• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan Terhadap Kadar Plumbum (Pb) Darah dan Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydratase (Alad) Mencit Albino (Mus musculus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan Terhadap Kadar Plumbum (Pb) Darah dan Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic Acid Dehydratase (Alad) Mencit Albino (Mus musculus L.)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KITOSAN TERHADAP

KADAR PLUMBUM (Pb) DARAH DAN AKTIVITAS ENZIM

DELTA AMINOLEVULINIC ACID DEHYDRATASE ( -ALAD)

MENCIT ALBINO (

Mus musculus

L.)

TESIS

Oleh

SUHARSIH

057008003/BM

(2)

PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KITOSAN TERHADAP

KADAR PLUMBUM (Pb) DARAH DAN AKTIVITAS ENZIM

DELTA AMINOLEVULINIC ACID DEHYDRATASE ( -ALAD)

MENCIT ALBINO (

Mus musculus

L.)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan

dalam Program Studi Biomedik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUHARSIH

057008003/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH DERAJAT DEASETILASI

KITOSAN TERHADAP KADAR PLUMBUM (Pb) DARAH DAN AKTIVITAS ENZIM DELTA

AMINOLEVULINIC ACID DEHYDRATASE ( -ALAD) MENCIT ALBINO (Mus musculus L.) Nama Mahasiswa : Suharsih

Nomor Pokok : 057008003 Program Studi : Biomedik

Menyetujui, Komisi Pembimbing

( Dr. Ramlan Silaban, M.Si ) ( Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil )

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(4)

Tanggal lulus : 12 Agustus 2008 Telah diuji pada

Tanggal : 12 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ramlan Silaban, M.Si

Anggota : 1. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phil

(5)
(6)

ABSTRAK

Pencemaran lingkungan oleh plumbum (Pb) antara lain diakibatkan oleh pertambangan, industri yang menggunakan Pb, dan asap kenderaan bermotor. Plumbum dapat mengganggu aktivitas enzim delta aminolevulinic acid dehydratase ( -ALAD), enzim yang berperan dalam biosintesa hemoglobin. Kitosan merupakan biopolimer alami hasil dari deasetilasi kitin, memiliki kemampuan untuk mengikat logam berat. Kemampuan kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi, berat molekul, dan viskositas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh derajat deasetilasi kitosan terhadap kadar plumbum darah, aktivitas enzim -ALAD, dan kadar hemoglobin pada mencit yang telah dipapar plumbum.

Penelitian ini menggunakan 30 ekor mencit jantan strain BALBC yang dibagi menjadi 10 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit. Kelompok K0 (kontrol aquades), K1 (kontrol Pb), K2 (kontrol asetat), K3 (kontrol kitosan), P1 (Pb asetat + kitosan A 1 %), P2 (Pb asetat + kitosan A 2 %), P3 (Pb asetat + kitosan B 1 %), P4 (Pb asetat + kitosan B 2 %), P5 (Pb asetat + kitosan C 1 %), dan P6 (Pb asetat + kitosan C 2 %). Perlakuan diberikan secara oral dengan menggunakan jarum gavage dengan volume pemberian 0,01 mL/g BB selama 14 hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji anova satu arah dan jika terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar plumbum darah pada kelompok K1 (0,33 µg/100 mL) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok P1, P2, P3, P4, P5, dan P6, tetapi dari rata-rata kadar Pb darah pada kelompok perlakuan tersebut cenderung menurun. Aktivitas enzim -ALAD pada kelompok K3 (1,2 µmol PBG/jam/L eritrosit) meningkat dan berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok K0, K1, K2, P1, P2, P3, P4, dan P5. Aktivitas enzim -ALAD pada kelompok P6 lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok P1, P3, dan P5. Kadar Hb darah pada kelompok K1 (12 g/dL) mengalami penurunan yang nyata (p<0,05) dibandingkan dengan semua kelompok perlakuan yang lain. Kadar Hb kelompok P6 mengalami peningkatan yang nyata dibandingkan dengan kelompok P1 dan P2.

(7)

ABSTRACT

Environmental lead pollution is caused by mining, industries which use lead, and vehicle exhaust. Lead inhibits of delta amino levulinic acid dehydratase ( -ALAD) activity, a cytosolic enzyme involved in haemoglobin biosynthesis. Chitosan is a natural biopolymer derived by deacetylation of chitin,and is known for its ability to bind heavy metals. The chelating capacity of chitosan is influenced by the degree of deacetylation (DD), the molecular weight (MW) and the viscosity of the chitosan compound used.

The aim of the present study is to know the effect of the degree of deacetylation on the blood lead concentration, the activity of -ALAD, and the haemoglobin content in the blood of mice exposed to lead.

This study used 30 BALBC male mice divided into 10 groups. Each group consisted of 3 mice.The groups were : K0 (aquadest control), K1 (Pb acetate control), K2 (acetic acid control), K3 (chitosan control), P1 (Pb + chitosan A 1%), P2 (Pb + chitosan A 2 %), P3 (Pb + chitosan B 1 %), P4 (Pb + chitosan B 2 %), P5 (Pb + chitosan C 1 %), P6 (Pb + chitosan C 2 %). The treatment was given orally by a

gavage needle at a volume 0,01 mL/g b.w. over 14 days. The data was analyzed with the one way Anova Test, and if significant results were found the LSD Test ( Least Significant Difference) wasa needed.

The results showed that the blood lead concentration in the K1 group (0,33 µg/100 mL) was not significant (p>0.05) as compared to groups P1, P2, P3, P4, P5, and P6, although in all cases the blood lead concentration was reduced. The activity of -ALAD in the K3 group (1,2 µmol PBG/hr/L erythrocyte) was increased significantly (p<0,05) as compared to groups K0, K1, K2, P1, P2, P3, P4, and P5. The activity of -ALAD in the P6 group was not different from K3, but was significantly higher (p<0,05) than groups P1, P3, and P5. The haemoglobin content in the K1 group (12 g/dL) was significantly decreased compared to other groups. The haemoglobin content in the P6 group was significantly increased compared to groups P1 and P2.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang serta atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan

terhadap Kadar Plumbum (Pb) Darah dan Aktivitas Enzim Delta Aminolevulinic

Acid Dehydratase ( -ALAD) Mencit Albino(Mus musculus L.)”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam

rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, maka perkenankanlah penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM

& H, SpA(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa

B.MSc., dan Ketua Program Studi Biomedik dr. Yahwardiah Siregar, PhD., atas

kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan

(9)

Terimakasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setingi-tingginya

penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ramlan Silaban, M.Si (ketua komisi

pembimbing) dan Bapak Dr. Harry Agusnar, M.Sc. M.Phil, (anggota komisi

pembimbing) yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu

untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan, serta saran-saran yang

bermanfaat kepada Penulis mulai dari penyusunan proposal, persiapan penelitian

sampai pada penyelesaian tesis ini.

Terima kasih kepada komisi penguji Bapak Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Ibu

Dr. Rumondang Bulan, M.Si yang telah bersedia dengan sabar membantu Penulis

dalam menyempurnakan, menguji, dan menilai tesis ini. Tak lupa terima kasih juga

Penulis sampaikan kepada semua dosen yang telah membimbing Penulis selama

mengikuti program magister ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada

ayahanda dan ibunda tercinta (H.Sarudji dan Hj.Tunam) yang telah membesarkan

dengan susah payah dengan penuh kasih sayang dan atas dukungan serta semangat

mereka inilah Penulis dapat menjalani pendidikan hingga pascasarjana. Semoga

ALLAH SWT mengampuni dan selalu merahmati kedua ayahanda dan ibunda

Penulis. Buat kakanda Siti Khadijah, kakanda Miswanto, S.SM., kakanda Syamsiah,

ST., kakanda Sulastri, kakanda Sriani, S.Pd., dan adinda Supriyanti serta

(10)

Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada teman-teman : Emni

Purwonigsih, S.Si., T. M. Fauzi, S.Si., dr. T. Helvi Mardiani, dan dr. Dwi Rita

Anggraini, M.Kes., atas dorongan semangat sehingga tesis ini dapat selesai. Dan

kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, Penulis ucapkan

terima kasih.

Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan tulisan ini. Oleh karena itu penulis

mengaharapkan kritik dan saran. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 12 Agustus 2008

Penulis,

(Suharsih)

(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Suharsih

2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 9 Juni 1975

3. Agama : Islam

4. Status : Belum Menikah

5. Alamat : Jl. Pancing V/46 Kelurahan Besar. Medan Labuhan

6. Telp/HP : 061-6852939/085261188796/081260001781

7. Pendidikan

SD Al-Washliyah 30 Medan : 1982-1988

M.Ts Proyek Depag Medan : 1988-1992

MAN-1 Medan : 1992-1995

Sarjana (S1) FMIPA USU : 1995-2002

Akta Mengajar IV UMN : 2004-2005

Sekolah Pascasarjana, Program Biomedik USU : 2005-2008

8. Riwayat Pekerjaan

Staf Pengajar di AAK Sari Mutiara Medan : 2002-2006

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR ... vi

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

(13)

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Hipotesis... 7

1.6. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Plumbum (Pb) ... 9

2.1.1. Keracunan Plumbum ... 9

2.1.2. Pengaruh Plumbum pada Sistem Peredaran Darah ... 11

2.1.3. Monitoring Plumbum dalam Tubuh Manusia ... 12

2.2. Aktivitas Enzim... 12

2.3. Biosintesis Hemoglobin ... 15

2.4. Bahan Pengkelat... 16

2.5. Kitosan ... 16

2.5.1. Sifat-sifat dan Penggunaan Kitosan ... 17

2.5.2. Derajat Deasetilasi Kitosan ... 19

2.5.3. Pengkelat kitosan dengan Ion-Ion Logam ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Desain Penelitian... 21

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.3. Sampel Penelitian ... 21

(14)

3.4.2. Variabel Dependent ... 22

3.5. Rancangan Penelitian ... 22

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 23

3.6.1. Prosedur Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan ... 24

3.6.2. Pengambilan Sampel Darah ... 24

3.6.3. Pembuatan Larutan Pereaksi untuk Analisis Enzim -ALAD ... 24

3.7.4. Persentase Derajat Deasetilasi Kitosan... 29

(15)

4.2. Pembahasan... 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 40

5.1. Kesimpulan ... 40

5.2. Saran... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Tingkat Keracunan Pb di Darah dan Efeknya pada Anak-anak... 10

2. Pemanfaatan Kitosan pada Beberapa Industri……… 19

3. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Rata-Rata Aktivitas Enzim -ALAD pada Kelompok Perlakuan ... 33

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Bagan Kerangka Teori Pengaruh Kitosan terhadap Kadar

Pb Darah dan Aktivitas Enzim -ALAD ... 6

2. Diagram Alir Gangguan Timah Hitam (Pb) terhadap Biosintesis Hemoglobin... 14

3. Struktur Selulosa, Kitin, dan Kitosan ……… 17

4. Mekanisme Pengikatan Logam Berat oleh Kitosan... 18

5. Grafik Rata-Rata Kadar Pb Darah Mencit ……… 30

6. Grafik Rata-Rata Aktivitas Enzim -ALAD ………. 32

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Persetujuan Komisi Etik tentang Pelaksanaan

Penelitian Bidang Kesehatan... 47

2. Gambar Hasil Spektroskopi FT-IR Kitosan A... 48

3. Perhitungan Hasil Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan A... 49

4. Gambar Hasil Spektroskopi FT-IR Kitosan B... 50

5. Perhitungan Hasil Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan B….. 51

6. Gambar Hasil Spektroskopi FT-IR Kitosan C... 52

7. Perhitungan Hasil Penentuan Derajat Deasetilasi Kitosan C….. 53

(18)

10. Bagan Alir Penentuan Kadar Pb Darah………... 56

11. Bagan Alir Penentuan Hematokrit……… .. 57

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Polusi logam berat termasuk plumbum (Pb) merupakan masalah yang serius

di negara-negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Polusi

plumbum di lingkungan hidup biasanya berkaitan erat dengan proses pertambangan,

peleburan logam, industri yang menggunakan bahan baku plumbum (misalnya pabrik

cat, kabel, enamel, gelas, baterai dan pestisida), dan tidak kalah pentingnya, plumbum

juga dapat berasal dari asap kenderaan bermotor. Baku mutu udara untuk plumbum

adalah 0,06 µg/m3. Sedangkan dalam air minum, plumbum dapat berasal dari

kontaminasi pipa, solder dan kran air. Kandungan plumbum dalam air sebesar 15

mg/L dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi. Dalam makanan,

plumbum berasal dari kontaminasi kaleng makanan dan minuman dan solder yang

bertimbal (Dharwiyanti, 2004; Nasution, 2004; Hariono, 2005).

Absorbsi plumbum dapat melalui berbagai cara misalnya saluran pernafasan,

pencernaan, dan permukaan kulit (Bartik, 1981). Plumbum merupakan jenis logam

berat yang bersifat toksik bagi tubuh manusia. Organ-organ tubuh yang menjadi

sasaran dari keracunan timbal adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem

(20)

Plumbum dalam darah pada kadar tertentu dapat berpengaruh terhadap

biosintesis heme pada beberapa tahap reaksi enzimatis. Plumbum berkemampuan

berikatan dengan gugus –SH dalam molekul protein dan menyebabkan hambatan

pada aktivitas kerja sistem enzim. Plumbum mengganggu sistem sintesis Hb dengan

menghambat konversi delta aminolevulinic acid (delta-ALA) menjadi forfobilinogen

dan juga menghambat korporasi dari Fe ke dalam protoforfirin IX untuk membentuk

Hb dengan menghambat enzim delta aminolevulinic acid dehydratase ( -ALAD) dan

feroketalase. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfin dalam urin

dan delta –ALA (Jeffe, 1991; ATSDR, 1993; Akagi et al, 2000). Analisis biomedik yang dapat dilakukan untuk melihat efek toksik plumbum adalah dengan pemeriksaan

Pb darah dan urin, aktivitas enzim -ALAD, konsentrasi Hb dan nilai hematokrit

yang menurun (Shannon,1998).

1

Penelitian tentang efek plumbum terhadap aktivitas enzim -ALAD pada

hewan percobaan telah banyak dilakukan. Hasan & Seth (1981), telah melaporkan

bahwa pemberian Pb selama 14 hari pada tikus albino menyebabkan penurunan

aktivitas enzim δ- ALAD secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Idris (2004)

dalam penelitiannya pada ikan nila yang didedahkan di air yang mengandung

plumbum nitrat dengan berbagai konsentrasi selama 14 hari, mengakibatkan

penurunan aktivitas enzim -ALAD.

(21)

enzim -ALAD, kadar hematokrit, dan Hb secara signifikan dibandingkan dengan

kontrol dan Pb + ekstrak du-zhong. Soetopo (2005) melaporkan bahwa pemberian ekstrak limbah yang mengandung plumbum sebesar 0,32 μg dan 0,64 μg memberikan

efek toksik terhadap tikus.

Penelitian yang dilakukan Hariono (2005) menunjukkan bahwa pemberian

senyawa plumbum asetat yang merupakan senyawa anorganik sebanyak 0,5 g/kg

BB/oral/hari/tikus selama 16 minggu mengakibatkan anemia serta peningkatan

aktivitas enzim -ALAD yang belum diketahui mekanismenya. Di sisi lain pada

pemberian 1,5 mg senyawa plumbum organik/kg BB/hari selama 10 minggu akibat

yang ditimbulkan terjadinya peningkatan konsentrasi plumbum darah, penurunan

berat badan, tidak ada perbedaan aktivitas enzim -ALAD kelompok perlakuan

dengan kontrol (Hariono, 2006).

Untuk mengatasi permasalahan keracunan plumbum, dilakukan terapi dengan

bahan pengkelat (chelating agent). Bahan pengkelat dapat mengikat logam-logam transisi seperti plumbum (Pb). Bahan pengkelat mengikat logam plumbum dan

membentuk ikatan kompleks yang membuatnya bersifat hidrofilik, sehingga dapat

dikeluarkan bersama urin. Kadang-kadang dikeluarkan dalam bentuk garam dari

asam urat, asam hipourat, dan kreatinin. Untuk plumbum yang masuk melalui saluran

cerna dan tidak terabsorbsi di saluran cerna akan diekskresikan bersama feses

(22)

Bahan pengkelat komersil yang umum digunakan adalah golongan

aminopolikarboksil termasuk EDTA, N-hidroxy ethylene diamine triacetic acid

(HEDTA), diethylen triamin pentaacetic acid (DTPA), dan nitrilo triacetic acid

(NTA). EDTA merupakan asam amino sintetik yang pertama kali digunakan pada

keracunan logam berat. Polimer pengkelat juga dapat diperoleh dari bahan alami,

salah satunya yang berpotensi adalah kitosan (Sanghi, 2000), karena kitosan memiliki

kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks logam-kitosan.

Kitosan merupakan bahan pengkelat ion yang sangat baik (Wan Ngah et al, 1998). Elektron dari nitrogen yang terdapat pada gugus amina dapat membentuk ikatan

kovalen dengan ion-ion logam transisi, kitosan sebagai donor elektron pada ion-ion

logam transisi (Guibal, 2004).

Kitosan polimer polikationik alami yang dapat berperan sebagai adsorben

terhadap logam berat dalam air limbah (Onsoyen & Skaugrud, 1990). Alimuniar

(1992), melaporkan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai adsorben yang baik pada

beberapa logam berat, seperti: Hg, Zn, Pt, Ni, Ag, Co, Cd, Cu dan Cr dengan tujuan

untuk pengolahan air limbah. Gao et al (2000) telah mengkaji sifat penyerapan ion logam Pb dengan menggunakan kitosan manik dan dimasukkan ke dalam kolom mini

melalui ekstraksi fasa padat. Sedangkan Ahmad et al (2004) telah melaporkan penggunaan kitosan untuk mengabsorpsi limbah minyak yang dihasilkan dari pabrik

(23)

Kitosan zat non-toksik yang merupakan polisakarida alami yang terdiri dari

kopolimer glukosamin dan N-asetilglukosamin, dan dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Khan et al, 2002). Kitin adalah biopolimer alami terbesar kedua yang dapat ditemukan di alam setelah selulosa. Kitin dapat diperoleh dari arthropoda, jamur, dan

ragi (Fernandez-Kim, 2004).

Karakteristik kimia yang sangat penting sekali untuk interaksi kitosan–logam

adalah derajat deasetilasi (DD) dan berat molekular (MW) (Onsoyen & Skaugrud,

1990; Berger et al, 2003 ). Burke et al (2000) melaporkan bahwa kemampuan kitosan mengabsorpsi besi (III) atau ion ferri meningkat sejalan dengan peningkatan

derajat deasetilasi kitosan. Hasil percobaan Zhou et al., (2003) menunjukkan bahwa kapasitas serapan untuk urea dengan kitosan tembaga meningkat dengan peningkatan

derajat deasetilasi.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan peneliti ingin mengetahui pengaruh

derajat deasetilasi kitosan terhadap kadar plumbum darah, aktivitas enzim -ALAD,

dan kadar hemoglobin pada mencit yang dipapar Pb.

1.2. Perumusan Masalah

Penelitian tentang pengaruh pemberian Pb terhadap aktivitas enzim δ-ALAD

dan karakteristik darah pada hewan percobaan telah banyak diteliti, dan diketahui

pula bahwa kitosan berpotensi sebagai pengkelat bagi logam berat seperti plumbum.

(24)

kitosan dengan berbagai derajat deasetilasi terhadap kadar Pb darah, aktivitas enzim

-ALAD dan kadar Hb secara in vivo.

3. Kerangka Teori

Plumbum dalam darah dapat mempengaruhi biosintesis heme diantaranya

dengan menghambat aktivitas enzim -ALAD di sitoplasma (WHO, 1997). Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa plumbum dapat menyebabkan penurunan

aktivitas enzim -ALAD dan anemia. Bahan pengkelat digunakan pada terapi

keracunan logam berat. Bahan pengkelat mengikat logam Pb dan membentuk ikatan

kompleks yang membuatnya bersifat hidrofilik sehingga mudah dikeluarkan bersama

urin.

Kitosan zat non toksik alami yang berpotensi sebagai bahan pengkelat karena

kemampuannya mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan-logam.

Kemampuan kitosan mengikat logam dipengaruhi oleh bobot molekular (MW) dan

derajat deasetilasi (DD).

Plumbum

Saluran pencernaan

(intestine) feses

Hati (liver)

(25)

Darah

Ginjal

Diharapkan: kitosan mengikat Pb sebelum Pb berikatan dengan kelompok enzym sulfihidril, sehingga:

• Kadar Pb darah menurun

• Aktivitas enzim -ALAD normal

• Kadar Hb normal

Urin

Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pengaruh Kitosan terhadap Kadar Pb Darah dan Aktivitas Enzim -ALAD

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi kitosan sebagai

bahan pengkelat untuk mengatasi keracunan plumbum pada mencit jantan.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan dengan derajat deasetilasi yang

berbeda terhadap kadar Pb darah mencit jantan yang dipapar Pb.

b. Untuk mengetahui perbedaan aktivitas enzim -ALAD pada mencit yang dipapar

Pb asetat dengan Pb asetat + kitosan dengan derajat deasetilasi (DD) yang berbeda.

1.5. Hipotesis

Yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ho1: tidak ada pengaruh derajat deasetilasi kitosan terhadap kadar Pb darah

mencit

Ha1: ada pengaruh derajat deasetilasi kitosan terhadap kadar Pb darah mencit

(26)

Ha2: ada pengaruh derajat deasetilasi kitosan terhadap aktivitas enzim -ALAD

3. Ho3: tidak ada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar Pb darah mencit

Ha3: ada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kadar Pb darah mencit

4. Ho4: tidak ada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas enzim -ALAD

Ha4: ada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas enzim -ALAD

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi tentang pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar

plumbum darah, aktivitas enzim -ALAD, dan kadar hemoglobin mencit

jantan.

2. Memberikan informasi pada masyarakat bagaimana upaya mengatasi

keracunan Pb.

3. Memberikan informasi khususnya kepada seluruh sivitas akademika

Universitas Sumatera Utara dan kepada masyarakat untuk mengembangkan

industri yang memanfaatkan potensi limbah udang, kepiting, dan sotong

(27)
(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plumbum (Pb)

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam

bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Logam ini disimbolkan dengan Pb. Plumbum termasuk ke dalam kelompok logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia.

Mempunyai nomor atom (NA) 82, dengan berat atom (BA) 207,2. Plumbum

merupakan logam yang bersifat lunak, mempunyai titik lebur 327,50C dan titik didih

1740 0C (Palar 2004; MSDS, 2005).

Plumbum dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang.

Senyawa PbCrO digunakan dalam industri cat, senyawa Pb-silikat digunakan secara

luas sebagai salah satu bahan pengkilap keramik. Senyawa timbal oksida (PbO4)

digunakan dalam industri baterai. Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula

aditif yang dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar kenderaan bermotor untuk anti

knocking yang berfungsi menaikkan angka oktan yaitu tetraetyllead (TEL)

(WHO,1977; Palar, 2004).

2.1.1. Keracunan Plumbum

Keracunan yang ditimbulkan oleh plumbum dapat terjadi karena masuknya

persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Saluran gastrointestinal dan respirasi

(29)

1981). Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya paparan.

Keracunan dibedakan menjadi keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan yang

disebabkan oleh timbal dalam tubuh mempengaruhi berbagai jaringan dan organ

tubuh (Palar, 2004).

Pada ginjal dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria,

nefropati dan fibrosis. Sistem gastrointestinal menyebabkan kolik dan konstipasi.

Sistem kardiovaskuler menyebabkan peningkatan permeabelitas pembuluh darah.

Sistem reproduksi dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita

dan hipospermi dan teratospermia pada pria. Sistem endokrin mengakibatkan

gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal, dan sistem haemopoietik menyebabkan

anemia (Ellenhorn dan Barceloux, 1988).

Efek yang disebabkan oleh keracunan plumbum pada anak-anak adalah:

Tabel 1. Tingkat Keracunan Pb di Darah dan Efeknya pada Anak-anak

Kelompok Tingkat kadar Pb di darah Efek pada anak-anak

1 1-9 μg/dL Gangguan belajar

(30)

Plumbum memiliki 3 sifat biokimia yang penting, yang dapat menimbulkan

efek toksik pada manusia:

1. Plumbum merupakan logam yang bersifat elektropositif dengan afinitas yang

tinggi untuk kelompok enzim sulfhidril dan menghambat enzim sulfhidril

seperti enzim 5-aminolivolinic acid (ALAD, EC 4.2.1.24) dan ferroketalase

(EC 4.99.1.2) yang sangat penting pada sintesa haem.

2. Aktivitas divalensinya menyerupai kalsium dan aksinya sebagai competitive inhibitor di dalam daerah yang sangat penting seperti fosforilasi oksidatif mitokondria. Plumbum merusak sistem messenger yang diatur oleh kalsium

dengan demikian akan mempengaruhi fungsi endokrin dan neural.

3. Plumbum juga dapat mempengaruhi transkripsi DNA, yang berinteraksi

dengan ikatan protein asam nukleat yang memiliki kemampuan mengatur gen.

(Goering, 1993)

2.1.2. Pengaruh Plumbum pada Sistem Peredaran Darah

Kira-kira 90 % Pb yang masuk ke dalam sirkulasi darah menuju ke eritrosit,

ada juga yang ke albumin darah, α-globulin dan protein lain (Bartik, 1981). Plumbum

mempengaruhi sistem peredaran darah dengan berbagai cara :

1. Dengan memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam

sum-sum tulang, hal ini menyebabkan terjadinya anemia.

2. Mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Sel darah merah yang diberi

(31)

kelemahan pergerakan. Selain itu juga memperlihatkan penghambatan Na-K-ATP

ase yang meningkatkan kehilangan kalium intraseluler. Pengaruh ini menjelaskan

bahwa kejadian anemia pada peristiwa keracunan timbal juga mempersingkat

waktu hidup sel darah merah.

3. Menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim

-ALAD dan enzim ferroketalase (WHO, 1977)

2.1.3. Monitoring Plumbum dalam Tubuh Manusia

Untuk mengetahui seberapa besar kandungan timbal yang diabsorbsi, dapat

dilakukan dengan beberapa cara. Tiga cara yang umum dilakukan adalah:

1. Pengujian kadar koproporfirin dalam urin

2. Pengujian kadar ALA dalam urin

3. Pengujian kadar ALA dan aktivitas enzim -ALAD dalam darah

Pengujian kadar ALA dan aktivitas enzim -ALAD dalam darah biasanya

dipakai untuk mengetahui kandungan timbale pada orang yang terpapar timbale.

Pengukuran yang paling sensitif adalah pengukuran yang dilakukan terhadap

penurunan aktivitas enzim -ALAD (Palar, 2004).

2.2. Aktivitas Enzim

Enzim berperan penting dalam proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh.

Aktivitas biologis enzim adalah sebagai biokatalis yang mengatur dan mempercepat

(32)

jumlah unit enzim yang mengkatalisis substrat dalam mikromolekul porfobilinogen

(PBG) per jam per liter eritrosit pada suhu 37 0C (Sadikin, 2002; Murray et al, 2003). Pada umumnya semua reaksi biokimia dikalisasi oleh enzim. Sebagian besar

reaksi biokimia sel-sel hidup akan terjadi dengan sangat lambat jika tidak dikatalisis

oleh enzim. Sifat enzim enzim yang paling bermakna adalah kemampuannya untuk

mengkatalisis suatu reaksi spesifik, dan pada hakekatnya tidak tidak mengkatalisis

reaksi lain. Dengan demikian kecepatan proses metabolisme spesifik dapat diatur oleh

enzim spesifik (Murray et al, 2003).

Dalam menjalankan tugasnya enzim-enzim sering membutuhkan logam atau

vitamin atau gabungan dari keduanya sebagai kofaktor dan aktivator. Logam berat

mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim dengan menggantikan fungsi

ion logam dari gugus enzim (Sadikin, 2002; Murray et al, 2003; Palar, 2004).

Pada enzim-enzim tertentu ada yang mengandung gugus sulfhidril (-SH)

sebagai pusat aktifnya. Enzim-enzim ini merupakan kelompok enzim yang paling

mudah terhalang daya kerjanya. Keadaan ini disebabkan gugus sulfhidril dengan

mudah berikatan dengan ion-ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh. Akibat dari

ikatan yang terbentuk antara gugus –SH dengan ion logam berat, daya kerja yang

dimiliki enzim menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak dapat bekerja (Palar,

2004).

Enzim delta-aminolevulininic acid dehydratase ( -ALAD), enzim yang

(33)

gugus –SH. Senyawa Pb yang masuk dalam tubuh akan mengikat gugus aktif dari

(34)

ENZYMATIC METABOLITES AND ABNORMAL PRODUCTS

Gambar 2. Diagram Alir Gangguan Timah Hitam (Pb) terhadap Biosintesis Hemoglobin (WHO, 1977)

(35)

2.3. Biosintesis Hemoglobin

Hemoglobin merupakan protein konjugasi globulin dan heme (yaitu suatu

kompleks protoporfirin dengan besi). Biosintesis porfirin berasal dari derivat

Ko-enzim A dari asam suksinat pada Siklus Krebs dalam mitokondria dan asam amino

glisin. Hasil reaksi kondensasi antara suksinil Ko-enzim A dan glisin adalah asam

alfa amino beta ketoadipat yang dengan cepat dikarboksilasi menjadi asam delta

aminolevulenat. Sintesis asam delta-aminolevulenat terjadi di mitokondria.

Dalam sitoplasma 2 molekul delta-aminolevulenat dikatalisis oleh enzim

delta-aminolevulinic acid dehydratase membentuk 2 molekul air dan 1 molekul

porfobilinogen. Masih dalam sitoplasma, 4 unit porfobilinogen mengalami

kondensasi membentuk polimer siklik yaitu uroporfobilinogen. Ada 2 isomer

uroporfobilinogen, yaitu isomer tipe I dan isomer tipe III. Heme berasal dari isomer

tipe III. Uroporfobilinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III. Reaksi ini

dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase.

Koproporfirinogen III memasuki mitokondria, selanjutnya diubah menjadi

protoporfirinogen. Dari 15 kemungkinan isomer hanya satu yang dibentuk, yaitu

protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh enzim protoporfirinogen

oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan ikatan rangkap

terkonjugasi yang merupakan ciri porfirin. Tahap akhir pembentukan heme adalah

(36)

2.4. Bahan Pengkelat

Kelat berasal dari bahasa Yunani chele yang artinya capit (Sanghi, 2000). Bahan pengkelat dapat mengikat logam-logam transisi salah satu logam tersebut

adalah timbal (Pb). Pengkelat yang sering digunakan adalah pengkelat sintetik yaitu

EDTA.

Karakteristik yang penting dan ideal yang harus dimiliki pengkelat timbal adalah:

1. Dapat mengurangi efek toksik timbal pada sel target.

2. Dapat memperkecil atau mencegah malfungsi pada sel.

3. Menghilangkan efek negatif karena gangguan homeostasis dan penggunaan

dari elemen essensial yang menyusut.

4. Menghilangkan atau meminimalisir toksisitas intrinsik (Goyer et al,1995)

2.5. Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida alami yang terdiri dari kopolimer glukosamin

dan N-acetylglukosamin, dan dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Khan et al, 2002). Kitin biopolimer alami terbesar kedua yang dapat ditemukan di alam setelah selulosa.

Kitin dapat diperoleh dari arthropoda, jamur, dan ragi (Fernandez-Kim, 2004), tetapi

sumber komersial yang penting adalah eksoskleton dari kepiting (Kim & Park, 2001).

Kitin dapat diisolasi dari cangkang kepiting dengan 2 tahap dasar, (1) pemisahan

protein (deproteinisasi) dan pemisahan calsium carbonat dan calsium phospat

(37)

Struktur kitin sangat mirip dengan selulosa yaitu ikatan yang terjadi antara

monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi β-(1-4). Perbedaannya

dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua,

pada kitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga kitin menjadi sebuah

polimer berunit N-asetilglukosamin Kitosan mempunyai rantai tidak linier dan

mempunyai rumus umum (C6H11NO4)n atau disebut sebagai (14)amino2deoksi

-D-glukosa (Fernandez-Kim,2004).

Berikut adalah struktur selulosa, kitin dan kitosan:

Gambar 3. Struktur Selulosa, Kitin, dan Kitosan (Fernandez-Kim,2004)

2.5.1. Sifat-sifat dan Penggunaan Kitosan

Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat,

sehingga dapat berfungsi sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah.

(38)

nitrogen dalam kitosan akan bereaksi dan mengikat logam dari persenyawaan limbah

cair. Kitosan yang tidak dapat larut dalam air akan menggumpalkan logam menjadi

flok-flok yang akan bersatu dan dapat dipisahkan dari air limbah. Kitosan dapat

bekerja sempurna jika dilarutkan dalam larutan asam (Marganof, 2003; Widodo et al, 2005). Proses pengikatan logam berat oleh kitosan dapat dilihat dalam Gambar 4

berikut.

Gambar 4. Mekanisme Pengikatan Logam Berat oleh Kitosan (Widodo et al, 2005)

Contoh di atas menggunakan logam Cu atau tembaga. Terjadi pengikatan Cu

oleh gugus N (nitrogen) dan O (oksigen). Logam Cu tersebut akan terikat atau

terserap, terkumpul dan terjadi flok-flok logam.

Kitosan juga bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan

membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada harga pH asam

dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan. Viskositas gel kitosan meningkat

(39)

dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan terdegradasi secara

berangsur-angsur, sebagaimana halnya kitosan melarut (Muzzarelli et al,1988).

Kitosan juga telah digunakan secara luas dalam bidang pengobatan,

bioteknologi, menjadi bahan yang penting dalam aplikasi farmasi, karena mempunyai

kemampuan biodegradasi dan biocompatibility dan rendah toksisitasnya ( Berger et al, 2004). Kitosan juga memperlihatkan aktivitas biologi seperti hypocholesterolemic, antimikroba, anti jamur (Rhoades & Roller 2000).

Tabel 2. Pemanfaatan Kitosan pada Beberapa Industri

Industri Manfaat

Industri pengolahan limbah Penyerap ion logam, koagulan, protein, asam amino, dan bahan pencelup

Industri makanan Pengawet, penstabil makanan, penstabil warna, bahan pengental, dll.

Industri kesehatan Penyembuh luka dan tulang, pengontrol kholesterol darah, kontak lensa, penghambat plag gigi, dll.

Industri pertanian Pupuk, pelindung biji, dll.

Kosmetik Pelembab (moisturizer), krem wajah, tangan dan bada, dll.

Bioteknologi Dapat immobolisasi enzim, chromatography, penyembuh sel, dll.

Sumber: Fernandez-Kim, 2004

2.5.2. Derajat Deasetilasi Kitosan

Berat molekul kitosan dan derajat deasetilasi berperan penting dalam proses

penyerapan. Pertambahan nilai derajat deasetilasi menyebabkan bertambahnya

(40)

Beberapa publikasi menyatakan bahwa derajat deasetilasi akan dapat

meningkatkan keupayaan dalam proses penyerap ion logam. Ini disebabkan

meningkatnya gugus amina bebas dan di dalam praktiknya berat molekul dan derajat

deasetilasi bertambah nilainya juga membawa pengaruh pada sifat fisik dan

fisikokimia pada porositas, viskositas, dan titik leburnya (Agusnar, 1990).

2.5.3. Pengkelat Kitosan dengan Ion-ion Logam

Kitosan memiliki reaktivitas yang tinggi untuk absorpsi dengan beberapa

mekanisme:

a. Kandungan yang tinggi pada gugus –OH membuatnya menjadi polimer yang

hidrofilik dan memberikan efek kelasi.

b. Kandungan gugus amina yang tinggi memberikan beban kation pada pH

asam.

c. Kelompok amina dapat mengikat logam kationik sehingga membuatnya

menjadi sepasang elektron (Inoue et al, 1993; Guibal, 2005)

Guibal 2004 (1984), menjelaskan bahwa interaksi antara ion-ion logam

dengan kitosan yaitu dengan menggunakan tembaga sulfat (CuSO4). Elektron dari

nitrogen yang terdapat pada gugus amina dapat mengakibatkan ikatan kovalen dative

dengan ion-ion logam transisi. Dimana kitosan sebagai donor elektron pada ion-ion

logam transisi. Kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi experimental pada

mencit (Mus musculus L.) strain BALBC.

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

USU, Laboratorium Biokimia BPPV Regional I Medan, Laboratorium Bapedalda

Propsu (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Provinsi Sumatera Utara), dalam

waktu 12 minggu.

3.3. Sampel Penelitian

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan Mus musculus L., umur 6-7 minggu, dengan kisaran berat badan 30-45 g yang diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Medan. Sebelum perlakuan

mencit terlebih dahulu diaklimatisasi selama seminggu. Mencit dipelihara dalam

kandang yang diberi alas sekam dan anyaman kawat sebagai penutup. Pemberian

makan dan minum dilakukan setiap hari secara ad libitum. Pakan yang diberikan berupa pelet produksi PT. Charoen Pokphan Medan dan diberi minum air ledeng.

(42)

3.4. Variabel yang diteliti

3.4.1. Variabel independent

1. Pb asetat

2. Derajat deasetilasi (DD) kitosan

3. Dosis kitosan

3.4.2. Variabel dependent

1. Kadar Pb darah

2. Aktivitas enzim -ALAD

3. Kadar Hb

3.5. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini sampel terdiri dari 30 ekor mencit jantan yang dibagi

secara acak dalam 10 kelompok masing-masing 3 ekor tiap kelompok, dengan nama

kelompok K0, K1, K2, K3, P1, P2, P3, P4, P5,dan P6.

K0 = Kelompok kontrol aquades

K1 = Kelompok kontrol Pb yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/kg BB

K2 = Kelompok kontrol asetat yang diberi larutan asam asetat 1 %

K3 = Kelompok kontrol kitosan yang diberi larutan kitosan

P1 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/BB + kitosan A 1 %

P2 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/BB + kitosan A 2 %

P3 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/BB + kitosan B 1 %

(43)

P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/BB + kitosan C 1 %

P5 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/BB + kitosan C 2 %

Kitosan A = Kitosan dengan Derajat Deasetilasi 64 %

Kitosan B = Kitosan dengan Derajat Deasetilasi 65 %

Kitosan C = Kitosan dengan Derajat Deasetilasi 75 %

Kitosan yang digunakan adalah kitosan yang bersumber dari sotong yang mempunyai

berat molekul yang rendah.

Jumlah Ulangan Tiap Kelompok

Penentuan jumlah ulangan untuk tiap kelompok berdasarkan rumus dari

Federer (1963), yaitu :

( t- 1 ) ( n-1)≥ 15

t = jumlah perlakuan ; n = jumlah ulangan

Jumlah perlakuan dalam penelitian ini adalah 10, maka jumlah ulangan tiap

kelompok minimal 3.

3.6.Pelaksanaan Penelitian

Perlakuan dimulai dengan menimbang berat badan masing-masing mencit dan

diberi perlakuan sesuai dengan kelompok perlakuan. Bahan uji diberikan secara oral

(44)

dislokasi leher dan dibedah untuk diambil darahnya sebanyak 1 mL. Selanjutnya

dianalisa kadar Pb darah, aktivitas enzim -ALAD, hematokrit, dan kadar Hb.

3.6.1. Prosedur penentuan derajat deasetilasi kitosan

Dimasukkan masing-masing 200 mL larutan NaOH 50 % ke dalam beaker

glass A, B, dan C yang masing-masing telah berisi 10 g kitosan, diaduk dan kitosan

dibiarkan terendam dalam larutan NaOH tersebut selama masing-masing 2 hari (A), 3

hari (B), dan 4 hari (C). Kemudian disaring dan dibilas dengan aquades, dan

dibiarkan kering pada suhu kamar. Selanjutnya kitosan A, B, dan kitosan C tersebut

dipreparasi untuk mengukur derajat deasetilasinya dengan metode spektroskopi infra

merah. Derajat deasetilasi dihitung dengan metode ”baseline”. (Alimuniar & Zainuddin, 1998)

3.6.2. Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah dilakukan dari jantung sebanyak 1 mL dengan

menggunakan spuit, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi heparin

sebagai antikoagulan.

3.6.3. Pembuatan larutan pereaksi untuk analisis enzim -ALAD

Alat yang digunakan dalam pembuatan larutan pereaksi yaitu: timbangan

analitik; labu ukur 100 mL, pH meter, gelas piala 250 mL, batang pengaduk, gelas

(45)

Bahan kimia yang digunakan adalah: Na2HPO4.12H2O; NaH2PO4.2H2O,

-ALA; trikloro asetat (TCA), HgCl2, Triton X-100, p-dimethylaminobenzaldehyd,

asam asetat glacial, asam perklorat, aquades.

Cara kerja

a. Larutan triton x-100

Sebanyak 0,5 mL triton x-100 dicampur dengan 500 mL aquades.

b. Larutan buffer natrium fosfat 0,2 mol/L pH 6,4

Sebanyak 53,72 g Na2HPO4.12H2O dilarutkan dalam 500 mL aquades

(Larutan A). Sebanyak NaH2PO4.2H2O 23,4 g dilarutkan dalam 500 mL

aquades (Larutan B). Sebanyak 100 mL Larutan A dicampur dengan 168 mL

Larutan B, pH 6,4 disesuaikan dengan menambahkan asam atau basa dan

diukur dengan menggunakan pH meter.

c. Larutan -ALA 125 mmol/L

Sebanyak 209,5 mg -ALA dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,

ditambahkan aquades hingga 100 mL, dikocok hingga homogen, dan

disimpan pada suhu 40C.

d. Larutan trikloro asetat (TCA) 60 g/L yang mengandung HgCl2 60

(46)

Sebanyak 15 g TCA dan 4 g HgCl2 dimasukkan ke dalam gelas piala dan

ditambah dengan aquades sampai volumenya 250 mL.

e. Larutan pereaksi Ehrlich

Sebanyak 2,0 g p-dimethylaminobenzaldehyd dilarutkan dalam 60 mL asam

asetat glasial dan ditambahkan 32 mL asam perklorat 70%. Sambil diaduk,

tambahkan asam asetat sampai tepat 100 mL (Wigfield & Farant, 1981).

3.6.4. Prosedur penentuan aktivitas enzim -ALAD

Alat yang digunakan dalam penentuan aktivitas enzim -ALAD adalah:

tabung ependorf , mikro pipet, inkubator, vorteks, sentrifugator dan spektrofotometer

. Bahan-bahan yang digunakan adalah: sampel darah, aquades, larutan triton

x-100, larutan buffer natrium fosfat 0,2 mol/L pH 6,4, larutan -ALA 125 mmol/L,

larutan trikloro asetat (TCA) 60 g/L yang mengandung HgCl2 60 mmol/L ,larutan

pereaksi ehrlich.

Cara kerja

Dipipet 20 μL sampel darah dengan mikropipet, dimasukkan dalam tabung

ependorf tambahkan 100 μL larutan Triton X-100 campur selama 15 detik dan

tempatkan campuran dalam ice-bath selama 3 menit untuk menyempurnakan lisis. Ke

dalam hemolisat ditambahkan 100 μL buffer natrium fosfat pH 6,4 dan 100 μL

larutan δ-Aminolevulinic acid kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37

0

(47)

Inkubasi semua sampel selama 60 menit pada suhu 37 0C. Untuk mengakhiri inkubasi

hentikan reaksi dengan menambahkan 200 μL campuran larutan TCA merkuri

klorida. Sentrifugasi pada kecepatan 11500 rpm selama 5 menit pada eppendorf

microcentrifuge. Setelah disentrifugasi pindahkan 400 μL larutan supernatan ke

tabung lain dan tambahkan 400 μL pereaksi Ehrlich. Selanjutnya untuk blanko

ditambahkan 400 μL pereaksi Ehrlich dan 400 μL aquadest. Setelah 5 menit,

absorbansi diukur pada panjang gelombang 555 nm (Wigfield & Farant, 1981).

3.6.5. Prosedur penentuan kadar Pb dalam darah

Alat yang digunakan adalah gelas ukur 1,0 mL, tabung reaksi, hot plate, spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA-6200). Bahan yang digunakan adalah

sampel darah, larutan asam nitrat.

Cara kerja

Sebanyak 0,5 mL darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian

ditambahkan asam nitrat pekat ± 1mL. Selanjutnya dipanaskan secara perlahan-lahan

di atas hot plate sampai larutan berwarna kuning. Larutan dibiarkan sampai kering dengan baik di atas hot plate.Kemudian ditambahkan asam nitrat 13% sebanyak 10

mL. Kemudian larutan diukur dengan spektrofotometer serapan atom (Shimadzu AA-

6200) pada panjang gelombang 283,3 nm (Saraswati, 1998)

3.6.6. Prosedur penentuan hematokrit

(48)

Cara kerja

Sampel darah dimasukkan ke dalam pipet hematokrit hingga hampir penuh,

kedua ujung pipet ditutup dengan lilin dan kemudian disentrifuge pada kecepatan

16.000 rpm, selama 5 menit. Persentase hematokrit dibaca pada skala khusus.

3.6.7. Prosedur penentuan kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin diukur dengan metode cyanmethemoglobin. Alat yang

digunakan: mikropipet, spektofotometer. Bahan yang digunakan: sampel darah,

reagen untuk menentukan konsentrasi hemoglobin (Biosystem Reagent & Instrumen)

Cara kerja

Preparasi reagen : satu mL reagen ditambah 49 mL aquades, diaduk dan

dimasukkan ke dalam botol cokelat,disimpan pada suhu 15-300C.

Dimasukkan 10 µL darah sampel ke dalam tabung A, 10 µL standard ke

dalam tabung B. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2,5 mL larutan reagen.

Untuk blangko ke tabung C dimasukkan 2,5 mL larutan reagen.Setelah itu semua

tabung di vortex dan didiamkan selama 3 menit pada suhu ruang. Setelah 3 menit tiap

larutan dimasukkan ke dalam cuvet, larutan blangko dimasukkan ke dalam

spektrofotometer dan diatur absorbansinya 0,00 pada panjang gelombang 540 nm.

Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran absorbansi standard dan sampel.

3.7. Variabel yang diamati

(49)

Keaktivan enzim dinyatakan dalam mikromolekul porfobilinogen (PBG) per

jam per liter eritrosit pada suhu 37 0C yang dihitung dengan rumus :

Absorbansi X 109,4 X 1,00 µmol PBG/jam/L eritrosit Hematokrit

3.7.2. Kadar Pb dalam darah

Kadar Pb dalam darah dinyatakan dalam µg/100 mL darah. Pada alat AAS

Shimadzu AA 6200, angka yang dibaca pada rekorder menunjukkan harga

konsentrasi. Sampel darah yang dianalisis kadar Pbnya sebanyak 0,5 ml. Pada saat

pengukuran,volume ditepatkan menjadi 1,0 ml, maka kadar Pb dalam darah adalah:

1 x konsentrasi yang dibaca (Saraswati, 1998). 0,5

3.7.3. Kadar Hb dalam darah

Untuk mendapatkan konsentrasi Hb maka dihitung dengan rumus :

C = A sampel x 37,5

C = konsentrasi

A = nilai absorbansi

3.7.4. Persentase derajat deasetilasi kitosan

Derajat deasetilasi dihitung dengan metode base line. Puncak tertinggi dicatat dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbansi dihitung dengan rumus :

P0 A = log

P

(50)

P = transmitansi pada puncak minimum

Nilai derajat N-asetilasi dapat dihitung dengan rumus :

% N- asetilasi = 1- (A gugus amida/A gugus hidroksil x 1/1,33) x 100 %

3.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan progam komputer SPSS 13. Dicari

apakah ada perbedaan kadar Pb darah, aktivitas enzim -ALAD, dan kadar Hb antara

kelompok perlakuan dengan kontrol dengan menggunakan uji Analisis Varian

(Anova). Jika dengan uji tersebut terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan

dengan uji LSD (Least Significant Difference) atau uji Beda Nyata Terkecil pada

tingkat kemaknaan p< 0,05.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil perhitungan penentuan derajat deasetilasi diperoleh nilai derajat

deasetilasi untuk Kitosan A adalah 64 %, Kitosan B 65 % dan Kitosan C 75 %.

4.1.1. Kadar Pb darah

Kadar Pb darah diukur untuk mengetahui pengaruh pemberian kitosan dengan

derajat deasetilasi 64 % (Kitosan A), 65 % (Kitosan B) dan 75% (Kitosan C) terhadap

(51)

penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata kadar Pb darah mencit yang dapat

dilihat pada Gambar 5 berikut.

Rata-Rata Kadar Pb Darah Mencit

Kadar Pb 0.14 0.33 0.02 0.03 0.04 0.11 0.06 0.02 0.003

K0 K1 K3 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Kadar Pb Darah Mencit

Keterangan :

K0 = Kelompok kontrol aquades

K1 = Kelompok kontrol Pb yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/kg BB K2 = Kelompok kontrol asetat yang diberi larutan asetat 1 %

30

K3 = Kelompok kontrol kitosan yang diberi larutan kitosan

P1 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 1 % P2 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 2 % P3 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 1 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 2 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 1 % P5 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 2 % Kitosan A = Kitosan dengan derajat deasetilasi 64 %

Kitosan B = Kitosan dengan derajat deasetilasi 65 % Kitosan C = Kitosan dengan derajat deasetilasi 75 %

Dari Gambar 5 di atas dapat dilihat rata-rata kadar Pb darah mencit pada

(52)

statistik dengan uji Anova satu arah diperoleh nilai p=0.6 (p>0,05) atau Ho1 dan Ho3

diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok

perlakuan hewan uji.Walaupun demikian jika dilihat dari rata-rata kadar Pb darah di

antara kelompok perlakuan terdapat kecendrungan terjadinya penurunan kadar Pb

darah mencit antara kelompok perlakuan K1 (kontrol Pb) dibandingkan dengan

kelompok perlakuan P1, P2, P3, P4, P5, dan P6.

4.1.2.Aktivitas Enzim -ALAD

Plumbum dapat mempengaruhi aktivitas enzim -ALAD,untuk mengetahui

pengaruh pemberian kitosan pada mencit yang diberi larutan Pb asetat secara oral

selama 14 hari terhadap aktivitas enzim tersebut telah dilakukan penelitian dan

diperoleh rata-rata aktivitas enzim -ALAD pada Gambar 6 berikut.

Rata-Rata Akivitas Enzim DALAD Mencit

Aktivitas enzim 0.63 0.72 0.66 1.2 0.33 0.55 0.43 0.61 0.49 0.9

K0 K1 K2 K3 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Gambar 6. Grafik Rata-Rata Aktivitas Enzim -ALAD

Keterangan :

K0 = Kelompok kontrol aquades

(53)

K2 = Kelompok kontrol asetat yang diberi larutan asetat 1 % K3 = Kelompok kontrol kitosan yang diberi larutan kitosan

P1 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 1 % P2 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 2 % P3 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 1 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 2 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 1 % P5 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 2 % Kitosan A = Kitosan dengan derajat deasetilasi 64 %

Kitosan B = Kitosan dengan derajat deasetilasi 65 % Kitosan C = Kitosan dengan derajat deasetilasi 75 %

Berdasarkan data dari Gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa pada kelompok

K3 (kontrol kitosan) memiliki aktivitas enzim -ALAD tertinggi dibandingkan

dengan kelompok perlakuan yang lain. Sedangkan kelompok P1 memiliki aktivitas

enzim -ALAD terendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain.

Kelompok K1 (kontrol Pb) memiliki aktivitas enzim -ALAD lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok K0, K2, P1, P2, P3, P4, dan P5.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji anova satu arah diperoleh nilai

p=0.009 (p<0,05) atau Ho2 ditolak yang berarti ada pengaruh derajat deasetilasi

kitosan terhadap aktivitas enzim -ALAD. Kemudian untuk melihat perbedaan antar

kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Least Significant Difference), diperoleh perbedaan antar kelompok perlakuan seperti pada Tabel 3.

(54)

P4 ns ns ns * ns ns ns ns ns

P5 ns ns ns * ns ns ns ns *

P6 ns ns ns ns * ns * ns *

Keterangan : ns = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata

Dari hasil uji BNT pada Tabel 3 tersebut aktivitas enzim -ALAD pada

kelompok K3 (kontrol kitosan) berbeda nyata (p<0,05) dengan semua kelompok

perlakuan (K0, K1, K2, P1, P2, P3, P4, P5) kecuali dengan kelompok P6. Sedangkan

kelompok P6 berbeda nyata dengan kelompok P1, P3, dan P5 yang berarti ada

pengaruh konsentrasi kitosan terhadap aktivitas enzim -ALAD (Ho4 ditolak).

4.1.3. Kadar Hemoglobin

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata kadar

hemoglobin seperti pada Gambar 7 berikut.

Rata-Rata Kadar Hb Darah Mencit

Kadar Hb 14.43 11.96 13.5 15.03 14.03 14.4 14.7 14.73 14.9 15.16

K0 K1 K2 K3 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Kadar Hemoglobin Mencit

Keterangan :

(55)

K1 = Kelompok kontrol Pb yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/kg BB K2 = Kelompok kontrol asetat yang diberi larutan asetat 1 %

K3 = Kelompok kontrol kitosan yang diberi larutan kitosan

P1 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 1 % P2 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan A 2 % P3 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 1 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan B 2 % P4 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 1 % P5 = Kelompok perlakuan yang diberi larutan Pb asetat 25 mg/g BB + kitosan C 2 % Kitosan A = Kitosan dengan derajat deasetilasi 64 %

Kitosan B = Kitosan dengan derajat deasetilasi 65 % Kitosan C = Kitosan dengan derajat deasetilasi 75 %

Berdasarkan data dari Gambar 7 pada kelompok K1 (kontrol Pb) memiliki

kadar hemoglobin terendah (12 g/dL) dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang

lain. Sedangkan kelompok P6 memiliki kadar hemoglobin tertinggi (15,2 g/dL)

dibandingkan dengan kelompok lain.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji anova satu arah diperoleh hasil

yang signifikan p=0.000 (p<0,05) di antara kelompok perlakuan. Untuk mengetahui

perbedaan antar kelompok perlakuan dilakukan uji Beda Nyata Terkecil dan

diperoleh hasil seperti pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil Rata-Rata Kadar Hemoglobin

(56)

Berdasarkan hasil uji BNT pada Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa kelompok

K1 (kontrol Pb) berbeda nyata (p<0,05) dengan semua kelompok perlakuan (K0,

K2,K3, P1, P2, P3, P4, P5, dan P6) yaitu terjadi penurunan kadar hemoglobin. Begitu

juga dengan kelompok K2 (kontrol asetat) berbeda nyata dengan semua kelompok

perlakuan kecuali dengan kelompok P1 (Pb asetat + Kitosan A 1%).

Pada kelompok P1 kadar Hb lebih rendah dan berbeda nyata dari kelompok

P5 (Pb asetat + Kitosan C 1%), P6 (Pb asetat + Kitosan C 2 %), dan K3 (kontrol

kitosan) tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K1. Begitu juga

dengan kelompok P2 (Pb asetat + kitosan A 2%) lebih rendah dan berbeda nyata

dengan kelompok P6.

Pada kelompok P3 (Pb asetat + kitosan B 1 %) dan kelompok P4 (Pb asetat +

kitosan B 2%) tidak berbeda dengan kelompok K0, K3, P1, P2, P5, dan P6.

Pemberian kitosan dengan konsentrasi berbeda antara P1 dan P2, P3 dan P4, P5 dan

P6 tidak berpengaruh terhadap kadar Hb, tetapi kadar Hb meningkat sejalan dengan

kenaikan derajat deasetilasi kitosan yang diberikan.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pemberian larutan Pb asetat dapat

meningkatkan kadar Pb dalam darah hewan uji kelompok K1 (kontrol Pb) sebesar

0,33 µg/100 mL serta menunjukkan penurunan kadar hemoglobin darah (12 g/dL).

Hal ini sesuai dengan penelitian Sugiharto (2004), dan Hariono (2005) yang

(57)

hemoglobin darah tikus. Menurut Palar (2004), plumbum dapat menghambat proses

pengikatan heme dengan globin sehingga Hb yang terbentuk berkurang. Kadar Pb

dalam darah sebesar 0,5 µg/mL pada manusia dewasa dapat menurunkan sintesis Hb,

pada kadar 0,8 µg/mL dapat mengakibatkan anemia, sedangkan pada anak-anak

anemia dapat terjadi apabila dalam darah mengandung timbal pada kadar 0,7 µg/mL

(WHO, 1987 ).

Meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata kadar Pb darah di antara

kelompok perlakuan namun terdapat kecenderungan penurunan kadar Pb darah antara

kelompok kontrol Pb dengan kelompok perlakuan yang diberi kitosan (P1, P2, P3,

P4, P5, dan P6). Hal ini dapat dilihat dari kadar hemoglobin kelompok perlakuan.

Kecendrungan menurunnya kadar Pb darah pada kelompok perlakuan yang diberi

kitosan mengakibatkan peningkatan kadar hemoglobin seperti yang terlihat pada

Gambar 7. Terdapat peningkatan yang nyata kadar hemoglobin antara kelompok

kontrol Pb (K1) dengan semua kelompok perlakuan yang diberi kitosan (P1, P2, P3,

P4, P5, P6), serta terdapat perbedaan yang nyata kadar hemoglobin antara kelompok

perlakuan yang diberi kitosan derajat deasetilasi 64 % (P1 dan P2) dengan kadar

hemoglobin kelompok perlakuan yang diberi kitosan derajat deasetilasi 75 % (P5 dan

P6). Hal ini menunjukkan kemampuan kitosan sebagai pengkelat logam Pb.

Plumbum merupakan logam berat yang merupakan inhibitor enzim. Kerjanya

(58)

enzim yang paling mudah terhalang daya kerjanya, karena gugus –SH mudah

berikatan dengan ion-ion logam berat. Enzim-enzim pada sistem haemopoietik seperti

enzim delta aminolevulinic acid dehydratase ( -ALAD) yang berperan dalam

biosintesis hemoglobin adalah salah satu enzim yang mengandung gugus –SH,

sehingga daya kerjanya sangat dipengaruhi oleh plumbum. Interaksi antara plumbum

dengan gugus –SH enzim -ALAD mengakibatkan pembentukan intermediet

porphobilinogen dan kelanjutan dari proses pembentukan haem tidak dapat berlanjut

(terputus). Sehingga terjadi hambatan dalam sintesa hemoglobin (Saraswati, 1998;

Palar, 2004; Sudarmaji et al, 2006).

Logam berat seperti Pb selain dapat bereaksi dengan gugus –SH pada enzim

juga dapat bereaksi dengan gugus karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2).

Kitosan mengandung gugus amina dan hidroksil (-OH) sehingga menyebabkan

kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi, bersifat polielektrolit kation

sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan

sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah (Marganof, 2003).

Menurut Inoue et al (1993) Rorrer dan Hsien (1993), gugus hidroksil pada kitosan menyebabkan kitosan menjadi bersifat hidrofilik , dan gugus amina pada

rantai kitosan merupakan tempat pengkelat untuk ion logam. Maka dari sifat-sifat ini

kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat plumbum darah.

Kemampuan kitosan dalam mengkelat plumbum darah dapat dilihat dari

(59)

kitosan terutama pada kelompok P6 yang diberi kitosan derajat deasetilasi 75 %

konsentrasi 2 % mempunyai kadar Pb darah terendah (0,003 µg/100 mL). Juga dari

kadar hemoglobin darah terdapat perbedaan yang nyata kadar hemoglobin antara

kelompok perlakuan yang diberi kitosan derajat deasetilasi 64 % (P1 dan P2) dengan

kadar hemoglobin kelompok perlakuan yang diberi kitosan derajat deasetilasi 75 %

(P5 dan P6). Rendahnya kadar Pb darah serta tingginya kadar hemoglobin pada

kelompok P6 tersebut karena kemampuan kitosan dengan derajat deasetilasi 75 %,

konsentrasi 2 % dalam mengkelat Pb lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan

derajat deasetilasi 64 % dan 65 %. Keadaan ini sesuai dengan yang dikemukakan

oleh Milot et al (1998), bahwa pertambahan nilai derajat deasetilasi dapat meningkatkan keupayaan dalam proses penyerapan ion logam, hal ini disebabkan

bertambahnya jumlah gugus amina bebas, serta konsentrasi larutan menyebabkan

viskositas menjadi tinggi yang penting untuk kekuatan ion.

Berdasarkan data pada Gambar 6 dan Tabel 3, kelompok K3 (kontrol kitosan)

memiliki aktivitas enzim -ALAD tertinggi (1,2 µmol PBG /jam/L eritrosit ) dan

berbeda nyata (p<0,05) dengan semua kelompok perlakuan (K0, K1, K2, P1, P2, P3,

P4, P5). Belum diketahui mekanisme yang menyebabkan kitosan dapat meningkatkan

aktivitas enzim -ALAD di darah. Pada kelompok K1 (kontrol Pb) memiliki aktivitas

enzim -ALAD lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok K0, K2, P1, P2, P3, P4,

(60)

oleh Maes dan Gerber (1978), Fujita et al (1982), Kajimoto et al (1982) Hariono, 2005. Mekanisme kenaikan aktivitas enzim -ALAD ini juga belum diketahui.

Menurut Fujita et al (1982), peningkatan aktivitas enzim -ALAD yang terjadi di dalam darah manusia kemungkinan karena penghambatan yang berlebihan

oleh Pb terhadap aktivitas enzim -ALAD tersebut pada sel-sel sum-sum tulang

belakang selama pemaparan Pb.

Kelompok P6 (Pb asetat + kitosan derajat deasetilasi 75 % konsentrasi 2 %)

memiliki aktivitas enzim -ALAD 0, 9 µmol PBG /jam/l eritrosit berbeda nyata

dengan kelompok P5 (Pb asetat + kitosan derajat deasetilasi 75 % konsentrasi 1 %),

aktivitas enzim -ALAD 0,49 µmol PBG /jam/l eritrosit; kelompok P3 (Pb asetat +

kitosan derajat deasetilasi 65 % konsentrasi 1 %, aktivitas enzim -ALAD 0,43 µmol

PBG /jam/l eritrosit; dan kelompok P1 (Pb asetat + kitosan derajat deasetilasi 64 %

konsentrasi 1 %) aktivitas enzim -ALAD 0,33 µmol PBG /jam/l eritrosit ).

(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Pemberian kitsan pada derajat deasetilasi 64%, 65%, dan 75 % dengan

konsentrasi1% dan 2% terhadap mencit yang dipapar Pb asetat dengan dosis 25

mg/ kg BB tidak menunjukkan perbedaan kadar Pb darah yang nyata.

b. Aktivitas enzim -ALAD pada kelompok K3 (kontrol kitosan) meningkat dan

berbeda nyata dengan kelompok K0, K1, K2, P1, P2, P3, P4 dan P5

c. Pemberian kitosan pada derajat deasetilasi 75% dengan konsentrasi 2%

(kelompok P6) terhadap mencit yang dipapar Pb asetat menunjukkan peningkatan

aktivitas enzim -ALAD dan berbeda nyata dengan kelompok P1, P2, dan P5.

d. Pemberian kitosan pada derajat deasetilasi 64%, 65%, dan 75 % dengan

konsentrasi 1% dan 2% terhadap mencit yang dipapar Pb asetat dengan dosis 25

mg/ kg BB meningkatkan kadar hemoglobin darah dan berbeda nyata dengan

kelompok K1 (kontrol Pb).

e. Kadar hemoglobin darah pada kelompok P6 meningkat dan berbeda nyata dengan

(62)

5.2. Saran

40 1. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan derajat deasetilasi yang lebih

tinggi (>75 % DD < 100 %) dan dengan jumlah hewan uji yang lebih banyak.

2. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan bentuk kitosan

yang berbeda.

3. Perlu dilakukan pengukuran nilai viskositas larutan kitosan yang digunakan

selama perlakuan.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme penyerapan

plumbum oleh kitosan secara in vivo di dalam darah.

5. Perlu diperhatikan agar AAS yang digunakan untuk mengukur kadar Pb darah

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 1990. Kitin dan Kitosan sebagai Fasa dalam Kromatografi Gas untuk Pemisahan Hidrokarbon. Tesis M.Sc. UKM

Ahmad, A.L., Sumathi, S., Hameed, B.H. 2004. Chitosan: A Natural Bioplolymer for the Adsorption of Residue from Oily Wastewater. Adsorption Science & Teechnology. 22:75.

Akagi, R., Nishitani, C., Harigae, H., Horie,Y., Garbaczewski,L., Hassoun,A., Marcelis,R., Versrtraeten, L., and Sassa, S. 2000. Molecular Analysis of Delta Aminolevulinate Dehydratase Deficiency in a Patient with an Unusual Late-Onset Porphyria. Blood. 96:3618

Alimuniar, A., Zainuddin, R. 1998. An Economical Technique for Producing, Advantage integration chitin and chitosan, London, Elvesier. p. 627.

A.T.S.D.R. (Agency for Toxic Substances and Disease Registry). 1993. Toxicological Profile for Lead, Update. Prepared by Clement International Corporation Under Contact No. 205-88-060 for ATSDR, U.S. Public Health Services, Atlanta, GA.

Bartik, M. 1981. Veterinary Toxicology. Elsevier Scientific Publishing Company, New York. pp.108-110.

Berger, J., Reist, M., Mayer, J.M., Felt, O., Peppas, N.A., and Gurny, R. 2004. Review Article.Structure and Interactions in Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogels for Biomedical Applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 57:19-34.

Burke, A., Yilmaz, E. and Hasirci, N. 2002. Evaluation of Chitosan As a Potential Medical Iron (III) ion Adsorbent. Turk J Med Sci. 30:341-348.

Centers for Disease Control and Prevention. 2000. Recommendation for Blood Lead Screening of Young Children Enrolled in Medicaid: Targeting a Group at High Risk. MMWR. 49:1-13.

(64)

http:/www.pikiran-Ellenhorn, M.J and Barceloux, D.G.1988. Medical Toxicology: Diagnosis and Treatment of Human Poisoning. Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York.

Federer,W.Y. 1963. Experimental Design Theory and Application. New York, Mac Millan. p.544.

Fernandez-Kim, S.O. 2004. Physicochemical and Functional Properties of Crawfish Chitosan as Effected by Different Processing Protocols. Thesis The Departement of Food Science. Seoul National University. pp.6-8; 28-29.

Fujita, H., Sato, K., and Sano, S. 1982. Increase in the Amount of Erythrocyte -Aminolevulinic Acid Dehydratase in Workers with Moderate Lead Exposure. Intl. Arch.of Occupational and Environmental Health. 50:287

Gao, Y., Lee, K.H., Oshima, M., and Motomizu, S. 2000. Adsorption Behavior of Metal Ions Cross-Linked Chitosan and the Determination of Oxoanions after Pretreatment with a Chitosan Column. Analytical Science.16:1303

Goering, P.L. 1993. Lead-Protein Interaction as a Basis for Lead Toxicity. Neurolotoxicology. 14:60.

Goyer, R.A., Cherian, MG., Jones, M.M., and Reigar, J.R. 1995. Role of Chelating Agent for Prevention, Intervention, and Treatment of Exposures to Toxic Metal. Environmental Health Prespective. 103:132

Guibal, E. 2004. Metal Ion Interaction with Chitosan A Review. Separation and Purification Technology. 38:43.

Guibal, E., Touraud, E., and Roussy, J. 2005. Chitosan Interaction with Metal Ions And Dyes : Dissolved-State Versus Solid-State Application. World J. Microbiol. Biotechnol. 21:913.

Hariono. 2005. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Anorganik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). J.Sain Vet. 23:107-108

2006. Efek Pemberian Plumbum (Timah Hitam) Organik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). J.Sain Vet. 24:125-134

Gambar

Grafik Rata-Rata Aktivitas Enzim h-ALAD …………………….
Gambar Hasil Spektroskopi FT-IR Kitosan A.............................
Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pengaruh Kitosan terhadap Kadar Pb Darah dan
Tabel 1. Tingkat  Keracunan Pb di Darah dan Efeknya pada Anak-anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model Layanan Life Skills Counseling (Bimbingan Keterampilan Hidup) Berlandasakan Tri Hita Karana Pada Warga Kelompok Belajar Di.. Provinsi

dari peran saksi ahli dalam suatu sengketa tanah yang sesuai dengan. pelaksanaan keilmuan dan aturan hukum yang berlaku, serta

Natalina Aritonang : Kajian Kuantitatif Pelapukan Pedokimia(C → A)pada Tanah Berbahan Induk Tuff Dasit di

Model kepemimpinan kepala sekolah yang efektif yang sesuai dengan kondisi SMP Negeri di Kecamatan Konda adalah kepemimpinan ENTELCERDAS, sebuah akronim dari

Kun jatkosota syttyi kesällä vuonna 1941, 14. Divisioona lähti hyökkäykseen kohti itää Ru- kajärven suuntaan Kuhmon tasalta. Divisioona eteni vaativien taisteluiden jälkeen

Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada umumnya dihuni oleh Waluh Jabu (delapan keluarga), selain rumah si waluh jabu ada juga rumah adat yang lebih besar

Kemudian adalah pengisian account pada masing-masing softphone , jika sesuai dengan data base pada asterisk maka user tersebut telah berhasil melakukan registrasi,

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan terhadap para pihak yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku