• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENE

ENTUAN GEJALA

A CHILLIING INJU

URY

BELIM

MBING (

A

Averrhoa

S

a carambo

SUHU RE

ola

L.) YA

ENDAH

ANG DISIIMPAN P

PADA

SKRIIPSI

FAK

I

ANGGY

Y FAJAR MAGHF

FIROH

F1407

70014

KULTAS TEKNOLOGI PE

ERTANIA

AN

INSTITU

UT PERTA

ANIAN B

BOGOR

(2)

FRUIT STORED AT LOW TEMPERATURE

Anggy Fajar Maghfiroh

Under Guidance : Dr. Ir. Y Aris Purwanto, M. Sc

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, email :

anggymaghfiroh@yahoo.co.id

ABSTRACT

In this study, the changes in quality of star fruits stored in low temperature was examined and the chilling induced of star fruits during storage period was examined by the changes in the rate of ion leakage. The quality of star fruits during storage was examined through the changes in respiration rate, firmness, total soluble solid, weight loss, ion leakage, and visual appearance daily. The sample of star fruits were stored at three different temperatures, i.e. 5 and 10 oC and room temperature. Ion leakage was determined by calculating the slope of percentage of total ion leakage with time. It was resulted that the peak of the rate of ion leakage for fruits stored at 5 ºC was found after 1 day storage. The increase in the rate of ion leakage indicates the chilling induced of cell membrane. This chilling injury caused the fruits has the quality lower than that fruits stored at 10ºC after period of time which was indicated by the lower total soluble solid.

(3)

ANGGY FAJAR MAGHFIROH. F14070014.

Penentuan Gejala Chilling Injury

Belimbing (Averhoa Carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah

. Di

bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2011.

RINGKASAN

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga fleksibelitasnya dipasaran menjadi terbatas. Penyimpanan dingin merupakan salah satu penangan pascapanen buah belimbing agar kualitas buah tetap terjaga. Namun hal penting yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dingin adalah penggunaan suhu yang tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) yang berakibat pada kerusakan produk secara fisiologi baik secara eksternal maupun internal sehingga dapat menurunkan kualitas produk.

Chilling injury buah belimbing secara visual terlihat seperti bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna kulit buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan dari ruang pendingin. Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengamati perubahan kualitas buah belimbing (kekerasan, TPT, susut bobot, warna dan laju respirasi) selama penyimpanan suhu 5oC, 10 oC dan suhu ruang. Serta menentukan gejala chilling injury buah belimbing melalui pengamatan perubahan ion leakage.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2011 sampai Juni 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Buah belimbing diperoleh dari kebun petani. Buah yang dipetik dilakukan penyortiran dan dibungkus dengan kertas koran dalam kardus. Selanjutnya diangkut ke Laboratorium TPPHP, IPB selama 1 jam perjalanan. Buah kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dicelupkan pada larutan Thiabendazol 0.5 ppm selama 1 menit, untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan mikroorganisme.

Suhu penyimpanan yang digunakan adalah 5oC, 10oC dan suhu ruang (25-27oC). Selama penyimpanan dilakukan pengukuran susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut (°Brix), laju respirasi dan perubahan ion leakage. Pengukuran sampel dilakukan 2 hari sekali untuk suhu 10oC dan suhu ruang. Pada penyimpanan suhu 5oC pengukuran dilakukan setiap hari sampai hari ke 6 dan berikutnya dilakukan pengukuran selang 2 hari selama 14 hari penyimpanan. Perubahan ion leakage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas dari sampel yang disimpan dalam air aquabides yang telah diketahui konduktivitas awalnya dengan selang pengukuran 20 menit selama 240 menit.

Dari pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap perubahan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna dan chilling injury. Pada suhu 5oC, perubahan mutu penyimpanan buah belimbing lebih lambat dibandingkan suhu penyimpanan 10oC dan suhu ruang. Semakin tinggi suhu penyimpanan proses respirasi yang terjadi

(4)

BELIMBING (Averrhoa carambola L.) YANG DISIMPAN PADA

SUHU RENDAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANGGY FAJAR MAGHFIROH

F14070014

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah

Nama : Anggy Fajar Maghfiroh NIM : F14070014

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc) NIP. 19640307.198903.1.001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr.Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201.199103.1.004

(6)

SUMBER INFORMASI

Saya Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averhoa Carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Anggy Fajar Maghfiroh

(7)

© Hak cipta milik Anggy Fajar Maghfiroh, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)

Penulis dilah bersaudara p SpdI. Penul Negeri Pao menengah p kemudian m Sindang pad melalui Sele Departemen

hirkan di Ciam pasangan ayah lis menyelesa oman IV In pertama di SM menamatkan da tahun 2007 eksi Mahasisw n Teknik Perta

mis, 19 Mei 19 handa Drs. Su aikan pendidik

ndramayu, k MP Negeri 2 S

pendidikan m 7, dan melanju wa IPB (USM anian pada tah

989 sebagai p ugondo dan Ib

kan dasar pa kemudian me

Sindang, hing menengah ata utkan pendidik MI) di Institut

hun 2007.

putri pertama d bunda Yaya N ada tahun 20

elanjutkan p gga tahun 200 as di SMA kan di perguru

Pertanian Bog

dari empat Nurhayati, 01 di SD pendidikan 4. Penulis Negeri 1 uan tinggi gor (IPB), Selam sebagai staf Mahasiswa diantaranya pada Semina Muda Persa Indocement (DIKTI), dia ma menjalani f di OMDA Teknik Pert sebagai staf ar dan Pelatih atuan Insinyur (2009-2010) antaranya hiba

pendidikan d Indramayu p aznian (HIM Hardware pa han Greenhou

r Indonesia (F ) dan menda ah prosal PKM

di IPB, penuli pada tahun (2 MATETA) (20 ada lounching se (2009) dan FAM PII) (20 apat dana hib M-K (2010), h

is aktif di org 2008-2009) d 008-2009). P g penerbit IPB n Sekertaris ek

010). Penulis bah proposal hibah proposa

ganisasi kema dan staf Publ

enulis juga a B Press (2008 ksekutif pada

juga pernah Departemen al PKM-P dan

ahasiswaan, di

lic Relation H aktif pada ke 8), Sekertaris KPP 2 Forum mendapatkan Pendidikan n PKM-T (201

iantaranya Himpunan epanitiaan eksekutif m Anggota n beasiswa Indonesia 11). Pad “Mempelaja Nusantara V Pengolahan Teknologi P

Carambola

da bulan Jun ari Aspek Ke VIII Panyairan

Pangan dan h Pertanian IPB L.) Yang Disi

ni-Agustus 2 eteknikan Per n”. Sebagai tug hasil Pertanian B dengan jud impan Pada S

010 penulis rtanian Dalam gas akhir penu n (TPPHP) D dul “Penentu uhu Rendah”

melaksanaka m Proses Pe ulis melakuka Departemen Te uan Gejala C

di bawah bim

an praktek la engolahan Te

an penelitian d eknik Mesin d Chilling Injury mbingan Dr. Y

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kauniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah dengan Judul “Penentuan Gejala Chilling Injury Belimbing (Averhoa Carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah”.

Penelitian ini dapat diselesaikan dengan bantuan banyak pihak, sejak persiapan, pelaksanaan hingga penyelesaian tugas akhir. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian ini.

2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB sekaligus Dosen Penguji atas masukan dan pengarahan dalam kegiatan penelitian ini.

3. Ir. Susilo Sarwono Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB sekaligus Dosen Penguji atas masukan dan pengarahan dalam kegiatan penelitian ini.

4. Bapa, Ibu dan adik-adik tercinta Resi, Ayu dan Alfie atas doa, kasih sayang dan dukungan yang diberikan kepada penulis yang tidak henti-hentinya.

5. Keluarga besar Hj. Suterih, tante Nana, tante Ropedah, tante Indah, om Yanto dan om Jojo beserta keluaganya atas doa dan semangatnya kepada penulis selama ini.

6. Teh Tita dan keluarganya atas motivasi, kebersamaan dan doanya selama ini.

7. Tim Belimbing, Ratna Aprilynda, Ita Heruwati dan Mba Dian atas kerja sama dan semangatnya.

8. Ababilers: Tami, Huda, Siska, Deti dan Dewi atas semangat, bantuan dan kebersamaan selama penelitian ini.

9. Terimakasih kepada Atdratul Firmudia Ikhsani atas segala perhatian dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

10. Semua teman-teman TEP 44 yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. Terimakasih banyak atas pertemanan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.

11. Mita Ariyanti, Novia Handayani, Ade Maftuhah, Mba Ratih dan Padi atas dukungan, kekeluargaan dan kebersamaan di DR 20 dan 21. Dan Sri Ayu Lestari atas bantuan selama kegiatan penulisan ini.

12. Pak Suriaden, Ibu Mar, Ibu Emil dan seluruh staf Dept. Teknik Mesin dan Biosistem atas bantuan selama kegiatan penelitian.

(10)

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Belimbing ... 3

2.2. Pascapanen Belimbing ... 4

2.3. Penyimpanan Dingin ... 6

2.4. Kerusakan Dingin (Chilling Injury) Buah Belimbing ... 7

2.5. Ion Leakage ... 8

2.6. Parameter Penurunan Mutu ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2. Alat dan Bahan ... 13

3.3. Prosedut Penelitian ... 13

3.4. Pengamatan ... 14

3.4.1. Laju Respirasi ... 14

3.4.2. Kekerasan Buah ... 15

3.4.3. Uji Kandungan Total Padatan Terlarut ... 15

3.4.4. Perubahan Warna ... 15

3.4.5. Susut Bobot ... 16

3.4.6. Ion Leakage ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.2. Susut Bobot ... 17

4.3. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 18

4.4. Kekerasan ... 21

4.5. Warna ... 23

4.6. Respirasi ... 26

4.7. Ion Leakage ... 30

4.8. Hubungan Ion Leakage dan Penurunan Mutu ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

(11)

DAFTAR TABEL

(12)

Halaman Gambar 1. Belimbing (Avarhoa carambola) ... 3 Gambar 2. Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin ... 7 Gambar 3. Ilustrasi cara perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu

membran sel menghasilkan perbedaan tegangan ... 8 Gambar 4. Ilustrasi dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan

kenaikan ion leakage yang tinggi ... 8 Gambar 5. Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah-buahan ... 11 Gambar 6. Prosedur Penelitian ... 14 Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga

kondisi suhu ... 18 Gambar 8. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama

penyimpanan pada suhu 5oC ... 19 Gambar 9. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama

penyimpanan pada suhu 10oC ... 19 Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama

penyimpanan pada suhu ruang ... 20 Gambar 11. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

5˚C ... 21 Gambar 12. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

10˚C ... 22 Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

ruang... 22 Gambar 14. Grafik Perubahan nilai L buah Belimbing selama penyimpanan pada 3

kondisi suhu 5oC, 10 oC dan suhu ruang ... 24 Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

5˚C ... 25 Gambar 16. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

10˚C ... 25 Gambar 17. Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu

ruang ... 26 Gambar 18. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan

suhu 5˚C ... 27 Gambar 19. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan

suhu 10˚C ... 27 Gambar 20. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan

suhu ruang ... 28 Gambar 21. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada

suhu 5˚C ... 28 Gambar 22. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada

suhu 10˚C ... 29 Gambar 23. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada

(13)

Gambar 24. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -0 ... 32

Gambar 25. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage padahari ke -1 ... 32

Gambar 26. Perubahan kenaiakan persentasi ion leakage pada hari ke -2 ... 32

Gambar 27. Perubahan kenaikan persensentasi ion leakage pada hari ke -3 ... 33

(14)

Halaman

Lampiran 1. Contoh perhitungan ... 41

Lampiran 2. Data hasil pengamatan perubahan ion leakage suhu 5oC ... 42

Lampiran 3. Data hasil pengamatan perubahan total susut bobot ... 44

Lampiran 4. Data hasil pengamatan perubahan total padatan terlarut ... 45

Lampiran 5. Data hasil pengamatan perubahan kekerasan ... 46

Lampiran 6. Data hasi pengamatan respirasi ... 47

Lampiran 7. Data hasil pengamatan perubahan warna buah belimbing ... 48

Lampiran 8. Perubahan warna buah belimbing ... 51

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang tersebar di berbagai pulau dan belum dikelola pengembangannya sebagaimana mestinya baik menyangkut tata produksi, penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh dan berproduksi di Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan rakyat. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah eksotis yang banyak digemari oleh masyarakat yang banyak tumbuh dan berkembang pesat di wilayah Nusantara. Mempunyai bentuk buah yang menarik yaitu sepeti bentuk bintang jika diiris secara melintang. Di Inggris bahkan dikenal dengan nama star fruit, selain itu belimbing juga memiliki rasa juicy yang manis dan renyah serta mengandung banyak air dan kadar vitamin A dan C yang tinggi. Buah belimbing panennya tidak tergantung pada musim. Dalam setahun buah belimbing dapat panen 3-4 kali. Kelebihan lain dari buah belimbing manis adalah dapat dibudidayakan di kebun, pekarangan atau pot, cepat berbuah, serta produktivitas yang tinggi yaitu sekitar 150 kg buah/pohon atau 28-49 ton/ha/tahun (DEPTAN 2008).

Komoditas holtikultura di Indonesia terutama buah-buahan adalah peluang untuk penambahan devisa negara melalui ekspor disamping komoditi lainnya. Tanaman buah yang menghutan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah organik. Sementara pengelolaan kebun tanaman buah menjadi upaya utama untuk menjaga keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada masyarakat pembeli baik domestik maupun luar negeri (ekspor).

Data statistik menunjukan bahwa perkembangan produksi buah belimbing di Indonesia meningkat dari 48.252 ton pada tahun 2000 menjadi 72.397 ton pada tahun 2008. Perkembangan luas panen buah belimbing juga terus meningkat dari 2.334 ha pada tahun 2000 menjadi 2.906 ha pada tahun 2008 (DEPTAN 2008). Dari data-data tersebut terlihat bahwa potensi buah belimbing sebagai produk holtikultura cukup baik.

Belimbing manis termasuk komoditas pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga fleksibelitasnya dipasaran menjadi terbatas. Perubahan proses pemasakan atau penuaan dapat meningkatkan kerentanan komoditas terhadap kerusakan mekanis maupun serangan penyakit. Selama proses tersebut susut dapat terjadi baik saat prapanen maupun pascapanen sehingga mengakibatkan berkurangnya jumlah bagian yang dapat dimakan dan mengakibatkan mutu buah tidak layak konsumsi (Damayanti 2001).

Masalah penanganan pasca panen merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian. Sebab kualitas dan mutu buah belimbing selain tergantung dari waktu dan cara panen yang benar, juga sangat terkait dengan proses pasca panen. Seringkali konsumen dikecewakan dengan kondisi buah belimbing yang ada dipasaran. Kualitasnya jauh dari baik dan sebagian sudah membusuk. Hal ini tentu saja akan merugikan pedagangnya. Selain itu masih banyak pedagang maupun petani yang belum begitu memperhatikan masalah penanganan buah selepas panen.

(16)

khususnya buah-buahan memiliki sifat mudah rusak dan umur pascapanen yang relatif singkat. Salah satu teknik penyimpanan yang sering digunakan dalam penanganan pascapanen produk hortikultura adalah penyimpanan pada suhu rendah atau lebih dikenal dengan sebutan penyimpanan dingin (cold storage) yaitu penyimpanan produk pada suhu optimumnya dan diatas suhu bekunya. Keuntungan penyimpanan dingin ini antara lain dapat memperlambat laju respirasi, memperlambat kelayuan produk karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba sehingga dengan adanya penyimpanan dingin ini mutu produk dapat dijaga untuk tetap dalam kondisi baik.

Sebagai bahan hidup, belimbing tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi, fotosintesis, dan transpirasi walaupun telah terpisah dari tumbuhan induknya setelah di panen. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pasca panen. Masalah utama yang dihadapi adalah mengenai sistem penyimpanan yang tepat untuk buah belimbing.

Hal penting yang harus diperhatikan pada penyimpanan dengan suhu dingin adalah penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (chilling injury). Chilling injury merupakan kerusakan fisiologis pada membran sel, membran ini biasanya sering kali diikuti oleh beberapa efek fisiologis seperti produksi etilen, peningkatan laju respirasi, penurunan laju fotosintesis dan perubahan pada struktur sel yang dapat menyebabkan produk mudah terserang penyakit. Dalam penelitian ini, akan dianalisis gejala chilling injury pengaruh suhu penyimpanan dingin terhadap beberapa parameter mutu belimbing. Karena sering kali buah mengalami kerusakan selama penyimpanan dingin berlangsung terutama pada produk yang sensitif terhadap suhu dingin.

1.2

Tujuan

(17)

2.1

Beli

Belim berasal dari yang berikli

Pada pot, yaitu di Belimbing d wuluh (Ave untuk memb manis diklas King Divis Sub d Kelas Ordo Fami Genu Spec Di In Sembiring, B

Malaysia (h

varietas Kun

Bentu yang licin Belimbing b Tanaman be 27oC. Umum

imbing

mbing manis kawasan Indo m tropis lainn umumnya bu iusahakan seb dibedakan atas

rhoa belimbi beri rasa asam sifikasikan seb gdom : Pla

si : Spe divisi : An s : Dic o : Ox

ili : Ox

us : Av ies : Ave ndonesia jeni

Bangkok, Fili

honey starfrui

nir dan Kapur

Gamba uk belimbing seperti lilin, bukan termasu elimbing mem mnya dibudid

II.

T

s (Averrhoa c ocina, Malays nya di dunia (N

uah ini dibud bagai usaha sa s dua macam,

L.). Belimbi m pada masaka

bagai berikut: antae ermatophyta ngiospermae cotyledonae xalidales xalidaceae verrhoa errhoa caram is varietas be

ipina, Paris, D

t). Tahun 198

(Tim Penulis

r 1. Belimbing

manis seperti berlekuk-leku uk kepada bua merlukan curah dayakan dida

TINJAUA

carambola L. sia dan Indone Nakasone dan

idayakan di k mpingan seba yaitu belimbi ing wuluh ser an (DITBUAH

mbola L. elimbing cuku

Dewi, Siwalan

87 telah dilep

s Penebar Swa

g (Avarhoa ca

i bintang jika uk, rasa man ah musiman, p h hujan yang t ataran rendah

AN PUST

.) merupakan esia. Kemudia n Paull 1998).

kebun atau d agai tanaman p

ing manis (Av ring digunaka H 2004). Dala

up banyak di

n, Wulan, Wij

pas dua variet

adaya 1998).

arambola) (go

dilihat dari p nisnya bervar panen biasany tinggi 1500-3 h dengan keti

TAKA

n tanaman bu an menyebar l

dalam bentuk peneduh di ha verrhoa caram an untuk bum am sistematik

ikenal, dianta

aya, Taiwan,

tas belimbing

oogle pitcure 2

enampang me iasi tergantun ya dilakukan

00 mm per ta inggian 0-500

ah berupa po luas ke berbag

kultur pekara alaman-halam mbola L.) dan mbu masakan, ka tumbuhan, aranya varieta Malaya, Pena unggul nasio 2011) elintangnya. p ng kepada va 3-4 kali dalam ahun dengan s

0 m dpl. Tan

(18)

45%-50%. Tanaman belimbing cocok ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik, memiliki kelembaban yang cukup dan pH tanah 5.0-7.0. Penyebarannya sangat luas, karena benihnya disebarkan oleh lebah (Tim Penulis Penebar Swadaya 1998).

Pohon belimbing berkayu keras dengan tinggi mencapai 12 m dengan penampilan ramping dan tidak terlalu besar. Daun belimbing termasuk daun majemuk menyirip ganjil. Daun muda berwarna kemerahan, setelah tua berwarna hijau muda. Tanaman belimbing mempunyai akar tunggang dan mempunyai akar samping banyak. Bungan belimbing terdiri dari lima helai kelopak dan lima helai mahkota. Bakal buah mempunyai lima ruang dengan bakal biji (ovulum) yang jumlahnya lebih dari satu. Kelopak bunga berwarna keunguan nektar sehingga dapat membantu penyerbukan (Tjitrosoepomo 1996).

Buah belimbing dimanfaatkan sebagai makanan buah segar atau makanan buah olahan ataupun sebagai obat tradisional. Tanaman belimbing bermanfaat sebagai stabilisator dan pemelihara lingkungan pencemaran lingkungan, karena berbagai kegiatan manusia diantaranya dapat menyerap gas-gas beracun buangan kendaraan bermotor, menyaring debu dan meredam geteran suara. Sebagai wahana pendidikan, penanaman belimbing di halaman rumah tidak terpisahkan dari program pemerintah dalam usaha gerakan menanam sejuta pohon (Rukmana 1996).

2.2

Pascapanen Belimbing

Kualitas dan mutu belimbing sangat dipengaruhi oleh waktu dan cara pemanenan. Pemetikan yang tepat menyebabkan buah belimbing mempunyai rasa yang enak, demikian juga warna buahnya terlihat menarik. Belimbing yang dipetik saat belum siap panen akan menurunkan mutu dan kualitasnya. Rasa buahnya menjadi asam, sepat dan warna buahnya tidak menarik. Jika dibiarkan masak dalam penyimpanan akan berakibat buah belimbing berwarna pucat dan keriput (Tim Penebar Swadaya 1998).

Cara panen buah belimbing dilakukan dengan cara memotong tangkainya. Pemetikan buah berlangsung secara kontinyu dengan memilih buah yang telah matang. Waktu panen yang paling baik adalah pagi hari, saat buah masih segar dan sebelum cuaca terlalu panas (terik). Buah belimbing yang baru dipetik segera dimasukkan (ditampung) dalam suatu wadah secara hati-hati agar tidak memar atau rusak (BAPPENAS 2000).

Proses pemanenan buah belimbing dilakukan dengan melihat perubahan warna kulit buahnya dari hijau atau hijau-kekuningan menjadi warna kuning atau kuning-orange (Campbell 1989). Umur panen (petik) buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografi penanaman, yaitu faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang tipe iklimnya basah, umur petik buah belimbing sekitar 35–60 hari setelah pembungkusan buah atau 65–90 hari setelah bunga mekar. Ciri buah belimbing yang sudah saatnya dipanen adalah ukurannya besar (maksimal), telah matang dan warna buahnya berubah dari hijau menjadi putih atau kuning atau merah atau variasi warna lainnya. Hal ini tergantung dari varietas belimbing (BAPPENAS 2000).

(19)

Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind (sumb

Tabel 1. Inde deks kematan deks 1 deks 2 deks 3 deks 4 deks 5 deks 6 deks 7

ber : FAMA,

eks kematanga ngan

2005)

an buah belimbbing berdasar Ketera Keselur matang Buah be matang laut. Buah be Buah m melalui 50% ba 50% ku eksport Buah be Tidak d untuk p Keselur untuk p Keselur Buah te dipasark rkan perubaha ngan ruhan buah hij

dan tidak ses

erwarna hijau dan sesuai un

erwarna lebih matang dan ses

i udara.

ahagian buah b uning. Buah m t melalui udara

erwarna lebih digalakan untu pasaran lokal.

ruhan buah be pasaran lokal.

ruhan buah be erlalu masak d

kan.

an warna.

jau gelap. Bel suai untuk eksp

u muda berkila ntuk eksport m

h hijau daripad suai untuk eks

berwarna hijau matang dan ses

a.

h kuning darip uk eksport dan

erwarna kunin

erwarna kunin dan tidak untu

(20)

Menurut Soesarsono (1988), penyimpanan adalah salah satu cara tindakan pengamatan yang selalu terkait dengan faktor waktu dan tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komoditi yang disimpan. Peranan penyimpanan antara lain dalam hal penyelamatan dan penanganan hasil panen, memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan harga.

Salah satu teknik penyimpanan adalah dengan menggunakan ruangan bersuhu rendah. Penyimpanan dibawah suhu 15oC, di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Suhu yang rendah diharapkan dapat menekan kegiatan penuaan maupun kegiatan mikroba perusak. Di dalam penyimpanan bersuhu rendah, kondisi yang harus dipertimbangkan adalah suhu, kelembapan, komposisi udara dan tekanan. Masing-masing faktor bervariasi menurut tingkat ketuaan atau tingkat kematangan. Perlakuan suhu rendah merupakan cara efektif dalam mereduksi laju respirasi dan menghambat kerusakan akibat jamur. Pendinginan akan mengurangi kelayuan, serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins 1971).

Menurut Satuhu (2004), penyimpanan buah dengan suhu dingin biasa dilakukan untuk memperpanjang masa kesegarannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses kemasakan maka proses kebusukan pun ikut menjadi lambat. Udara dingin yang dialirkan di sekitar produk tidak boleh lebih dari 0oC. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembekuan. Pendinginan dihentikan sampai suhu di dalam buah mendekati suhu 8-15oC tergantung jenis buahnya.

Penyimpanan suhu rendah merupakan cara paling efektif dalam memperlambat perkembangan pembusukan pasca panen buah-buahan dan sayuran yang disebabkan infeksi bagian dalam (Pantastico 1986). Dan menurut Sudibyo (1985), penyimpanan suhu rendah bertujuan menekan kecepatan respirasi agar berjalan lebih lambat, sehingga ketahanan simpan akan lebih lama dengan mutu yang relatif masih baik. Penyimpanan suhu rendah adalah cara yang efektif menjaga komoditas hortikultura kualitas panen yang tinggi. Namun, untuk beberapa komoditas, penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan kerusakan dingin (Parkin et al 1989).

Menurut Thompson (1967), belimbing manis dapat bertahan 3-4 minggu bila disimpan dalam suhu 5-10oC dan tahan selama 4-5 hari dalam suhu 20oC. Selama penyimpanan dengan pendinginan diperlukan suhu yang tepat karena adanya kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah. Bahan yang didinginkan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan mengalami kerusakan dingin (chilling injury). Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan dibawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal.Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing manis muda yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Chilling injury yang terjadi layu pada permukaan buah, sirip buah menjadi coklat dan gagal matang setelah dikeluarkan dari pendingin. Peningkatan kerusakan akan terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Menurut Satuhu (2004), secara visual kerusakan akibat suhu dingin dapat dilihat dari penampakannya.

(21)

penyimpana 20 º C dan 6

2.4

Ker

Peny injury) yang sehingga da jenis buah te

Wan mempunyai penyimpana sirip menjad dipindahkan Kays (1991) memberikan stimulasi da fotosintesis, Paull yang tidak berlangsung seperti bint rusuknya. G penyimpana Roha 5oC secara v timbul bintik (2010) buah coklat, ceku dalam prose dapat meny tahan terhad ditandai den periode papa Petun penyimpana sebenarnya d Ga

an. RH rendah 60% RH, buah

rusakan Din

yimpanan pad g berakibat pa apat menurunk

ergantung pad dan Lam (19

< 25% war an. Gejala chil di kecut dan n dari ruang pe ) menyebutka n respon perta ari sintesa e gangguan di l dan Chen (19

terlalu sensi g pada suhu 0o ik-bintik kec Gejala-gejala k

an. Buah yang aeti (2010) me visual, gejalan k-bintik hitam h belimbing y ungan diperm es pematangan yebabkan terja

dap penyakit. ngan abnorm aran suhu ding njuk terjadiny an yang optim

dapat memper

ambar 2. Keru

h, hasil di bag h memiliki pe

ngin (Chilli

da suhu renda da kerusakan kan kualitas p da jenis jaringa

984) menyebu rna kuning pa lling injury ya

berwarna hi endingin. Chil an bahwa pad ama yaitu peru etilen, bertam dalam produk 986) menyebu itif terhadap o

C atau 5oC s il pada perm kerusakan ding g dipanen pada

engamati gejal nya timbul pa m atau coklat p

yang terseran mukaan kulit b

n. Selain itu adinya surface

Menurut Salv mal pematanga gin menjadi le ya kerusakan mum, karena

rpanjang kom

usakan belimb

ian tepi rusuk enyimpanan-h

ing Injury)

ah dapat men produk secara produk. Kerus

an yang meng utkan chilling ada kulit ya ang terlihat sep itam serta wa

lling injury ak da beberapa b

ubahan fisik d mbahnya laju

ksi energi dan utkan bahwa b chilling inju selama 2 dan mukaan kulitn gin ini akan s a saat masih h la chilling inju ada hari ke-15

pada permuka ng chilling inj

buah, sirip m menurut Win e pitting, disk veit (2002) gej an, surface p ebih panjang. dingin sanga banyak komo moditi itu deng

bing selama pe

k lebih parah k hidup 3 sampai

Buah Belim

ngakibatkan te a fisiologik, b sakan yang tim galami kerusak

g injury terjad ang disimpan perti bercak-b arna kulit bu kan bertambah

uah-buahan y didalam memb respirasi, ak adanya perub buah belimbin ury. Namun,

6 minggu ter nya dan warn semakin menin hijau akan lebi

ury pada buah penyimpanan aan kulitnya. M

jury ditandai menjadi cokla narno (2002) koloriasi, inte ejala-gejala ch

itting, peruba

at penting un oditi yang tid gan cukup lam

enyimpanan d

kematangan, i 4 hari.

mbing

erjadinya keru baik secara ek

mbul berbeda-kan (Pantastic di pada buah n pada suhu bercak berwarn uah tidak dap

h parah jika di yang mengala bran lipid, resp ktivasi energ bahan struktur ng digolongka selama peny rdapat gejala-g na coklat pad ngkat seiring ih mudah terke h belimbing ya n dan semakin Menurut Kade

dengan adan at sehingga m chilling injur ernal breakdo hilling injury d ahan warna, w

ntuk mengetah dak dapat disi ma. dingin (google jika diselengg usakan dingin ksternal maupu -beda diantara co 1986). h belimbing m

5oC setelah na hijau tua, b pat berkemban isimpan lebih ami chilling in pon kedua yai i, pengurang r sel.

an kedalam jen yimpanan din gejala kerusak da seluruh si

dengan laman ena kerusakan ang disimpan n lama semak er (1996) dala nya gejala bin menimbulkan

ry selama pen own dan turun

dapat berkemb water-soaking

hui ambang b impan pada s

pitcure 2011)

garakan di

n (chilling un internal a berbagai muda yang 5 minggu bagian tepi ng setelah lama lagi. njury akan itu adanya an proses nis buahan ngin yang kan dingin isi pinggir nya waktu n dingin. pada suhu kin banyak am Rohaeti ntik-bintik kegagalan nyimpanan nnya daya bang yang g dll, jika

batas suhu suhu yang

(22)

Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage) (Saltveit 1989).

Kenaikan presentasi ion leakage menunjukan besarnya membran sel yang pecah. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991). Kerusakan membran sel terjadi karena lipid dan protein sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis akibat pendinginan (Budi 2007). Kenaikan permeabilitas membran sel dan peningkatan tingkat kebocoran ion terkait dengan dingin sensitif jaringan (Saltveit 2000).

Pada Gambar 3 dan 4 seperti yang diungkapkan Mitchell (2000) yang melaporkan bahwa sitoplasma sel bermuatan negatif disebabkan distribusi anion dan kation pada sisi membran yang berlawanan tidak sama. Potensial membran bertindak sebagai suatu sumber energi yang mempengaruhi lalu lintas semua substansi bermuatan yang melewati membran. Potensial membran mendukung transpor pasif kation kedalam sel dan anion keluar dari sel disebabkan muatan di dalam sel negatif dibandingkan dengan diluarnya. Hal ini disebabkan meningkatnya kerusakan membran permiabel sehingga pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin, dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan ion leakage yang tinggi.

Gambar 3. Ilustrasi cara perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu membran sel menghasilkan perbedaan tegangan

(23)

Elektrolit merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul yang disebut ion, dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Pada makhluk hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCL, NaCL, MgSO4 yang terdisosiasi menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni 1989).

Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan bukan tetapi bukan berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas (Athis 1995), diantaranya dapat mempertahankan perbedaan konsentrasi ion larutan elektrolit, dan juga mampu mempertahankan beda potensial antara lingkungan dikedua sisinya. Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah suatu ukuran dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan arus listrik dengan satuan millisiemens/meter (mS/m).

Penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Ada dua sumber ion, yaitu yang cepat berupa kompartemen kecil yang bisa menjadi dinding sel dan yang lambat dapat berupa sebuah kompartemen jauh lebih besar yang bisa menjadi sitoplasma dan vakuola. Persamaan eksponensial diturunkan untuk menjelaskan difusi ion dari jaringan dingin (saltveit 1989).

Budi (2007) menyebutkan bahwa buah rambutan yang disimpan dalam suhu 5oC mengalami kerusakan dingin, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan ion leakage. Penyimpanan dingin pada suhu 5oC juga berpengaruh terhadap perubahan pH, walaupun jumlahnya sedikit. Peningkatan ini diakibatkan oleh perubahan kandungan asam yang menunjukan terjadinya gejala kerusakan dingin. Selain itu perubahan nilai pH juga dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dan adanya mikroorganisme. Asam merupakan senyawa yang mengandung hidrogen (H+), sedangakan basa adalah senyawa yang menghasilkan senyawa hidroksil (OH-).

2.7 Parameter

Penurunan

Mutu

Penurunan mutu produk holtikultara khususnya buah segar selama penyimpanan dapat dilihat dari sifat fisik maupun kimia dari buah tersebut. Sifat fisik produk buah segar yang umum dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan, warna, total padatan terlarut (TPT), susut bobot dan laju respirasi. Nurmawati (2008) menggunakan perubahan susut bobot, kadar air, kekerasan, keasaman, total padatan terlarut, warna dan pengolahan citra sebagai parameter mutu buah mangga cengkir Indramayu dalam penyimpanan dingin. Yunika (2009) menggunakan perubahan tingkat laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), uji warna dan uji organoleptik sebagai parameter mutu untuk menduga umur simpan dan mutu buah manggis selama transportasi dan penyimpanan dingin.

Perubahan-perubahan fisiko-kimia yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama pematangan adalahlaju respirasi, tekstur (kekerasan), warna, total padatan terlarut (TPT) dan susut bobot. Berikut ini adalah beberapa perubahan fisiko-kimia selama pematangan dan penyimpanan. 1. Laju Respirasi

(24)

menduga umur simpan buah-buahan. Intensitas laju respirasi dianggap sebagai ukuran laju metabolisme sehingga dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin pendek umur simpannya. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan maknan. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin pendek umur simpan.

Buah-buahan yang berbeda mempunyai kecepatan dan respirasi yang berbeda pula sesuai jenis dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Laju respirasi suatu produk dipengaruhi oleh faktor internal yang terdiri dari : tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Laju respirasi dipengaruhi pula oleh faktor eksternal yaitu oleh suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbondioksida, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusak buah (Pantastico 1986).

Menurut Pantastico (1986) Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah subtrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul air yang dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan jumlah air yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkanpun tidak dapat ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur hanya dengan menggunakan satu alat saja. Proses respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O2 dan laju pengeluaran CO2.

Menurut Winarno dan Aman (1979), Jumlah produksi CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, sehingga mudah untuk melakukan pengukurannya. Dalam tanaman proses respirasi sesungguhnya dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik. Yang dimaksud dengan respirasi secara anaerobik ialah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses fermentasi. Oleh karena itu, pengukuran proses pernafasan dengan mengukur jumlah CO2 yang keluar tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses respirasi itu bersifat aerobik atau anaerobik.

Jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit. Walaupun cara pengukuran ini mungkin dikerjakan, akan tetapi sukar dilaksanakannya, karena dibutuhkan alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap oksigen misalnya gas khromatografi. Senyawa-senyawa yang dapat terdiri dari glukosa dan karbohidrat lainnya atau senyawa lemak dan protein. Apabila glukosa yang dioksidasi maka reaksinya akan terlihat sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2→6CO2+6H2O+675 Kcal (energi) (Winarno dan Aman 1979). Laju respirasi ini akan berbeda bergantung pada jenis atau varietas buahnya dan tingkat kematangannya (Shiesh et al 1987). Laju respirsi buah belimbing seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Laju respirasi buah belimbing

No. Temperatur Mg CO2/kg.h

1. 5oC 10 sampai 19

2. 10oC 15 sampai 29

3. 15oC 19 sampai 34

4. 20oC 37 sampai 92

Sumber: Shiesh et al 1987

(25)

golongan buah non-klimaterik, pola respirasi buah tersebut berbeda dengan buah-buahan klimaterik, karena setelah dipanen CO2 yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi terus menurun perlahan-lahan, sehingga buah non klimaterik harus dipanen setelah matang dipohon dan untuk mendapat kualitas buah yang baik, buah dipanen setelah masak penuh. Kedua karakteristik ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 5. Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah-buahan (Wills et al 1982 ) 2. Kekerasan

Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan utam dan jaringan penunjang dan sifat kohesi dari sel. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan karena komposisi dinding sel berubah, perubahan tersebut berpengaruh terhadap firmness dari buah, yang biasanya buah menjadi lunak apabila telah masak (Winarno dan Aman 1979).Turgor merupakan tekanan dari isi sel terhadap dinding sel, sehingga sel ada pada keadaan normal, tetapi dimungkinkan terjadinya pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana komponen utama dari dinding sel adalah selulosa dan pektin.

Semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat (Winarno dan Aman 1979). Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu melunaknya buah selama pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat (Pantastico 1986).

3. Warna

Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan sebagai parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan kulit buah belimbing akan terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis belimbing mengalami penurunan sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat (Yunika 2009).

4. Total Padatan Terlarut

(26)

fruktosa. Glukosa dan fruktosa hasil pecahan dari sukrosa oleh enzim invertase disebut akarinvert yang mampunyai perbandinagan sama yaitu 1:1. Glukosa dan fruktosa merupakan gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan yang dapat mereduksi disebut gula non-pereduksi. Apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buah-buahan klimaterik, sedangkan pada buah-buahan non-klimaterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.

5. Susut Bobot

(27)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.

3.2

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan CO2 2. Rheometeruntuk mengukur kekerasan

3. Camera digital untuk melihat perubahan warna kulit belimbing 4. Refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut

5. Stoples kaca dengan volume 3300 ml

6. Timbangan Mettler 2 desimal untuk mengukur susust bobot 7. Gelas ukur

8. Electrical Conductivity (EC)

9. Alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin

10.Refrigirator, digunakan untuk menyimpan buah belimbing selama penelitian berlangsung Bahan :

Bahan yang akan digunakan adalah buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) segar kualitas ekspor yang diperoleh dari petani belimbing di Depok dan aquabides untuk pendugaan ion leakage.

3.3

Prosedur Penelitian

(28)

Gambar 6. Prosedur Penelitian.

3.4

Pengamatan

Parameter yang diamati adalah jumlah/konsentrasi CO2 danO2, kekerasan buah, total padatan terlarut, warna, susut bobot dan perubahan ion leakage.

3.4.1 Laju Respirasi

Laju respirasi diukur berdasarkan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 yang dihasilkan buah belimbing dengan menggunakan alat gas analyzer. Besaran konsentrasi CO2 dan O2 tertera dalam vol % udara. Stoples dihubungkan dengan selang pipa untuk diambil gas CO2 dan O2 kemudian dianalisa. Volume bebas dalam wadah ditentukan dengan mengukur volume stoples kemudian dikurangi dengan volume buah. Perhitungan laju respirasi yang digunakan menggunakan persamaan (1) dan (2).

1. Laju respirasi 2. TPT

3. Warna 4. Susut bobot 5. Kekerasan

Pengamatan parameter Suhu 10oC

(Suhu optimum)

Suhu ruang (28oC) Buah Belimbing

Sortasi

Pencucian

Penyimpanan Pengukuran awal semua parameter

Suhu 5oC

1. Ion leakage 2. Laju respirasi 3. TPT

4. Warna 5. Susut bobot 6. Kekerasan

(29)

... (1)

... (2)

Dimana :

x1 : konsentrasi gas O2 (%) x2 : konsentrasi gas CO2 (%) t : waktu (jam)

R : laju respirasi (m/kg.jam atau ml/kg.jam) W : massa produk (kg)

V : volume bebas chamber (ml)

3.4.2 Kekerasan Buah

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap alat penekan dari alat rheometer tipe CR-300DX. Alat ini diset dengan beban yang diberikan maksimum 2 kg dengan kedalaman penetrasi penekan 10 mm. Kecepatan laju beban turun yang digunakan yaitu 60 mm/menit. Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga tempat yaitu ujung, tengah dan pada pangkal buah. Masing-masing sampel diambil secara acak sebanyak 2 sampel.

3.4.3 Uji kandungan total padatan terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer. Bahan dihaluskan sebelumnya hingga manjadi pasta, kemudian setetes contoh diletakkan pada prisma refraktometer. Sebelum dan sesudah pembacaan rafraktometer dibersihkan dengan air. Skala refraktometer menunjukan kadar total padatan terlarut (o Brix).

3.4.4 Perubahan warna

Pengukuran warna adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas penampakan (visual) produk segar hortikultura. Pengukuran warna menggunakan image dengan alat chromameter (Minolta CR 310), yaitu alat analisa tristimulus (dalam 3 dimensi) dan kamera digital.

Menurut Mohsein (1984), metode Munsell merupakan metode berdasarkan tiga notasi Munsell yaitu Hueo (hijau, merah, biru, kuning), Value (nilai L atau kecerahan yang bergerak dari dark atau gelap sampai light/bright atau cerah, dan Chroma (saturasi atau tingkat kandungan warna yang bergerak dari weak atau muda sampai vivid/strong atau tua). Nilai notasi tersebut kemudian diplotkan dalam Munsell color chart.

(30)

Pengukurun susut bobot buah belimbing dilakukan dengan membandingkan selisih bobot setiap akhir penyimpanan (Wt) dibandingkan dengan bobot awal sebalum penyimpanan atau penerimaan (Wo), selanjutnya susut bobot dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Susut bobot = % ... (3)

Dimana:

Wo: berat awal (kg) Wt : berat akhir (kg)

3.4.6 Ion leakage

Pengukuran ion leakage dilakukan setiap setiap hari menggunakan tiga sampel pada kondisi suhu penyimpanan 5oC. Ion lekage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan Electricity Conductivity meter (D-24, HORIBA). Daging buah diambil dengan ukuran panjang 10 mm dan direndam di dalam larutan aquabides (200 ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu ruangan 20ºC dengan selang waktu pengukuran mula-mula tiap 20, 40 dan 60 menit selama 240 menit. Setelah selesai pengukuran sampel dihancurkan selama 2 menit supaya semua ion terlarut ke dalam aqubides dan nilai konduktivitas listrik totalnya diukur. Pengukuran dilakukan selama 14 hari dan data dari perubahan ion leakage dinyatakan dalam persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Persamaan yang digunakan dalam pengukuran ion leakage adalah sebagai berikut:

Perubahan ion leakage %... (4)

Keterangan :

x : nilai konduktivitas listrik menit ke-n ; n= 20, 40, 60,..., 240 y : nilai konduktivitas listrik akhir setelah dihancurkan

(31)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah, semakin tinggi susut bobot maka buah tersebut semakin berkurang kesegarannya. Selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot pada buah belimbing yang mengindikasikan terjadinya kehilangan air selama penyimpanan.

Gambar 7 menunjukkan perubahan susut bobot pada 3 kondisi suhu yang berbeda. Data penyimpanan memperlihatkan bahwa laju kehilangan bobot pada perlakuan suhu 10˚C lebih lambat dari pada perlakuan suhu 5˚C. Hal ini dikarenakan suhu 10oC merupakan suhu optimum penyimpanan buah belimbing. Pada suhu 5oC persentasi susut bobot lebih tinggi dikarenakan pada suhu yang lebih rendah, kelembaban relatif (RH) semakin rendah sehingga menyebabkan buah menjadi lebih keriput. Oleh karena itu air yang keluar dari dalam buah semakin banyak.

Pada penyimpanan dingin proses metabolisme buah belimbing mengalami perlambatan, hal serupa diungkapkan oleh Muchtadi (1989) bahwa suhu rendah diatas suhu pembekuan dan dibawah 15oC efektif dalam mengurangi laju metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan. Diungkapkan pula oleh Winarno dan Fardiaz (1980), keaktifan respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan dan kerusakan dapat dihambat pada penyimpan suhu rendah. Suhu penyimpanan yang rendah buah belimbing ditemukan menjanjikan dalam memperpanjang umur simpan (O’Here 1997 dalam Ali et al 2003).

Menurut Pantastico (1986), buah-buahan dan sayuran mengandung 85-90 persen air, setelah pemanenan akan mengalami kehilangan air. Kehilangan air dari hasil segar mengakibatkan hasil menjadi layu, liat dan tidak mempunyai rasa serta bau yang menarik. Kehilangan air 5-10 persen berat semula melalui transpirasi dianggap tidak laku untuk dijual.

(32)
[image:32.595.126.492.89.298.2]

Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu

Menurut Muchtadi (1992) bahwa kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Menurut Syarief dan Halid (1991) salah satu penyebab susut bobot adalah proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot. Proses transpirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Dengan semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH ruang penyimpanan maka akan terjadi penguapan air pada buah lebih besar sehingga susut bobot meningkat.

5.2

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut (TPT) merupakan kandungan gula total yang terdapat dalam buah yang diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Banyaknya kandungan gula total yang terukur pada buah belimbing merupakan gambaran TPT yang terukur. Banyaknya kandungan gula yang ada dalam buah-buahan, tetapi perubahan kandungan gula utama meliputi glukosa, fruktosa dan sukrosa. Oleh enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa merupakan gula-gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan-gugusan yang dapat mereduksi disebut gula non pereduksi (Winarno dan Aman 1979).

Beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, sukrosa mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa manisnya, kelarutannya dalam air, enersi yang dihasilkan, mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentu, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan pembentukan kristalnya (Winarno dan Fardiaz 1980).

Pada Gambar 8, 9 dan 10 ditampilkan grafik perubahan TPT buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang (25-27oC). Pengamatan selama 14 hari pada suhu 5oC menunjukan nilai TPT buah meningkat dari 5.4˚Brix bagian pangkal, 6.2˚Brix bagian tengah dan 6.8˚Brix bagian ujung menjadi 6.4˚Brix pada bagian pangkal, 7.3˚Brix bagian tengah dan 7.5˚Brix pada bagian ujung. Pada suhu 10oC nilai TPT meningkat dari 5.6˚Brix bagian pangkal, 6.4˚Brix bagian tengah dan 6.7˚Brix bagian ujung menjadi 6.4˚Brix pada bagian pangkal, 6.6˚Brix bagian tengah dan 6.7˚Brix pada bagian ujung. Sedangkan pada penyimpanan pada suhu ruang nilai TPT

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Total

 

Susut

 

Bobot

(%)

Waktu (hari)

T5

T10

(33)

meningkat dari 5.3˚Brix bagian pangkal, 6.0˚Brix bagian tengah dan 6.2˚Brix bagian ujung menjadi 5.9˚Brix pada bagian pangkal, 6.4˚Brix bagian tengah dan 6.9˚Brix pada bagian ujung.

Gambar 8. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC

Gambar 9. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10oC

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Total

 

Padatan

 

Terlarut

 

(oBrix)

Waktu pengamatan (hari)

Pangkal

Tengah

Ujung

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Total

 

Padatan

 

Terlarut

 

(oBrix)

Waktu pengamatan (hari)

Pangkal

Tengah

(34)

Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

Dari Gambar 8, 9 dan 10 terlihat nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami peningkatan. Kandungan nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami kenaikan namun perubahannya fluktuatif. Nilai TPT semakin tinggi, menunjukan bahwa buah semakin manis dan kandungan asam buah semakin menurun. Buah mengalami pematangan dan terjadi perubahan oksidatif dari bahan-bahn komplek, seperti karbohidrat, protein dan lemak sehingga terbentuk gula-gula sederhana yaitu gluktosa, fruktosa dan sukrosa. Seperti yang diungkapkan Winarno (2002), peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, karena selama pematangan terjadi hidrolisa polisakarida menjadi gula-gula sederhana, sedangkan penurunan total gula terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi, karena gula tersebut digunakan untuk menghasilkan energi. Pantastico (1986) menyebutkan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula sederhana dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin cepat sampai batas tertentu dimana aktifitas enzim hidrolase akan terhambat. Selain itu perubahan yang fluktuatif inipun disebabkan oleh buah yang diukur berbeda pada setiap pengamatan.

Pada Gambar 10, penyimpanan pada suhu ruang menunjukan nilai TPT yang lebih tinggi dibanding penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah akan menghambat proses pematangan. Peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati yang dipengarugi oleh suhu, sehingga semakin tinggi suhu degradasi pati semakin cepat sampai batas tertentu. Seperti yang dilaporkan oleh Rohaeti (2010) penyimpanan buah belimbing dengan perlakuan VHT 20 menit memberikan nilai TPT yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya dan pada penyimpanan suhu ruang dibanding suhu rendah. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Muchtadi (1989) bahwa penanganan dengan cara penyimpanan dingin untuk buah-buahan yang mudah rusak dapat memperpanjang masa simpan dan mengurangi laju metabolisme.

Tingkat kemanisan buah belimbing dipengaruhi oleh faktor waktu dan cara pemanenan. Buah belimbing merupakan jenis buah non kliamterik yang pemanenannya harus dilakukan saat buah masak pohon sehingga proses pematangan buah terjadi secara maksimal. Belimbing yang dipetik saat belum siap panen akan menurunkan mutu dan kualitas buah belimbing. Rasa buahnya menjadi asam, sepat dan warna buahnya tidak menarik (Tim Penebar Swadaya 1998).

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Total

 

Padatan

 

Te

rlaru

t

 

(oBrix)

Waktu pengamatan (hari)

Pangkal

Tengah

(35)

5.3

Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu bentuk perubahan fisik pada buah-buahan. Nilai kekerasan diukur sebagai jarak penembusan jarum penetrometer dengan beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plugger jarum 5 mm. Penekanan dilakukan pada bahan ditempat yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah dan pangkal.

Tekstur atau kelembutan, adalah atribut fisik penting yang dikaitkan dengan kualitas dan penyimpanan buah. Pelunakan melibatkan struktural serta sebagai perubahan komposisi dalam berbagai komponen dari karbohidrat dinding sebagian sebagai akibat dari tindakan enzim (Fischer dan Bennett 1991 dalam Ali et al 2003). Biasanya, selama pematangan, pektin semakin didepolimerisasi sebagai tingkat mereka dalam penurunan dinding sel, dan buah-buahan, pektin adalah depolymerisation disertai dengan peningkatan tingkat air dachelator-diekstrak pektin, sementara tingkat pektin ekstrak dalam menurunkan Na2CO3 (Redgwell et al 1992; Chin et al 1999 dalam Ali et al 2003). Selain pektin, hemiselulosa dan selulosa juga dikenakan struktural yang signifikan modifikasi selama pematangan.

Pada gambar 11, 12 dan 13 menunjukan perubahan nilai kekerasan pada kondisi suhu yang berbeda. Suhu penyimpanan yang berbeda dapat menghasilkan pengaruh yang berbeda pada nilai kekerasan (firmness) produk buah yang disimpan. Buah belimbing yang disimpan pada suhu dingin memberikan nilai kekerasan yang lebih baik dibanding buah yang disimpan pada suhu ruang. Pada suhu ruang nilai kekerasan lebih tinggi dibanding suhu dingin, hal ini dikarenakan pada suhu dingin proses metabolisme berjalan lebih lambat dan pada suhu ruang proses kehilangan air lebih tinggi. Pada tiga bagian yang diukur, tingkat kekerasannyapun berbeda. Dari pengamatan tingkat kekerasan buah belimbing yang paling tinggi terdapat pada bagian tengah dan nilai kekerasan buah semakin menurun seiring dengan lamanya penyimpanan.

Gambar 11. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5˚C 0.000

0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kekerasan

 

(kgf)

Waktu penyimpanan (hari)

Pangkal

Tengah

(36)

Gambar 12. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10˚C

Gambar 13.Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

Nilai tingkat kekerasan yang semakin menurun, seperti yang diungkapkan Winarno dan Aman (1979), disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel buah. Secara kimiawi, dinding sel tersusun oleh senyawa-senyawa komplek namun pada umumnya terdiri dari selulosa, hemi selulosa, lignin dan pektin. Terjadinya degradasi ini disebabkan adanya beberapa cendawan dan bakteri yang menghidrolisa selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Selama penyimpanan, buah belimbing semakin melunak hal ini dikarenakan buah mengalami perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah dan semakin berkurang. Hal ini diungkapkan pula oleh Winarno dan Aman (1979), semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat. Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu melunaknya buah selama

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kekerasan

 

(kgf)

Waktu penyimpanan (hari)

Pangkal

Tengah

Ujung

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kekerasan

 

(kgf)

Waktu penyimpanan (hari)

Pangkal

Tengah

(37)

pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat (Pantastico 1986).

Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi dibanding peyimpanan suhu lainnya, Bourne (1976) mengemukakan bahwa penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara paling efektif untuk memperlambat laju penurunan kekerasan, sebab di dalam pendinginan tersebut proses-proses fisiologis berjalan secara lambat. hal serupa diungkapkan oleh Winarno dan Fardiaz (1980) penyimpanan dingin dapat menghambat proses metabolisme, pemasakan, pelunakan dan penuaan. Sedangkan buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang teksturnya cepat menjadi lunak. Hal ini disebabkan karena pada suhu ruang proses penguapan lebih tinggi sehingga mempercepat turunnya nilai kekerasan dan perubahan dinding sel yang disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel.

5.4

Warna

Pengamatan warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang dipantulkan (light reflectance) permukaan komoditas cromameter. Sistem notasi warna dinyatakan dengan sistem Hunter, yang dicirikan dengan tiga parameter yaitu L*, a* dan b*.

Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya. Pigmen tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu khlorofil, antosianin, flavanoid dan karotenoid (Winarno dan Aman). Pada buah yang berwarna kuning jenis karetonoid yang ada adalah xantofil (pigment warna kuning) dan ß karoten (pigment warna jingga). Selama proses pematangan, jumlah xantofil akan menurun dan jumlah ß karoten akan meningkat, sehingga buah yang berwarna kuning pada akhir penyimpanan akan berwarna jingga (Pantastico 1986).

Pada kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang, pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah terutama dalam jaringan bagian dalam buah (Pantastico 1986). Setelah panen klorofil mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan warna buah dan sayuran yang hijau berubah menjadi kuning. Seperti dilaporkan Muchtadi (1989), selama pemasakan buah akan terjadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofilnya menjadi rendah dan muncul warna lain sehingga buah buah berubah menjadi warna kuning, orange atau merah.

Perubahan kimiawi dan fisiologis buah belimbing sangat erat hubungannya dengan warna buah belimbing. Proses perubahan warna belimbing merupakan proses yang berlangsung kearah masaknya buah belimbing. Perubahan warna kulit buah belimbing dari hijau ke kuning menandai proses pemasakan buah.

(38)

Gambar 14. Grafik Perubahan nilai L buah Belimbing selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang

Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Soekarto 1985). Gambar 15, 16 dan 17 memperlihatkan perubahan warna selama penyimpanan suhu 5˚C, 10˚C dan suhu ruang. Dari Gambar 17 terlihat bahwa buah yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan warna hijau yang cepat dibandingkan dengan perlakuan yang lain, setelah penyimpanan 14 hari perubahan nilai a dari a= -1.39 menjadi a= 5.84, sedangkan perubahan nilai b dari 20.46 menjadi 31.16. Nilai a semakin meningkat karena suhu yang tinggi pigmen antosianin tidak stabil sehingga mempercepat perubahan warna ke arah merah, sedangkan nilai b semakin meningkat selama penyimpanan yang berarti menuju kearah kuning pada akhir penyimpanan. Gambar 15 dan Gambar 16 memperlihatkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan 5˚C berbeda dengan perlakuan suhu penyimpanan 10˚C. Penampakan kulit buah belimbing antara perlakuan suhu penyimpanan 5˚C dan suhu 10˚C terlihat berbeda setelah penyimpanan hari ke- 14 dimana nilai warna a= -0.77 menjadi -1.39, sedangkan perubahan nilai b dari 17.18 menjadi 16.95 untuk perlakuan suhu 5˚C, sedangkan untuk perlakuan suhu 10˚C nilai a= -1.01 menjadi -1.62 dan nilai b= 18.20 menjadi 20.00. Dari data tersebut terlihat bahwa warna buah pada perlakuan suhu penyimpanan 5˚C masih berwarna hijau sementara perlakuan suhu 10˚C tampak sedikit warna kuning pada kulitnya. Penyimpanan pada suhu rendah terjadi penghambatan degradasi klorofil sehingga warna hijau masih dipertahankan. Hal ini menjadi indikasi bahwa proses pematangan pada perlakuan suhu penyimpanan 10˚C lebih cepat daripada perlakuan suhu penyimpanan 5˚C.

40 42 44 46 48 50 52 54

0 2 4 6 8 10 12 14 16

L

Waktu penyimpanan (hari)

T5

T10

(39)

Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5˚C

Gambar 16. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10˚C

‐60

‐50

‐40

‐30

‐20

‐10 0 10 20 30 40 50 60

‐60 ‐50 ‐40 ‐30 ‐20 ‐10 0 10 20 30 40 50 60

T…

‐60

‐50

‐40

‐30

‐20

‐10 0 10 20 30 40 50 60

‐60 ‐50 ‐40 ‐30 ‐20 ‐10 0 10 20 30 40 50 60

(40)

Gambar 17. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

5.5

Respirasi

Selama penyimpanan buah belimbing terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dan penurunan O2 yang dihasilkan. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18, 19 dan 20. Buah-buahan yang berbeda mempunyai kecepatan dan respirasi yang berbeda pula sesuai jenis dan tingkat kedewasaan buah (maturation) (Pantastico 1989).

Produksi CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, dibandingakan dengan jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit seperti yang terlihat pada gambar 18, 19 dan 20. Penyimpanan pada suhu rendah menghambat tingginya produksi CO2 dan konsumsi O2. CO2 yang keluar merupakan molekul organik yang teroksidasi, menguraikan turunan piruvat sebagai hasil glikolisis. Menurut Oslund dan Davenport (1981) belimbing termasuk golongan buah non-klimaterik. Namun pada tiga kondisi suhu penyimpan, dilihat melalui konsentrasi prosuksi CO2 dan konsumsi O2 terjadi peningkatan respirasi setelah buah dipanen dalam umur 40 hari setelah pembungkusan dengan peak terlihat pada hari ke-7 penyimpanan. Menurut Pantastico (1986), banyak diantara buah-buahan yang dinamakan non-klimaterik memperlihatkan juga peningkatan respirasi yang disertai dengan kenaikan gas C2H4 pada satu titik dalam garis perkembangannya. Rhodes (1970) dalam Pantastico (1986) mengemukakan bahwa arah pergeseran respirasi yang khas untuk buah-buahan non-klimaterik mungkin akan ditunjukkan pada umur fisiologis atau dalam keadaan penyimpanan yang sesuai. Hulme et al (1969) dalam Pantastico (1986) juga menunjukan, bahwa perbedaan antara buah klimaterik dan non-kliamterik lebih pada kenampakannya daripada kenyataannya.

Variasi dalam arah pergeseran respirasi diantara buah-buahan mungkin disebabkan oleh sifat-sifat dan strukturnya (Pantastico 1986). Biele dan Barcus (1970) dalam Pantastico (1986) telah mengamati bahwa srikaya dan sirsak mempunyai jenis klimaterik yang tidak begitu jelas yang mempunyai lebih dari satu maksimum.

‐60

‐50

‐40

‐30

‐20

‐10 0 10 20 30 40 50

‐60 ‐50 ‐40 ‐30 ‐20 ‐10 0 10 20 30 40 50 60

(41)

Pada Gambar 18, 19 dan 20 terlihat peningkatan konsentrasi produksi CO2 dan konsumsi O2 terjadi pada hari ke-9 penyimpanan setelah sebelumnya terjadi penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya cendawan sehingga kemungkinan respirasi buah belimbing berubah menjadi anaerob yang menyebabkan kerusakan pada belimbing. Yang dimaksud dengan respirasi secara anaerobik ialah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses fermentasi. Bila buah melakukan fermentasi, maka energi yang diperoleh relatif sedikit persatuan subtrat (glukosa) yang tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi, maka diperlukan subtrat (glukosa) dalam jumlah banyak, sehingga dalam waktu yang singkat persediaan subtrat akan habis dan akhirnya buah-buahan itu akan mati dan busuk (Winarno 2002).

Gambar 18. Perubahan konsentras

Gambar

Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu
Gambar 4. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu 5oC ulangan 1, 2, 3
Gambar 5. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu 10oC ulangan 1, 2, 3
Gambar 6. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu ruang ulangan 1, 2, 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Bapak Wahyu Abdillah, ST sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah memberikan saran dan masukan yang sangat berguna terhadap Tugas

[r]

Yulistiani (1977), telah melakukan pengujian pengaruh dari masing- masing senyawa antimikrobia dalam asap cair tempurung kelapa terhadap kultur bakteri patogen dan perusak

Dalam pasar tradisional banyak interaksi yang tidak ditemukan dalam pasar modern, dimana para pedagang pasar tradisional tidak membeli suatu barang dagangan yang akan mereka

1. Mengetahui proses pembelajaran IPS sejarah materi masa kolonial bangsa Eropa di nusantara dengan model Learning Cycle berbantuan CD interaktif dapat mencapai ketuntasan

memperoleh data tentang diri pribadi dan pemikiran interview meliputi identitas diri, perjalanan hidupnya, dan pandangan- pandangannya mengenai berbagai masalah yang

Banyak objek BCB di Cirebon (56 situs) Melakukan penerapan skala prioritas sesuai dengan tingkat urgensinya Mengumpul-kan data kese- jarahan, skala prioritas dan tingkat

Pemberian asuhan keperawatan untuk pasien bedah di lingkungan perioperatif di CHB didasarkan pada proses standar, praktik keperawatan dan panduan yang dianjurkan