STUDI KASUS
2
FENOMENA PERMASALAHAN
Mengapa
Program
Sasa
(Sapi-Sawit
)
gagal?
Fluktuasi harga
daging sapi
Biaya
pengiriman sapi
potong lokal
lebih mahal
dari impor
Ketidak-seimbangan
pasokan dan
permintaan?
Peternak
kurang
bergairah
karena harga
pakan mahal?
Jumlah sapi
14 juta;
mengapa masih
impor?
Sumber: Dirangkum dari Dahlan Iskan, Memasuki Era BUMN Multinational
Corporation dan Analisis “upply Chain Indonesia
Data produksi
dan penyaluran
semen/embrio
Harga daging
SALURAN DISTRIBUSI SAPI POTONG
BLANTIK JAGAL PEDAGANG
BESAR
PEDAGANG KECIL PEDAGANG
PENGUMPUL
RUMAH POTONG HEWAN
INDUSTRI PENGALENGAN PEDAGANG
PENGUMPUL
RUMAH POTONG HEWAN PEDAGANG
PENGUMPUL
4
KONSUMEN PENGECER
RUMAH/TEMPAT PEMOTONGAN
HEWAN PERANTARA/
PEDAGANG
PETA PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI PERBAIKAN
RANTAI PASOK SAPI POTONG
[1]
PETERNAK/ PETERNAKAN
• Masalah
standar teknis dan proses
• Penerapan cold
chain
• Masalah
standar
proses/sistem
• Kapasitas kecil
• Peternakan
sebagai
budaya,
bukan industri
• Budaya: lebih
memilih daging segar.
• Pilihan
pengecer yang berkualitas
• Masalah
standar teknis dan proses
• Penerapan cold
• Ketidakpastian
pasokan
•
Proporsio-nalitas margin
• Harga mahal
• Risiko
kesehatan hewan.
• Risiko
kehalalan.
• Risiko kualitas
daging.
• Risiko
keamanan daging.
• Risiko kualitas
daging.
• Risiko
keamanan daging.
• Risiko kualitas
daging.
• Harga mahal.
• Peningkatan
kapasitas atau pemberdayaan kelompok
• Bantuan
teknis, manajemen, dan
permodalan
• Standardisasi
proses/sistem
• Standardisasi
teknis dan proses
• Penerapan cold
chain
• Bantuan
teknis, manajemen, dan
permodalan
• Standardisasi
teknis dan proses
• Penerapan cold
chain
• Bantuan teknis
dan
permodalan
• Risiko
keamanan daging.
• Risiko kualitas
daging.
PEMBIBITAN
• Kekurangan
bibit/bakalan sapi
•
Pengembang-an teknologi pembibitan melalui kerja sama
Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Industri
• Biaya
PETERNAKAN SAPI DI LUAR NEGERI
6
• Kapasitas kecil berdampak ke biaya satuan yang
tinggi.
• Risiko terhadap keselamatan hewan (luka, stres, dll).
• Rawan pungli.
• Kapasitas kecil berdampak ke biaya satuan yang tinggi.
• Fasilitas bongkar muat belum memadai berisiko
terhadap keselamatan hewan (luka, stres, dll).
• Standardisasi moda dan proses.
• Perbaikan infrastruktur jalan raya.
• Penggunaan dan pengembangan kereta api sebagai
moda secara terintegrasi (multimoda).
• Penggunaan dan pengembangan moda transportasi laut
yang modern dan berkapasitas besar.
TRANSPORTASI
• Penggunaan moda transportasi jalan (truk) dengan
kapasitas kecil
• Standar teknis dan proses
• Kapasitas dan kondisi jalan
• Penggunaan moda transportasi laut dengan kapasitas
kecil (kapal kecil).
• Fasilitas bongkar muat tidak memadai
TRANSPORTASI DARAT TRANSPORTASI LAUT
MAKRO
perencanaan pengembangan sistem logistik peternakan secara khusus
• Biaya logistik yang tinggi yang
berdampak terhadap harga dan daya saing komoditas.
• Risiko kelangkaan di wilayah
tertentu.
• Risiko fluktuasi harga.
• Risiko disparitas harga.
• Pengembangan sistem logistik
nasional khusus peternakan dalam MP3EI dan Sistem Logistik
Nasional.
• Perlu koordinasi antar
departemen/lembaga dan antar pemerintah daerah.
M
• Risiko kelangkaan di wilayah tertentu.
• Risiko fluktuasi harga.
• Risiko disparitas harga.
• Pengembangan sistem informasi ternak
terpadu .
SISTEM INFORMASI
• Sistem informasi belum memadai,
mencakup kebutuhan untuk:
• Pemantauan stok (berdasarkan wilayah,
jenis kelamin dan umur ternak, tahapan ternak, tingkatan distribusi, dll.).
• Pemantauan aliran/distribusi.
• Pemantauan ekspor/impor.
• Pemantauan kebutuhan (volume, wilayah,
waktu).
• Risiko kelangkaan di wilayah tertentu.
• Risiko fluktuasi harga.
• Risiko disparitas harga.
• Risiko keberlanjutan
• Penyusunan regulasi logistik peternakan
yang terpadu.
• Beberapa regulasi yang berpotensi
menimbulkan masalah:
• Persyaratan dokumen (akta, surat jalan,
surat pengantar hewan, surat izin angkut, dll.).
• Pembatasan kuota pengiriman.
REGULASI
8
ILUSTRASI PERBANDINGAN TRANSPORTASI
TRANSPORTASI SAPI IMPOR
TRANSPORTASI SAPI LOKAL
Sumber: Sucofindo (2012)
Sumber: duniaternak.com Sumber: antaranews.com (2015)
Sumber: aktual.co
Sumber: Sucofindo (2012) Sumber: dobraknews.com (2015)
ILUSTRASI PERBANDINGAN TRANSPORTASI
Sumber: Sucofindo (2012)
TRANSPORTASI SAPI IMPOR
TRANSPORTASI SAPI LOKAL
Sumber: Sucofindo (2012)
10
•
Transportasi ternak lokal antar
daerah dan antar pulau dikelola
secara tradisional.
–
Transportasi ternak impor, sejak tiba
dipelabuhan bongkar, diangkut ke
feedlot; kemudian dari feedlot dibawa
ke RPH untuk disembelih; sudah
mulai memperhatikan kaidah-kaidah
kesejahteraan hewan dalam proses
transportasinya, sejak Agustus 2011
•
Mutu sarana transportasi ternak yang
buruk menimbulkan kerugian yang
besar, akibat susutnya bobot badan
ternak selama perjalanan.
–
Kesejahteraan hewan (
animal welfare
)
–
Ekonomi : adanya kerugian produksi
(dehidrasi, luka, mutu daging, dll)
Simulasi kerugian susut bobot badan
akibat transportasi.
•
Apabila volume sapi yang
ditransportasikan dari daerah produksi
ke konsumsi sebanyak 1 juta ekor, BB
rata-rata 300 kg.
•
Susut akibat penanganan transportasi
diasumsikan 10%, berapa kerugian
dalam setahun?
Susut 10% x 300 kg x 1juta = 30juta kg.
Harga sapi (tahun 2015) =
Rp38.000/kg bobot hidup
Kerugian/tahun =
Rp 1,14 triliun!!
DAMPAK TRANSPORTASI
EDUCATION | TRAINING | CONSULTING | RESEARCH | DEVELOPMENT
Sekretariat:
Taman Melati B1/22 Pasir Impun Bandung 40194
Phone : +62 22 720 5375 Mobile : +62 821 1515 9595
E-mail : sekretariat@SupplyChainIndonesia.com
Website : www.SupplyChainIndonesia.com
Mailing list : SupplyChainIndonesia@googlegroups.com
LinkedIn : Supply Chain Indonesia