KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLINGINJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH
Oleh
OLLY SANNY HUTABARAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis kajian pengurangan gejala chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruang tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008-01-22
ABSTRACT
OLLY SANNY HUTABARAT. Study On the Alleviation of Chilling Injury
Symptoms of Tomato fruits Stored under Low Temperature. Supervised by SUTRISNO and Y. ARIS PURWANTO.
Tomato fruits (Lycopersicon esculentum Mill.) are sensitive to low temperature and develop chilling injury. Based on that reason, understanding the physiological properties of tomato fruits stored under low temperature is important to find better storage method. The objective of this research was to examine the effect of low temperature, heat shock treatment and aloe vera coating on the changes of quality of tomato fruits stored under low temperature at period of time. Heat shock treatment was carried out at 420C during 20, 40 and 60 minutes. After heat shock treatment and aloe vera coating, tomato fruits were stored under 50, 100C and ambient temperature. During storage, the changes of parameter of qualities i.e. ion leakage, pH, soluble solid content, firmness, weight loss, respiration rate as well as visible appearance were evaluated. The results showed that the heat shock treatment and aloe vera coating reduced the chilling injury symptoms.
RINGKASAN
OLLY SANNY HUTABARAT. Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury
Tomat Yang Disimpan Pada Suhu Rendah. Dibimbing oleh SUTRISNO dan Y. ARIS PURWANTO.
Penanganan pasca panen produk hortikultura sangat berpengaruh terhadap mutu produk. Untuk memperpanjang masa simpan produk hortikultura, metode penyimpanan dingin merupakan metode penyimpanan yang banyak dilakukan. Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk sehingga akan memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pasca panen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga
mempengaruhi mutu produk. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
mengurangi chilling injury selama penyimpanan dingin, seperti heat shock treatment (HST) dan Aloe vera coating. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji perubahan mutu tomat yang disimpan pada suhu dingin. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter mutu tomat yang disimpan pada suhu rendah setelah perlakuan heat shock dan Aloe vera coating.
Heat shock treatment dilakukan pada suhu 420C selama 20, 40, 60 menit dan
edible coating Aloe vera dengan menentukan indeks chilling injury yang meliputi, perubahan ion leakage, pH, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, kecepatan laju respirasi yang terjadi selama penyimpanan dan perubahan warna pada suhu kontrol dan suhu dingin, baik dengan perlakuan panas (heat shock), Aloe vera coating maupun kontrol.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tomat yang disimpan pada suhu dingin mengalami penurunan mutu lebih lambat dibanding pada suhu ruang, sedangkan tomat yang diberi perlakuan heat shock dan Aloe vera cenderung lebih kecil penurunan mutunya dibanding dengan tomat tanpa perlakuan. Perlakuan heat shock dan Aloe vera coating dapat meningkatkan dan menurunkan laju respirasi. Respirasi pada penyimpanan suhu ruang lebih tinggi daripada suhu 5, 10 0C untuk
semua perlakuan. Tomat yang disimpan pada suhu 50C menunjukkan gejala
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLING INJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH
OLLY SANNY HUTABARAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat yang Disimpan Pada Suhu Rendah
Nama : Olly Sanny Hutabarat
NRP : F151050091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Anggota
Ketua Program Studi
Keteknikan Pertanian
Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga atas segala berkat
dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2007 ini
ialah penyimpanan, dengan judul Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury
Tomat yang disimpan Pada Suhu Rendah.
Dalam menempuh studi S2 sampai menjadi Magister Science IPB, penulis
mengucapkan terimakasih kepada orang yang memberi teladan, inspirasi, motivasi,
semangat, doa dan kasih sayang yang tulus. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku pembimbing I yang begitu sabar, penuh
perhatian dalam membimbing, memberi nasehat, semangat untuk cepat
menyelesaikan studi. Ketelitian dan kesabaran beliau dalam pemeriksaan
penulisan format yang benar memotivasi penulis menjadi seorang penulis
yang baik, sabar dan teliti.
2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku pembimbing II yang dengan cerdas, teliti,
semangat,menyumbangkan ide, pikiran, masukan, dan penuh perhatian selama
penyusunan tesis ini. Perfeksionisme dan ide-ide beliau mendorong penulis
untuk terus belajar dan mengembangkan potensi.
3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.gr selaku penguji luar komisi yang memberi
banyak masukan dan dorongan untuk pemahaman lebih dalam tentang sifat
kimiawi membran, juga atas kemurahan hati meminjamkan angkutan untuk
pengangkutan tomat dari Sukabumi.
4. Pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fateta, Ketua
Program Studi, seluruh staf, pegawai, pengajar, laboran Departemen Teknik
Pertanian atas jasa yang diberikan dengan tulus.
5. Keluarga tercinta ; mama, kakak, abang, ponakan atas doa, dukungan spiritual
dan materi serta kasih sayang yang tidak terlupakan selama penulis studi.
6. Bang Pelita ST M.div, Mas Andreas, ST, M.div, Mas Effendy Wijaya, PhD atas
kepercayaan, dukungan dana, doa, semangat, perhatian, kasih sayang, inspirasi
7. Bapak Priyatna di Goalpara, Sukabumi atas penyediaan tomat-tomat segar
untuk diteliti penulis.
8 Keluarga besar PERKANTAS Bogor atas dukungan doa, kasih sayang yang
tulus, perhatian dan kebersamaan selama penulis studi di Bogor.
9. Teman–teman terkasih dan seperjuangan Ina, Nelly, Tience atas doa, kasih
sayang, perhatian, nasehat, kebersamaan, canda tawa yang dilalui bersama
selama studi di Bogor. Terima kasih untuk kak Suryati, atas doa, nasehat dan
perhatian yang tulus selama penulis tinggal di Bogor.
10. Teman – teman seperjuangan dalam menimba ilmu di TEP Pascasarjana 2005
atas diskusi, semangat dan kebesamaan selama studi di IPB juga teman –
teman TPP.
11.Terkasih Nuel atas kasih sayang, doa, perhatian, kesabaran, motivasi,
semangat untuk cepat menyelesaikan studi dan kebersamaan yang dilewati
bersama.
12. Teman–teman satu kost di Kantika, mbak Aci atas kebersamaan, perhatian dan
suka duka yang dilewati bersama.
13. Semua pihak yang mendukung sehingga penelitian ini dapat terlaksana yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung (Sumatera Utara) pada tanggal 13 Mei 1979
dari bapak J.F. Hutabarat dan ibu R. Nainggolan. Penulis merupakan putri
keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya, lulus pada tahun 2004. Satu tahun kemudian
penulis lulus seleksi masuk sekolah pascasarjana IPB dengan program studi
Keteknikan Pertanian.
Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti seminar nasional
antara lain sebagai peserta Lokakarya Nasional Sistem Pemasaran Hasil Pertanian
dan Perikanan melalui Terminal Agribisnis pada bulan Juni 2006, peserta seminar
nasional Mekanisasi Pertanian, Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk
KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLINGINJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH
Oleh
OLLY SANNY HUTABARAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis kajian pengurangan gejala chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruang tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008-01-22
ABSTRACT
OLLY SANNY HUTABARAT. Study On the Alleviation of Chilling Injury
Symptoms of Tomato fruits Stored under Low Temperature. Supervised by SUTRISNO and Y. ARIS PURWANTO.
Tomato fruits (Lycopersicon esculentum Mill.) are sensitive to low temperature and develop chilling injury. Based on that reason, understanding the physiological properties of tomato fruits stored under low temperature is important to find better storage method. The objective of this research was to examine the effect of low temperature, heat shock treatment and aloe vera coating on the changes of quality of tomato fruits stored under low temperature at period of time. Heat shock treatment was carried out at 420C during 20, 40 and 60 minutes. After heat shock treatment and aloe vera coating, tomato fruits were stored under 50, 100C and ambient temperature. During storage, the changes of parameter of qualities i.e. ion leakage, pH, soluble solid content, firmness, weight loss, respiration rate as well as visible appearance were evaluated. The results showed that the heat shock treatment and aloe vera coating reduced the chilling injury symptoms.
RINGKASAN
OLLY SANNY HUTABARAT. Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury
Tomat Yang Disimpan Pada Suhu Rendah. Dibimbing oleh SUTRISNO dan Y. ARIS PURWANTO.
Penanganan pasca panen produk hortikultura sangat berpengaruh terhadap mutu produk. Untuk memperpanjang masa simpan produk hortikultura, metode penyimpanan dingin merupakan metode penyimpanan yang banyak dilakukan. Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk sehingga akan memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pasca panen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga
mempengaruhi mutu produk. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
mengurangi chilling injury selama penyimpanan dingin, seperti heat shock treatment (HST) dan Aloe vera coating. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji perubahan mutu tomat yang disimpan pada suhu dingin. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter mutu tomat yang disimpan pada suhu rendah setelah perlakuan heat shock dan Aloe vera coating.
Heat shock treatment dilakukan pada suhu 420C selama 20, 40, 60 menit dan
edible coating Aloe vera dengan menentukan indeks chilling injury yang meliputi, perubahan ion leakage, pH, susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, kecepatan laju respirasi yang terjadi selama penyimpanan dan perubahan warna pada suhu kontrol dan suhu dingin, baik dengan perlakuan panas (heat shock), Aloe vera coating maupun kontrol.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tomat yang disimpan pada suhu dingin mengalami penurunan mutu lebih lambat dibanding pada suhu ruang, sedangkan tomat yang diberi perlakuan heat shock dan Aloe vera cenderung lebih kecil penurunan mutunya dibanding dengan tomat tanpa perlakuan. Perlakuan heat shock dan Aloe vera coating dapat meningkatkan dan menurunkan laju respirasi. Respirasi pada penyimpanan suhu ruang lebih tinggi daripada suhu 5, 10 0C untuk
semua perlakuan. Tomat yang disimpan pada suhu 50C menunjukkan gejala
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN PENGURANGAN GEJALA CHILLING INJURY TOMAT YANG DISIMPAN PADA SUHU RENDAH
OLLY SANNY HUTABARAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat yang Disimpan Pada Suhu Rendah
Nama : Olly Sanny Hutabarat
NRP : F151050091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Ketua
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc Anggota
Ketua Program Studi
Keteknikan Pertanian
Diketahui Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga atas segala berkat
dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2007 ini
ialah penyimpanan, dengan judul Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury
Tomat yang disimpan Pada Suhu Rendah.
Dalam menempuh studi S2 sampai menjadi Magister Science IPB, penulis
mengucapkan terimakasih kepada orang yang memberi teladan, inspirasi, motivasi,
semangat, doa dan kasih sayang yang tulus. Dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku pembimbing I yang begitu sabar, penuh
perhatian dalam membimbing, memberi nasehat, semangat untuk cepat
menyelesaikan studi. Ketelitian dan kesabaran beliau dalam pemeriksaan
penulisan format yang benar memotivasi penulis menjadi seorang penulis
yang baik, sabar dan teliti.
2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku pembimbing II yang dengan cerdas, teliti,
semangat,menyumbangkan ide, pikiran, masukan, dan penuh perhatian selama
penyusunan tesis ini. Perfeksionisme dan ide-ide beliau mendorong penulis
untuk terus belajar dan mengembangkan potensi.
3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.gr selaku penguji luar komisi yang memberi
banyak masukan dan dorongan untuk pemahaman lebih dalam tentang sifat
kimiawi membran, juga atas kemurahan hati meminjamkan angkutan untuk
pengangkutan tomat dari Sukabumi.
4. Pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fateta, Ketua
Program Studi, seluruh staf, pegawai, pengajar, laboran Departemen Teknik
Pertanian atas jasa yang diberikan dengan tulus.
5. Keluarga tercinta ; mama, kakak, abang, ponakan atas doa, dukungan spiritual
dan materi serta kasih sayang yang tidak terlupakan selama penulis studi.
6. Bang Pelita ST M.div, Mas Andreas, ST, M.div, Mas Effendy Wijaya, PhD atas
kepercayaan, dukungan dana, doa, semangat, perhatian, kasih sayang, inspirasi
7. Bapak Priyatna di Goalpara, Sukabumi atas penyediaan tomat-tomat segar
untuk diteliti penulis.
8 Keluarga besar PERKANTAS Bogor atas dukungan doa, kasih sayang yang
tulus, perhatian dan kebersamaan selama penulis studi di Bogor.
9. Teman–teman terkasih dan seperjuangan Ina, Nelly, Tience atas doa, kasih
sayang, perhatian, nasehat, kebersamaan, canda tawa yang dilalui bersama
selama studi di Bogor. Terima kasih untuk kak Suryati, atas doa, nasehat dan
perhatian yang tulus selama penulis tinggal di Bogor.
10. Teman – teman seperjuangan dalam menimba ilmu di TEP Pascasarjana 2005
atas diskusi, semangat dan kebesamaan selama studi di IPB juga teman –
teman TPP.
11.Terkasih Nuel atas kasih sayang, doa, perhatian, kesabaran, motivasi,
semangat untuk cepat menyelesaikan studi dan kebersamaan yang dilewati
bersama.
12. Teman–teman satu kost di Kantika, mbak Aci atas kebersamaan, perhatian dan
suka duka yang dilewati bersama.
13. Semua pihak yang mendukung sehingga penelitian ini dapat terlaksana yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarutung (Sumatera Utara) pada tanggal 13 Mei 1979
dari bapak J.F. Hutabarat dan ibu R. Nainggolan. Penulis merupakan putri
keempat dari empat bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya, lulus pada tahun 2004. Satu tahun kemudian
penulis lulus seleksi masuk sekolah pascasarjana IPB dengan program studi
Keteknikan Pertanian.
Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti seminar nasional
antara lain sebagai peserta Lokakarya Nasional Sistem Pemasaran Hasil Pertanian
dan Perikanan melalui Terminal Agribisnis pada bulan Juni 2006, peserta seminar
nasional Mekanisasi Pertanian, Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk
DAFTAR ISI
B. Tujuan Penelitian... 2
C. Hipotesis ... 2
D. Ruang Lingkup penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA... 4
A. Botani Tomat... 4
B. Panen ... 5
C. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Tomat... 6
D. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi ... 7
E. Penyimpanan Dingin dan Permeabilitas ... 9
F. Chilling Injury...12
G. Ion leakage ...12
H. Perubahan Fisik dan Kimia Pascapanen Tomat ...14
I. Metode heat shock treatment dan Aloe vera coating...17
III.METODELOGI PENELITIAN...20
A. Waktu dan Tempat ...20
B. Bahan dan Alat ...20
C. Prosedur Penelitian...20
D. Pengamatan ...23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...27
A. Perubahan Ion leakage ...27
B. Perubahan pH ...32
C. Susut bobot ...35
E. Kekerasan ...39
F. Respirasi...41
G. Warna ...43
V. KESIMPULAN DAN SARAN...47 A. Kesimpulan ...47
B. Saran ...47
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pola respirasi klimakterik dan non klimakterik. ... 7
2 Pergerakan air melalui membran ... 13
3 Perbandingan tingkat kematangan tomat berdasarkan warna ... 15
4 Diagram alir pebuatan gel Aloe vera... 21 5 Prosedur penelitian... 22
6 Adobe Image Ready untuk R, G, B... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Gambar perubahan ion leakage suhu 5, 100C dan ruang ... 52 2 Gambar susut bobot dan respirasi suhu 5, 100C dan ruang ... 55
3 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 50C hari-1... 56 4 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 100C hari-1... 57 5 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu ruanghari-1 ... 58 6 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 50C hari-9... 59 7 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 100C hari-9... 60 8 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu ruanghari-9 ... 61 9 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 50C hari-20... 62 10 Data hasil perhitungan perubahan ion leakage suhu 100C hari-20... 63 11 Data hasil pengukuran pH pada suhu 5 0C ... 64
12 Data hasil pengukuran pH pada suhu 10 0C ... 65
13 Data hasil pengukuran pH pada suhu ruang... 66
14 Perubahan susut bobot pada suhu 5 0C... 67
15 Perubahan susut bobot pada suhu 10 0C... 68
16 Perubahan susut bobot pada suhu ruang ... 69
17 Perubahan total padatan terlarut pada suhu 5 0C ... 70
18 Perubahan total padatan terlarut pada suhu 10 0C ... 71
19 Perubahan susut bobot pada suhu ruang ... 72
20 Data hasil perhitungan kekerasan pada suhu 5 0C... 73
21 Data hasil perhitungan kekerasan pada suhu 10 0C... 74
22 Data hasil perhitungan kekerasan pada suhu ruang ... 75
23 Produksi CO 2pada suhu 5 0C ... 76
24 Produksi CO 2pada suhu 10 0C dan ruang ... 77
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penanganan pasca panen produk hortikultura sangat berpengaruh terhadap
mutu produk. Mutu produk dapat dipertahankan sebaik mungkin dengan
penanganan lanjutan yang tepat. Pada prinsipnya suhu tinggi bersifat merusak
mutu simpan sayur-sayuran dan buah-buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidak
dapat dihindarkan terutama apabila panen dilakukan pada hari yang panas. Laju
respirasi dan kegiatan lainnya akan meningkat dengan semakin tinggi suhu
sehingga akan mempercepat turunnya mutu produk pasca panen. Pada suhu
diantara 0 – 350C kecepatan respirasi pada sayur-sayuran dan buah-buahan akan
meningkat dua sampai tiga kali lebih besar untuk kenaikan suhu 100C (Pantastico
1986).
Penurunan mutu produk segar seperti buah-buahan dan sayuran
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kesalahan penanganan pada saat panen,
pengaruh temperatur, aktifitas enzim yang mengatur metabolisme produk. Setiap
kenaikan temperatur sebesar 100C akan meningkatkan aktifitas enzim dua sampai
empat kali. Semakin tinggi aktifitas enzim, semakin cepat terjadi penurunan mutu
produk. Pendinginan merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk
menghambat penurunan mutu produk (Pantastico 1986).
Tomat tergolong sayuran buah (fruit-type vegetable) yang bersifat mudah rusak (perishable). Perubahan sepanjang proses pemasakan atau penuaan dapat meningkatkan kerentanan komoditas terhadap kerusakan mekanis maupun
serangan penyakit. Selama proses tersebut berlangsung susut dapat terjadi baik
saat pra maupun pasca panen sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah
bagian yang dapat dimakan dan menurunkan mutu buah serta tidak layak
konsumsi (Larasati 2003). Mutu tomat pada saat panen dapat dinilai
berdasarkan : sifat fisik (bentuk/kebulatan, warna, kekerasan, kelicinan kulit,
ketebalan daging buah, tekstur, adanya kerusakan, bebas hama dan penyakit), dan
sifat kimia (vitamin C/asam askorbat, total padatan terlarut, kadar asam, kadar air
dan komposisi nilai gizi). Masalah penurunan mutu buah tomat selama
penyimpanan dingin. Tetapi penggunaan bahan kimia dapat menyebabkan
keracunan jika terakumulsi terus menerus dalam tubuh.
Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk
sehingga akan memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pasca
panen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah dapat
menyebabkan chilling injury, sehingga mutu turun.
Menurut Saltveit (2004) heat shock treatment pada pasca panen buah
tomat dapat mengurangi gejala chilling injury yang ditunjukkan dengan
menurunnya ion leakage. Sedangkan pelapisan / Aloe vera coating juga dapat mengurangi chilling injury.
Penggunaan heat shock treatment dan Aloe vera coating pada tomat jangan sampai merubah mutu tomat. Oleh karena itu perlu diketahui mutu buah
tomat setelah heat shock treatment dan Aloe vera coating selama penyimpanan dingin.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji perubahan mutu tomat
(Lycopersicon esculantum Mill.) yang disimpan pada suhu dingin. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter mutu tomat yang
disimpan pada suhu rendah setelah perlakuan heat shock treatment suhu 420C selama 20, 40 60 menit dan Aloe veracoating.
C. Hipotesis
Perlakuan panas dengan heat shock treatment dan Aloe vera coating pada tomat sebelum penyimpanan dingin diduga dapat mengurangi chilling injury.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup batasan kegiatan yang dilakukan dan
mengacu pada tujuan penelitian yakni mengkaji perubahan mutu tomat dengan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
industri pangan, eksportir, petani dan masyarakat, bahwa heat shock treatment dan
Aloe vera coating yang dilanjutkan dengan penyimpanan dingin dapat mempertahankan mutu tomat segar sehingga dapat meningkatkan daya saing
produk sayuran Indonesia di pasar global. Dengan penelitian ini diharapkan
teknologi proses penanganan pasca panen sayuran dapat diaplikasikan pada skala
usaha kecil menengah serta memberikan inovasi bagi engineer untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tomat
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk genus Lycopersicon, famili Solanaceae, ordo Tubiflurae dan kelas Dycotiledonae. Tomat merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi besar dikembangkan secara
komersial karena dapat memberikan sumbangan pada pendapatan nasional.
Tomat mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap terutama kandungan
vitamin A dan vitamin C serta lycopennya yang dapat mencegah kanker
(Wiryanta 2002). Kebutuhan pasar akan buah tomat terus meningkat, dengan
semakin banyaknya orang mengkonsumsi tomat untuk memenuhi kecukupan
gizinya.
Tomat termasuk sayuran buah mudah rusak dan kerusakannya dapat
disebabkan oleh beberapa faktor fisik, kimiawi dan hayati. Kehilangan produksi
tomat di negara berkembang mencapai 50%, yang terjadi sejak panen, penanganan
kurang baik, keterlambatan hasil sampai di konsumen, cara bongkar/muat yang
kasar dan penggunaan kemasan yang tidak memadai serta keadaan yang tidak
menguntungkan selama pengangkutan (Muchtadi dan Sugiyono 1989).
Pantastico (1986), membedakan komponen kualitas buah antara tomat
konsumsi segar dan tipe olahan. Beberapa karakter kualitas tipe konsumsi segar
adalah : kekerasan buah, keseragaman bentuk, warna, ukuran dan bebas dari
kerusakan fisik seperti pecah buah, sedangkan untuk tipe olahan yang perlu
diperhatikan adalah warna, pH, total keasaman, total padatan terlarut dan
viskositas.
Zat-zat kimia yang terkandung dalam buah tomat pada saat panen dapat
dinilai berdasarkan :
1. Sifat fisik, yaitu bentuk/kebulatan, warna, kekerasan, kelicinan kulit, ketebalan
daging buah, tekstur, ada tidaknya kerusakan, bebas serangan hama dan
penyakit.
B.Panen
Pemanenan tomat dilakukan saat tanaman berumur 75 hari setelah
penanaman bibit atau setelah benih tersebut berumur 3 bulan. Waktu pemanenan
yang paling tepat dilakukan saat cuaca terang dengan cara mematahkan tangkai
buah sambil memegang ujung buah dengan telapak tangan. Apabila ditujukan
untuk pengolahan, tomat yang digunakan harus dalam keadaan segar, yang
diperoleh dari hasil pemanenan tomat yang sudah masak dan sudah berwarna
merah saat masih di pohon. Apabila ditujukan untuk pemasaran jarak jauh
sebaiknya tomat dipanen saat buah masih dalam keadaan hijau, yakni kurang lebih
berkisar 3-7 hari sebelum warna tomat menjadi merah. Sedangkan untuk tujuan
pemasaran dekat, dapat dipanen saat tomat berwarna kekuning-kuningan
(Pantastico 1986).
Mutu yang baik akan diperoleh jika pemanenan dilakukan pada tingkat
kematangan buah yang tepat. Panen buah tomat yang belum matang akan
menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Menurut Pantastico
(1986), untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisi
tangkai putik, mengeringnya tepi daun tua, dan mengeringnya tubuh
tanaman.
b. Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan
berat jenisnya.
c. Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat
padat dengan asam dan kandungan zat pati.
d. Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya
dengan tanggal berbunga .
e. Secara fisiologi, dengan melihat respirasi.
Dalam pemanenan, agar mutu tomat dapat dipertahankan, maka
pemanenan dan penanganan perlu diperhatikan dengan hati-hati. Pemanenan yang
kurang baik dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu
pemasaran secara langsung. Perlakuan ini akan menyebabkan memar dan
luka-luka yang nantinya akan tampak sebagai bercak-bercak berwarna pirang dan
kualitas. Buah tomat yang dipanen sebelum waktunya akan memiliki kematangan
yang tidak memuaskan meskipun mungkin dapat disimpan lama. Tingkat
perkembangan ini mempunyai pengaruh terhadap laju respirasi dan lamanya umur
simpan.
C. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Tomat
Tomat termasuk salah satu jenis sayuran buah yang banyak digemari dan
sangat berguna bagi kesehatan tubuh manusia, karena disamping memiliki rasa
enak dan segar juga mempunyai kandungan gizi yang lengkap. Kandungan gizi
tomat secara lengkap disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 gram bahan
Kandungan Gizi Macam Tomat
Sumber ; - Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)
Berdasarkan Standar Nasional Industri yang ditetapkan oleh Departemen
Perdagangan melalui Badan Pengembangan Ekspor Nasional, tomat untuk tujuan
ekspor diklasifikasikan atas dua kelompok mutu seperti pada tabel di atas.
Sedangkan klasifikasi yang sering digunakan untuk pasar lokal ada tiga kelas,
yaitu grade A dengan berat buah di atas 150 gram, grade B dengan berat buah
antara 100-150 dan grade C dengan berat buah di bawah 100 gram.
Dalam penggunaannya selain sebagai sayuran, beberapa jenis tomat
tertentu dapat disajikan sebagai buah meja ataupun menjadi juice dan saus.
D. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi
Selama penyimpanan, produk hortikultura mengalami bentuk kehidupan
heterotropik dengan memanfaatkan cadangan makanan yang masih tersisa.
Hubungan yang masih berjalan antara produk hortikultura dengan lingkungannya
adalah pertukaran gas, yaitu menggunakan O2dalam atmosfer untuk menghasilkan
CO2, air dan zat-zat organik lainnya seperti ethylene dan zat pembentuk aroma.
Tomat adalah buah yang memiliki pola respirasi klimakterik, yaitu pola
respirasi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan laju respirasi dan produksi
etilen secara cepat bersamaan dengan pemasakan. Respirasi adalah suatu proses
metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa
yang lebih komplek, yaitu pati, gula dan asam organik, menghasilkan energi yang
dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa (Winarno dan Wirakartakusumah
1981). Respirasi merupakan sarana penyedia energi yang sangat vital dibutuhkan
untuk mempertahankan struktur sel dan jalannya proses-proses kimia. Selama
produk melakukan respirasi, maka produk akan mengalami pematangan dan
kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan. Reaksi proses respirasi
yang terjadi dalam sel buah dan sayuran adalah sebagai berikut :
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H 2O + 674 kcal (energi)
Buah dan sayuran bila dibiarkan pada suhu lingkungan yang tinggi setelah
dipanen akan memperpendek umur simpan. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya semakin tinggi suhu maka laju respirasi produk akan semakin tinggi.
Pada awal proses pemasakan, respirasi akan meningkat sampai puncak
pembusukan. Puncak respirasi klimakterik tomat terjadi pada tingkat merah
jambu tua (Pantastico 1986) Pada buah tomat, puncak produksi etilen terjadi
sebelum mengalami puncak respirasi klimakterik (Singh 2001).
Gambar 1. Pola respirasi klimakterik dan non klimakterik
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menduga daya simpan
produk hortikultura setelah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran
laju jalannya metabolisme dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk
mengenai potensi daya simpan produk hortikultura. Bahan yang memiliki laju
respirasi yang tinggi biasanya memiliki daya simpan pendek. Hal ini juga
merupakan petunjuk laju kemunduran mutu produk hortikultura. Laju respirasi
sangat berhubungan dengan suhu penyimpanan produk maka laju respirasi akan
semakin menurun hingga mencapai titik tertentu. Hal ini dihubungkan dengan
metabolisme yang terjadi di dalam produk hortikultura dan banyaknya oksigen
yang dapat digunakan untuk melakukan proses-proses biokimia.
Konsep kuesion respirasi (RQ) digunakan untuk mengevaluasi sifat
berguna untuk mengetahui substrat yang digunakan dalam proses respirasi.
Perubahan RQ selama penyimpanan menunjukkan adanya perubahan pada jenis
substrat yang digunakan.
Menurut Wills et al. (1989), apabila substratnya glukosa, maka RQ = 1, RQ>1, apabila substrat yang digunakan mengandung oksigen, yaitu asam-asam
organik. Respirasi senyawa ini memerlukan O2lebih sedikit untuk menghasilkan
jumlah CO2 yang sama. RQ<1, apabila : (1) Substratnya mempunyai
perbandingan O2 terhadap karbon lebih kecil daripada heksosa, (2) Oksidasinya
belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat antara
lainnya, dan (3) CO2 yang diproduksi digunakan dalam proses sintesa, misalnya
pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO2.
E. Penyimpanan Dingin dan Permeabilitas
Penyimpanan dingin tomat segar dapat memperpanjang daya gunanya dan
dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, mempertahankan mutu,
menghindari banyaknya produk ke pasar sehingga meningkatkan keuntungan
produsen. Beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan produk antara lain adalah suhu, kelembaban dan komposisi udara.
Suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimal produk akan
menyebabkan chilling injury, sebaliknya di atas suhu optimal akan mengurangi umur simpan produk (Ryall dan Lipton 1982).
Menurut Ryall dan Lipton (1982) penyimpanan dingin adalah sebagai
proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu
bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.50C tergantung
kepada masing-masing bahan yang disimpannya. Pendinginan menuntut adanya
pengontrolan terhadap kondisi lingkungan antara lain suhu yang rendah,
komposisi udara, kelembaban dan sirkulasi udara. Sumber kerusakan seperti
aktifitas fisiologis, aktifitas mikroba, transpirasi dan evaporasi, semuanya
mempunyai faktor pembatas suhu dan kelembaban. Penggunaan suhu rendah dan
kelembaban relatif tinggi, dapat menghambat semua reaksi diatas sampai batas
Suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan dingin tomat matang
adalah 7-10 0C (Bartz 1993). Chace dan Pantastico (1986), meyatakan bahwa
penyimpanan tomat matang pada suhu 7-100C dengan kelembaban 85-90% dapat
mempertahankan mutu buah tomat matang pink selama 10-14 hari. Tindall
(1983), menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 10 0C dapat mempertahankan
mutu buah tomat matang yang masih keras (firm ripe fruit) selama 35 hari. Suhu minimum penyimpanan tomat bervariasi dan menurun sejalan dengan pematangan
bahan (Bartz 1993). Fields (1997), menyatakan bahwa suhu terendah yang aman
bagi tomat matang tanpa mengalami kerusakan karena pendinginan adalah 100C.
Perubahan mutu akan tetap berjalan dengan laju yang lebih lambat sesuai dengan
bertambahnya waktu pendinginan. Tingkat kerusakan hasil tanaman yang
disebabkan oleh suhu pendinginan tergantung pada waktu dan lama proses
pendinginan. Kelembaban lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses
fisiologi selama penyimpanan dimana kelembaban relatif udara yang jenuh
menyebabkan pengembunan air pada permukaan buah yang akan mengundang
pertumbuhan mikroba dan kelembaban relatif yang rendah mengakibatkan
pengeriputan kulit (Pantastico 1986).
Membran plasma merupakan batas yang memisahkan sel hidup dari
sekelilingnya yang mati. Membran plasma mengontrol lalulintas ke dalam dan ke
luar sel yang dikelilinginya. Membran melindungi sel dari lingkungan dan juga
memungkinkan adanya kompartemen-kompartemen di dalam sel untuk aktivitas
metabolik. Pada permukaan luar membran sel terletak banyak sisi pengenalan
atau reseptor yang berbeda-beda, yang dapat mengenali sel lain, mengikat hormon
tertentu, dan merasakan berbagai isyarat lain dari lingkungan luar. Membran
plasma memiliki permeabel selektif. Lipid dan protein merupakan bahan
penyusun utama membran. Terdapat beberapa kelas lipid membran, salah satunya
mempunyai satu atau lebih gugus kepala dengan polaritas tinggi, selain ekor
hidrokarbonnya sehingga sering disebut lipid polar. Lipid membran yang paling
banyak adalah fospolipid. Fospolipid mengandung fosfor dalam bentuk gugus
asam fosfat. Fospolipid utama yang ditemukan pada membran adalah
fosfogliserida, yang mengandung dua molekul asam lemak yang berikatan ester
mengandung dua ekor nonpolar, merupakan asam lemak berantai panjang.
Fosfogliserida mempunyai dua jenis gugus yang berbeda, yaitu gugus hidrofilik
pada kepala yang bersifat polar dan ekor hidrofobik yang bersifat nonpolar
(Lehninger 1993).
Spingolipid, kelas kedua terbesar dari lipid membran, mempunyai kepala
yang bersifat polar dan dua ekor nonpolar, tetapi senyawa ini tidak mengandung
gliserol. Spingolipid tersusun atas sato molekul alkohol amino berantai panjang
spingosin, atau satu diantara senyawa turunannya, dan suatu alkohol polar pada
bagian kepala (Lehninger 1993).
Kemampuan fospolipid untuk membentuk membran disebabkan oleh
struktur molekulernya. Fospolipid merupakan suatu molekul ampifatik, yang
berarti molekul ini memiliki daerah hidrofilik maupun daerah hidrofobik. Pada
suhu kritis, fospolipid mengendap dalam suatu susunan yang rapat dan
membrannya membeku sehingga saat dikeluarkan dari ruang pendingin membran
pecah dan menyebabkan ion leakage. Suhu beku membran tergantung pada
komposisi lipidnya. Membran tetap berwujud fluida pada suhu yang lebih rendah
jika mengandung banyak fospolipid dengan ekor hidrokarbon jenuh (Mitchell
2000).
Suatu lalulintas ion kecil bergerak melintasi membran dalam dua arah.
Gula, asam amino, dan nutrien lain memasuki sel, dan produk limbah
metabolisme meninggalkan sel. Sel mengatur konsentrasi ion anorganiknya
dengan cara membolak-balik arahnya dari satu arah ke arah lainnya melintasi
membran. Inti hidrofobik membran menghalangi transpor ion dan molekul polar,
yang bersifat hidrofilik. Molekul hidrofilik, seperti hidrokarbon, karbon dioksida,
dan oksigen dapat larut dalam membran dan melintasinya dengan mudah.
Molekul sangat kecil yang polar tetapi tidak bermuatan dapat lewat melalui
membran dengan cepat. Bilayer lipid tidak sangat permeabel terhadap molekul
polar tak bermuatan yang lebih besar seperti glukosa dan gula lain. Bilayer lipid
ini juga relatif tidak permeabel terhadap semua ion, sekalipun kecil. Atom atau
molekul bermuatan dan lapisan airnya sulit menembus lapisan hidrofobik
F. Chilling injury
Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum
tertentu akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan dingin
(chilling injury). Gejala kerusakan dingin terlhat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan
peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang
khas. Menurut Pantastico (1986) gejala kerusakan akibat pendinginan pada tomat
adalah gagal membentuk warna merah, rentan terhadap pembusukan Alternaria,
kantung-kantung kecil berwarna putih pada kulit buah tomat yang hijau biasanya
ada pada bagian dekat tangkai. Dikatakan pula bahwa suhu chilling injury pada
tomat dimulai pada suhu 7.20C. Sedang Muchtadi dan Sugiyono (1989)
mengemukakan pada suhu rendah (0-100C) buah-buahan dapat mengalami
kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal.
Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat, bercak-bercak
kecoklatan pada permukaan buah, penyimpangan warna dibagian dalam atau
gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Dikatakan juga
mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah (a) terjadinya respirasi
abnormal, (b) perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, (c) perubahan
permeabilitas membran sel, (d) perubahan dalam reaksi kinetika dan
termodinamika, (e) ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan (f)
terjadinya penimbunan metabolit beracun.
G. Ion leakage
Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan
respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan
lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage). (Saltveit 1989).
Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul, dan
dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan
ion. Pada makhluk hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti
KCl, NaCl, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni
bukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena
membran mempunyai karakter yang khas (Athis 1995), diantaranya dapat
mempertahankan beda potensial antara lingkungan di kedua sisinya.
Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah suatu ukuran dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan arus
listrik dengan satuan millisiemens/meter (mS/m) (Wikipedia 2007)
Kenaikan persentasi ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Sitoplasma meliputi sebagian dari protoplas, secara fisik merupakan zat
kental yang tembus cahaya. Merupakan struktur yang sangat kompleks dengan
komponen utamanya adalah air (85 – 95 %), mengisi ruangan antara membran sel
dan inti sel. Dipisahkan dari dinding sel oleh membran yang disebut plasmalema,
dan dari vakuola oleh membran yang disebut tonoplas. Vakuola menempati lebih
dari 90 % sel-sel dewasa. Vakuola adalah ruangan dalam sel berisi cairan, dibatasi
oleh membran (tonoplas). Cairan tersebut berisi berbagai bahan organik dan
anorganik, misalnya gula, protein, asam organik, fosfatida, tanin, pigmen
flavonoid dan kalsium oksalat. Beberapa zat dalam vakuola dapat berbentuk
padatan (tinin butir protein), bahkan berbentuk kristal. Vakuola berfungsi dalam
mengatur air dan kandungan solute dalam sel, misalnya pada pengaturan osmosis
(Nobel 1991).
Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran,
bentuk, dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada
dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam
vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosis
zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi
lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat
yang terlarut di dalamnya, sebagai akibatnya air berdifusi ke dalam sel. Difusi
terus menerus meningkatkan jenjang energi sel, dan berakibat naiknya tekanan,
Gambar 2. Pergerakan air melalui membran
Bila jenjang energi di luar sel lebih rendah, akan terjadi difusi zat-zat ke
luar sel, yang mengakibatkan plasmolisis atau kematian sel. Perubahan bentuk
fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion
leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991).
H. Perubahan Fisik dan Kimia Pascapanen Tomat
Buah-buahan dan sayur-sayuran setelah dipanen akan tetap
melangsungkan proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya
perubahan fisik dan kimia dalam produk tersebut. Winarno dan
Wirakartakusumah (1981), mengemukakan bahwa selama proses pematangan,
buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang
umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, dinding
sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik.
1. Kekerasan Buah
Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan.
Kekerasan sayuran dan buah-buahan dipengaruhi oleh turgor dari sel yang masih
hidup yang selalu berubah dalam proses perkembangan dan pematangan. Hal ini
berpengaruh terhadap kekerasan yang biasanya buah menjadi lunak setelah masak
(Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Pada umumnya secara kimiawi, dinding
sel pada buah tersusun dari senyawa-senyawa seperti selulosa, pektin,
hemiselulosa dan lignin yang akan mengalami perubahan selama proses
pematangan. Dinding sel dan lapisan lamella tengah dengan bobot ± 1-3 % dari
berat, membentuk suatu struktur padat dengan campuran yang kebanyakan air
(Bourne 1981).
Semakin lama buah disimpan akan semakin lunak, karena propektin yang
tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dalam asam pektat (Winarno dan
Wirakartakusumah 1981). Propektin adalah bentuk zat pektan yang tidak larut
dalam air, dimana pecahnya propektin menjadi zat dengan berat molekul rendah
mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel
satu dengan yang lainnya (Pantastico 1986). Hancurnya polimer karbohidrat
penyusun dinding sel, khususnya pektin dan hemiselulosa, akan melemahkan
dinding sel dan ikatan kohesi jaringan, sehingga tekstur buah menjadi lebih lunak
(Wills et al. 1981)
2. Perubahan Warna
Selama pematangan atau penyimpanan zat warna buah tomat akan
berubah. Pantastico (1986), menyatakan bahwa untuk kebanyakan buah tanda
kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau karena kandungan klorofil
buah yang sedang masak lambat laun berkurang.
Pigmen yang membentuk warna buah tomat terdiri dari karoten, likopen,
xantofil dan klorofil. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), pigmen
utama pada buah tomat adalah karoten dan likopen.
Warna hijau tomat disebabkan adanya klorofil yang berperan dalam proses
fotosintesis selama pematangan. Dengan dimulainya proses pematangan buah,
pigmen kuning (O-caroten dan xantofil) diproduksi sedangkan kandungan klorofil
berkurang. Kemudian pigmen likopen yang berwarna merah akan terakumulasi
dengan cepat.
Warna hijau pada buah tomat yang belum matang merupakan warna dari
1971). Ketika memasuki tahap pematangan, tomat akan memproduksi lebih
banyak pigmen karoten dan xantofil sehingga warnanya lebih terlihat jingga
seiring dengan semakin menurunnya kandungan klorofil. Warna buah akan
semakin merah seiring dengan semakin matangnya buah tomat tersebut, hal ini
terjadi karena produksi komponen likopen yang juga semakin meningkat (Hobson
dan Davies 1971). Pengelompokan warna buah tomat berdasarkan tingkat
kematangannya dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Perbandingan tingkat kematangan tomat berdasarkan warna
3. Perubahan karbohidrat menjadi gula
Karbohidrat yang terkandung dalam buah tomat akan terhidrolisis menjadi
glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu
kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya
(Hobson dan Davies 1971).
4. Perubahan kandungan asam-asam organik
Asam-asam organik yang terkandung dalam buah tomat akan semakin
berkurang seiring dengan proses pematangan tomat, hal ini dikarenakan sel buah
tomat yang sudah berkurang kemampuannya untuk memproduksi asam-asam
tersebut. Selain itu, asam-asam organik ini juga akan berkurang selama
penyimpanan (Barkey 1998).
Green Breakers Turning Pink Light Red Red
Fase
hijau
Fase
masak
hijau
Fase pecah
warna
5. Total Padatan Terlarut
Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan bahan dan
energi yang digunakan untuk melaksanakan aktifitas sisa hidupnya, sehingga
dalam proses pematangan, kandungan gula dan karbohidrat selalu berubah
(Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
I. Metode heat shock treatment dan Aloe vera coating
Kerusakan akibat pendinginan merupakan persoalan besar dalam
penanganan pasca panen produk hortikultura, karena menyebabkan banyak
komoditi tidak mungkin disimpan pada suhu yang sebenarnya dapat
memperpanjang umur simpan. Secara umum umur simpan diartikan sebagai
rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi hingga saat mulai
digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Suhu
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan.
Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga mempengaruhi mutu produk. Umur pasca panen maksimal hanya dapat dicapai
dengan menggunakan komoditas bermutu tinggi (Chace dan Pantastico 1986).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengurangi chilling injury selama penyimpanan, antara lain heat shock treatment dan Aloe vera coating.
1. Heat shock treatment
Kenaikan persentasi ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah sehingga saat dikeluarkan dari ruang pendingin menyebabkan kenaikan ion leakage yang tinggi. Namun hal ini dapat diatasi dengan heat shock treatment. Hasil penelitian Saltveit (2002) heat shock treatment pada suhu 45 0C selama 1 jam sebelum penyimpanan dingin dapat menurunkan ion leakage. Chilling injury
pada tomat mature green dapat dicegah dengan heat shock pada suhu 420C selama 36 jam atau 48 jam sebelum disimpan pada suhu 20C selama 2 minggu
(Sharir atl al. 2005). Dari hasil penelitian Ding (2001) heat shock treatment
masing-masing pada suhu 50C selama empat minggu dengan index chilling injury
masing-masing 1.31 ± 0.14, 1.28 ± 0.25, 1.42 ± 0.34. Sedangkan tanpa heat shock index chilling injury sebesar 3.55 ± 0.95. Hasil penelitian Jang (2001) heat shock treatment pada suhu 38 0C selama 10 – 12 jam sebelum disimpan pada suhu 4.20C penyimpanan dingin dapat mencegah chillinginjury pada buah apokat dan memperpanjang umur simpan sampai 28 hari.
Keberhasilan penerapan pendinginan dalam menghambat proses kerusakan
buah atau sayuran segar tergantung pada beberapa hal yaitu suhu lapang
komoditas, suhu pendinginan, kalor hasil respirasi, dan sirkulasi udara (Ryall dan
Lipton 1983).
2. Aloe vera coating
Aplikasi edible coating dengan menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran karena memiliki kemampuan
bertindak sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas CO2
dan O2 sehingga dapat memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan
sayuran tersebut menjadi berkurang (Krochta et al. 1994). Penggunaan
polisakarida ini biasanya dikombinasikan dengan beberapa bahan kimia lainnya
yang memiliki fungsi pendukung dalam memperpanjang umur simpan. Misalnya
penambahan asam askorbat dapat mengurangi aktivitas polifenol oksidase karena
asam askorbat mencegah proses polimerisasi sehingga proses pencoklatan dapat
dicegah. Penambahan potassium sorbat akan berperan sebagai antimikroba, atau
penambahan kalsium klorida untuk memperbaiki tekstur.
Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang yang
dilarutkan kedalam air untuk mendapatkan viskositas larutan yang cukup kental
(Glincksman 1984). Komponen-komponen inilah yang akan berperan untuk
mendapatkan kekerasan, kerenyahan, kepadatan, kualitas ketebalan, viskositas,
adhesivitas, kemampuan pembentukan gel, serta mouthfeel yang baik. Selain itu, senyawa ini sangat ekonomis bila digunakan untuk industri karena mudah didapat
yang rendah kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayuran dengan cara mencegah dehidrasi, oksidasi, serta
terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju respirasi (Krochta et al. 1994).
Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi edible coating, karena gel terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pasca panen produk pangan segar,
seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba, serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka. Selain itu, gel
Aloe vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck dan Reynolds 1999).
Gel Aloe vera memiliki struktur yang alami sebagai gel sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai edible film serta murah, tetapi kendalanya adalah reologi gel
Aloe vera yang mudah menjadi encer sehingga harus ditambahkan filler dari bahan alami lain untuk mempertahankan konsistensi gelnya.
Penggunaan gel Aloe vera telah diaplikasikan di industri pangan sebagai ingridien pangan fungsional, dan salah satunya dengan menjadikan gel Aloe vera
sebagai bahan untuk membentuk edible coating alami. Hasil penelitian Valverde
et al. (2005) membuktikan bahwa gel Aloe vera sebagai edible coating dapat berperan baik dalam menahan laju respirasi dan beberapa perubahan fisiologis
akibat proses pematangan pada buah anggur selama penyimpanan.
Berdasarkan penelitian mereka, edible coating lidah buaya bersifat higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah. Coating dari gel ini juga bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air, serta dapat mencegah
chilling injury. Gel lidah buaya ini juga terbukti dapat mereduksi aktivitas enzim
pada dinding sel buah anggur sehingga mengurangi reaksi browning dan
pelunakan tekstur. Selain itu, senyawa antimikroba yang terkandung dalam gel
lidah buaya ternyata mampu mencegah proliferasi mikroba pada buah anggur
tersebut. Umur simpan buah anggur tersebut akan bertambah ± 4 hari jika
disimpan pada suhu 20° C, sedangkan jika disimpan pada suhu 1° C maka umur
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium AP4, Labortorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Laboratorium Energi dan
Elektrifikasi Pertanian (EEP), Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini dimulai bulan April sampai Juli 2007.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) yang diperoleh dari petani Goalpara Sukabumi. Alat yang digunakan terdiri dari Electricity Conductivity meter (D-24 Horiba) untuk
mengukur ion leakage, pH meter, Refraktometer digital type PR-201 merk
ATAGO untuk mengkur total padatan terlarut, Rheometer model CR-300 merk
Sun-KAGAKU untuk mengukur kekerasan, Kamera digital merk Kodak untuk
mengukur perubahan warna, thermo recorder untuk mengontrol suhu selama
perlakuan heat shock treatment, lemari pendingin untuk penyimpanan,
polyethylene, neraca dan beberapa peralatan lainnya.
C. Prosedur Penelitian
Sehari setelah dipanen, tomat dikirim ke Laboratorium pada keadaan suhu
normal pada pagi hari dengan lama perjalanan kurang lebih 4 jam, selanjutnya
tomat diberi perlakuan edible coating Aloe Vera dan heat shock. Perlakuan heat shock selama 20, 40 dan 60 menit pada suhu 420C. Setelah perlakuan, sampel disimpan pada suhu 50C, 100C, dan suhu ruang. Pengamatan dilakukan pada suhu
ruang dengan selang waktu pengukuran mula-mula 20, 40, 60 menit selama 5jam .
Setelah 5 jam, dengan menggunakan blender, sampel dihancurkan selama 2 menit
supaya semua ion terlarut ke dalam aquabidest dan nilai konduktivitas listrik
Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel Aloe vera
Daun Aloe vera
Sortasi dan pencucian dengan air mengalir
Perendaman dalam larutan klorin 200 ppm selama 30
menit
Pembilasan dengan air matang
Pemanasan atau Penambahan disertai Pemansan
Gel Aloe vera
Trimming dan Filleting
Pembilasan dengan air matang untuk menghilangkan yellow sap (lendir berwarna kuning)
Penghancuran dengan crusher
Optimasi i
Gambar 5. Prosedur penelitian Penyimpanan n
50C 100C ruang
Buah Tomat
Sortasi
Kontrol
HeatShock
42 0 Aloe Vera
Pengamatan :
1. Ion leakage 2. pH
3. Susut bobot
4. Total padatan terlarut 5. Kekerasan
D. Pengamatan
1. Pengukuran Ion Leakage
Pengukuran ion leakage dilakukan setiap hari pada 1 sampel pada masing-masing kondisi suhu penyimpanan. Ion leakage diukur berdasrkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan Electricity Conductivity
meter (D-24 HORIBA) dengan satuan Siemens/meter. Pertama-tama daging buah
tomat dikuliti kemudian dipotong kecil dengan ukuran 1cm x 1cm x 1cm. Sampel
direndam ke dalam aquabides (40 ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya
diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang selama 300 menit dengan
selang waktu 20 menit. Setelah 5 jam, dengan menggunakan blender, sampel dihancurkan selama 2 menit supaya semua ion terlarut ke dalam aquabides dan
nilai konduktivitas listrik total-nya diukur. Data dari ion leakage dinyatakan dalam persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Sesuai penelitian
Purwanto (2005) persamaan yang digunakan untuk mengukur perubahan ion
leakage adalah sebagai berikut :
Perubahan ion leakage = (x/y * 100 %)...(1) Keterangan :
x : nilai konduktivitas listrik menit ke-n; n= 20, 40, 60,...,300
y : nilai konduktivitas listrik akhir setelah diblender
2. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan sisa sampel yang
digunakan untuk pengukuran ion leakage, sampel selanjutnya diparut dan diperas, larutan hasil perasan kemudian diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter
(D-24 HORIBA).
3. Susut Bobot
Dinyatakan dalam % dan diperoleh dengan cara menimbang produk awal
dan akhir, kemudian dihitung dengan persamaan berikut :
4. Total Padatan Terlarut
Penentuan total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat
refraktometer type PR-201 merk ATAGO. Buah tomat dihancurkan dengan
blender, kemudian cairan buah yang telah disaring diteteskan pada prisma refraktometer. Indeks refraksi sebagai total padatan terlarut ditentukan dengan
melihat angka yang tertera pada skala refraktometer dalam 0Brix.
5. Kekerasan
Kekerasan buah tomat diukur dengan menggunakan Rheometer model
CR-300, dengan beban maksimum 2kg, kedalaman penusukan 10 mm dengan
diameter jarum 5mm. Pengukuran dilakukan di 4 tempat yaitu bagian atas, tengah
2 tempat dan bawah buah. Kecepatan penurunan alat penekan 2 cm/60 detik,
angka yang didapat pada saat bahan pecah/hancur dimasukkan ke dalam
persamaan berikut :
E = (F/A)/(dL/L)
Dimana : E = Modulus secant (kg/cm2)
F = Gaya tekan penekan (kg)
A = Luas preparat dihitung sebagai luas lingkaran (1/4 Rd2) (cm2)
dL = Tinggi bahan tertekan saat mulai pecah (dt/60 detik x 2 cm) (cm)
dT = Waktu buah mulai pecah
L = Tinggi bahan (cm)
6. Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan dengan menggunakan sistem terbuka
(open system). Bahan disiapkan dan ditimbang dan ditempatkan ke dalam stoples respirasi dengan volume 2.6 liter (permeabilitas udara nol). Sebelumnya tutup
stoples respirasi dilubangi dengan diameter 10 mm sebanyak dua buah dan pada
lubang dimasukkan pipa plastik sepanjang 30 cm. Pada pertemuan pipa plastik
Selanjutnya pipa plastik ditutup dan segera disimpan pada suhu yang telah
ditetapkan. Perubahan konsentrasi gas CO2dan chamber diukur pada waktu yang
telah ditentukan dengan menggunakan infra red gas analyzer, sedangkan untuk O2.
menggunakan oksigen tester, yang dapat dibaca pada monitor alat tersebut, setelah
pengukuran udara di dalam stoples dinormalkan kembali an selanjutnya disimpan
kembali. Pengukuran dihentikan pada saat produk telah ditolak konsumen.
Konsentrasi gas O2. dan CO2 yang didapat, dimasukkan ke dalam persamaan laju
respirasi yang dikutip dari Singh (2001) sebagai berikut :
R1=
R = Laju respirasi, ml/kg/jam
x = konsentrasi gas, %
t = waktu, jam
V = Volume bebas chamber (ml)
W = berat komoditas, kg
Subskrit 1 dan 2 masing-masing menyatakan gas O2 dan CO2
7. Perubahan Warna
Perubahan warna buah tomat diukur dengan menggunakan kamera digital
dengan mengambil foto tomat setiap perlakuan setiap hari. Hasil foto diolah
dengan Photoshop 7.0 untuk melihat nilai R, G dan kemudian dilakukan kalibrasi
R, G, B dengan nilai 255 yaitu : R = Ra/255, G = Ga/255 dan B = Ba/255. Data
kemudian diolah ke dalam persamaan X, Y Z sebagai berikut :
X = 0.607 R + 0.174 G + 0.201 B ....………..(4)
Y = 0.299 R + 0.587 G + 0.144 ………....(5)
Z = 0.066 G + 1.117 B ………..(6)
X = X * 100, Y = Y * 100 dan Z = Z * 100. Kemudian nilai L, a, b diperoleh
dengan persamaan :
L = 25 (100 * Y/Yo)1/3 – 16 ……….(7)
a = 500 [(X/Xo)1/3 – (Y/Yo)1/3 ]……… (8)
b = 200 [(Y/Yo)1/3 (Z/Zo)1/3 ………..(9)
dimana Xo = 98.071
Yo = 100
Zo = 118.225
Variabel L menunjukkan kecerahan (warna putih-hitam), a menunjukkan warna
hijau (a negatif) dan merah (a positif) dan b menunjukkan warna biru (b negatif)
dan kuning (b positif) (Mohsenin, 1984).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perubahan Ion leakage
Elektrolit merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul
yang disebut ion, dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan
oksidasinya menghasilkan ion. Pada suhu yang lebih rendah dari 100 C akan
menimbulkan kerusakan fisiologis dan terjadi kebocoran-kebocoran elektrolit
dengan cepat (Lewis dan Workman (1964) dalam Pantastico et al. 1986)).
Pada hari ke-1 sampai hari ke-20 penyimpanan pada perlakuan heat shock
20, 40, 60 menit dan Aloe vera coating kenaikan persentase ion leakage pada suhu 50C lebih tinggi daripada suhu 100C. Kenaikan persentase ion leakage
dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60 menit dan Aloe vera coating pada suhu 5 dan 100C dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002) dimana pada suhu rendah di
bawah suhu optimum penyimpanan tomat, terjadi kerusakan membran sel sebagai
akibat kerusakan dingin. Kerusakan membran sel ini terjadi karena lipid dan
protein sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis akibat
pendinginan. Nobel (1991) menyebutkan bahwa ketegangan disebabkan oleh
tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik
aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel.
Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi
ke daerah dengan energi lebih rendah. Cairan sel mempunyai jenjang energi lebih
rendah karena zat-zat yang terlarut di dalamnya, sebagai akibatnya air berdifusi ke
dalam sel. Difusi terus menerus meningkat ke jenjang energi sel, dan berakibat
naiknya tekanan, yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan
sel menjadi tegang. Mitchell (2000) melaporkan bahwa sitoplasma sel bermuatan
negatif disebabkan distribusi anion dan kation pada sisi membran yang
berlawanan tidak sama. Potensial membran bertindak sebagai suatu sumber
energi yang mempengaruhi lalulintas semua substansi bermuatan yang melewati
membran. Potensial membran mendukung transpor pasif kation ke dalam sel dan
anion ke luar sel disebabkan muatan di dalam sel negatif dibandingkan dengan di
sehingga pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpan dingin, dinding sel pecah
sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan ion leakage tinggi. Gambar 7, 8 ,9 di bawah ini menunjukkan kenaikan persentase ion leakage
dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60 menit, Aloe vera coating dan kontrol pada suhu 50C hari ke-1, 9 dan 20 penyimpanan.
0
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gambar 7. Perubahan ion leakage pada penyimpanan suhu 50C pada hari ke-1
0
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gambar 8. Perubahan ion leakage pada penyimpanan suhu 50C pada hari ke-9
0
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol