• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah Dengan NIR Spectroscopy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah Dengan NIR Spectroscopy"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

DETECTION OF CHILLING INJURY SYMPTOMS OF STAR FRUITS (Averrhoa Carambola L.) STORED AT LOW TEMPERATURE BY NIR SPECTROSCOPY

Ita Heruwati and Y Aris Purwanto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: itaheruwati@yahoo.com

ABSTRACT

Cold storage or low temperature storage is an effective method to extend the self life and assuring quality product of horticulture such as star fruit. However, stored in low temperature may cause chilling injury which decreases the quality of star fruit. Chilling injury of star fruit has correlation with the change of pH content during storage. The change of pH content during storage my be determined nondestructively using near infrared (NIR) Spectroscopy. The objectives of this study were to determine quality of star fruit during storage, to build calibration model of NIR reflectance spectra to predict the pH content during storage at 5 oC temperature, and to determine chilling injury symptoms based on change of ion leakage slope during storage using NIR reflectance. Calibration were built using partial least squares (PLS). Result of analysis showed that the change of pH content could be predicted well by NIR reflectance using the calibration model of PLS for star fruit stored at 5 oC. The change of ion leakage slope based on change of pH content also could be determined using NIR reflectance for star fruits stored at 5 oC.

(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan buah tropis yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Umumnya tanaman ini ditanam di pekarangan atau di halaman rumah sebagai tanaman peneduh. Buah belimbing memiliki prospek pemasaran yang baik dan merupakan buah lokal yang harganya mampu bersaing dengan buah-buahan impor. Disamping itu, sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai penurun tekanan darah tinggi atau penormal tekanan darah, buah ini sudah memiliki konsumen tersendiri yakni masyarakat kalangan menengah ke atas. Kelebihan yang lain yaitu produktivitasnya yang tinggi dan dapat berbuah sepanjang tahun.

Masalah utama yang menjadi kendala bagi produk buah-buahan di Indonesia adalah karakteristik alaminya yang mudah rusak dan busuk. Umur pascapanen yang relatif singkat dan penurunan mutu buah selama penyimpanan membatasi potensi ekspor. Dalam hal ini sangat dibutuhkan teknologi penanganan pascapanen buah yang baik sejak di tingkat petani. Salah satu penanganan pascapanen produk hortikultura seperti buah belimbing yang paling sederhana adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah atau penyimpanan dingin. Penyimpanan dingin merupakan suatu proses pengawetan suatu bahan pangan yang dilakukan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Secara umum penyimpanan dingin dilakukan pada suhu 2,2 oC-15 oC. Proses pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air. Tujuan dari penyimpanan dingin adalah menghambat turunnya mutu suatu bahan pangan dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara. Namun, untuk beberapa komoditas, penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan kerusakan dingin (chilling injury) terutama pada produk yang sensitif terhadap suhu dingin.

Kerusakan dingin atau chilling injury (CI) merupakan kerusakan fisiologis pada membran sel produk. Pada tingkat kerusakan yang lebih tinggi akan mempengaruhi kekerasan buah, dimana CI akan menyebabkan buah memiliki tekstur lebih lunak. Oleh karena itu perubahan kekerasan buah dapat dijadikan indikator kemungkinan terjadinya CI. Kerusakan membran biasanya sering kali diikuti oleh beberapa efek fisiologis seperti produksi etilen, peningkatan laju respirasi, penurunan laju fotosintesis dan perubahan pada struktur sel yang dapat menyebabkan produk mudah terserang penyakit. Chilling stress dan kerusakannya tidak hanya terjadi selama penyimpanan. Kasus chilling injury dapat dijumpai di lapangan, selama penanganan atau transit, atau selama distribusi wholesale, di tempat retail dan di rumah tangga. Penempatan produk dalam lemari pendingin di rumah juga merupakan hal umum yang dapat menyebabkan kerusakan dingin.

Menurut Thompson (1967), gejala CI pada buah belimbing yaitu seperti bercak-bercak coklat pada permukaan kulit, pencoklatan pada kelima pinggiran sisinya, dan cekungan dipermukaan kulit buah sehingga menimbulkan kegagalan dalam proses pematangan. Gejala ini terlihat pada suhu penyimpanan 5-10 oC tetapi suhu penyimpanan tersebut dapat mempertahankan kondisi buah selama 3-4 minggu.

(3)

2 (NIR) spectroscopy merupakan metode pengukuran nondestruktif yang memanfaatkan energi gelombang inframerah dekat untuk mengukur sifat-sifat fisik dan kimia suatu produk.

Parameter CI buah belimbing yang akan diamati pada penelitian ini adalah perubahan ion leakage dan perubahan pH. Identifikasi CI pada umumnya dilakukan secara visual setelah buah diletakkan beberapa jam pada suhu ruang. Buah belimbing yang rusak cenderung terjadi penurunan kekerasan, kandungan total padatan terlarut (TPT) dan pH. CI pada buah belimbing akan diamati selama penyimpanan pada suhu 5oC.

1.2.

Tujuan

1. Menentukan perubahan parameter mutu buah belimbing (susut bobot, kekerasan, TPT, pH, dan kadar air) selama penyimpanan.

2. Mengembangkan model kalibrasi NIR untuk memprediksi pH buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC.

(4)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Botani Belimbing

Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan tanaman hortikultura yang tumbuh di daerah tropis. Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing terdapat di Malaysia. Tanaman ini terbagi menjadi dua jenis yaitu belimbing manis (carambola) dan belimbing wuluh (bilimbi). Jenis belimbing yang banyak dibudidayakan adalah belimbing manis. Pohon belimbing berkayu keras dan tinggi pohon dapat mencapai 12 m. Pohon belimbing tidak terlalu besar dengan diameter batang sekitar 30 cm. Daun belimbing termasuk daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun tersusun berhadapan atau berseling pada tangkai bersama dan umumnya berjumlah 7 – 17 helai. Daun muda berwarna kemerahan, setelah tua berwarna hijau muda (Sunarjono 2004). Bentuk morfologi buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 1.

Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Oxalidales Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa carambola L. (belimbing manis)

Belimbing bukan termasuk tanaman musiman. Panen buah belimbing dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Panen besar biasanya bulan Juli – Agustus. Umur petik dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah seperti Jakarta, umur petiknya sekitar 35-60 hari setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah bunga mekar (Rukmana 1996).

Gambar 1. Buah belimbing (Averrhoa carambola L)

(5)

4

2.2.

Panen dan Pascapanen Belimbing

Umur panen (petik) buah belimbing dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Salah satu faktor yang menentukan mutu dan kualitas buah belimbing adalah waktu dan cara pemetikan. Karena buah belimbing merupakan buah non-klimakterik, maka buah harus dipetik setelah matang pohon. Buah belimbing yang masih hijau atau muda pada saat dipetik lebih rentan terkena chilling injury ketika disimpan pada suhu rendah dibandingkan buah belimbing yang dipetik setelah matang. Waktu pemetikan yang tepat adalah pagi hari saat buah masih segar dan sinar matahari belum terlalu panas. Pemanenan biasanya dilakukan dengan melihat perubahan warna kulit buahnya dari hijau atau hijau-kekuningan menjadi warna kuning atau kuning-orange. Indeks warna kematangan belimbing seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks warna kematangan buah belimbing Indeks

Kematangan

Penampilan Buah Karakteristik

1

Indeks 1- Warna hijau tua, buah belum matang tidak sesuai untuk dipasarkan

2

Indeks 2- Warna hijau sedikit kuning, buah matang dan sesuai untuk diekspor

3

Indeks 3- Warna hijau melebihi kuning, buah matang dan sesuai diekspor melalui udara

4

Indeks 4- Warna kuning dominan dibanding hijau, buah matang, sesuai untuk diekspor melalui udara

5

Indeks 5- warna kuning dengan sedikit warna hijau, buah matang sesuai untuk pasaran lokal

6

Indeks 6- Warna kuning, buah matang, sesuai untuk pasaran lokal

7

Indeks 7- oranye, buah terlalu matang, tidak sesuai untuk dipasarkan

(6)

5 Cita rasa buah ditentukan oleh tingkat kemasakannya. Buah yang masak di pohon akan memiliki rasa yang lebih enak, berwarna kuning dengan permukaan yang halus dan mengkilat (Satyawibawa 1992). Buah yang berwarna kuning sempurna memiliki kadar gula maksimum namun buah sangat rapuh, mudah pecah dan gampang terluka. Oleh karena itu, buah belimbing biasanya dipanen saat perubahan warnanya berhenti. Buah dengan warna kuning 50-70% lebih keras dibandingkan dengan buah yang berwarna kuning sempurna atau kuning-orange, buah dengan warrna ini dianggap sebagai kematangan komersil.

Buah belimbing memiliki kandungan nutrisi dan vitamin yang sangat bermanfaat. Kandungan vitamin C yang tinggi dalam belimbing bermanfaat sebagai antioksidan yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah radikal bebas. Nutrisi yang terkandung dalam 100 gram buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi dalam 100 gram buah belimbing

Nutrisi Satuan Kadar

Air g 91,38

Energi kkal 31

Protein g 1,04

Lemak g 0,33

Karbohidrat g 6,73

Diet serat g 2,8

Gula g 3,98

Kadar abu g 0,52

Kalsium mg 3,00

Besi mg 0,08

Fosfor mg 12

Seng mg 10

Vitamin C mg 34,4

Folat µg 12

Asam pantotenat mg 0,39

Vitamin B1 mg 0,03

Vitamin B2 mg 0,02

Kalium mg 133

Sumber : USDA Nutrient Database (2010)

(7)

6 Tabel 3. Laju respirasi buah belimbing

No. Temperatur Mg CO2/kg.h

1. 5oC 10 sampai 19

2. 10 oC 15 sampai 29

3. 15 oC 19 sampai 34

4. 20 oC 37 sampai 92

Sumber: Shiesh et al., 1987

2.3.

Kerusakan dingin (Chilling Injury) Buah Belimbing

Penyimpanan pada suhu rendah merupakan cara yang efektif untuk menjaga kualitas produk hortikultura setelah panen. Penyimpanan pada suhu rendah atau penyimpanan dingin adalah suatu proses pengawetan suatu bahan pangan yang dilakukan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Secara umum penyimpanan dingin dilakukan di bawah suhu 15oC tergantung kepada bahan yang akan disimpan. Namun, untuk beberapa komoditas, penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan kerusakan dingin (chilling injury).

Champbell et al. (1987) melaporkan bahwa suhu 5oC merupakan suhu penyimpanan paling efektif untuk buah belimbing. Sedangkan menurut Thompson (1967), buah belimbing dapat bertahan selama 3-4 minggu bila disimpan pada suhu 5-10 oC dan tahan selama 4-5 hari bila disimpan pada suhu 20 oC.

Menurut Wan dan Lam (1984), chilling injury (CI) dapat terjadi pada buah belimbing manis muda yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan dan gejala CI yang ditampakkan adalah layu pada permukaan buah, sirip buah menjadi coklat dan gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Buah belimbing muda yang memiliki warna kuning kurang dari 25% akan mengalami kerusakan ringan setelah 5 minggu disimpan pada suhu 5 °C. Kerusakan akan bertambah seiring lamanya waktu penyimpanan. Kerusakan fisiologi yang terlihat seperti bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian sirip menjadi kecut dan berwarna hitam, serta warna kuning buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan pada suhu 20 °C.

Paull dan Chen (1986) melaporkan bahwa buah belimbing merupakan buah yang tidak terlalu sensitif terhadap CI. Namun, selama penyimpanan dingin yang berlangsung pada suhu 0oC atau 5 oC selama 2 dan 6 minggu terdapat gejala-gejala kerusakan dingin seperti bintik-bintik kecil pada permukaan kulitnya dan warna coklat pada seluruh sisi pinggirnya. Gejala kerusakan dingin ini semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.

Ali et al. (2004) menyebutkan buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC dan 10 oC mengalami perubahan warna dan kehilangan air. Pada suhu penyimpanan tersebut, gejala CI terlihat pada 10 dan 20 hari penyimpanan. Respon fisiologis buah belimbing pada suhu 10 oC selama 7 hari, 14 atau 21 hari pada suhu ruang sebelum buah matang menunjukkan kejadian dan keparahan gejala CI. Gejala ini terus meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan terhadap suhu rendah. Gejala CI tersebut selain pencoklatan pada kulit buah adalah terjadinya peningkatan laju kehilangan air dan perubahan warna kulit, begitu juga dengan kehilangan tekstur buah yang terjadi sangat cepat karena aktivitas enzim memodifikasi dinding sel buah.

(8)

7

2.4.

Ion Leakage

Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul, dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapi bukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas, diantaranya dapat mempertahankan beda potensial antara lingkungan dikedua sisinya.

Gambar 2. Prinsip dasar transfer elektron (Rajeshwar and Ibanez 1997)

Saltveit (1989) menyatakan penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Ada dua sumber ion, yaitu yang cepat berupa kompartemen kecil yang bisa menjadi dinding sel dan yang lambat dapat berupa sebuah kompartemen jauh lebih besar yang bisa menjadi sitoplasma dan vakuola. Persamaan eksponensial diturunkan untuk menjelaskan difusi ion dari jaringan dingin. Saltveit (1989) juga menyatakan bahwa gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage).

Gambar 3. Membran sel (Johnson 2003)

(9)

8 Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi yang lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang sel lebih rendah karena zat-zat yang terlarut di dalamnya, sebagai akibat air berdifusi ke dalam sel. Difusi terus menerus meningkatkan jenjang energi sel, dan berakibat naiknya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Bila jenjang energi di luar sel lebih rendah, akan terjadi difusi zat-zat ke luar sel yang mengakibatkan plasmolisis atau kematian sel.

Gambar 4. Proses difusi pada membran plasma (Johnson 2003)

Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin. Kenaikan persentasi ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah (Nobel 1991 dalam Herdiana 2010). Budi (2007) menyebutkan bahwa penyimpanan dingin pada suhu 5 oC juga berpengaruh terhadap perubahan pH, walaupun jumlahnya sedikit. Peningkatan ini diakibatkan oleh perubahan kandungan asam yang menunjukan terjadinya gejala kerusakan dingin. Menurut Judoamidjojo (1992), derajat keasaman (pH) merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk karena protein mempunyai gugusan yang dapat terionisasi, sehingga perubahan pH akan berpengaruh terhadap katalik dan konformasi enzim. Saeni (1989) menyatakan bahwa perubahan pH dapat disebabkan oleh lama penyimpanan dan adanya mikroorganisme.

2.5.

Teknologi Near Infrared (NIR) Spectroscopy

1.

Spektroskopi Infra merah dekat

(10)

9 kecepatan tinggi, teliti, tidak menimbulkan polusi, tidak menggunakan bahan kimia, dan non destruktif (tidak merusak bahan).

Semua bahan organik terdiri dari atom-atom utama seperti karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, phospor, dan sulfur. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen dan elektrovalen membentuk molekul. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang berkaitan dengan panjang gelombang dalam daerah infrared dari spektrum elektromagnetik. Ketika molekul diradiasi dengan sumber energi, molekul memerlukan energi potensial untuk perubahan energi. Radiasi elektromagnetik ditentukan oleh frekuensi (f), panjang gelombang (), atau bilangan gelombang ( ).

Energi radiasi (Ep) biasanya disebut dengan photon dan bergantung pada panjang gelombang dimana radiasi diemisikan dan dapat ditentukan dengan persamaan :

dimana c (3x108 m/s) adalah kecepatan cahaya dan h (6,6 x 10-34 Js) adalah tetapan plancks. Molekul-molekul hanya dapat menyerap energi photon pada panjang gelombang yang cocok dengan vibrasi molekul tersebut. Intensitas penyerapan dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan persamaan :

Nilai I adalah intensitas energi yang keluar dari sampel, dan Io adalah energi yang mengenai sapel. Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa penyerapan dapat dinyatakan dengan persamaan :

( ) ( )

Nilai A adalah absorban, k adalah konstanta proporsi, c adalah konsentrasi penyerapan molekul, dan l adalah jarak antara sumber energi ke sampel.

Saat radiasi mengenai partikel-partikel sapel maka radiasi dapat dipantulkan, diserap, atau diteruskan. Nilai yang terukur berupa nilai pantulan (diffuse reflectance) yang secara empirik berkaitan dengan konsentrasi penyerapan molekul (c). Dalam NIR spectroscopy, reflektan (R) dianalogikan dengan transmitan, sehingga:

( )

(11)

10

2.

Penelitian aplikasi teknologi Near Infrared (NIR)

Radiasi NIR pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh Sir William Herschell (1738-1822), ketika sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring optik yang akan digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata surya. Hingga sekarang, aplikasi teknologi Near Infrared semakin berkembang terutama untuk keperluan bahan pangan, pertanian, kedokteran, farmasi, dan industri kimia. Metode NIR dapat digunakan untuk menentukan komposisi bahan kimia seperti kadar air, lemak, asam, gula, protein, dan berbagai senyawa lain dalam bahan pangan dan hasil pertanian. Di dalam industri produk pangan dan pertanian, aplikasi teknologi NIR pertama kali dilakukan oleh Norris dan Hart (1962) yang mengukur kadar air pada biji-bijian dan bibit tanaman. Sejak saat itu penggunaannya terus berkembang dan pengaplikasian secara komersil dilakukan oleh Williams (1973) yang menganalisis gandum dan biji-biji berkadar minyak.

Penyebaran radiasi NIR spectroscopy dalam jaringan buah dan sayuran dipengaruhi oleh struktur mikro bahannya, oleh karena itu NIR spectroscopy dapat digunakan untuk mengukur struktur-struktur mikro yang berhubungan dengan bahan, seperti kekerasan dan kerusakan dalam bahan. Pada tahun 1995, Budiastra et al. menggunakan teknologi NIR untuk mengklasifikasikan 200 contoh mangga kedalam tiga jenis rasa manis, manis asam, dan asam dengan kisaran panjang gelombang 1400-1975 nm. Metode stepwise dari regresi berganda (SMLR) digunakan untuk memilih panjang gelombang optimal untuk menduga konsentrasi sukrosa dan asam malat.

Chang et al. (1998) menggunakan teknologi NIR dalam penelitiannya menduga total padatan terlarut sari buah jeruk, apel, pear, pepaya, dan pisang. Dari berbagai sari buah tersebut maka dikembangkan algoritma umum untuk menentukan total padatan terlarut sari buah.

Rosita (2001) menerapkan teknologi NIR dalam memprediksi mutu buah duku. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa NIR dapat memprediksi kadar gula dan kekerasan buah duku dengan baik. Disimpulkan pula bahwa data absorbansi NIR memberikan nilai korelasi yang lebih tinggi (0.91), standar error lebih rendah (0.87), dan koefisien keragaman yang akurat (5.39).

Munawar (2002) menggunakan teknologi NIR untuk menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa NIR dapat menduga kadar gula dan kekerasan buah belimbing dengan baik.

Marthaningtyas (2005) melakukan pendugaan total padatan terlarut dan kadar asam belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan menggunakan NIR dan JST. Penggunaan analisis komponen utama dalam mereduksi hasil data absorbansi dari spektrum infra merah dekat sangat efektif.

Susilowati (2007) menduga parameter mutu buah pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan metode NIR selama penyimpanan dan pemeraman. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada panjang gelombang 900-1400 nm dapat menduga total padatan terlarut buah pepaya tetapi tidak dapat digunakan untuk mengukur kekerasan buah. Hubungan antara data absorban NIR dengan total padatan terlarut dipelajari dengan kalibrasi menggunakan metode SMLR, PCR, dan PLS.

(12)

11 gelombang antara lain : 1940 nm dan 1200 nm untuk penyerapan kadar air, 100 nm dan 1180 nm untuk penyerapan kadar abu, 1440-1590 nm untuk penyerapan pH, dan 2280-2320 nm untuk penyerapan kadar amilosa. Semakin besar komposisi kimia MOCAF, maka penyerapan (absorban) NIR akan semakin besar dan puncak gelombang semakin tinggi.

2.6.

PLS ( Partial Least Squares)

Analisis data NIR dapat dimanfaatkan dengan mempelajari hubungannya dengan sifat bahan yang diukur. Beberapa metode kalibrasi yang dapat digunakan untuk memepelajari hubungan tersebut diantaranya yaitu Stepwise multiple linear regression (SMLR), principal component regression (PCR), dan partial least squares (PLS).

Metode regresi kuadrat terkecil parsial atau partial least squares (PLS) merupakan metode yang digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas (respons) dari variabel bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memilki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode PLS hampir sama dengan metode PCR. Perbedaan kedua metode ini adalah pada proses penentuan komponen utama atau principal component (PC). Pada PCR penentuan PC hanya berdasarkan variasi maksimum data spektra sedangkan dalam PLS, PC ditentukan berdasarkan variasi maksimum data spektra dan data destruktif secara bersamaan.

Metode PLS telah banyak digunakan sebagai metode olah data spektra NIR. Uddin et al. (2006) memprediksi protein dan kadar air dalam surimi menggunakan spektra NIR pada panjang gelombang 400-1100 nm dan metode PLS. Protein dan total padatan terlarut (TPT) dapat diprediksi dengan sangat baik. Model kalibrasi untuk protein memiliki nilai r = 0,98; residual prediction deviations (RPD) =10,38 dan untuk kadar air memiliki r = 0,98; residual prediction deviations (RPD) = 7,63.

Penchaiya et al. (2009) memprediksi total padatan terlarut ( TPT) dan kekerasan buah lada menggunakan reflektan NIR pada panjang gelombang 780-1690 nm dan metode PLS. Model kalibrasi yang diperoleh untuk total padatan terlarut (TPT) memiliki nilai r = 0,92; standard error of prediction (SEP) = 0,70 oBrix. Sedangkan kekerasan tidak dapat diprediksi dengan baik oleh NIR, model kalibrasi yang diperoleh memiliki nilai r = 0,60; standard error of prediction (SEP) = 4,49 N; dan bias = 5,59N.

Novita DD (2011) memprediksi kadar air buah manggis yang disimpan pada suhu 8 oC, 13 o

(13)

12

III.

METODOLOGI

3.1.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan terhitung mulai Februari 2011 hingga Juni 2011. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) segar kualitas ekspor. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Spektrometer NIRFlex N-500 (fiber optic solids) dengan panjang gelombang 1000-2500 nm, digunakan untuk mengambil data spektra buah belimbing

2. Rheometer model CR-300, digunakan untuk mengukur kekerasan buah 3. Refraktometer, digunakan untuk mengukur TPT yang terkandung dalam buah 4. Kamera digital, digunakan untuk dokumentasi citra buah belimbing

5. Penggaris, digunakan untuk mengukur ukuran buah

6. Timbangan elektronik, digunakan untuk mengukur berat buah 7. Electrical Conductivity (EC) meter, untuk mengukur ion leakage 8. pH meter, untuk mengukur pH sari buah belimbing

9. Oven untuk mengukur kadar air

10. Refrigerator digunakan untuk menyimpan buah belimbing selama penelitian berlangsung

3.3.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

3.3.1.

Persiapan Sampel

Sampel belimbing yang digunakan pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: berat yang seragam yaitu berkisar antara 200-250 gram, tingkat kematangan indeks tiga yaitu buah berumur 30-35 hari setelah pembungkusan, memiliki warna hijau lebih banyak daripada warna kuning, bentuk normal, permukaan kulit buah bersih, bebas cacat dan bercak jamur serta penyakit. Belimbing yang digunakan adalah belimbing varietas Dewi yang diambil dan dikumpulkan langsung dari kebun petani di daerah Sawangan – Depok, serta dilakukan sortasi terhadap kriteria penyeragaman sampel seperti yang telah diuraikan diatas.

(14)

13 45 buah untuk suhu ruang, serta 5 buah sampel monitoring yang disimpan pada suhu 5 oC. Pengukuran parameter dilakukan setiap hari hingga hari kesepuluh kemudian pengukuran dilakukan setiap dua hari sekali hingga hari ketiga puluh. Pengukuran pada suhu ruang berhenti hingga hari keempat belas karena buah sudah mengalami pembusukan. Pengukuran yang dilakukan adalah pengambilan spektra masing-masing sampel, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, kadar air, ion leakage dan pH.

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian Buah belimbing

Mulai

Sortasi

Perendaman dengan thiobendazole (TBZ)

Penyimpanan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan suhu ruang

Pengukuran parameter mutu danCI

Reflektan NIR pH Slope ion leakage

Membangun persamaan kalibrasi

Metode PLS Analisis regresi

Model kalibrasi terbaik (A)

Persamaan regresi pH terhadap kemiringan (slope) ion leakage (B)

Selesai

(15)

14

3.3.2.

Pengukuran Reflektan NIR

Pengukuran reflektan NIR buah belimbing dilakukan pada 3 titik yang berbeda yaitu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung menggunakan NIRFlex N-500 (fiber optic solids) pada panjang gelombang 1000-2500 nm dengan interval 0,4 nm. Setiap buah memiliki 3 set data reflektan. Daerah yang disinari akan memberikan hasil berupa spektra yang direkam oleh detektor. Informasi yang diperoleh merupakan hasil interaksi gelombang elektronika dengan komponen penyusun bahan biologi. Pembacaan spektra akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak spectra suite NIRware 1.2 yang terhubung dengan NIRFlex N-500-fiber optic solid (Gambar 6).

Gambar 6. (a) NIRFlex N-500 dan (b) spectra suite NIRware 1.2

Data reflektan secara otomatis tersimpan di database NIRCal 5.2 yang merupakan program olah data yang terintegrasi dengan spektrometer NIRFlex N-500. Prinsip pengukuran spektra adalah menembakkan cahaya dari lampu halogen ke sampel. Sebagian energi akan diserap dan sebagian lainnya dipantulkan. Energi yang dipantulkan akan diterima oleh detektor sebagai data frekuensi getaran dan ditransformasi dengan metode Fourier menjadi grafik data reflektan (Anonim 2008).

Gambar 7. Arah pengambilan spektra

b

a

Tengah Pangkal

(16)

15

3.3.3.

Pengukuran Parameter CI

1. Ion Leakage

Pengukuran ion leakage dilakukan setiap hari sebanyak tiga kali ulangan pada suhu penyimpanan 5 oC. Ion leakage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan Electricity Conductivity meter. Daging buah diambil dengan ukuran panjang 1 cm x 1 cm x 1 cm dan direndam di dalam larutan aquabides (40 ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu ruangan selama 240 menit dengan selang waktu pengukuran setiap 20 menit. Setelah 240 menit, sampel diambil dan dihaluskan kemudian direndam selama 2 menit supaya semua ion terlarut ke dalam aquabides dan nilai konduktivitas listrik totalnya terukur. Data dari ion leakage dinyatakan dalam persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Sesuai penelitian Purwanto (2005) persamaan yang digunakan untuk mengukur perubahan ion leakage adalah :

( )

dimana :

x = nilai konduktivitas listrik menit ke-n; n = 20,40,60,...,240 y = nilai konduktivitas listrik akhir (total) setelah dihaluskan.

2. pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan sampel tepat pada sampel yang diambil spektranya. Sampel selanjutnya diparut dan diperas, larutan hasil perasan kemudian diukur nilai pH nya dengan menggunakan pH meter.

3.3.4.

Pengukuran Parameter Mutu

1. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran dilakukan sebelum buah belimbing disimpan (bo) dan setiap kali akhir pengamatan (bt). Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan membandingkan pengurangan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen (%). Rumus perhitungan susut bobot yaitu:

... (6)

dimana:

bo = bobot awal pengamatan (g) bt = bobot akhir pengamatan (g)

2. Kekerasan

(17)

16 3. Total padatan terlarut (TPT)

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer. Bahan dihaluskan sebelumnya hingga manjadi pasta, kemudian setetes contoh diletakkan pada prisma refraktometer. Skala refraktometer menunjukan kadar total padatan terlarut (%Brix).

4. Kadar air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Buah belimbing dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm tepat pada bagian yang diambil spektranya sehingga dihasilkan data tiga kali ulangan setiap satu sampel. Cawan alumunium yang akan digunakan sebagai wadah pengeringan dipanaskan di dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit (atau sampai beratnya konstan) kemudian didinginkan dalam disikator selama 10 menit lalu ditimbang beratnya (A). Kedua, potongan buah belimbing diletakkan pada cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian ditimbang (B). Ketiga, cawan yang telah berisi cawan diletakkan dalam oven bersuhu 105oC selama 20 jam. Cawan yang sudah didinginkan di dalam desikator ditimbang beratnya (C). Kadar air belimbing dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

……… (7)

dimana:

KAbb = kadar air basis basah (%) A = berat cawan (gr)

B = berat cawan + bahan sebelum dikeringkan (gr) C = berat cawan + bahan setelah dikeringkan (gr)

3.3.5.

Pengembangan Model Kalibrasi NIR dengan Metode PLS

PLS (Partial Least Squares) merupakan metode pengolahan data yang mereduksi jumlah variabel yang sangat banyak menjadi beberapa variabel yang paling berpengaruh. Olah data dilakukan menggunakan program NIRCal 5.2 yang terintregasi dengan spektrometer. Data spektra dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kalibrasi dan kelompok validasi dengan sampel yang berbeda. Jumlah data kalibrasi adalah 2/3 dan validasi 1/3 dari total data pada masing-masing suhu penyimpanan (Gambar 8).

(18)

17 Gambar 8. Kalibrasi dan validasi NIR dengan metode PLS

3.3.6.

Evaluasi hasil kalibrasi dan validasi PLS

Hasil kalibrasi dan validasi NIR dengan metode PLS dievaluasi berdasarkan nilai koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (R2), root mean square error (RMSE), dan coefficient of variation (CV). Nilai r menyatakan hubungan antara variabel x (peubah bebas) dan y (peubah tak bebas) dengan kisaran nilai 0-1. Semakin besar r artinyan hubungan variabel x dan y semakin erat. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan kemampuan model menerangkan keragaman nilai peubah tak bebas. Semakin besar nilai R2 maka model semakin mampu menerangkan perilaku peubah tak bebas. Kisaran nilai R2 antara 0% sampai 100% (Mattjik et al. 2006). Nilai RMSE merupakan selisih antara nilai hasil prediksi dengan nilai hasil pengukuran. RMSE kalibrasi disebut RMSEC dan validasi disebut RMSEP. Untuk mengetahui besar error, maka RMSEP dibandingkan dengan nilai tengah data yang dinyatakan oleh CV. Model yang baik memiliki nilai r dan R2 yang tinggi, nilai CV yang rendah, serta nilai RMSEC dan RMSEP yang hampir sama (Wiliam & Norris 1990 dalam Novita DD 2011). Nilai RMSE dan CV dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

√∑

Mulai

Reflektan NIR pH Reflektan NIR pH

Pretreatment data

Proses kalibrasi

Model kalibrasi PLS

Pretreatment data

Model kalibrasi PLS

pH

Validasi

Evaluasi model : (nilai r, RMSE, dan CV)

(19)

18

Nilai x adalah nilai hasil pengukuran, y adalah nilai hasil prediksi NIR, dan n adalah jumlah data . model dinyatakan baik jika nilai r dan R2 mendekati 1 dan nilai CV<5%. Model kalibrasi terbaik digunakan untuk memprediksi pH buah berdasarkan reflektan NIR pada tahap kedua.

3.3.7.

Penentuan persamaan regresi pH terhadap kemiringan (slope)

Ion leakage

Hubungan pH dan ion leakage berdasarkan data destruktif ditentukan dengan analisis regresi menggunakan program microsoft excel. Untuk menguji keberartian model dapat dilihat dengan menggunakan analisis varians (ANOVA). Persamaan yang diperoleh digunakan untuk menentukan gejala chilling injury berdasarkan perubahan pH buah belimbing.

3.3.8.

Prediksi pH buah belimbing berdasarkan Reflektan NIR

Model kalibrasi NIR terbaik yang diperoleh digunakan untuk memprediksi pH buah belimbing berdasarkan reflektan NIR. Data reflektan lima sampel monitoring dinormalisasi 0-1, kemudian digunakan untuk memprediksi pH buah selama penyimpanan dengan model kalibrasi NIR terbaik.

3.3.9.

Prediksi gejala

chilling injury

berdasarkan perubahan slope

ion

leakage

Data pH buah hasil prediksi NIR digunakan untuk memprediksi slope ion leakage dengan persamaan regresi pH terhadap slope ion leakage yang diperoleh pada tahap pertama.

Chilling injury buah belimbing selama penyimpanan diprediksi berdasarkan hubungan lama

(20)

19 Gambar 9. Tahapan analisis slope ion leakage prediksi

Mulai

Buah belimbing (sampel monitoring)

Sortasi

Perendaman dengan thiobendazole (TBZ)

Penyimpanan selama 30 hari pada suhu 5 oC

Pengukuran reflektan NIR

Data NIR

Pretreatment data

Model kalibrasi terbaik untuk memprediksi pH pada penyimpanan suhu 5 oC (A)

pH prediksi NIR

Persamaan regresi pH terhadap kemiringan (slope) ion leakage

(B)

Kemiringan (slope) Ion leakage buah prediksi

Nilai kemiringan (slope) ion leakage tertinggi selama penyimpanan

(21)

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Pola Spektra Buah Belimbing

Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan buah belimbing yang disimpan pada tingkat suhu yang berbeda memiliki pola yang hampir sama. Reflektan memiliki tiga lembah utama yaitu 1190 nm, 1440 nm, dan 1940 nm. Gambar 10 merupakan spektra buah belimbing pada yang disimpan pada suhu 5 oC.

Radiasi NIR yang dipancarkan ke bahan organik, sekitar 4% akan dipantulkan kembali oleh permukaan luar (regular reflection) dan sisanya sekitar 96% akan masuk ke dalam bahan kemudian mengalami penyerapan, pemantulan, penyebaran dan penerusan cahaya (Mohsenin 1984). Menurut Winarno et al. dalam Susilowati (2007) setiap substansi bahan atau material biologi memiliki spektrum NIR yang spesifik. Apabila diuji dua sampel bahan yang mempunyai komposisi kimia dan komposisi fisik berbeda, maka akan terlihat perbedaan spektrum NIR yang dilihat pada puncak-puncak gelombang pada spektrum reflektan.

Pengolahan awal (pretreatment) perlu dilakukan terhadap reflektan. Pretreatment yang dilakukan berupa normalisasi 0-1 yang bertujuan mengurangi error akibat pengaruh perbedaan ukuran partikel dan memperbesar rentang nilai reflektan. Spektra yang diperoleh dari ketiga bagian buah belimbing pada umumnya tidak berhimpit atau tidak memiliki nilai yang sama. Dengan perlakuan awal berupa normalisasi 0-1, ketiga spektra akan terlihat berhimpit dan nilainya hampir sama (Gambar 11 dan Gambar 12). Hal ini dilakukan karena pada saat analisis spektra dengan menggunakan program NIRcal 5.2, ketiga spektra dikalibrasi dengan satu nilai yang sama yaitu pH rata-rata.

Gambar 10. Reflektan buah belimbing pada suhu penyimpanan 5 oC Panjang gelombang (nm)

Ref

lekt

a

(22)

21 Data reflektan secara tidak langsung digunakan untuk mengukur jumlah energi yang diabsorbsi oleh sampel. Data reflektan diubah menjadi data serapan (absorban) dengan mentransformasi data dalam log (1/Reflektan). Pada kurva absorbansi terlihat puncak-puncak penyerapan pada panjang gelombang 1190 nm, 1440 nm, dan 1940 nm yang mencerminkan kandungan air, dan diatas panjang gelombang 2400 nm mencerminkan kandungan pati (Osborne et al. 1993).

(a)

(b)

Gambar 11. Reflektan (a) sebelum normalisasi dan (b) setelah normalisasi Panjang gelombang (nm)

Ref

lekt

a

n

Panjang Gelombang (nm)

Ref

lekt

a

(23)

22

Gambar 12. Reflektan buah belimbing setelah normalisasi 0-1 pada suhu penyimpanan 5 oC

Gambar 13. Absorban buah belimbing setelah normalisasi 0-1 pada suhu penyimpanan 5 oC Panjang gelombang (nm)

Ref

lekt

a

n

Panjang gelombang (nm)

Abs

o

rba

(24)

23

4.2.

Perubahan Parameter Mutu Buah Belimbing

4.2.1

Susut Bobot

Susut bobot buah belimbing cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Susut bobot terjadi karena hilangnya air dalam buah oleh respirasi yang mengubah gula (C6H12O6) menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) (Kader 2002). Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu buah yang mencerminkan tingkat kesegaran buah karena peningkatan susut bobot mengindikasikan terjadinya kehilangan air selama penyimpanan. Maka, semakin tinggi susut bobot tingkat kesegaran buah akan semakin berkurang. Grafik perubahan susut bobot buah belimbing selama penyimpanan pada masing-masing suhu dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik perubahan susut bobot rata-rata pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan susut bobot tertinggi terjadi pada penyimpanan suhu ruang, kemudian suhu 10 oC dan paling rendah adalah suhu 5 oC. Menurut Javanmardi dan Kubota (2006), tingginya proses respirasi buah yang disimpan pada suhu ruang dibandingkan buah yang disimpan pada suhu rendah menyebabkan susut bobot pada suhu ruang lebih tinggi. Kehilangan air merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif (susut bobot), kerusakan tekstur (kelunakan dan kelembutan), dan kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan).

4.2.2

Kekerasan

(25)

24 Nilai kekerasan buah akan semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan, artinya buah belimbing semakin lunak. Hal ini disebabkan buah belimbing tetap mengalami perubahan kematangan selama penyimpanan sehingga tingkat kekerasan buah berubah. Menurut Muchtadi (1992), perubahan turgor sel disebabkan karena komposisi dinding sel berubah, dan perubahan tersebut mempengaruhi kekerasan (firmness) buah, yang biasanya buah menjadi lunak apabila telah matang. Penurunan nilai kekerasan ini terjadi akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protoektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air. Buah belimbing merupakan buah non-klimakterik dimana laju respirasi buah terus mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan laju respirasi ini diikuti dengan penurunan mutu buah belimbing.

Suhu penyimpanan yang berbeda berpengaruh terhadap nilai kekerasan buah belimbing selama penyimpanan. Buah belimbing yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kekerasan yang lebih baik. Hal ini disebabkan penyimpanan dingin dapat menghambat proses metabolisme, pemasakan, pelunakan, dan penuaan. Dari Gambar 15 terlihat bahwa buah yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan nilai kekerasan paling besar kemudian suhu 10 oC dan 5 oC.

Gambar 15. Grafik perubahan kekerasan rata-rata pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan

4.2.3

Total Padatan Terlarut (TPT)

Kandungan total padatan terlarut suatu bahan menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut. Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan

refraktometer yang dinyatakan dalam persen brix sukrosa. Pengukuran dilakukan pada

bagian yang berbeda yaitu bagian pangkal, bagian tengah, dan bagian ujung belimbing dan kemudian nilai hasil pengukurun dirata-ratakan.

(26)

25 Perubahan yang bervariasi dapat disebabkan karena pengukuran dilakukan pada buah yang berbeda pada setiap pengamatan. Pada Gambar 16 ditampilkan perubahan nilai TPT selama penyimpanan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan suhu ruang.

Perubahan kandungan TPT buah belimbing selama penyimpanan tidak besar. Hal ini dikarenakan kandungan gula buah belimbing yang sedikit yaitu 3,98 gram. Namun, kandungan TPT buah belimbing mengalami peningkatan pada awal-awal penyimpanan karena adanya proses hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa, kemudian kandungan TPT cenderung mengalami penurunan. Menurut Winarno (2002), peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, karena selama proses pematangan terjadi hidrolisis polisakarida menjadi gula-gula sederhana, sedangkan penurunan total padatan terlarut terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Pantastico (1986) menyatakan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula sederhana dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin cepat sampai batas tertentu dimana katifitas enzim hidrolase akan terhambat. Dapat dilihat dari Gambar 16 bahwa peningkatan kandungan TPT pada suhu ruang cenderung lebih tinggi dibandingkan pada suhu 10 oC dan 5oC.

Gambar 16. Grafik perubahan TPT rata-rata buah belimbing pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan

4.2.4

Kadar air

(27)

26 Hasil pengamatan pada Gambar 17 menunjukkan bahwa kadar air pada suhu 5 oC lebih tinggi, ini dikarenakan tingginya RH diruang penyimpanan sehingga terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga penurunan kadar air tidak tinggi, sebaliknya pada suhu ruang yang memiliki RH rendah terjadi penguapan sehingga kadar air buah belimbing mengalami penurunan lebih tinggi dibandingkan pada suhu dingin.

Gambar 17. Grafik perubahan kadar air rata-rata pada berbagai tingkat suhu penyimpanan

4.3.

Perubahan Parameter CI

4.3.1.

Ion leakage

Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul, dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Saltveit (1989) menyatakan penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Sedangkan Lewis dan Workman (1964) dalam Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa pada suhu lebih rendah dari 10 oC akan menimbulkan kerusakan fisiologis dan terjadi kebocoran-kebocoran elektrolit dengan cepat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi perubahan ion leakage. Perubahan ion leakage terbesar adalah pada hari ke-6 penyimpanan yaitu sekitar 38,31% atau dengan nilai slope (laju perubahan ion leakage) sebesar 0,1289. Kebocoran ion disebabkan karena kerusakan membran sel yang terjadi akibat lipid protein sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis karena pendinginan. Nobel (1991) menyebutkan bahwa ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada kosentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel.

(28)

27 Gambar 18. Perubahan ion leakage pada penyimpanan suhu 5 oC pada hari ke-1

Gambar 19. Perubahan Ion leakage pada penyimpanan suhu 5 oC pada hari ke-6

Gambar 20. Perubahan ion leakage pada penyimpanan suhu 5 oC pada hari ke-12

y = 0,1257x + 8,5591

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

to tal p e rsen tase (% ) Waktu (menit)

y = 0,1289x + 11,057

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

to tal p e rsen tase (% ) Waktu (menit)

y = 0,1323x + 11,184

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240

(29)

28 Slope ion leakage merupakan laju perubahan ion leakage selama penyimpanan. Semakin tinggi nilai slope ion leakage menandakan bahwa kebocoran membran semakin tinggi yang artinya buah semakin rusak. Dari hasil pengamatan selama penyimpanan, slope ion leakage mengalami penurunan hingga hari kelima dan mengalami peningkatan kembali pada hari ke-6 sebesar 0,1289 yang artinya chilling injury terjadi pada hari tersebut dan kemudian ion leakage buah mengalami perubahan yang fluktuatif (Tabel 4).

Tabel 4. Laju perubahan ion leakage pada suhu penyimpanan 5 oC

Hari Penyimpanan Slope

1 0,1257

2 0,1090

3 0,1140

4 0,0932

5 0,0917

6 0,1289

7 0,1217

Secara visual, gejala chilling injury buah belimbing terlihat pada hari ke-9 penyimpanan. Gejala yang terlihat seperti cekungan di permukaan kulit buah. Purwanto (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa gejala chilling injury pada buah mentimun salah satunya adalah timbulnya cekungan pada permukaan kulitnya. Gejala chilling injury lain yang terlihat seperti bintik-bintik coklat semakin banyak terlihat pada permukaan buah belimbing, dan sirip buah belimbing mengalami pencoklatan (Gambar 21).

(a) (b)

Gambar 21. Buah belimbing yang sudah terkena CI pada hari ke-9 penyimpanan

4.3.2.

pH

(30)

29 Perubahan pH menunjukkan berkurang atau meningkatnya konsentrasi H+. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa nilai pH mengalami perubahan yang bervariasi. Meskipun begitu, pH selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC memiliki nilai pH tertinggi yaitu 3,92 pada hari ke-3 penyimpanan dan pH terendah 3,48 pada hari ke-18 penyimpanan. Naruke et al. (2003) menyatakan bahwa perubahan pH dapat dijadikan petunjuk terjadinya kerusakan dingin. Dengan ini dapat diduga bahwa perubahan pH pada suhu rendah mengindikasikan gejala kerusakan dingin. Hasil penelitian Schirra (1992) dalam Purwanto (2005) menyebutkan bahwa gejala kerusakan dingin pada buah anggur dapat diketahui dari akumulasi etanol yang berkaitan erat salah satunya dengan pH.

[image:30.595.188.449.617.724.2]

Gambar 22. Perubahan pH buah belimbing selama penyimpanan

4.4.

Kalibrasi dan Validasi NIR dengan Metode PLS

Kalibrasi dan validasi untuk memprediksi pH buah belimbing dikembangkan berdasarkan korelasi data reflektan NIR dengan data pH hasil pengukuran secara destruktif. Data yang dianalisis adalah data pada suhu 5 oC selama 30 hari penyimpanan. Dari total data yang digunakan, 2/3 bagian untuk kalibrasi dan 1/3 bagian untuk validasi. Karakteristik sampel untuk kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik sampel untuk kalibrasi dan validasi

Deskripsi statistik

Suhu 5 oC

Kalibrasi Validasi

Jumlah data 126 63

Nilai minimum 3,370 3,480

Nilai maksimum 4,150 4,050

Nilai rata-rata 3,677 3,738

(31)

30 Hasil kalibrasi NIR dengan pH buah belimbing menunjukkan koefisen korelasi (r) sebesar 0,6656 dan R2 sebesar 0,443 artinya sebesar 44,3 % merupakan kontribusi pH hasil pengukuran terhadap variasi pH prediksi NIR (Gambar 23)

Gambar 23. Hasil kalibrasi dan validasi dengan metode PLS pada suhu penyimpanan 5 oC

Hasil kalibrasi dan validasi yang diperoleh dievaluasi berdasarkan nilai r, RMSE, dan CV. Model kalibrasi yang baik memiliki nilai r yang tinggi, selisih antara RMSEC dengan RMSEP rendah, dan nilai CV yang rendah. RMSE merupakan parameter akurasi model yang menunjukkan perbedaan nilai hasil pendugaan terhadap nilai hasil pengukuran (error). Selisih kedua RMSE yang rendah menunjukkan kestabilan model. Model kalibrasi yang baik memiliki error yang sama atau hampir sama pada kelompok kalibrasi dan validasinya (William & Norris 1990 dalam Novita DD 2011).

Berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa pada suhu penyimpanan 5 oC, pH memiliki korelasi dengan reflektan NIR dengan nilai r model kalibrasi sebesar 0,6656, selisih nilai RMSE sebesar 0,0297, serta nilai CV<5% yaitu 4,59 % yang artinya akurasi dan kestabilan model cukup baik. Rendahnya nilai r pada model kalibrasi karena rentang data pH yang sangat kecil yaitu 3,37 – 4,15. Model pada kalibrasi yaitu :

sedangkan untuk model validasi yaitu:

Tabel 6. Komponen evaluasi hasil kalibrasi dan validasi NIR terhadap pH buah belimbing dengan metode PLS

Suhu Kalibrasi Validasi

r RMSEC RMSEP CV

5 oC 0,6656 0,1420 0,1717 4,59

pH pengukuran

p

H

Pre

d

ik

si N

[image:31.595.130.520.140.363.2]
(32)

31

4.5.

Persamaan Regresi pH Terhadap Slope Ion Leakage

Slope ion leakage merupakan laju perubahan ion leakage atau kebocoran ion yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sedangkan NIR spectroscopy menghasilkan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitaif yang berasal dari interaksi antara gelombang NIR dengan senyawa kimia organik penyusun komoditas seperti air, protein, lemak, atau asam. Dalam penelitian ini pH dijadikan sebagai parameter perubahan slope ion leakage namun ion leakage tidak dapat diukur langsung dengan menggunakan reflektan atau absorban NIR. Oleh karena itu, hubungan pH dengan slope ion leakage ditentukan dengan analisis regresi berdasarkan data destruktif yaitu data pH rata-rata dan slope ion leakage hasil pengukuran. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pH berkorelasi dengan slope ion leakage meskipun hubungan tersebut sangat lemah. Hubungan antara pH dengan slope ion lekagae berupa pola liniear dan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Nilai y adalah slope ion leakage dan x adalah pH. Hasil dari analisis regresi pH dan slope

ion leakage dapat dilihat pada Lampiran 17. Persamaan tersebut digunakan untuk memprediksi

slope ion leakage berdasarkan perubahan pH buah belimbing sampel monitoring.

Gambar 24. Hubungan antara pH buah belimbing dengan slope ion leakage

4.6.

pH Prediksi Berdasarkan Reflektan NIR

pH buah belimbing sampel monitoring diprediksi secara nondestruktif dengan model kalibrasi PLS yang didapatkan dengan menggunakan program olah data NIRcal 5.2 yang terintegrasi dengan spektrometer NIRFlek N-500. Sampel monitoring yang digunakan berjumlah 5 buah. Hasil prediksi NIR terhadap 5 buah sampel monitoring menunjukkan perubahan pH yang fluktuatif selama penyimpanan dan memiliki pola yang cenderung sama. pH buah belimbing sampel monitoring cenderung mengalami penurunan sesuai dengan hasil pengukuran pH buah belimbing secara destruktif (Lampiran 18) .

y = 0,040557x - 0,037067

0,0400 0,0500 0,0600 0,0700 0,0800 0,0900 0,1000 0,1100 0,1200 0,1300 0,1400

3,40 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90 4,00

(33)
[image:33.595.93.527.62.782.2]

32 Gambar 25. pH prediksi rata-rata NIR buah belimbing sampel monitoring

4.7.

Prediksi Slope Ion Leakage Berdasarkan Perubahan pH

Data pH buah belimbing hasil prediksi NIR digunakan untuk memprediksi slope ion leakage buah dengan menggunakan persamaan 12. Data yang digunakan adalah nilai rata-rata yang berasal dari 5 buah sampel monitoring. Hasil prediksi menunjukkan perubahan slope ion

leakage yang fluktuatif dan hampir sama dengan perubahan slope ion leakage hasil pengukuran

secara destruktif. Nilai slope ion leakage prediksi tertinggi terjadi pada hari ke-7 penyimpanan yang artinya kebocoran membran telah mencapai puncaknya dan chilling injury diprediksi telah terjadi pada hari ke-7 penyimpanan (Tabel 7). Sementara pengamatan secara visual gejala bintik-bintik coklat, cekungan di permukaan kulit buah, dan sirip menjadi coklat terlihat pada hari ke-9 penyimpanan.

Tabel 7. Prediksi slope ion leakage buah belimbing berdasarkan pH rata-rata hasil prediksi NIR pada penyimpanan 5 oC

Lama penyimpanan (hari) pH prediksi NIR Prediksi slope IL

1 3,6053 0,1092

2 3,5781 0,1081

3 3,6305 0,1102

4 3,5926 0,1086

5 3,6045 0,1091

6 3,6384 0,1105

7 3,6448 0,1108

8 3,6363 0,1104

3,0000 3,2000 3,4000 3,6000 3,8000 4,0000 4,2000

0 2 4 6 8 10 14 18 22 26 30

p

H

p

re

d

iksi

N

IR

[image:33.595.132.522.79.331.2]
(34)

33

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

KESIMPULAN

1. Mutu buah belimbing mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mempertahankan mutu buah belimbing lebih baik dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang.

2. Berdasarkan slope ion leakage, chilling injury buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC terjadi pada hari ke-6 penyimpanan. Namun secara visual gejala chilling injury terlihat pada hari ke-9 penyimpanan. Gejala yang terlihat seperti bintik-bintik coklat, cekungan di permukaan kulit buah, dan sirip menjadi coklat. Gejala ini semakin bertambah seiring dengan lamanya penyimpanan.

3. pH buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC dapat diduga dengan menggunakan data reflektan NIR.

4. Slope ion leakage buah belimbing dapat diprediksi berdasarkan nilai pH buah belimbing dengan persamaan pada penyimpanan suhu 5 oC.

5. Perubahan slope ion leakage selama penyimpanan dapat ditentukan dengan menggunakan reflektan NIR berdasarkan nilai pH prediksi NIR.

6. Nilai tertinggi slope ion lekage prediksi NIR terjadi pada hari ke-7 penyimpanan yang artinya kebocoran membran telah mencapai puncaknya dan chilling injury diprediksi telah terjadi pada hari ke-7 penyimpanan.

5.2

SARAN

1. Perlu pengembangan kalibrasi NIR dengan menggunakan buah belimbing pada indeks kematangan yang berbeda-beda agar rentang data yang digunakan lebih lebar. Hal ini untuk meningkatkan kemampuan model kalibrasi NIR dalam memprediksi kandungan dalam buah belimbing.

(35)

DETEKSI GEJALA

CHILLING INJURY

BUAH BELIMBING

(

Averrhoa carambola

L.) YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH

DENGAN NIR

SPECTROSCOPY

SKRIPSI

ITA HERUWATI

F14070035

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(36)

34

DAFTAR PUSTAKA

Ali ZM, Chin LH, Marimuthu M, and Lazan H. 2004. Low temperature storage and modified atmosphere packaging of carambola fruit and their effects on ripening related texture changes, wall modification and chilling injury symptoms. Postharvest Biology and Technology 33:181-192.

Anonim. 2008. Operation manual NIRFlex N-500. Switzerland: Buchi Labortechnik AG.

Budiastra IW, HK Purwadaria, dan D Saputra. 1995. Penerapan Teknologi Near Infrared untuk Rekayasa Alat Sortasi Buah Mangga. Makalah Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional , Serpong 13-16 September 1995.

Budi S. 2007. Penentuan Indeks Kerusakan Dingin (Chilling Injury) Berdasarkan Perubahan Ion Leakage dan pH Buah Rambutan [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Campbell CA, Huber DJ, dan Koch KE. 1987. Post harvest response of carambola to storage at low temperatures. Proc. Fla. St. Hort. Soc. 100:275-278.

Chang WH, Chen S, Tsai CC. 1998. Development of universal algorithm for use of NIR in estimation of soluble solid in fruit juices. Trans ASAE 41 (6) p: 1739-1745.

[FAMA] Federation Agricultural Malaysia Association. 2005. Menuju ke Arah Kualiti Malaysia’s

Best. http://www.fama.gov.my/html/themes/fama/images/fama/content/Belimbing.pdf [diakses: 6 Februari 2011].

Herdiana N. 2010. Pengaruh Chilling Injury Melalui Heat Shock Treatment dan Aloe Vera Coating Buah Tomat (Lycopersicon Esculantum Mill) Selama Penyimpanan Dingin [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Javanmardi J and Kubota C. 2006. Variation of lycopene, antioxidant activity, total soluble solids and weight loss of tomato during postharvest storage. Postharvest Biology and Technology 41: 151-155.

Johnson R. 2003. Biology Sixth Edition. http://biologigonz.blogspot.com/2010/05/sirkulasi-materi-sel.html [diakses: 2 Oktober 2011].

Judoatmodjojo M, A Aziz Darwis dan E Gumbira Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Rajawali Pers.

Kader AA, 2002. Postharvest Technology of Horticultural Crop. Third Edition. Publication 3311. University of California. USA.

Marthaningtiyas S. 2005. Pendugaan Total Padatan Terlarut dan Kadar Asam Belimbing (Averrhoa carambola L.) Dengan Teknik Near Infrared dan Jaringan Saraf Tiruan [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Mohsenin NM. 1984. Electromagnetic Radiation Properties of Food and Agriculuture Products. Gordon and Breach Science Publisher. New York.

(37)

35 Munawar AA. 2002. Pendugaan Kadar Gula dan Kekerasan Buah Belimbing Manis (Averrhoa

carambola L.) dengan Teknologi Near Infrared [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Novita DD. 2011. Pola Peningkatan Kekerasan Kulit Buah Manggis Selama Penyimpanan Dingin Dengan Metode Near Infrared (NIR) Spectroscopy [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Osborne BG, TF Earn, dan PH Hindle. 1993. Practical NIR Spectroscopy,with application in food and beverage analysis. 2nd Ed. Longman Scientific and Technical, United Kingdom.

Pantastico Er.B., Matto A.K., Muratta T, Ogatta K. 1986. Kerusakan-kerusakan karena pendinginan. Di dalam Pantastico Er.B, editor. Fisiologi pasca panen penanganan dan pemanfaatan buah-buahan dan sayur-sayuran tropika dan subtropika. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Paull RE dan Chen CC. 1986. Carambola. www.agrichill.com/handbook/carambola.pdf [diakses: 7 Februari 2011].

Penchaiya P, Bobelyn E, Verlinden BE, Nicolai BM, and Saeys W. 2009. Non-destructive measurement of firmness and soluble solids content in bell pepper using NIR spectroscopy. Journal of Food Engineering 94:267-273.

Purba SF. 2010. Pendugaan Komposisi Kimia Modified Cassava Flour (MOCAF) dengan metode Near Infrared (NIR) [skripsi]. Bogor : Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Purwanto YA, Tsuchiya H, Oshita S, Kawagoe Y, and Makino Y. 2005. Determination of chilling injury in cucumber fruits through proton NMR analysis. Proceedings of the International Conference on Research Highlights and Vanguard Technology on Environmental Engineering in Agricultural Systems. Kanazawa, Japan : 123-126.

Rajeshwar K and Ibanez J.G. 1997. Environmental Electrochemistry. San Diego: Academic Press. http://electrochem.cwru.edu./encycl/ [diakses: 2 Oktober 2011].

Rohaeti E. 2010. Disinfestasi Hama Lalat Buah Dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat Treatment) dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Rosita. 2001. Prediksi Mutu Buah Duku (Lansium domesticum Corr) dengan metode NIR [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Rukmana R. 1996. Belimbing Seri Tabulampot. Yogyakarta: Kanisius.

Saeni M.S. 1989. Kimia Fisik I. Bahan Pengajaran. PAU. IPB, Bogor.

Saltveit ME. 1989. A Kinetic examination of Ion Leakage from Chilled Tomato pericarp disk. Acta Horticultural 258: 617-622.

Satyawibawa I, Widyastuti YE. 1992. 13 Jenis Belimbing Manis. Jakarta : Penebar Swadaya.

Shiesh CC, TS Lin and PL Tsai. 1987. Respiration and ethylene production of harvested carambola fruits (Averrhoa carambola L.). J. Chinese Soc. Hort. Sci. 33:139-150.

(38)

36 Susilowati R. 2007. Pendugaan Parameter Mutu Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Dengan Metode

Near Infrared Selama Penyimpanan dan Pemeraman [skripsi]. Bogor : Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Thompson AK. 1967. Post Harvest of Fruit and Vegetables. Academi Press. New York. USA

Uddin M, Okazaki E, Fukushima H, Turza S, Yumiko Y, and Fukada Y. 2006. Nondestructive determination of water and protein in surimi by near infrared spectroscopy. Food Chemistry 96: 491-495.

USDA, 2010. Nutrient Database of Star Fruit. http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/search/ [diakses: 02 Oktober 2011].

Wan CK dan PF Lam. 1984. Biochemical changes, use of polyethylen bags, and chilling injury of carambola (Averrhoa carambola L.) stored at various temperatures. Pertanika 7 (3): 39-46.

(39)

DETEKSI GEJALA

CHILLING INJURY

BUAH BELIMBING

(

Averrhoa carambola

L.) YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH

DENGAN NIR

SPECTROSCOPY

SKRIPSI

ITA HERUWATI

F14070035

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(40)

DETECTION OF CHILLING INJURY SYMPTOMS OF STAR FRUITS (Averrhoa Carambola L.) STORED AT LOW TEMPERATURE BY NIR SPECTROSCOPY

Ita Heruwati and Y Aris Purwanto

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: itaheruwati@yahoo.com

ABSTRACT

Cold storage or low temperature storage is an effective method to extend the self life and assuring quality product of horticulture such as star fruit. However, stored in low temperature may cause chilling injury which decreases the quality of star fruit. Chilling injury of star fruit has correlation with the change of pH content during storage. The change of pH content during storage my be determined nondestructively using near infrared (NIR) Spectroscopy. The objectives of this study were to determine quality of star fruit during storage, to build calibration model of NIR reflectance spectra to predict the pH content during storage at 5 oC temperature, and to determine chilling injury symptoms based on change of ion leakage slope during storage using NIR reflectance. Calibration were built using partial least squares (PLS). Result of analysis showed that the change of pH content could be predicted well by NIR reflectance using the calibration model of PLS for star fruit stored at 5 oC. The change of ion leakage slope based on change of pH content also could be determined using NIR reflectance for star fruits stored at 5 oC.

(41)

Ita Heruwati. F14070035. Deteksi Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah Dengan NIR Spectroscopy. Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2011.

RINGKASAN

Penyimpanan pada suhu rendah atau penyimpanan dingin adalah salah satu cara yang efektif untuk mempertahankan mutu pascapanen produk hortikultura seperti buah belimbing. Namun penyimpanan pada suhu rendah yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan dingin (Chilling Injury) terutama pada produk yang sensitif terhadap suhu dingin.

Kerusakan dingin atau chilling injury (CI) merupakan kerusakan fisiologis pada membran sel produk. Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage). Selain itu, perubahan pH juga dapat dijadikan petunjuk terjadinya kerusakan dingin.

Penelitian bertujuan (1) menentukan perubahan parameter mutu buah belimbing (susut bobot, kekerasan, TPT, pH, dan kadar air) selama penyimpanan, (2) mengembangkan model kalibrasi NIR untuk memprediksi pH buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC. (3) memprediksi gejala CI buah belimbing berdasarkan perubahan slope ion leakage selama penyimpanan menggunakan reflektan NIR. Penelitian dilakukan di Lab. Teknik Pengolahan Pangan Dan Hasil Pertanian, Departemen TMB IPB pada bulan Februari sampai Juni 2011.

Penyimpanan buah pada penelitian ini dilakukan pada suhu 5 oC dan 10 oC selama 30 hari dan suhu ruang selama 14 hari. Pengukuran reflektan NIR dan parameter mutu dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, dan 30 pada masing-masing suhu penyimpanan. Namun pada suhu ruang pengukuran dilakukan hingga hari ke-14 karena buah sudah rusak. Setiap pengukuran menggunakan 3 ulangan. Untuk sampel monitoring, digunakan 5 buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC dan reflektan diukur sesuai dengan hari pengukuran.

Hasil penelitian menunjukkan penyimpanan pada suhu 5 oC dan 10 oC dapat mempertahankan mutu buah belimbing lebih baik dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Mutu buah belimbing mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Berdasarkan slope ion leakage, chilling injury buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC terjadi pada hari ke-6 penyimpanan. Namun, secara visual gejala chilling injury terlihat pada hari ke-9 penyimpanan. Gejala yang terlihat seperti bintik-bintik coklat, cekungan di permukaan kulit buah, dan sirip menjadi coklat. Gejala ini semakin bertambah seiring dengan lamanya penyimpanan. Model kalibrasi untuk memprediksi pH buah belimbing dengan NIR dikembangkan berdasarkan korelasi data reflektan NIR dengan data pH hasil pengukuran secara destruktif. Data yang dianalisis adalah data pada suhu 5 oC selama 30 hari penyimpanan. Dari total data yang digunakan, 2/3 bagian untuk kalibrasi dan 1/3 bagian untuk validasi. Hasil kalibrasi dan validasi PLS menunjukkan nilai r model kalibrasi sebesar 0,6656 artinya pH memiliki korelasi dengan reflektan NIR. Selisih nilai RMSEC sebesar 0,0297, serta nilai CV<5% yaitu 4,43% yang artinya akurasi dan kestabilan model cukup baik. Rendahnya nilai r pada model kalibrasi karena rentang data pH yang sangat kecil yaitu 3,37 – 4,15.

(42)

DETEKSI GEJALA

Gambar

Gambar 22. Perubahan pH buah belimbing selama penyimpanan
Tabel 6.  Komponen evaluasi hasil kalibrasi dan validasi NIR terhadap pH buah belimbing
Tabel 7. Prediksi slope ion leakage buah belimbing berdasarkan pH rata-rata hasil  prediksi NIR
Tabel 1. Indeks warna kematangan buah belimbing .....................................................................
+7

Referensi

Dokumen terkait