2012 has no binding power, if the decision is based on tax officer decision which was contra with general principles of a good government.
Key Words: Tax Payer Right, Refund, Interest Reward.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Pertama, apakah tindakan hukum fiskus yang tidak memberikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Putusan Banding Pengadilan Pajak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik?. Kedua, apakah Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 memiliki kekuatan mengikat jika bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik?. Metode penelitan yang digunakan adalah metode penelian yuridis normatif dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Teknik pengumpulan data sekunder dengan studi kepustakaan. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum menggunakan penalaran deduktif dengan metode interpretasi. Simpulan hasil penelitian sebagai berikut: Pertama, tindakan hukum fiskus yang tidak memberikan imbalan bunga atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan putusan banding pengadilan pajak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Kedua, Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/M. VI/99/2012 tidak mengkikat, jika putusan tersebut didasarkan pada suatu tindakan hukum fiskus yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kata Kunci: Hak Wajib Pajak, Restitusi, Imbalan Bunga
1Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 pasca amandemen secara tegas menyatakan “Negara Indonesia
adalah negara hukum.” Hal ini berarti seluruh tatanan dan aktivitas Negara Indonesia harus didasarkan pada ke-tentuan hukum. Oleh karena itu, tin-dakan pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak harus berdasarkan ketentuan hukum.
Salah satu asas utama yang di-jadikan dasar penyelenggaraan pe-merintahan dan negara dalam suatu negara hukum adalah asas legalitas. Asas lagalitas berarti pemerintah dan warga negara harus tunduk kepada undang-undang. Oleh karena itu, asas legalitas merupakan landasan kewe-nangan pemerintah.3
Sesuai dengan asas legalitas, dalam Pasal 23A Undang Undang Dasar 1945 pasca amandeman dise-butkan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Ketentuan ini mengandung asas legali-tas yang meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak kalau negara membutuhkannya tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang.
Untuk menjalankan perintah Pa-sal 23A Undang Undang Dasar 1945 ditetapkan berbagai undang-undang pajak, baik yang memuat ketentuan hukum pajak material maupun keten-tuan hukum pajak formal. Salah satu undang-undang pajak material adalah UU No. 17 Tahun 2000 tentang Per-ubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 20 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 menyebutkan “Pajak yang diper -kirakan akan terutang dalam suatu
3
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 92.
tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran
pajak oleh Wajib Pajak sendiri.”
Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkre-ditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak jumlah pajak penghasilan ter-utang lebih besar daripada jumlah kredit pajak, besarnya angsuran pajak penghasilan adalah jumlah pajak peng-hasilan terutang dikurangi jumlah kredit pajak dibagi 12 (dua belas) bulan. Sebaliknya, bisa saja terjadi jumlah kredit pajak lebih besar daripada jum-lah pajak penghasilan terutang. Dalam hal ini, Wajib Pajak berarti tidak diha-ruskan untuk membayar angsuran pajak penghasilan sendiri karena sudah terjadi kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.4
Pada akhir tahun pajak, Wajib Pajak yang memiliki kelebihan pemba-yaran pajak (lebih bayar) melaporkan-nya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) dengan status lebih bayar kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Wajib Pajak dapat memohon pengembalian (restitusi) jumlah pajak penghasilan yang lebih bayar tersebut dengan mengisi kolom restitusi dalam SPT Tahunannya atau mengajukan surat permohonan restitusi secara ter-pisah.
Tata cara pengembalian kelebih-an pembayarkelebih-an pajak diatur dalam ketentuan hukum pajak formal. Keten-tuan hukum pajak formal yang
4
sud adalah UU No. 6 Tahun 1983 ten-tang Ketentuan Umum dan Tata Cara Per-pajakan sebagaimana telah bebe-rapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
Dalam Pasal 17B ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000 disebutkan
“Direktur Jenderal Pajak setelah mela-kukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembali-an kelebihpengembali-an pembayarpengembali-an pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu dite-tapkan lain dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.” Selanjutnya, dalam
Pasal 17B ayat (3) UU No. 16 Tahun
2000 disebutkan “Apabila Surat Kete -tapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu seba-gaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung sejak ber-akhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat diterbitkan Surat
Ketetap-an Pajak Lebih Bayar.”
Dalam praktek, walaupun Wajib Pajak sudah dengan benar dan leng-kap melaporkan kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Tahunan, tetapi untuk mendapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari pemerintah ti-dak mudah.5 Fiskus akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menguji kebenaran penghitungan Wa-jib Pajak yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan yang terkait.
5Tim SmarTaxes Series, Studi Kasus Banding
Pengadilan Pajak, Buku Dua Studi Kasus, Semar Publishing, Jakarta, hlm. 371.
Sering kali dalam pemeriksaan pajak, fiskus melakukan koreksi atas penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan, sehingga hasil peme-riksaannya tidak dapat disetujui oleh Wajib Pajak.6 Walaupun hasil pemerik-saan pajak tersebut tidak disetujui oleh Wajib Pajak, fiskus mempunyai kewe-nangan untuk menerbitkan Surat Ke-tetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
Dalam hal terjadi kasus sebagai-mana penulis kemukakan di atas, Wajib Pajak dapat mengajukan kebe-ratan kepada Direktorat Jenderal Pajak divisi Keberatan dan Banding. Pasal 26 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000 menyebutkan “Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal Surat Kebe-ratan diterima, harus memberikan ke-putusan atas keberatan yang diajukan.”
Jika setelah lewat waktu dua belas bulan sejak diterimanya peng-ajuan keberatan dari Wajib Pajak ter-nyata Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan. Hal ini berarti keberatan Wajib Pajak dikabulkan.7 Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat berupa: (a) mengabulkan selu-ruhnya atau sebagian, (b) menolak atau (c) menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Jika Wajib Pajak masih belum puas terhadap keputusan yang dibe-rikan oleh Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan ban-ding terhadap Surat Keputusan Direk-tur Jenderal Pajak tersebut ke
Y. Sri Pudyatmoko, Pengadilan Dan Penyele-saian Sengketa di Bidang Pajak, PT Grame-dia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 29.
8
diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 14 Tahun 2002 disebutkan “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan perpa-jakan yang berlaku.”
Dalam Pasal 87 UU No. 14 Tahun 2002 disebutkan “Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabul-kan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikem-balikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebu-lan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan per-aturan perundang-undangan
perpajak-an yperpajak-ang berlaku.” Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku tersebut adalah ketentuan Pasal 27A UU No. 9 Tahun 1994 ten-tang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 dan Tata Cara Perpajakan disebutkan
“Apabila pengajuan keberatan atau
permohonan banding diterima sebagi-an atau seluruhnya, sepsebagi-anjsebagi-ang utsebagi-ang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Ku-rang Bayar Tambahan telah dibayar yang menyebabkan kelebihan yaran pajak, maka kelebihan pemba-yaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua per-sen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebab-kan kelebihan pembayaran pajak
sam-pai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.”
Dalam Pasal 2 huruf c Peratur-an Menteri KeuPeratur-angPeratur-an No. 40/PMK.03/
2005 disebutkan “Imbalan bunga di -berikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau per-mohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sebagaimana
dimak-sud dalam Pasal 27A ayat (1) KUP.”
Selanjutnya, Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.03/ 2005 menyebutkan “Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dihitung sebesar 2% (dua per-sen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak tanggal pem-bayaran yang menyebabkan kelebihan pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan
Banding.”
Dalam hubungan dengan uraian di atas, penulis membahas kasus hukum yang berhubungan dengan Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 tanggal 26 Juni 2012 mengenai Gugatan yang diajukan oleh PT. Kulim Agro Persada (Penggugat) terhadap Surat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cempaka Putih No.S-5248/WPJ.06/KP. 0609/ 2011 tanggal 30 November 2011 perihal Penolakan Permohonan Imbal-an Bunga atas PutusImbal-an BImbal-anding Peng-adilan Pajak No.Put. 22737/PP/ M.XVII/ 15/2010 tanggal 12 April 2010.
junto Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000.
Fakta-fakta hukum di atas men-dorong penulis untuk melakukan suatu penelitian hukum. Judul penelitian ini
adalah “Hak Wajib Pajak Atas Imbal-an Bunga Menurut Pasal 27A UU No. 16 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/ M.VI/99/2012).”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang ma-salah yang telah diuraikan di atas. Penulis merumuskan 2 (dua) masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah tindakan hukum fiskus yang tidak memberikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak atas pengem-balian kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 ber-dasarkan Putusan Banding Peng-adilan Pajak No. Put. 22737/PP/M/ XVII/2010 bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik ?.
2. Apakah Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 memiliki kekuatan mengikat, jika didasari suatu tindakan hukum fiskus yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik ?.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan meng-gunakan data sekunder. Penelitian ini ditujukan untuk menemukan hukum in
concreto. Teknik pengumpulan data
sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan (bibliography study). Dari studi kepustakaan dikumpulkan bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan-bahan-bahan hu-kum sekunder dan bahan-bahan tertier.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute appro-ach) dan pendekatan kasus (case
approach). Pendekatan
perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan peristiwa hukum yang diteliti. Selanjutnya, pendekatan kasus dilaku-kan untuk mempelajari penerapan nor-ma-norma atau kaidah hukum yang di-lakukan dalam praktik hukum terutama berkaitan dengan putusan pengadilan pajak yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini.
Dalam konteks studi kasus ini, penulis menggunakan penalaran dedu-ktif (silogisme) dengan metode inter-pretasi. Interpretasi (penafsiran) adalah usaha untuk menetapkan makna atau mengungkap makna norma-norma hukum. Pemaknaan norma-norma hukum akan menghasilkan berbagai macam makna karena pemaknaan bergantung pada metode penafsiran.9 Dalam ilmu hukum terdapat berbagai macam metode penafsiran, antara lain adalah penafsiran gramatika, penafsir-an historis, penafsirpenafsir-an sistematis, pe-nafsiran teleologis, pepe-nafsiran subsum-tif, penafsiran komparasubsum-tif, penafsiran antisipatif atau futuristis.10
Analisis hukum dalam penger-tian Dogmatika Hukum adalah aktivitas akal budi yang bertujuan mengurai kandungan normatif norma-norma hukum supaya kandungan normatif suatu kaidah hukum dapat diketahui
9
Hotma P. Sibuea, Kedudukan, Fungsi, Tugas Dan Wewenang Dewan Perwakilan Daerah Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan, Karawaci-Tangerang, 2008, hlm. 136.
10 Hotma Pardomuan Sibuea dan Heryberthus
atau dapat diungkap. Dalam Dogmati-ka Hukum yang dianalisis adalah Dogmati- kan-dungan normatif hukum positif. Sarana berfikir ilmiah yang dipakai untuk menganalisis norma-norma hukum adalah logika dan bahasa.11
Penulis mengunakan metode tinjauan yuridis sebagai metode peng-uraian bahan-bahan hukum tersebut ke dalam materi peristiwa hukum yang diteliti. Metode interpretasi gramatika, sistematika dan antisipatif atau futuris-tis digunakan untuk membangun argu-mentasi-argumentasi hukum dalam menyelesaikan kasus tersebut.
D. PEMBAHASAN
1. Tindakan Hukum Fiskus Yang Bertentangan Dengan AAUPB
Tindakan hukum fiskus yang tidak memberikan imbalan bunga kepa-da Wajib Pajak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak pengha-silan tahun pajak 2006 berdasarkan putusan Banding Pengadilan Pajak No. Put. 22737/PP/M/XVII/2010, berten-tangan dengan asas-asas umum pe-merintahan yang baik. Tindakan hukum fiskus tersebut tidak sesuai dengan tujuan hukum yang sesungguhnya karena menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak adil.
Dalam Pasal 23A UUD 1945
disebutkan “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keper-luan negara diatur dengan
undang-undang.” Oleh karena itu, segala keten -tuan perpajakan harus berdasarkan undang-undang dan fiskus dalam men-jalankan tugas dan kewenangannya harus sesuai dan tunduk kepada pera-turan perundang-undangan.
Tindakan hukum fiskus yang tidak berdasarkan peraturan perun-dang-undangan merupakan tindakan fiskus tanpa kewenangan.12 Tindakan
11
Hotma P. Sibuea, Op.Cit., hlm. 136- 137.
fiskus tanpa wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat menimbulkan kerugian bagi warga negara dan khususnya bagi Wajib Pajak. Oleh karena itu, untuk mening-katkan perlindungan hukum bagi Wajib Pajak terhadap tindakan fiskus yang sewenang-wenang dapat digunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.13
Hak Wajib Pajak atas imbalan bunga diatur dalam hukum pajak formal yaitu UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah bebe-rapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009. Dalam Pasal 11 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2000
dise-butkan “Apabila pengembalian kele bih-an pembayarbih-an pajak dilakukbih-an sete-lah jangka waktu 1 (satu) bulan, Peme-rintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambat-an pembayarketerlambat-an kelebihketerlambat-an pembayarketerlambat-an pajak, dihitung dari saat berlakunya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan
dilaku-kan pembayaran kelebihan.”
Pasal 87 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menye-butkan “Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayar-an pajak dikembalikpembayar-an dengpembayar-an ditam-bah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ke-tentuan peraturan perundang-undang-an perpajakperundang-undang-an yperundang-undang-ang berlaku.” Ketentu -an peratu-an perpajak-an y-ang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 UU No. 14 Tahun 2002 adalah
12 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi
Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 113.
13Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum,
tentuan Pasal 27A UU No. 9 Tahun 1994 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Per-pajakan menyebutkan “Apabila peng -ajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau selu-ruhnya, sepanjang utang pajak sebaga-imana dimaksud dalam Surat Ketetap-an Pajak KurKetetap-ang Bayar dKetetap-an atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tam-bahan telah dibayar yang menyebab-kan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dikem-balikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebu-lan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kele-bihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.” Dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.03/ 2005 disebutkan “Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dihitung sebesar 2% (dua persen) se-bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak tanggal pembayar-an ypembayar-ang menyebabkpembayar-an kelebihpembayar-an pajak sampai dengan diterbitkannya Kepu-tusan Keberatan atau PuKepu-tusan
Ban-ding.”
Pada tahun 2007, UU No. 16 Tahun 2000 diamandemen dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ketentuan Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000 berubah menjadi sebagai berikut
“Apabila pengajuan keberatan, permo-honan banding, atau permopermo-honan peninjauan kembali dikabulkan seba-gian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar sebagai-mana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Kete-tapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pem-bayaran pajak, kelebihan pempem-bayaran dimaksud dikembalikan dengan ditam-bah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan keten-tuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Ku-rang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pem-bayaran pajak sampai dengan diter-bitkannya Surat Keputusan Kebe-ratan, Putusan Banding, atau Pu-tusan Peninjauan Kembali; atau b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil
dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak tanggal pener-bitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Kepu-tusan Keberatan, PuKepu-tusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.”
diterbitkannya Surat Keputusan Kebe-ratan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.”
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pe-ngembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan putusan banding yang mengabulkan sebagian atau selu-ruh permohonan Wajib Pajak dikem-balikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebu-lan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Namun, bisa saja fiskus melakukan pengembalian jumlah kele-bihan pembayaran pajak sesuai putus-an bputus-anding tetapi tidak memberikputus-an imbalan bunga sesuai ketentuan per-aturan perundang-undangan yang ber-laku.
Secara kronologis peristiwa ke-lebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 dimulai dari Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberita-huan Tahunan Pajak Penghasilan Wa-jib Pajak Badan Tahun Pajak 2006 yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada tanggal 20 April 2007. Dalam SPT Tahunan tersebut, Wajib Pajak menyampaikan kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 sebesar Rp. 206.025.100,00. Pajak penghasilan yang lebih dibayar terse-but oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan dimohonkan untuk direstitusi-kan.
Berkaitan dengan permohonan tersebut, fiskus melakukan tindakan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan oleh fiskus diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2006 No. 00008/206/06/058/08 tanggal 16 April 2008 dengan jumlah pajak penghasilan tahun pajak 2006 yang masih harus dibayar sebesar Rp. 152.094.756,00. Wajib Pajak tidak setujui dengan penetapan pajak oleh
fiskus dalam SKPKB tersebut dan mengajukan Surat Keberatan No. 01/ KAP/VI/08 tanggal 11 Juni 2008 ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat. Direktur Jenderal Pajak memberikan Keputusan No. KEP-128/WPJ.06/BD.06/2009 tanggal 2009 yang isinya menolak keberatan Wajib Pajak.
Wajib Pajak tidak puas dengan Keputusan tersebut dan mengajukan surat Permohonan Banding Nomor 01/KAP/VI/2009 tanggal 9 Juni 2009 ke Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak mengeluarkan Putusan No. Put. 22737/ PP/M.XVII/15/2010 tanggal 12 April 2010 dengan amar putusan mengabul-kan seluruh permohonan banding Wajib Pajak dan menetapkan kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun 2006 sebesar Rp. 206.025.100,00
Berdasarkan kronologis peristi-wa di atas dapat disimpulkan bahperisti-wa pemeriksa pajak (fiskus) dalam melak-sanakan pemeriksaan tidak cermat dan tidak professional. Oleh karena itu, hasil penghitungan pajak penghasilan terutang tahun pajak 2006 tidak sesuai dengan peraturan perundang-undang-an, sehingga hasil pemeriksaannya tidak dapat dipertahankan dalam persi-dangan di Pengadilan Pajak.
pemerintahan yang baik yaitu asas ber-tindak cermat dan asas keadilan atau kewajaran. Asas bertindak cermat menghendaki supaya badan atau peja-bat administrasi negara senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian warga masyara-kat.14 Sementara itu, asas keadilan mengandung arti bahwa setiap tindak-an pejabat administrasi negara hen-daklah dilakukan secara proporsional, sesuai, dan selaras dengan hak setiap orang.15
Putusan pengadilan pajak No. Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010 tanggal 12 April 2010 yang mengabulkan selu-ruh permohonan banding Wajib Pajak (Pemohon) dan menyatakan Pemohon memiliki kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 sebesar Rp.206.025.100,00 merupakan putus-an yputus-ang telah berkekuatputus-an hukum tetap. Oleh karena itu, fiskus mengem-balikan kelebihan pembayaran pajak tersebut melalui mekanisme SPMKP sejumlah Rp. 206.025.100,00. Akan tetapi, fiskus tidak memberikan imbalan bunga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000.
Wajib Pajak mengajukan surat permohonan No. 04/KAP/VIII/2011 tanggal 3 Agustus 2011 perihal permo-honan imbalan bunga atas keterlam-batan pengembalian kelebihan pemba-yaran pajak berdasarkan putusan banding. Namun, permohoan Wajib Pajak tersebut ditolak oleh fiskus mela-lui surat No. S-861/WPJ.06/KP.0609/ 2011 tanggal 18 Agustus 2011 dengan alasan tidak dapat dipertimbangkan. Wajib Pajak tidak puas dengan jawaban fiskus melalui surat tersebut dan mengajukan lagi surat permohon-an No. 10/KAP/X/2011 tpermohon-anggal 21
Ok-tober 2011 untuk mendapatkan imbal-an bunga. Namun, fiskus tetap meno-lak permohonan Wajib Pajak melalui surat Nomor S-5248/WPJ.06/KP.0609/ 2011 tanggal 30 Nopember 2011 dengan jalasan yang sama yaitu per-mohonan Wajib Pajak tidak dapat di-pertimbangkan berdasarkan Pasal 27A ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 sebagai-mana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007.
Menurut fiskus, Wajib Pajak ti-dak melakukan pembayaran pajak yang terutang atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, sehingga permo-honan imbalan bunga atas pengemba-lian kelebihan pembayaran pajak peng-hasilan tahun pajak 2006 berdasarkan Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010 tanggal 12 April 2010, tidak dapat dipertimbang-kan. Tindakan hukum fiskus melalui surat Nomor S-5248/WPJ.06/KP.0609/ 2011 tanggal 30 Nopember 2011 me-nurut Wajib Pajak tidak memberikan keadilan dan kepastian hukum, sehing-ga Wajib Pajak melakukan perlawanan dengan mengajukan surat Gugatan No. 013/KAP/XII/2011 tanggal 29 Desem-ber 2011 ke Pangadilan Pajak.
dan Tata Cara Perpajakan sebagai-mana telah beberapa kali diubah ter-akhir dengan Undang-Undang No. 16
Tahun 2000.”
Pokok sengketa adalah berkait-an dengberkait-an imbalberkait-an bunga atas keter-lambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006. Menurut Pasal II UU No. 28 Tahun 2007 berarti dasar hukum yang berlaku adalah UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Keten-tuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam surat No. S-5248/WPJ. 06/KP.0609/2011 tanggal 30 Nopem-ber 2011, fiskus menggunakan dasar hukum Pasal 27A ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 sebagai alasan untuk menolak pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak. Tindakan hukum fiskus melalui surat No. S-5248/WPJ. 06/KP.0609/2011 tanggal 30 Nopem-ber 2011 tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Undang-undang-undang yang berlaku untuk tahun pajak 2006 menurut Pasal II UU No. 28 Tahun 2007 adalah Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000.
Menurut S.F. Marbun sebagai-mana dikutip Ridwan HR mengatakan
“Setiap keputusan badan atau pejabat
tata usaha negara yang dikeluarkan harus didasari alasan dan alasannya harus jelas, terang, benar, objektif dan
adil.”16 Motivasi atau alasan fiskus
menolak permohonan imbalan bunga atas pengembalian kelebihan pemba-yaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 adalah tidak benar. Tindakan hukum fiskus bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas kepastian hukum dan asas motivasi dalam setiap keputusan .
16
Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 250.
Asas kepastian hukum adalah asas yang bertujuan untuk menghor-mati hak-hak yang telah dimiliki se-seorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi negara.17 Asas kepastian hukum memiliki 2 (dua) aspek, yaitu aspek hukum material dan aspek hukum formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas ke-percayaan, sedangkan aspek hukum formal berkaitan dengan isi keputusan baik yang memberatkan maupun yang menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas.18
Asas motivasi dalam setiap ke-putusan mengandung arti bahwa se-tiap keputusan badan atau pejabat administrasi negara harus didasari oleh suatu alasan atau motivasi yang cukup, yakni adil dan jelas.19 Motivasi atau alasan suatu keputusan juga penting bagi hakim administrasi negara yang mengadili suatu sengketa dapat menilai keputusan berdasarkan motivasi atau alasan dikeluarkannya keputusan ter-sebut.20
Selanjutnya, fiskus menolak per-mohonan Wajib Pajak dengan alasan bahwa utang pajak atas SKPKB No. 00008/206/07/058/08 tanggal 16 April 2008 tidak dibayar oleh Wajib Pajak sehingga imbalan bunga atas kele-bihan pembayaran pajak sesuai dengan Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010 tidak dapat dipertimbangkan. Alasan fiskus bahwa Wajib Pajak mempunyai utang pajak adalah tidak benar, karena ber-dasarkan faktanya fiskus mengemba-likan kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 sebesar
Rp. 206.025.100,00 tanpa ada utang pajak yang dipotong.
Secara hukum pajak formal, Wajib Pajak tidak mempunyai utang pajak yang harus dibayar, karena sesuai dengan sistem self assessment
yang dianut dalam undang-undang perpajakan di Indonesia, Wajib Pajak yang menghitung pajak yang terutang menurut undang-undang bukan tergan-tung pada surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus. Hal ini diatur dalam Pasal 12 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
Menurut P.J.A. Adriani sebagai pelopor teori materiil, timbulnya utang pajak sebagaimana dikutip M. Djafar
Saidi mengatakan “Utang pajak timbul
karena undang-undang pajak telah memenuhi syarat tatbestand yang terdiri dari keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa, atau perbuatan-perbuatan tertentu sehingga tidak memerlukan campur tangan pejabat pajak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak. Keberadaan surat ketetapan pajak hanya sekadar untuk melakukan pena-gihan pajak dan tidak menimbulkan
utang pajak.”21
Sesuai dengan pendapat teori meteriil dalam kaitan dengan Pasal 12 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000 bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-un-dangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pada hakekatnya UU No. 16 Tahun 2000 menganut teori materiil karena pelunasan pajak yang terutang merupakan kewajiban Wajib Pajak untuk dilaksanakan dan surat
21
M. Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak,
Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta., hlm. 200.
ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus hanya sekadar dasar untuk melakukan penagihan pajak.22 Sistem Pajak Penghasilan di Indonesia yang menganut self assessment, juga menerapkan faham material dalam menentukan timbulnya utang pajak.23
Sedangkan secara hukum pajak materiil yaitu UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Wajib Pajak justru memili-ki piutang pajak berdasarkan putusan banding Pengadilan Pajak No.Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010. Hal ini ber-arti jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan hasil pemeriksaan dalam SKPKB adalah tidak benar.
Tindakan hukum fiskus yang melakukan pemeriksaan dan penetap-an pajak penghasilpenetap-an tahun pajak 2006 tidak sesuai peraturan perundang-un-dangan merupakan tindakan tanpa wenangan sehingga menimbulkan ke-rugian bagi Wajib Pajak karena hak atas kelebihan pembayaran pajak tidak dihormati. Tindakan hukum fiskus ber-tentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu kepasti-an hukum. Asas kepastikepasti-an hukum adalah asas yang bertujuan untuk menghormati hak-hak yang telah dimili-ki seseorang berdasarkan undang-undang atau keputusan pejabat admi-nistrasi negara.24
Berdasarkan uraian di atas, jum-lah kelebihan pembayaran pajak peng-hasilan yang timbul karena peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan Surat Pemberitahuan (SPT)
Haula Rosdiana, Pajak Teori Dan Kebijakan,
Divisi Administrai Fiskal Pusat Kajian Ilmu Administrasi FISIP UI, Depok, hlm. 67.
24
pajak 2006 yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Dalam SPT Tahunan tahun pajak 2006, Wajib Pajak mela-porkan kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 206.025.100,00. Kelebih-an pembayarKelebih-an pajak penghasilKelebih-an ter-sebut merupakan hak Wajib Pajak yang harus dikembalikan oleh pemerin-tah (fiskus). Wajib Pajak sudah me-nyampaikan permohonan pengembali-an kelebihpengembali-an pembayarpengembali-an pajak peng-hasilan dengan mengisi kolom mohon direstitusi dalam SPT Tahunan WP Badan tahun pajak 2006 pada tanggal 20 April 2007.
Putusan Banding Pengadilan Pajak No. Put. 22737/PP/M.XVII/15/ 2010 tanggal 12 April 2010 yang amar putusannya mengabulkan seluruh per-mohonan Pemohon dengan menetap-kan jumlah pajak penghasilan tahun pajak 2006 yang lebih dibayar sebesar Rp. 206.025.100,00. Jumlah tersebut sama dengan yang disampaikan oleh Pemohon dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun pajak 2006 sebesar Rp. 206.025.100,00. Hal ini menunjukan bahwa produk hukum yang diterbitkan oleh fiskus berupa SKPKB adalah tidak benar dan seha-rusnya yang diterbitkan oleh fiskus adalah SKPLB. Oleh karena kesalahan fiskus, maka berakibat pengembalian kelebihan pembayaran pajak sejumlah Rp. 206.025.100,00 menjadi terlambat. Dalam Pasal 11 ayat (1) UU No.
16 Tahun 2000 disebutkan “Atas per -mohonan Wajib Pajak, kelebihan pem-bayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau Pasal 17C dikembalikan, namun apabila ter-nyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak
tersebut.” Pada uraian di atas sudah dikemukakan bahwa fiskus mengem-balikan kelebihan pembayaran pajak penghasilan tahun pajak 2006 melalui mekanisme SPMKP sebesar Rp.
206.025.100,00. Jumlah ini sama dengan jumlah kelebihan pembayaran pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan. Dalam hal ini berarti, Wajib Pajak tidak memiliki utang pajak yang dapat diperhitungkan oleh fiskus. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak tidak memiliki utang pajak yang harus dibayar.
Dalam Pasal 11 ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2000 disebutkan
“Pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diteimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan diterbitkan-nya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 17B, atau sejak diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C.” Jika pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus secara benar, maka pada tanggal 16 April 2008 fiskus seharusnya menerbitkan SKPLB. Dalam hal ini berarti, Wajib Pajak seharusnya sudah menerima kelebihan pembayaran pajaknya sebesar Rp. 206.025.100,00 selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal 16 April 2008.
Pajak berdasarkan Pasal 11 ayat (3) UU No. 16 Tahun 2000 untuk menda-patkan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan terhitung sejak tanggal 16 Mei 2008 sampai dengan tanggal 14 Mei 2010.
2. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 Tidak Mengikat
Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 tidak me-miliki kekuatan mengikat jika berten-tangan dengan asas-asas umum pe-merintahan yang baik. Meskipun Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 menyatakan “Putusan Pengadilan Pa -jak merupakan putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.”
Namun, jika ditelaah dari asas-asas umum pemerintahan yang baik seba-gaimana dikemukakan di atas, putusan pengadilan pajak tersebut didasari suatu tindakan hukum fiskus yang ber-tentangan dengan asas kepastian hu-kum, asas bertindak cermat, asas motivasi dalam setiap keputusan dan asas keadilan atau kewajaran. Oleh karena itu, Wajib Pajak tidak puas dan tidak dapat menyetujui putusan peng-adilan pajak tersebut.
Secara yuridis normatif, seba-gaimana disebutkan dalam Pasal 77 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 bahwa putusan pengadilan pajak meru-pakan putusan akhir, artinya sudah tidak ada upaya hukum biasa yang dapat dilakukan Wajib Pajak. Namun, Pasal 77 ayat (3) UU No. 14 Tahun
2002 menyatakan “Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan penin-jauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.”
Berkaitan dengan pendapat Ma-jelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Pajak No.Put. 38691/PP/M.VI/ 99/2012 tanggal 26 Juni 2012 yang menyatakan
“Terdapat fakta hukum Penggugat tidak
melakukan pembayaran atas utang
pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 25 Badan Tahun Pajak 2006 No. 00008/206/06/ 058/08 tanggal 16 April 2008 yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak.” Selanjutnya, Maje-lis Hakim berpendapat karena Penggugat tidak melakukan pembayaran atas utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar maka imbalan bunga sehubungan dengan Putusan Banding Pengadilan Pajak No. Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010 tidak dapat diberikan.
Menurut penulis, pendapat Ma-jelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2000 disebutkan “Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berda-sarkan ketentuan peraturan perun-dang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak.”
Dalam Pasal 27 ayat (5) UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan “Pengaju -an permohon-an b-anding tidak menun-da kewajiban membayar pajak menun-dan
pelaksanaan penagihan pajak” Keten -tuan Pasal 27 ayat (5) UU No. 16 Tahun 2000 telah dihapus dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Pasal 27 ayat (5a) UU No. 28 Tahun 2007 disebutkan
“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
banding jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberat-an, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding.”
Pasal 27 ayat (5b) UU No. 28
Tahun 2007 menyebutkan “Jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan se-bagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a). Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (5c) disebutkan
“Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat pengajuan permohonan ban-ding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan
Ban-ding diterbitkan.” Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tam-bahan. Hal ini dimaksudkan, jika Wajib Pajak membayar SKPKB atau SKPKBT juga termask kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan oleh fiskus. Pengembalian kelebihan
pem-bayaran pajak tersebut dengan ditam-bah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebab-kan kelebihan pembayaran pajak sam-pai dengan diterbitkannya putusan ban-ding.
Sebagaimana telah dikemuka-kan di atas, keterlambatan pengembali-an kelebihpengembali-an pembayarpengembali-an pajak peng-hasilan tahun pajak 2006 disebabkan karena kekeliruan fiskus dalam mener-bitkan SKPKB No. 00008/206/06/058/ 08 tanggal 16 April 2008, yang seha-rusnya pada saat itu fiskus mener-bitkan SKPLB. Dalam hubungan ini, Majelis Hakim seharusnya tidak hanya berdasarkan pada Pasal 27A ayat (1) UU No. 16 Tahun 2000. Akan tetapi, seharusnya Majelis Hakim juga mem-pertimbangkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 17B UU No. 16 Tahun 2000.
Sebagai bahan perbandingan dengan putusan gugatan dalam kasus tersebut di atas, kasus serupa juga terjadi pada Wajib Pajak PT. Bank Sakura Swadharma. PT. Bank Sakura Swadharma mengajukan gugatan ke-pada Pengadilan Pajak. Pokok seng-keta adalah Wajib Pajak tidak setuju dengan keputusan fiskus No. KEP-003/WPJ/06/KP.1003/2005 tanggal 1 Desember 2005, karena menurut peng-gugat imbalan bunga yang diterima seharusnya adalah sebesar Rp. 25.274.116.653,00 atau terdapat seli-sih yang belum diterima oleh Wajib Pajak sebesar Rp. 3.455.942.965,00.
Pajak memperoleh imbalan bunga se-suai Pasal 17B ayat (3) UU Nomor 16 Tahun 2000.
Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 06295/PP/M.II/15/2005 tanggal 5 September 2005 telah memutuskan bahwa untuk tahun pajak 2001 terdapat kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp. 5.759.904.942,00 dan kelebihan tersebut harus dikembalikan kepada Wajib Pajak. Menurut pendapat Maje-lis Hakim bahwa perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan fiskus yang menjadi penyebab sengketa mengenai besarnya imbalan bunga adalah karena fiskus berpendapat bahwa pemberian imbalan bunga atas kelebihan pemba-yaran pajak harus didasarkan pada ke-tentuan Pasal 27A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/ 2005 tanggal 6 Juni 2005 yaitu terhadap jumlah yang dibayar atas suatu keku-rangan pembayaran pajak yang dite-tapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, yang kemudian ternyata menjadikan adanya kelebihan pemba-yaran pajak karena terbitnya keputusan keberatan atau putusan banding, ber-arti sejak diterbitkannya surat ketetap-an pajak oleh fiskus jika dilaksketetap-anakketetap-an dengan benar, maka sejak saat itu sesungguhnya fiskus seharusnya me-nerbitkan SKPLB.
Majelis berpendapat bahwa hak Wajib Pajak atas jumlah kelebihan pembayaran pajak yang pernah di-ajukan permohonan pengembaliannya oleh Wajib Pajak melalui Surat Pem-beritahuan (SPT) Tahunan PPh Badan tahun 2001 sesungguhnya adalah Rp. 5.759.904.942,00. Majelis berpendapat bahwa fiskus pada waktu menerbikan SKPKB No. 00036/206/01/022/03 tang-gal 9 April 2003 yang menyatakan ada-nya kekurangan pembayaran pajak
se-besar Rp. 181.829.090.070,00 dalam SKPKB PPh Badan tahun 2001 No, 00036/206/01/022/03 tanggal 9 April 2003 merupakan kesalahan fiskus da-lam menetapkan besarnya Pajak Peng-hasilan Badan terutang dalam tahun 2001. Kesalahan fiskus tersebut, ter-bukti dengan adanya putusan banding terhadap keputusan fiskus Nomor KEP-179/WPJ.06/BD.03/2004 mengenai ke-beratan atas SKPKB PPh Badan tahun 2001 No. 00036/206/01/022/03 tanggal 9 April 2003.
Majelis berpendapat dengan te-lah adanya putusan banding No. Put. 06295/PP/M.II/15/2005 tanggal 5 Sep-tember 2005 yang memutus bahwa kelebihan pembayaran pajak, yang diminta oleh Wajib Pajak melalui SPT Tahunan PPh Badan tahun 2001, seharusnya adalah sebesar Rp. 5.759.904.942,00. Dengan demikian, secara nyata telah terjadi keterlam-batan pengembalian kelebihan pemba-yaran pajak sejumlah tersebut karena pada saat penerbitan SKPKB PPh Badan tahun 2001 No. 00036/206/01/ 022/03 tanggal 9 April 2003 seharus-nya fiskus menerbitkan SKPLB Rp. 5.759.904.942,00.
dengan juga memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (2) dan (3) UU Nomor 6 Tahun 1093 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Pengadilan No.Put.38691/PP/M.VI/99/ 2012 tanggal 26 Juni 2012 merupakan suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, putusan tersebut belum mengikat dan Wajib Pajak mem-punyai cukup alasan untuk melakukan upaya hukum luar biasa dengan meng-ajukan permohonan peninjauan kem-bali ke Mahkamah Agung. Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penin-jauan kembali berdasarkan alasan yang diuraikan di atas dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak putusan dikirim yaitu terhitung tanggal 26 Juni 2012. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebe-lum tanggal 26 September 2012.
E. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan
Sesuai dengan uraian-uraian yang sudah dikemukakan pada bab-bab di atas. Penulis menarik simpulan sebagai berikut:
a. Tindakan fiskus yang tidak mem-berikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayar-an pajak penghasilpembayar-an berdasarkpembayar-an Putusan Banding Pengadilan Pajak No. Put. 22737/PP/M/XVII/2010 tanggal 12 April 2010 bertentangan dengan asas-asas umum pemerin-tahan yang baik. Pertama, berten-tangan dengan asas kepastian hukum. Kedua, bertentangan dengan asas bertindak cermat. Ketiga, bertentangan dengan asas
motivasi dalam setiap keputusan. Keempat, bertentangan dengan asas keadilan atau kewajaran. Tin-dakan fiskus juga bertentangan dengan asas keseimbangan antara Wajib Pajak dan fiskus karena imbalan bunga bagi Wajib Pajak merupakan perwujudan atas ke-seimbangan hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 11 ayat (3) UU Nomor 16 Tahun
2000. b. Putusan Pengadilan Pajak No. Put.
38691/PP/M.VI/99/2012 didasari suatu tindakan hukum fiskus yang bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, se-hingga Wajib Pajak tidak puas dan tidak setuju. Oleh karena itu, putus-an pengadilputus-an pajak tersebut tidak mengkikat. Secara yuridis normatif, Wajib Pajak dapat melakukan upa-ya hukum luar biasa upa-yaitu meng-ajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Alasan yang dapat diajukan dalam permohonan peninjauan kembali oleh Wajib Pajak adalah berdasar-kan Pasal 91 huruf e UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.
2. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian yang dikemukakan di atas. Penulis memberi saran sebagai berikut:
a. Penulis menyarankan supaya Pasal 27A ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diamandemen agar tidak menim-bulkan multitafsir. Dalam hubungan dengan saran di atas, penulis mengusulkan agar redaksi peru-musan Pasal 27A ayat (1) menjadi
permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruh-nya, kelebihan pembayaran dikem-balikan dengan ditambah imbalan bunga 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.”
b. Penulis menyarankan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Permohonan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak No. Put.38691/PP/M.VI/99/2012 tanggal 26 Juni 2012 ke Mahkamah Agung. Alasan yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak adalah Putusan Peng-adilan Pajak No. Put. 38691/PP/M. VI/99/2012 nyata-nyata tidak se-suai dengan Pasal 11 UU No. 16 Tahun 2000, Pasal 12 UU No. 16 Tahun 2000 dan Pasal 17B UU Nomor 16 Tahun 2000. Selain itu, alasan lainnya adalah kekhilafan hakim dalam menafsirkan makna utang pajak dalam Surat Ketetapan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Haula Rosdiana, Pajak Teori Dan Kebijakan, Depok, Divisi Administrasi Fiskal Pusat Kajian Ilmu Administrasi FISIP UI, 2004
M. Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, Edisi Revisi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2011
Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta, Jala Permata Aksara, 2010
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Jakarta, Rajawali Pers, 2007
Sibuea, Hotma Pardomuan dan Heryberthus Sukartono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Krakatauw Book, 2009
Sibuea, Hotma P., Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2010
Tim SmarTaxes Series, Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak, Buku Dua, Studi Kasus, Jakarta, Semar Publishing, 2004
Y. Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007
B. Disertasi
Sibuea, Hotma P., 2008. Disertasi, Kedudukan, Fungsi, Tugas Dan Wewenang Dewan Perwakilan Daerah Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan, Karawaci-Tangerang
C. Makalah Online
Octira Sari, Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak
Terhutang, Ortax.org, diunduh tanggal 26 Oktober 2013
D. Putusan Pengadilan
Putusan Banding Pengadilan Pajak: Kasus PT. Kulim Agro Persada v. Direktur
Jenderal Pajak, Nomor Put. 22737/PP/M.XVII/15/2010 tanggal 12 April 2010
Putusan Gugatan Pengadilan Pajak: Kasus PT. Kulim Agro Persada v. Direktur
Jenderal Pajak, Nomor Put. 38691/PP/M.VI/99/2012 tanggal 26 Juni 2012
Putusan Gugatan Pengadilan Pajak: Kasus PT. Bank Sakura Swadharma v. Direktur
Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung: Kasus Direktur Jenderal Pajak v. PT.
Bank Sakura Swadharma, Putusan Nomor 45 B/PK/PJK/2007 tanggal 14
September 2010
E. Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia, Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Tahun 1945
______________, UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009.
______________, UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.
______________, Peraturan Menteri Keuangan No.40/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak.
______________, Peraturan Menteri Keuangan No. 195/PMK. 03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan Dan Pemberian Imbalan Bunga.